Anda di halaman 1dari 16

SIFAT FUNGSIONAL TELUR SEBAGAI PENGENTAL DAN PENGATUR

VISKOSITAS
(Makalah Teknologi Hasil Hewani)

Oleh

Kelompok 3

Gabriella Claudia Alma Primasasti (1914051028)


Ines Surianti Putri (1914051018)
Maulida Melvina Putri (1914051022)
Renita Affanti (1914051008)
Nur Fitri Yani (1914051046)
Firda Rosida (1914051038)
Chintia Sindi Chania Primadani (1914051030)
Rm Aryo Sentanu Nugroho (1954051014)
Depri Mubarik (1914051052)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...........................................................................................................2

I. PENDAHULUAN .......................................................................................3
1.1 Latar Belakang .......................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................4

II. PEMBAHASAN .........................................................................................5


2.1 Sifat Fungsional Telur ...........................................................................5
2.1.1 Daya Koagulasi……………………………………………...5
2.1.2 Daya Buih……………………………………………………5
2.1.3 Daya Emulsi…………………………………………………5
2.1.4 Kontrol Kristalisasi………………………………………..6

2.2 Zat Pengental dalam Telur ........................................................................... 6

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Viskositas Pangan dengan Penambahan


Telur ............................................................................................................7

2.3.1 Temperatur Suhu ..........................................................................7

2.3.2 Penambahan garam, asam, dan basa ...........................................7

2.4 Kelebihan Sifat Pengental/Viskositas pada Telur ..................................8


2.5 Kelemahan Sifat Pengental/Viskositas pada Telur Dalam Pangan……9

2.6 Produk Pangan yang Memanfaatkan Sifat Viskositas pada Telur…10

2.6.1 Reduced pet mayonnaise…………………………………10

2.6.2 Mayonnaise………………………………………………11

2
III. PENUTUP .................................................................................................12
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................12
3.2 Saran………………………………………………………………….12

LAMPIRAN…………………………………………………………………..…13
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................14

3
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Telur merupakan salah satu hasil hewani yang memiliki mutu
protein tinggi. Telur memiliki dua bagian yang bisa dikonsumsi yaitu
bagian kuning telur dan putih telur. Pada kedua bagian telur tersebut akan
terjadi koagulasi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengetal dan
pengatur viskositas dalam pembuatan sebuah produk. Putih telur akan
terjadi koagulasi protein jika terjadi proses pemanasan, penambahan
garam atau pereaksi seperti urea. Kuning telur memiliki kandungan
protein dengan sifat pengental dan dapat dijadikan sebagai pengatur
viskositas (Umar,2017).
Koagulasi pada telur terjadi disebabkan oleh panas dan terjadi
reaksi protein dan air lalu terjadi penggumpalan protein karena ikatan
antar molekul. Putih telur ayam akan terkoagulasi pada suhu 620C.
Sedangkan kuning telurnya terkoagulasi pada 650C. Putih telur bebek
terkoagulasi pada suhu yang lebih rendah, yaitu 550C setelah 10 menit
pemanasan (Umar,2017). Koagulasi pada telur ditentukan oleh waktu dan
suhu pemanasan (Winarno, 2002).

1.2. Tujuan Makalah


1. Mengetahui sifat yang mengatur viskositas pada telur
2. Mengetahui pengaruh dari faktor yang mengatur viskositas pada
penambahan telur

4
II. PEMBAHASAN

2.1 Sifat Fungsional Telur

Sifat-sifat fungsional yaitu sekumpulan sifat dari pangan maupun bahan pangan
yang memengaruhi penggunaannya seperti daya koagulasi, daya buih, daya
emulsi, serta kontrol kristalisasi. Sifat-sifat fungsional telur dipengaruhi oleh sifat
fisika dan kimia protein yang meliputi komposisi asam amino, ukuran molekul,
konformasi dan ikatan serta gaya yang berperan dalam struktur molekul protein
tersebut (Siregar,2012). Selain itu, perubahan fisika dan kimia telur juga akan
berpengaruh terhadap sifat fungsional telur. Sifat-sifat fungsional telur tersebut
adalah sebagai berikut:

2.1.1 Daya Koagulasi


Koagulasi produk adalah proses kimia pada cairan sol yang berubah
menjadi gel. Perubahan struktur molekul protein ini dapat disebabkan oleh
pengaruh panas, mekanik, asam, basa, garam dan pereaksi garam lain
seperti urea. Koagulasi yang irreversible disebabkan dengan pemanasan
pada suhu 60-70°C. Sifat koagulasi ini dimiliki putih maupun kuning telur

2.1.2 Daya Buih


Buih adalah bentuk dispersi koloida gas dalam cairan. Apabila putih telur
dikocok, maka gelembung udara akan terperangkap dalam albumen cair
dan membentuk busa. Semakin banyak udara yang terperangkap, busa
yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya. Kestabilan
buih ditentukan oleh kandungan ovomusin (salah satu komponen putih
telur).

2.1.3 Daya Emulsi


Emulsi adalah campuran antara dua jenis cairan yang secara normal tidak
dapat tercampur, dimana salah satu fase terdispersi dalam fase pendispersi.

5
Kuning telur juga merupakan emulsi minyak dalam air. Kuning telur
mengandung bagian yang bersifat surface active yaitu lesitin, kolesterol
dan lesitoprotein. Lesitin mendukung terbentukya emulsi minyak dalam
air (o/w), sedangkan kolesterol cenderung untuk membentuk emulsi air
dalam minyak (w/o).

2.1.4 Kontrol Kristalisasi


Penambahan albumen kedalam larutan gula (sirup) dapat mencegah
terbentuknya kristal gula. Keberadaan albumen tersebut mencegah
penguapan sehingga mencegah inversi sukrosa yang berlebihan. Sifat telur
yang demikian ini dimanfaatkan dalam pembuatan gula-gula (candy).
Penambahan telur dalam gula-gula memberikan rasa manis, halus serta
selalu basah di mulut

2.2. Zat Pengental dalam Telur

Telur merupakan salah satu produk hasil peternakan yang menyumbang


kecukupan gizi yang besar bagi masyarakat. Telur terdiri dari dua bagian yaitu
putih telur dan kuning telur. Kuning telur mengandung lesitin dan lesitoprotein
yang bersifat surface active sehingga bisa berperan sebagai emulsifier. Menurut
McClements dalam Fatimah (2005), emulsifier merupakan molekul yang
mengabsorbsi pada permukaan droplet yang baru terbentuk selama homogenisasi
dan membentuk membran protektif yang menjaga droplet agar tidak terjadi
agregasi. Komponen pengelmulsi pada kuning telur adalah fosfolipid, lipoprotein
dan protein. Lesitin dalam kuning telur berfungsi sebagai emulsifier yang
memiliki kemampuan mengikat air dan lemak lesitin terdapat dua gugus yang
berbeda yaitu ikatan hidrofilik dan hidrofobik (Rusalim et al, 2017).

Kuning telur mempunyai kandungan bahan padat segar sebesar 50%, dimana
terdiri atas lemak dan protein. Lemak di dalam kuning telur tidak bersifat bebas,
tetapi dalam bentuk partikel lipoprotein. Lipoprotein dalam kuning telur terdiri
atas 85% lemak dan 15% protein. Lemak dari lipoprotein ini terdiri atas 20%

6
fosfolipid (lecithin, fosfatidil serin), 60% trigliserida dan 5% kolesterol (Tugiyanti
& Iriyanti, 2012). Hal yang menyebabkan kuning telur memiliki daya emulsifier
yang kuat adalah kandungan lesitinnya (fosfolipid) yang terdapat dalam bentuk
kompleks sebagai lesitin-protein. Lesitin dalam kuning telur berfungsi sebagai
emulsifier yang memiliki kemampuan mengikat air dan lemak.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kekentalan/Viskositas Pangan dengan


Penambahan Telur

Telur dapat difungsikan seagai pengental dalam proses pembuatan makanan.


Contoh makanan yang menggunakan telur sebagai pengental adalah custard dan
saus Hollandaise. Pada proses pembuatannya telur dimasukkan bersama dengan
bahan-bahan lain, lalu dipanaskan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi sambil
diaduk hingga didapatkan kekentalan yang diinginkan. Suhu yang tidak terlalu
tinggi dan proses pengadukan berfungsi untuk mencegah pembentukan gumpalan
telur agar custard atau saus yang dihasilkan bertekstur halus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekentalan pangan dengan penambahan telur


antara lain:

2.3.1 Temperatur/Suhu

Tekstur kental pada makanan disebabkan oleh adanya panas yang digunakan
selama proses pemasakan. Saat pemasakan, protein telur akan terdenaturasi dan
enzimnya akan mengalami hidrolisis. Pada saat terdenaturasi, struktur dari protein
akan berubah. Rantai protein akan terbuka dan saling bergabung melalui interaksi
kovalen maupun interaksi non kovalen. Interaksi ini akan akan membentuk tekstur
pada makanan. Kemampuan membentuk gel ditentukan oleh struktur protein dan
juga faktor lain yang dapat mempengaruhi karakteristik fisik (Garces, 2015).

2.3.2 Penambahan garam, asam, dan basa

Koswara (2009) menyatakan bahwa koagulasi protein telur dapat terjadi karena
panas, garam, asam, basa, atau pereaksi lain (misalnya urea). Koagulasi

7
merupakan perubahan struktur protein telur yang mengakibatkan peningkatan
kekentalan dan hilangnya kelarutan, atau bentuk dari cairan menjadi bentuk padat
atau semi padat. Ditambahkan pula oleh Soderberg (2013) yang menyatakan
bahwa protein albumen telur terkoagulasi pada suhu mulai dari 61,5o C hingga 73o
C terkoagulasi secara lengkap. Protein ovalbumin berperan dalam pebentukan gel
ketika albumen telur dipanaskan.Sebagian besar jenis protein dalam isi telur
mempunyai daya koagulasi terutama evoglobulin dan ovalbumin, kecuali
ovomusin. Semua jenis protein telur mengikat air lebih rendah daripada jenis
protein lainnya. Penambahan garam pada pangan dengan penambahan telur dalam
konsentrasi yang tinggi dapat merubah protein menjadi menggumpal. Koagulasi
oleh asam basa terjadi saat pH menurun sehingga protein terdenaturasi.

2.4 Kelebihan Sifat Pengental/Pengaturan Viskositas pada Telur dalam


Pangan

Viskositas dalam pangan yang dipengaruhi oleh penambahan telur tidak hanya
mempengaruhi sifat organoleptik, tetapi juga akan mempengaruhi daya
simpan produk (Rusalim et al., 2017). Sifat telur sebagai pengental dan
pembentuk gel ini sangat bermanfaat dalam pembuatan produk pangan.
Kandungan protein yang terdapat pada kuning telur membuat kuning telur
memiliki sifat pengental dan pembentuk gel. Protein apabila terkena panas
akan mengalami denaturasi yang menyebabkan penggumpalan protein dan
terbentuknya gel. Salah satu contoh pemanfaatan telur dalam produk pangan
sebagai pengental atau pengatur viskositas adalah pembuatan mayonaiss.
Sedangkan pada bagian putih telur memiliki daya ikat yang kuat. Fungsi ini
dimanfaatkan dalam proses pembuatan bakso, dimana putih telur merekatkan
semua bahan dan menjaga kestabilan kekentalan yang digunakan dalam
pembuatan bakso.

Telur dapat digunakan sebagai senyawa pengental dan pembentuk gel karena
mengandung protein yang dapat terdenaturasi dengan adanya panas.

8
Perubahan komponen alami molekul protein karena pemanasan
mengakibatkan terjadinya penggumpalan protein atau pembentukan gel. Suhu
terjadinya penggumpalan protein dipengaruhi beberapa faktor seperti ph,
adanya garam dan kecepatan kenaikan suhu. Pemberian panas pada putih telur
juga mengakibatkan perubahan telur dari yang semula kental dan jernih
menjadi keruh serta mempunyai sifat sebagai padatan yang elastis. Kuning
telur juga meningkat kekentalannya pada saat dipanaskan, akan tetapi
sensitivitas kuning telur terhadap pemanasan ini lebih rendah dibandingkan
dengan putih telur (Charley and Weaver, 1998).

Keberhasilan penggunaan telur sebagai bahan pengental dan pembentuk gel


tergantung suhu dan waktu pemasakan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi
dan waktu berlebihan mengakibatkan terjadinya pengendapan yang
berlebihan. Hasil yang baik akan didapatkan dengan suhu pemanasan yang
tinggi dalam waktu singkat. Salah satu produk pangan yang menggunakan
telur sebagai pembentuk gel adalah pudding, sedangkan saus dan custard
merupakan contoh produk yang menggunakan telur sebagai pengental
(Charley and Weaver, 1998).

2.5 Kelemahan Sifat Pengental Telur/Pengaturan Viskositas pada Telur


dalam Pangan

Penggunaan bahan emulsifier pada pangan tidak bisa dipisahkan. Emulsifier


sangat penting dalam pengembangan produk pangan baru berbasis emulsi.
Emulsifier digunakan untuk menstabilkan sistem emulsi (campuran minyak dan
air yang berpisah). Sifat fungsional dari kuning telur adalah memiliki daya
koagulasi, daya buih, daya emulsi, kontrol kristalisasi, serta pewarna. Kuning
telur dapat digunakan sebagai emulsifier karena kuning telur mengandung lesitin
(fosfatidikolin) yang menyebabkan daya emulsifier kuning telur menjadi kuat
(Winarno, 1997).

9
Kuning telur adalah salah satu emulsifer terbaik, karena daya emulsifiernya kuat.
Namun, emulsifier yang menggunakan kuning telur memiliki kelemahan. Bahan
pangan yang menggunakan emulsifier kuning telur akan memiliki kandungan
lemak dan kolesterol yang tinggi. Kandungan kolestrol dalam satu butir telur
adalah sekitar 185-200 mg. Kadar kolestrol yang besar inilah yang membuat
produk pangan yang menggunakan banyak telur sebagai emulsifier juga akan
mengandung banyak lemak dan kolestrol (Raymundo, 2002).

Penggunaan telur sebagai emulsifier juga dapat mengurangi kekerasan pada


produk pangan. Sehingga produk pangan yang membutuhkan tekstur yang keras
akan menjadi berongga dan kemudian bantat. Penelitian Sarifudin (2015)
mengungkapkan bahwa penambahan lebih banyak telur ke dalam adonan snack
bar akan mengurangi kekerasan snack bar. Hal ini disebabkan karena daya
busa/buih yang dimiliki oleh telur. Selama pengadukan adonan, gelembung udara
akan terjebak dalam adonan yang disebabkan oleh albumen yang terdapat pada
telur (Mine, 1996). Saat proses pemanggangan, gelembung udara akan membesar
dan protein dari telur akan mengalami koagulasi sehingga memberikan struktur
busa yang permanen dalam snack bar.

2.6 Produk yang Menggunakan Kuning Telur sebagai Viskositas/Pengental

2.6.1 Reduced Pet Mayonnaise

Viskositas mayones standar dipasaran 3,346 Pa.s (Al Bachir dan Zeinou, 2006).
Hasil viskositas reduced fat mayonnaise dari penelitian yang dilakukan oleh
(prabwati.,dkk, 2015) viskositas reduced fat mayonnaise terendah pada
penambahan jenis kuning telur ayam kampung dan tertinggi pada kuning telur
ayam omega 3. Viskositas reduced fat mayonnaise pada penambahan
maltodekstrin 82,43% tinggi disebabkan maltodekstrin dapat meningkatkan total
padatan, serta sifatnya mengikat air sehingga menjadikan reduced fat mayonnaise
teksturnya kental.

10
2.6.2 Mayonnaise

Hasil penelitian (Agus.,dkk, 2012) bahwa kuning telur yang ditambahkan pada
pembuatan mayonnaise memengaruhi viskositas mayonnaise yang dihasilkan.Hal
ini dikarenakan semakin banyak lapisan molekul pengemulsi (fosfotidilkolin)
yang berasal dari telur khususnya pada kuning telur,larut dalam lapisan luar butir-
butir minyak dan menghadap ke pelarut maka mayonnaise tersebut menjadi
semakin kental, sehingga nilai viskositas mayonnaise juga semakin meningkat.
Hal ini sejalan dengan Amertaningtyas dan Jaya (2011) bahwa dengan
penggunaan kuning telur 12% nilai viskositas mayonnaise semakin meningkat
dibandingkan dengan penggunaan kuning telur 9% dan 6%, karena permukaan
molekul minyak dapat semakin dilapisi dengan baik, sehingga dapat bersatu
dengan air.Nilai viskositas mayonnaise yang terdapat dipasaran berkisar 9.360
sampai 10.450 mpa.s.

11
III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Kandungan protein yang terdapat pada kuning telur membuat kuning telur
memiliki sifat pengental dan pembentuk gel. Protein apabila terkena panas akan
mengalami denaturasi yang menyebabkan penggumpalan protein dan
terbentuknya gel. Salah satu contoh pemanfaatan telur dalam produk pangan
sebagai pengental atau pengatur viskositas adalah pembuatan mayonaiss.
Sedangkan pada bagian putih telur memiliki daya ikat yang kuat. Fungsi ini
dimanfaatkan dalam proses pembuatan bakso, dimana putih telur merekatkan
semua bahan dan menjaga kestabilan kekentalan yang digunakan dalam
pembuatan bakso.

2. Kental pada makanan disebabkan oleh adanya panas yang digunakan selama
proses pemasakan. Saat pemasakan, protein telur akan terdenaturasi dan enzimnya
akan mengalami hidrolisis. Pada saat terdenaturasi, struktur dari protein akan
berubah. Rantai protein akan terbuka dan saling bergabung melalui interaksi
kovalen maupun interaksi non kovalen. Interaksi ini akan akan membentuk tekstur
pada makanan.penambahan garam, asam, dan basa , koagulasi protein telur dapat
terjadi karena panas, garam, asam, basa, atau pereaksi lain (misalnya urea).
Koagulasi merupakan perubahan struktur protein telur yang mengakibatkan
peningkatan kekentalan dan hilangnya kelarutan, atau bentuk dari cairan menjadi
bentuk padat atau semi padat.

3.2 Saran

Selain digunakan sebagai bahan pengental pada mayonaise kuning telur juga
dapat digunakan sebagai bahan campuran pembuatan : cake , waffles , bolu , dan
pie.

12
LAMPIRAN

Video 1 : https://youtu.be/WoWOlqia8Lc

Video 2 : https://youtu.be/h2x6xeRURQ4

13
DAFTAR PUSTAKA

Al Bachir, M.,& Zeinou,R. (2006). Effect of gamma iradiation eggs and

mayonnaise prepared from irradiation eggs. Journal of Food Safety, 26(1),


346-360.

Amertaningtyas, D. dan F. Jaya. 2011. Sifat Fisiko-Kimia Mayonnaise dengan

Berbagai Tingkat Konsentrasi Minyak Nabati dan Kuning Telur Ayam


Buras. JIIP, 21 (1): 1-6. Badan Standarisasi Nasional. 2008. Telur Ayam
Konsumsi. Dewan Standarisasi Indonesia

Amertaningtyas, D. dan F. Jaya. 2011. Sifat Fisiko-Kimia Mayonnaise dengan

Berbagai Tingkat Konsentrasi Minyak Nabati dan Kuning Telur Ayam


Buras. JIIP, 21 (1): 1-6.

Agis.,dkk.2012.PENGARUH PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS KUNING

TELUR TERHADAP KESTABILAN EMULSI, VISKOSITAS, DAN pH


MAYONNAISE.Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Charley, H., Weaver. C. 1998. Foods: A Scientific Approach. Prentice Hall.

New Jersey.

Fatimah, F. 2005. Efektivitas Antioksidan dalam Sistem Oil-in-Water. [Disertasi].


Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Garces-Rimon,M., et al. 2015. Egg Protein Hydrolysates : New Culinary

Tektures. International Journal of Gatronomy and Food Science

Iriyanti, N., M. Mufti dan T. Widiyastuti. 2007. Manipulasi Pakan Dengan


Imunostimulan Probiotik Dan Prebiotik Terhadap Tampilan Sistem Immunologik
Berdasarkan Profil Darah Dan Mikroba Saluran Pencernaan Ayam Petelur,

14
Laporan Penelitian DIPA Program Pascasarjana Fakultas Peternakan, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Koswara, S. (2009). Teknologi Pengolahan Telur. eBookPangan.com.

Mine, Y. (1996). Effect of pH during the dry heating on the gelling properties of

egg white proteins. Food Research International 29: 155-161.

Prabwati.,dkk.2015.PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENSTABIL DAN

JENIS KUNING TELUR TERHADAP MUTU REDUCED FAT

MAYONNAISE.Fakultas Teknologi dan Industri Pangan Universitas

Slamet Riyadi Surakarta.

Raymundo, A., J.M Franco, J. Empis, dan I. Sousa. 2002. Optimization Of The

Composition Of Low Fat Oil In Water Emulsions Stabilized By White


Lupin Protein. J. Amer. Oil. Chem Soc. 79: 783 – 790.

Rusalim, M., et al. 2017. Analisis Sifat Fisik Mayonnaise Berbahan Dasar Putih

Telur dan Kuning Telur dengan Penambahan Berbagai Jenis Minyak


Nabati. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan. 2(5):770 – 778.

Sarifudin, Achmat. 2015. Pengaruh Penambahan Telur pada Kandungan

Proksimat, Karakteristik Aktivitas Air Bebas (Aw) dan Tekstural Snack


Bar Berbasis Pisang. Jurnal Agritech. Vol 35(1)

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Revisi. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta

Winarno, F. G. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. M-


Brio Press. Bogor

Soderberg, J. (2013). Functional Properties of Legume Proteins Compared to Egg

Proteins and Their Potential as Egg Replacers in Vegan Food. Thesis.

15
Faculty of Natural Resources and Agricultural Science Departement of
Food Science, Swedish University: Swedia

Siregar, R., A. Hintono,dan S. Mulyani. 2012. Perubahan sifat fungsional telur

ayam ras pasca pasteurisasi. Anim. Agriculture. . 1(12):521-528.

Tien, Muchtadi., Sugiyono dan Fitriyono, A. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan

Pangan. Alfabeta CV. Bandung

Umar R. F. 2017. Karakteristik Fisik dan Fungsional Telur Konsumsi yang


Difermentasi Dengan Bakteri Lactobacillus Plantarum Pada Suhu dan
Lama Inkubasi yang Berbeda. Universitas Hasanuddin. Makasar

16

Anda mungkin juga menyukai