Anda di halaman 1dari 11

BAB I

DASAR PENGUKURAN DAN


KETIDAKPASTIAN DALAM PERCOBAAN

1.1. Pendahuluan
Pengukuran adalah kegiatan membandingkan suatu obyek menggunakan standar ukur
yang telah ditetapkan. Pengukuran besaran relatif terhadap suatu standar atau satuan tertentu.
Sebagai contoh, kita dapat mengukur panjang dalam satuan inci, feet (kaki), mile, atau dalam
centimeter, meter, atau kilometer. Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian.
Kesalahan-kesalahan tersebut menyebabkan hasil pengukuran tidak presisi seperti seharusnya,
dapat lebih besar atau lebih kecil.
Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain :
a. Keterbatasan alat ukur (nst=nilai skala terkecil)
b. Kesalahan pengukuran (human error), misalnya kesalahan pembacaan pada satu sesi
percobaan dari serangkaian percobaan
c. Kesalahan kalibrasi alat ukur
d. Kesalahan titik nol
e. umur alat

Setiap alat ukur pada umumnya memiliki keterbatasan daya ukur, atau keterbatasan
kemampuan dalam mengukur suatu besaran, keterbatasan ini disebut NST atau nilai skala
terkecil. Dalam suatu alat ukur jarang sekali terdapat skala yang berjarak kurang dari 1 mm,
hal ini karena mata manusia umumnya sulit melihat jarak kurang dari 1 mm. Untuk membantu
mengukur dengan lebih teliti melebihi yang dapat ditunjukkan oleh NST, maka digunakanlah
nonius. Skala nonius akan meningkatkan ketelitian pembacaan alat ukur. Umumnya terdapat
suatu pembagian sejumlah skala utama dengan sejumlah skala nonius yang akan
menyebabkan garis skala titik nol dan titik maksimum skala nonius berimpit dengan skala
utama.
Pada Gambar 1. dapat dilihat bahwa skala nonius (bagian bawah) titik 0 nya berimpit dengan
nilai 2 dan angka 10 nya berimpit dengan 2,9. Artinya 9 skala utama dibagi menjadi 10
bagian. Sehingga jarak antara skala nonius seakan-akan 0,01 pada skala utama.
Gambar 1. Skala nonius

Misalnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Pada gambar tersebut setelah diukur
panjang suatu benda skala utama menunjuk antara 80,4 dan 80,5. Untuk menentukannya
dibutuhkan skala nonius. Pada skala nonius, lihatlah skala yang paling berimpit dengan skala
utama. Ternyata skala nonius 7. Jadi panjang benda adalah 80,47.

Gambar 2. Contoh pengukuran dengan skala nonius

1.2. Alat-Alat Ukur Dasar


1.2.1. Jangka Sorong
Jangka sorong atau vernier caliper merupakan alat ukur yang berfungsi antara lain:
a. Mengukur panjang bagian luar benda
b. Mengukur panjang bagian rongga (dalam) benda
c. Mengukur kedalaman lubang

Cara menggunakan jangka sorong :


1. Apabila pengunci K ditekan maka bagian B dapat bergeser bebas
2. Jarak antara A dan B mengukur bagian luar sebuah benda
3. Jarak antara C dan D mengukur bagian dalam sebuah benda
4. Jarak antara E dan F menunjukan kedalaman benda yang diukur
5. Skala utama U terdapat dua jenis yaitu dalam cm dan inchi
6. Nonius ada pada bagian yang bisa bergeser N
Gambar 3. Jangka sorong

1.2.2. Mikrometer Sekrup


Mikrometer sekrup merupakan alat ukur panjang untuk benda yang panjangnya kurang dari
2,50 cm dengan tingkat ketelitian yang lebih baik dari Jangka Sorong. Cara menggunakan
mikrometer sekrup adalah :
a. Benda yang akan diukur dijepitkan antara A dan B, dengan memutar C. Tapi tidak perlu
terjepit terlalu keras.
b. Skala utama terletak pada S
c. Skala nonius terletak pada bagian N. Jika C diputar penuh maka 1 putaran skala nonius
akan tepat sama dengan 1 mm skala utama.
d. Pada skala utama panjang benda ditentukan dengan cara melihat berapa skala tepi nonius
berada pada skala utama, dan untuk membaca skala nonius dilakukan dengan cara
melihat skala yang berimpit dengan garis poros P

Gambar 4. Mikrometer sekrup


1.2.3. Neraca Teknis
Neraca teknis adalah alat ukur berat suatu obyek. Bagian-Bagian dari Neraca Teknis
adalah
a. Statip penumpu
b. Lengan neraca
c. Sekrup pengatur keseimbangan
d. Jarum penunjuk keseimbangan dan skalanya
e. Bandul keseimbangan dan pasangannya
f. Piringan
g. Meja alas neraca
h. Sekrup pengatur naik-turunnya neraca
i. Sekrup pengatur meja alas

Mempersiapkan Neraca Teknis


a. Bandul keseimbangan harus berimpit dengan pasangannya, yaitu dengan mengatur
sekrup pengatur meja alas I.
b. Angkatlah lengan neraca dengan memutar H. Dan seimbangkan lengan neraca dengan
memperhatikan jarum penunjuk keseimbangan. Apabila jarak ayunan ke kiri kira-kira
sama dengan jarak ayunan ke kanan, artinya lengan neraca sudah setimbang. Bila belum
aturlah dengan memutar sekrup C.
c. Jika 1 dan 2 sudah tercapai, putar kembali sekrup H agar lengan neraca turun. Neraca siap
dipakai.

Cara menggunakan neraca teknis adalah :


a. Letakkan benda yang akan ditimbang pada salah satu piringan dan anak timbangan yang
kira-kira sama beratnya, pada piringan lainnya
b. Angkat lengan neraca dengan memutar H, bila sudah seimbang berat benda adalah berat
anak timbangan. Apabila belum, turunan lengan neraca dengan memutar H dan tambah
atau kurangi anak timbangan sampai setimbang.
Gambar 5. Neraca teknis

1.3. Ketidakpastian Pada Pengukuran Tunggal


Pengukuran tunggal artinya pengukuran yang (karena suatu hal) dilakukan hanya sekali.
Maka ketidak pastiannya x adalah :
1
x = nst
2
Sehingga hasil pengukuran adalah :
x = xo  x
Misalnya :
Kuat arus diukur dengan miliamperemeter dengan jarum penunjuk (tebal) seperti gambar di
bawah, maka hasil penukurannya adalah :
I = 2,6  0.05 mA

Gambar 6. Pengukuran tunggal


Artinya adalah bahwa kuat arus di sekitar 2,6 mA, antara 2,55 mA - 2,65 mA

1.4. Ketidakpastian pada pengukuran berulang


Agar ketepatan hasil percobaan lebih akurat lagi, maka kita harus mengulang-ulang suatu
percobaan. Makin banyak percobaan dilakukan, hasilnya akan lebih baik.
Penulisan hasil perhitungannya adalah :
x  x
Rumus x adalah nilai rata-rata dari sampel :

x = x  x  x  ....
1 2 3
n

n menunjukan banyaknya percobaan yang dilakukan dan angka x1, x2, x3 dan seterusnya
menunjukan hasil percobaan ke 1, ke 2, ke 3 dan seterusnya.
Ketidakpastian disimbolkan dengan x yang merupakan standar deviasi dari hasil pengukuran
yang dirumuskan :

  X  X
n
2
i
x = i 1

(n  1)
Contoh soal :
Sebuah pengukuran berulang panjang suatu besaran fisika menghasilkan : 10,1 ; 10,3 ; 10,3 ;
10,4 ; 10,4 ; 10,5 ; 10,6 ;10,6 ; 10,6 ; 10,7 (cm). Berapakah hasil pengukuran beserta
ketidakpastiannya ?
Agar lebih mudah maka bisa dituliskan dalam bentuk tabel :
i xi xi - x (xi - x )2
1 10,1 -0,35 0,1225
2 10,3 -0,15 0,0225
3 10,3 -0,15 0,0225
4 10,4 -0,05 0,0025
5 10,4 -0,05 0,0025
6 10,5 0,05 0,0025
7 10,6 0,15 0,0225
8 10,6 0,15 0,0225
9 10,6 0,15 0,0225
10 10,7 0,25 0,0625
 104,5 0,305
x 10,45

maka rata-ratanya adalah :


x = 104,5/10 = 10,45 cm
dan ketidakpastiannya dihitung:

0,305
x  = 0,184
9

sehingga hasil pengukurannya = 10,45  0,184 cm

1.5. Pengukuran Langsung dan Tak-Langsung


Sebuah pengukuran langsung adalah, apabila besaran fisis yang kita ingin dapatkan dari
sebuah pengukuran dengan memakai alat, langsung diperoleh dari pengukuran itu,
misalnya kuat arus dengan amperemeter, panjang benda dengan jangka sorong, massa benda
dengan neraca teknis. Sedangkan pengukuran tak-langsung adalah pengukuran besaran fisis
yang diperoleh tidak langsung dari sebuah pengukuran, akan tetapi hasil pengukuran itu
diolah melalui persamaan-persamaan matematis sebelum diperoleh hasil akhirnya.
Contohnya adalah, mengukur hambatan dengan mengukur kuat arus dan tegangannya,
mengukur volume balok dengan mengukur panjang, lebar dan tingginya, dll.

Sehingga pengukuran pada dasarnya dibagi dalam empat kategori :


a. Pengukuran Langsung-Tunggal
b. Pengukuran Langsung-Berulang
c. Pengukuran Tak Langsung-Tunggal
d. Pengukuran Tak Langsung-Berulang

Atau mungkin kombinasi dari tunggal dan berulang pada pengukuran tak langsung, seperti
yang akan kita lakukan dalam percobaan ini, yaitu mengukur massa jenis suatu benda dengan
mengukur massanya secara tunggal, dan menghitung volumenya tak-langsung dengan
mengukur panjang, lebar, tinggi atau diameternya secara berulang.
Pengukuran langsung-tunggal telah dibahas pada bab 1.3. sedangkan pengukuran langsung-
berulang pada bab 1.4.

1.5.1. Pengukuran Tak Langsung-Tunggal


Jika kita ingin "mengukur" (lebih tepatnya menghitung) besaran fisika C, dengan mengukur A
dan B masing-masing satu kali ukur, melalui suatu fungsi (rumus) C = C(A,B). Dimana :
A = Ao  A, (A didapat melalui nilai satuan terkecil)
B = Bo  B, (B didapat melalui nilai satuan terkecil)
Maka :
C = Co  C dihitung melalui :
Co = C(Ao,Bo), dan

Contoh soal :
Berapakah hambatan dari pengukuran suatu benda yang mendapatkan hasil :
I = (5,00  0,50) mA=(0.005±0.0005)A
V = (4,00  0,50) V
Jawab :
Untuk menghitung Ro, kita gunakan persamaan V= I.R sebagai berikut :

R0  V 0 
4
3
 800
I 0
5  10

Sedangkan ketidakpastiannya dihitung:

V V
R R I V V
R  V  I  V  I I  V  I 
V I V I V .I I .I

4 4
 3
(0,5)  3 2
(0.5 10 3 )  20
4 x5 10 (5 10 )
Sehingga hasil "pengukuran" hambatan dituliskan sebagai:
R = (800  20)  = (8,00  0,20) x 102 
PR:
I = (10,00  0,50) mA
V = (18,00  0,50) V
R = Ro±ΔR?
1.5.2. Pengukuran Tak Langsung-Berulang
Kita ingin melakukan "pengukuran" (atau penghitungan) suatu besaran fisika dengan
mengukur besaran A dan B keduanya secara berulang melalui fungsi (rumus)
C = f(A,B). Dengan :
A = Ao  A (Ao didapat dari rata-rata, A didapat dengan standar deviasi)
B = Bo  B (Bo didapat dari rata-rata, B didapat dengan standar deviasi)

Maka :
C = Co  C, dimana :
Co= C(Ao,Bo), dan

Contoh soal :
Jika kita ingin mendapatkan volume balok, yaitu dengan melakukan pengukuran berulang
terhadap panjang, lebar dan tinggi atau tebalnya. Kasus seperti ini berhubungan dengan
statistika, sehingga dalam mencari ketidakpastiannya berhubungan dengan standar deviasi dan
juga rata-rata.

Misal :
Sebuah pengukuran dengan penggaris masing-masing lima kali terhdap panjang, lebar, tinggi
balok didapatkan hasil :
Panjang : ( 5,2 ; 5,1 ; 5,0 ; 5,0 ; 5,1) cm
Lebar : (3,0 ; 3,0 ; 3,1 ;3,0 ;3,0 ) cm
Tinggi : (1,0 ; 1,0 ;1,1 ; 1,2 ; 1,0 ) cm
Berapakah volume dan ketidakpastiannya ?
Jawab :
Untuk panjang balok
Rata-rata panjang dihitung:
P = 5,08 cm
Dan ketidakpastiannya dihitung:
P  0,08 cm
Sehingga ditulis : P = 5,08  0,08 cm(standard deviasi)
Untuk lebar balok
Rata-rata lebar dihitung:
L = 3,02 cm
Dan ketidakpastiannya dihitung :
L  0,04 cm
Sehingga ditulis : L = 3,02  0,04 cm

Untuk tinggi balok


Rata-rata tinggi balok dihitung :
T = 1,06 cm
Ketidakpastiannya dihitung :
T  0,09 cm
Sehingga ditulis : T = 1,06  0,09 cm
Untuk Volume
Rata-rata volume adalah :

Dan ketidakpastiannya adalah :

Sehingga bisa dituliskan :


V = 16,2  0,16 cm3 = (1,620  0,016) x 10 cm3

1.6. Aturan Baku Penulisan

Jika angka pertama pada x selain nol 1, 2,3 atau 4, maka diambil dua angka penting. Jika
angka pertama selain nol adalah 5, 6, 7, 8 atau 9, maka cukup menuliskan satu angka penting.
Cara membulatkan angka mengikuti aturan pembulatan, yaitu :
Jika angka awal yang akan dihilangkan kurang dari 5, maka dibulatkan ke bawah
Jika angka awal yang akan dihilangkan lebih dari 5, maka dibulatkan ke atas
Jika angka yang akan dihilangkan sama dengan 5, maka angka sebelumnya harus genap jika
ganjil, dan dibiarkan jika genap. (digenapkan)
Pohon ukuran: PR
Panjang= 10.1; 10.4; 10.6; 10.2; 10,9; 11.2 m
Lingkar= 80,5; 70,4; 90,2; 85.6; 92.5; 88.5 cm
Hitung volume ratra m3 kayu+-deviasi, tulis dengan benar

Anda mungkin juga menyukai