Anda di halaman 1dari 34

MEKANISME FERMENTASI SECARA KLASIKAL

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Bioteknologi


yang dibimbing oleh Dr. Umie Lestari, M.Si dan
Indra Kurniawan Saputra, S.Si., M.Si

Oleh:
Kelompok 3/Offering A
Adelia Dwinta P (170341615071)
Fahrul Ghani M (170341615083)
Fikri Syahir R (170341615037)
Witia Ardipeni (170341615073)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
September 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
petunjuk serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan dalam
bentuk makalah yang berjudul Mekanisme Fermentasi Secara Klasikal. Adapun
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bioteknologi.

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami telah banyak mendapat


bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun ingin
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Bioteknologi, Dr. Umie
Lestari, M.Si dan Indra Kurniawan Saputra, S.Si., M.Si yang telah membimbing
dalam penyusunan makalah ini, juga pada rekan-rekan kelompok 3 atas kerjasama
dan dukungan yang telah diberikan.
Kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya serta untuk menambah pembendaharaan pengetahuan dalam memahami
variabel pembelajaran. Semoga bantuan, dorongan serta bimbingan yang telah
diberikan kepada kami dalam  penyusunan laporan ini mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik
yang dapat dijadikan perbaikan untuk tulisan-tulisan yang akan datang.

Malang, 8 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................
KataPengantar ........................................................................................
Daftar Isi .................................................................................................
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................
1.3 Tujuan .........................................................................................
2. PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme Fermentasi pada Kecap............................................
2.2 Mekanisme Fermentasi pada Oncom..........................................
2.3 Mekanisme Fermentasi pada Kimchi..........................................
2.4 Mekanisme Fermentasi pada Keju..............................................
2.5 Mekanisme Fermentasi pada Tauco............................................
2.6 Mekanisme Fermentasi pada Tempoyak.....................................
2.7 Mekanisme Fermentasi pada Kefir..............................................
2.8 Mekanisme Fermentasi pada Kombucha.....................................
3. PENUTUP
3.1 Simpulan......................................................................................
3.2 Saran............................................................................................
DAFTAR RUJUKAN.............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

2.9 Latar Belakang


Fermentasi dapat digolongkan kedalam salah satu bioteknologi dalam
bidang pangan. Pengolahan makanan dan bahan makanan melalui bioteknologi
menghasilkan aneka macam pangan dan bahan pangan hasil fermentasi yang
digunakan secara luas. Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata
fermentasi berasal dari Bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus. Fermentasi
merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk tertentu yang
dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Produk-produk tersebut
biasanya dimanfatkan sebagai minuman atau makanan. Fermentasi adalah proses
produksi energi di dalam sel dalam keadaan anaerob dan ada juga dalam keadaan
aerob. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil
fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa
komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan
aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi
untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.
Penemuan cara fermentasi ini diawali dengan pembuatan bir sekitar
6000 tahun sebelum masehi (SM). Selain itu pembuatan roti dengan bantuan
khamir atau ragi sekitar 4000 tahun SM. Pembuatan produk fermentasi kecap dan
tauco di Cina sejak 722 SM. Kira – kira abad ke -17 mulai berkembang fermentasi
anggur dengan menggunakan bakteri Acetobacter menghasilkan asam asetat
(asam cuka). Kemudian di tahun 1817, mulai diperoduksi enzim dari tumbuhan
dan jaringan hewan yang dapat memecah zat pati menjadi gula maltose (diastase).
Lalu tahun 1860, di temukan suatu enzim dari khamir dapat memecahkan sukrosa
menjad glukosa dan fruktosa. Akhirnya banyak penelitian yang dilakukan para
ahli dan melahirkan istilah baru dari fermentasi yaitu reaksi oksidasi – reduksi, di
mana zat yang dioksidasi (pemberian electron) maupun zat yang direduksi
(penerima electron) adalah zat organic dengan melibatkan mikroorganisme.
Perkembangan fermentasi diawali oleh Ahli Kimia Perancis, Louis
Pasteur yang melakukan penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan
yang difermentasi pada tahun 1857, sehingga dihubungkan dengan
mikroorganisme dan akhirnya dengan enzim. Penelitian tersebut dilanjutkan oleh
Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, menunjukkan bahwa
fermentasi dapat berlangsung dalam larutan gula dengan menggunakan cairan
yang diekstraksi dari sel – sel khamir yang telah mati. Untuk memahami lebih
dalam mengenai mekanisme fermentasi beberapa produk hasil bioteknologi akan
dijelaskan pada makalah ini.

2.10 Rumusan Masalah


2.10.1 Bagaimana mekanisme fermentasi pada kecap?
2.10.2 Bagaimana mekanisme fermentasi pada oncom?
2.10.3 Bagaimana mekanisme fermentasi pada kimchi?
2.10.4 Bagaimana mekanisme fermentasi pada keju?
2.10.5 Bagaimana mekanisme fermentasi pada tauco?
2.10.6 Bagaimana mekanisme fermentasi pada tempoyak?
2.10.7 Bagaimana mekanisme fermentasi pada kefir?
2.10.8 Bagaimana mekanisme fermentasi pada kombucha?

2.11 Tujuan
2.11.1 Untuk mengetahui mekanisme fermentasi pada kecap.
2.11.2 Untuk mengetahui mekanisme fermentasi pada oncom.
2.11.3 Untuk mengetahui mekanisme fermentasi pada kimchi.
2.11.4 Untuk mengetahui mekanisme fermentasi pada keju.
2.11.5 Untuk mengetahui mekanisme fermentasi pada tauco.
2.11.6 Untuk mengetahui mekanisme fermentasi pada tempoyak.
2.11.7 Untuk mengetahui mekanisme fermentasi pada kefir.
2.11.8 Untuk mengetahui mekanisme fermentasi pada kombucha.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mekanisme Fermentasi pada Kecap


Metode Pembuatan Kecap
Pembuatan kecap di Indonesia pada umumnya dilakukan secara
fermentasi. Fermentasi terdiri atas 2 tahap yaitu fermentasi kapang (solid stage
fermentation) dan fermentasi dalam larutan garam (brine fermentation).
Fermenatsi kapang (koji) merupakan fermentasi pertama dalam pembuatan kecap,
dimana ada fermentasi ini sama dengan membuat tempe pada umumnya. Spora
kapang akan bergerminasi dan tumbuh pada substrat kedelai dalam waktu 2-3 hari
pada suhu kamar. Kapang dan miselium yang terbentuk akibat fermentasi inilah
yang dinamakan koji. Selanjutnya koji diremas-remas, dijemur dan dibuang
kulitnya.
Selanjutnya dilakukan fermentasi garam. Fermentasi ini dilakukan dengan
cara merendam hasil fermentasi kapang dengan larutan garam. Campuran antara
kedelai yang telah mengalami kapang dengan larutan inilah yang dinamakan
moromi. Fermentasi moromi dilanjutkan selama 14-120 hari pada suhu kamar.
Setelah itu, cairan moromi dimasak dan kemudian disaring. Selama proses
fermentasi garam, setiap hari dilakukan pengadukan dan penjemuran. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba yang tidak
diinginkan.
Setelah fermentasi selesai dilanjutkan dengan penyaringan. Sementara itu
dilakukan pemasakan gula merah dahulu hingga gula larut. Kemudian
dimasukkan filtrat (moromi). Pada tahap pemasakan ini dilakukan penambahan
rempah-rempah seperti daun salam, lengkuas, daun jeruk dll, diaduk sampai rata.
Pemasakan dilanjutkan sampai diperoleh produk dengan konsistensi teertentu
(agak kental). Proses pemasakan ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme,
menginaktivasi kerja enzim dan untuk meningkatkan kualitas kecap terutama dari
segi flavor dan warna kecap.
Kecap yang telah masak dari kuali akan masuk dalam tahap selanjutnya
yaitu penyaringan. Penyaringan ini berfungsi untuk memisahkan kotoran fisik
yang terbawa oleh bahan baku. Selain itu penyaringan juga berfungsi untuk
memisahkan serat-serat kasar dari bahan baku tersebut. Kecap yang telah masak
dilewatkan pada suatu alat yang mempunyai vibrator dan kain saring dengan
ukuran mesh yang tinggi. Larutan kecap yang telah disaring akan masuk ke dalam
tangki untuk dilakukan proses selanjutnya.
Kecap yang telah disaring selanjutnya masuk kedalam tangki
penyimpanan untuk didiamkan beberapa hari sebelum dikemas. Selanjutnya kecap
dikemas dalam botol atau plastik. Kecap akan dialirkan melalui pipa-pipa menuju
mesin filling. Namun sebelumnya harus melewati alat pengatur suhu untuk
mendapatkan suhu yang sesuai untuk dilakukan filling. Pengemasan produk
bertujuan untuk melindungi produk dari kotoran dan bahaya kerusakan fisik
seperti cahaya, kadar air dan suhu. Selain itu kemasan produk juga berfungsi
sebagai pemberi indentifikasi dan informasi.

Metabolisme/Reaksi Mikroba dalam Proses Fermentasi Kecap


Selama proses pembuatan kecap terdapat reaksi biokimia antara lain:
1. Reaksi saat fermentasi kapang (koji)
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula
yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat glukosa
(C6H1206) yang merupakan gula paling sederhana melalui fermentasi akan
menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi
dan digunakan pada produksi makanan. Persamaan reaksi kimianya adalah
sebagai berikut:
    C6H1206 " 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (energi yang dilepaskan 118 kJ/mol)
            Selama proses fermentasi kapang, kapang yang berperan akan
memproduksi enzim seperti enzim amylase, protease dan lipase. Dengan
adanya kapang tersebut maka akan terjadi pemecahan komponen-komponen
dari bahan tersebut. Produksi enzim dari kapang dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti lamanya waktu fermentasi atau waktu inkubasi. Bila waktunya
terlalu lama maka akan terjadi pembentukan spora kapang yang berlebihan
dan ini akan menyebabkan terbentuknya citarasa yang tidak diinginkan.
            Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik
fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktiviats proteolitik
kapang akan diuraikan menjadi asam-asam amino sehingga nitrogen
terlarutnya akan mengalami peningkatan. Selama proses fermentasi
karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menajdi bagian-bagian
yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai
juga akan hilang.
Fermentasi koji merupakan salah satu tahap penting dalam
pembentukan komponen fenolik yang berperan pada flavor kecap. Tahap
ino menunjukkan bahwa metabolism kapang koji erhubungan dengan aroma
kecap yang penting dalam penerimaannya.
Dua macam enzim yang berperan dalam menghasilkan flavor kecap
pada fermentasi koji yaitu kompleks enzim protease yang
memberikan meaty flavor (gurih) dan enzim karbohidrase seperti alfa
amylase, amiloglukosidase dan maltase yang berperan pada rasa manis.
Kapang koji menghasilkan senyawa 1-okten-3-ol yang memiliki aroma
jamur seperti Armillaria matsutake dan asam fenilasetat yang memberikan
aroma madu.
2. Reaksi saat fermentasi garam (moromi)
Selama proses fermentasi garam, enzim-enzim hasil dari fermentasi
kapang akan memecah komponen-komponen gizi dari kedelai menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Protein kedelai akan diubah
menjadi asam amino, sedangkan karbohidrat dan gula akan diubah menjadi
asam organik. Senyawa-senyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan
senyawa lainnya yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat
dan alkohol. Reaksi antara asam-asam organik dan etanol atau alkohol
lainnya akan menghasilkan ester-ester yang merupakan pembentuk cita rasa
dan aroma. Adanya reaksi antara asam amino dengan gula akan
menyebabkan terjadinya pencoklatan yang akan mempengaruhi mutu
produk secara keseluruhan.
 Proses moromi berperan dalam pembentukan prekusor flavor kecap
manis dengan cara mendegradasi koji menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana. Enzim yang dikeluarkan kapang masih bekerja terus sedangkan
kapangnya sendiri mati dalam lingkungan garam. Pada proses fermentasi
moromi diharapkan akan menghasilkan asam amino, peptida dan asam
organik yang berperan dalam memperkaya flavor dan aroma kecap.
Fermentasi moromi mempunyai peranan penting dalam
pembentukan flavor kecap manis. Hal ini diketahui dari ditemukannya
komponen pirazin pada kecap manis. Sebagian besar pirazin dalam
makanan berasal dari hasil degradasi panas protein dalam asam amino atau
berasal dari reaksi kimia antara gula dan protein. Adanya senyawa pirazin
pada kecap manis terutama disebabkan oleh adanya peranan asam-asam
amino yang berasal dari hidrolisi protein kedelai pada fermentasi garam
atau moromi. Senyawa-senyawa pirazin merupakan kontributor utama
terhadap aroma.
3. Reaksi saat pemasakan (Reaksi Karamelisasi dan Reaksi Maillard)
Karamelisasi merupakan salah satu reaksi pencoklatan non
enzimatik yang melibatkan reaksi degradasi gula tanpa adanya asam amino
atau protein yang menghasilkan produk akhir berupa polimer tanpa
nitrogen berwarna coklat.
Proses karamelisasi dapat terjadi dalam kondisi asam maupun basa
dan berhubungan dengan perubahan flavor. Proses karamelisasi meliputi
tiga tahap reaksi yaitu tahap 1,2 enolisasi, dehidrasi atau fisi dan tahap
pembentukan pigmen.
Proses karamelisasi diawali dengan pelarutan gula pada suhu tinggi
dan diikuti dengan pembentukan busa. Pada tahap ini gula (sukrosa) dipecah
menjadi glukosa dan fruktosa. Kemudian proses dilanjutkan dengan
pembentukan 1,2 etanol atau disebut juga dengan 1,2 enolisasi. Pada tahap
ini gula mengalami enolisasi menghasilkan senyawa 1,2-enol.
Tahap selanjutnya adalah tahap dehidrasi atau fisi. Pada kondisi
asam, senyawa 1,2-enol mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa 5-
hidroksimetil-2-furaldehid yang merupakan produk dari reaksi
karameliasasi heksosa dan salah satu prekusor pigmen coklat.
Tahap degradasi pada kondisi basa juga diawali dengan
pembentukan senyawa 1,2-enol akan tetapi sebelumnya terjadi reaksi
isomerasi dari glukosa menjadi fruktosa dan manosa. Reaksi ini disebut juga
dengan transformasi Lobri De Bruyn-Alberda van Eckenstein. Selanjutnya
1,2-enol mengalami reaksi fragmentasi dan menghasilkan senyawa-senyawa
redukton seperti triosaenadiol dan piruvatdehidrat yang juga merupakan
prekusor pigmen coklat.
Tahap terakhir adalah tahap pembentukan pigmen coklat.
Mekanisme pembentukan pigmen dalam proses karamelisasi melibatkan
serangkaian reaksi polimerisasi dan kondensasi diantara berbagai senyawa
intermediet dari aldehid dan keton yaitu diantaranya senyawa 5-
hidroksimetil-2-furaldehid, gliserraldehid dan piruvaldehidrat.
4. Reaksi Maillard
Reaksi maillard adalah reaksi antara gugus karbonil yang berasal
dari gula pereduksi dengan gugus amino yang berasal  dari asam amino
peptide atau protein. Reaksi tersebut mengarah pada pembentukan warna
coklat (melanoid) dan flavor.
Reaksi Maillard terdiri atas tiga tahap yaitu :
1) Tahap awal yang melibatkan pembentukan glycosylamin dan diiukuti 
dengan Amadori rearrangement
2) Tahap intermediet yang melibatkan reaksi dehidrasi dan fragmentasi
gula serta degradasi asam amino
3) Tahap akhir yang melibatkan kondensasi aldol, polimerisasi dan
pembentukan komponen nitrogen heterosiklik dan senyawa berwarna.
Tahap awal reaksi Maillard melibatkan reaksi kondensasi antara
gugus karbonil dari gula pereduksi dengan senyawa amino dari peptida.
Protein atau asam amino dan membentuk basa Schiff aecara reversibel
dengan melepaskan satu molekul air. Kemudian terbentuk senyawa
glikosilamin N-tersubstitusi sebagai akibat dari siklisasi.
                Senyawa glikosilamin N-tersubstitusi ini tidak stabil dan
kemudian akan mengalami penataan ulang atau rearrangement. Ketika gula
yang bereaksi adalah aldose maka akan terbentuk aldosilamin N-tersbstitusi
yang kemudian mengalami rearrangement menghasilkan 1-amino-1-deoksi-
2-ketosa atau disebut dengan Amadori Rearrangement Product (ARP). Akan
tetapi jika gula yang bereaksi adalah ketosa maka akan terbentuk
ketosilamin N-tersubstitusi yang kemudian mengalami rearrangement dan
menghasilkan 2-amino-2-deoksi-1-aldosa atau Heyns Rearrangement
Product.
Pada jalur kedua terjadi pemecahan (fragmentasi) produk antara
metil dikarbonil menjadi C-metil redukton dan alfa-dikarbonil. Jalur ketiga
adalah tahap degradasi Strecker yang melibatkan degradasi oksidasi asam
amino oleh alfa-dikarbonil dan komponen dikarbonil konjugasi lainnya
yang dihasilkan dari jalur satu dan dua. Pada tahap degradasi Strecker asam
amino didegradasi menjadi aldehid. Selain itu pada tahap intermediet juga
terjadi reaksi fission yang terjadi karena adanya dealdolisasi dari ARP
menghasilkan produk-produk fisi berupa asetal, piruvaldehid dll.
Tahap akhir dari reaksi Maillard ditandai dengan terbentuknya
polimer nitrogen berwarna coklat maupun kopolimer yang disebut dengan
melanoidin. HMF atau furfural, dehidroredukton maupun produk-produk
fisi yang dihasilkan pada tahap intermediet dapat membentuk aldol dan
polimer tanpa N. Aldol kemudian terkondensasi dan dengan adanya asam
amino akan membentuk melanoidin. Begitu pula dengan HMF atau furfural,
dehiroreduktan, aldehid serta produk-produk lain dapat secara langsung
bereaksi dengan senyawa amino dan membentuk melanoidin.

2.2 Mekanisme Fermentasi pada Oncom


Proses Pembuatan Oncom
Oncom dapat dibuat dari kacang kedelai dan kacang tanah. Bahan baku
lainnya yang diperlukan dalam pembuatan oncom adalah kapang. Kapang oncom
dapat mengeluarkan enzim lipase dan protease yang aktif selama proses
fermentasi dan memegang peranan penting dalam penguraian pati menjadi gula,
penguraian bahan-bahan dinding sel kacang dan penguraian lemak, serta
1. Proses pembuatan oncom merah
Proses pembuatan oncom merah adalah kacang kedelai, kacang tanah dan
jagung direndam dan dicuci. Lalu ketiga bahan tersebut dicampur sesuai
dengan variabel perbandingan yang telah ditentukan dan dikukus selama
kurang lebih setengah jam, kemudian didinginkan. Setelah dingin, campuran
akan dihancurkan dan digiling hingga halus. Substrat halus yang sudah jadi
dibungkus dengan daun jati dan ditaburi ragi (Neurospora sitophila). Media
substrat tersebut kemudian diinkubasi dalam box plastik yang ditutup dengan
kain mori selama kurang lebih 3 hari. Setelah tiga hari, ragi yang telah
terbentuk dijemur hingga kering.
2. Proses pembuatan oncom hitam
Pembuatan oncom hitam diawali dengan perendaman kacang tanah selama
24 jam untuk memisahkan zat-zat lemak ke atas permukaan air, sehingga
mudah dipisahkan dan dibuang. Proses selanjutnya adalah pemerasan kacang
tanah untuk mengeluarkan kelebihan air dan sisa minyak. Kemudian dilakukan
pencucian untuk memisahkan kotoran dan ditiriskan. Setelah itu, ditambahkan
bahan pencampur berupa tepung tapioka, diaduk dan dikukus selama 60 menit.
Penambahan bahan pembantu tapioka sebanyak 200 gram mempengaruhi
pertumbuhan kapang dalam proses fermentasi. Jika tidak ditambahkan
tapioka,maka pertumbuhan kapang menjadi lambat dan pembentukan flavor
juga sedikit. Setelah dikukus, bahan didinginkan terlebih dahulu kemudian
dicetak serta ditaburi spora kapang (Rhizopus oligospora), ditutup dengan daun
pisang, diletakkan pada rak bambu dan disimpan di tempat gelap selama 2-3
hari. Pada waktu dipindahkan ke atas rak bambu, oncom tidak boleh disentuh
karena dapat menyebabkan hasil oncom menjadi asam.
Pada saat pembuatan oncom, sangat penting untuk memperhatikan
masalah sanitasi dan higiene untuk mencegah timbulnya pencemaran dari
mikroba-mikroba lain, terutama kapang Aspergillus flavus yang mampu
memproduksi racun aflatoksin. Oncom segar yang baru jadi hanya dapat
bertahan selama 1-2 hari pada suhu ruang, setelah itu oncom akan rusak.
Kerusakan tersebut disebabkan oleh enzim proteolitik yang mendegradasi
protein sehingga terbentuk ammonia yang menyebabkan oncom tidak layak
lagi dikonsumsi.
Ragi Atau Inokolum Oncom
Ragi yang digunakan dalam pembuatan oncom merupakan ragi jenis
campuran fungi/mixed culture. Penggunaan ragi yang baik sangat penting
sehingga akan dihasilkan oncom dengan kualitas baik. Ragi mixed culture yang
digunakan dalam fermentasi oncom terdiri dari campuran kelompok mikroba
Neurospora sitophila, Penicillium, Mucor, dan Rhizopus. Jenis kapang yang
berperan penting dalam pembuatan oncom adalah Neurospora sithophila.
1. Neurospora sitophila
Neurospora sitophila (Neuron : urat saraf atau berurat loreng-loreng,
spora, sitos : makanan, dan philos : menyukai) merupakan salah satu spesies
dari genus Neurospora yang memiliki spora berbentuk seperti urat saraf
berloreng-loreng. Neurospora sitophila sering terdapat pada produk-produk
bakeri dan menyebabkan kerusakan sehingga biasanya disebut bakery mold
atau red bread-mold. Neurospora sithophila juga dikenal sebagai jamur
oncom. Dalam proses fermentasi Neurospora sitophila berkembang biak dan
menjadikan makanan menjadi berwarna kuning-kemerahan. Jika Neurospora
sitophila menyerang laboratorium mycology atau bakteriologi sebagai
kontaminan, maka dapat menimbulkan bahaya pada kultur dan sangat sulit
untuk dihilangkan karena banyaknya jumlah konidia yang mudah menyebar
yang diproduksi dan karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Dua spesies
lain dari Neurospora sitophila adalah Neurospora crassa dan Neurospora
tetrasperma.
Sebelumnya Neurospora sithophila dinamakan Monilia sithophila.
Hal ini disebabkan oleh belum diketahuinya alat perkembangbiakan dari
Neurospora sithophila. Sebelum diketahui alat perkembangbiakannya, jamur
ini tergolong kelas Deuteromycetes. Nama ilmiahnya adalah Monilia
sitophila (monile = manik-manik kalung, sitos = makanan, philos =
menyukai). Setelah diketahui alat perkembangbiakannya, maka kapang ini
digolongkan ke dalam kelas Ascomycetes lalu nama spesies ini diganti
menjadi Neurospora sitophila. Hifa aerial Neurospora sitophila yang
membentuk sejumlah miselium dapat dikenali dengan mudah dari sejumlah
massa berwarna pink dan konidia oval yang terdapat pada rantai di
conidiophores yang bercabang. Jamur ini dapat menggandakan dirinya secara
tidak terbatas dengan cara aseksual.
Neurospora, seperti kebanyakan anggota Sordariaceae lainnya,
adalah organisme yang pertumbuhannya sangat cepat tetapi askosporanya
membutuhkan perlakuan khusus untuk tumbuh sebagaimana dilakukan pada
Sordariaceae lainnya. Sel hifanya memiliki inti banyak. Miseliumnya
berpigmen dengan jumlah pigmen bervariasi tergantung substratumnya.
Neurospora sitophila dan Neurospora crassa bersifat octosporous,
hermaphrodit dan heterothallic. Unsur betinanya diwakili oleh
protoperithecia, dimana setiap multinucleate askogonium ditempelkan.
Askogonia menghasilkan cabang hifa panjang yang berfungsi sebagai
trichogynes. Antheridia tidak dihasilkan. Unsur jantan diwakili oleh
mikrokonidia yang diproduksi dalam rantai di microconidiophores; sejenis
konidia, yang juga dapat menyalurkan nuclei ke receptive trichogynes. Dalam
spesies ini, ditemukan bahwa peran organ seks jantan tidak terlalu besar dan
fungsi seksual dikerjakan oleh bagian khusus dari thallus.

Gambar. Neurospora sitophila


2. Penicillium sp.
Penicillium biasa disebut green molds atau blue molds. Kapang ini
sering ditemukan pada jeruk dan buah lainnya, keju di kulkas, dan bahan
makanan lainnya yang terkontaminasi dengan spora mikroba ini. Konidia
Penicillium terdapat di mana-mana baik di tanah maupun di udara. Kapang
ini sering menjadi kontaminan pada laboratorium biologi. Penicillin
ditemukan pertama kali oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 akibat
tercemarnya kultur Staphylococcus oleh mikroba Penicillium notatum.
Gambar 2.2. Penicillium sp.
3. Rhizopus sp.
Rhizopus sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia
dalam pembuatan tempe. Sporangiosporenya kering dan sangat mudah
ditiup angin sehingga dapat dengan mudah mencemari laboratorium.
Spesies-spesies dari Rhizopus sering ditemukan pada tanah, buah yang
busuk, dan tanaman. Miselium Rhizopus terdiri dari dua jenis, satu
tertanam dalam lapisan dan yang lainnya seperti antena membentuk stolon.
Sporangiophore yang dibentuk biasanya dalam grup-grup dua, tiga, atau
lebih tetapi bisa juga hanya satu. Sporangia berbentuk sama, bundar atau
hampir bundar dengan bagian tengah yang agak rata, pertama-tama
berwarna putih, kemudian saat dewasa berubah menjadi hitam kebiruan.
Spesies-spesies Rhizopus yang dikenal antara lain R. nigricans, R. oryzae,
R. arrhizus, R. cohnii, R. nodosus, R. oligosporus, dan
R. stolonifer.

Gambar 2.3. Rhizopus oligosporus


4. Mucor sp.
Mucor terdiri dari 600 spesies. Mucor tidak menyebabkan
kontaminasi pada laboratorium. Hifanya kasar, coenocytic, dan bercabang-
cabang, biasanya meruncing ke titik tertentu. Dalam kultur cairan
anaerobik, khususnya saat adanya karbon dioksida, kapang ini membentuk
fase Torula dimana hifa rusak untuk membentuk tubuh seperti yeast dan
kembali ke kondisi normal saat kondisi aerobik. Sporanya berbentuk bulat
atau lonjong dengan lapisan tipis halus, tak berwarna atau dapat juga
berwarna. Pada masa dewasa, saat dinding sporangial hilang, sporanya
tetap melekat pada collumella dalam tetesan air dan tidak terbang bahkan
oleh angin kencang sekalipun. Spora Mucor biasanya terbawa serangga
dan semut. Zygosporenya berwarna coklat sampai hitam, dengan bentuk
kasar dan tumpul. Spesiesnya bisa homothallic atau heterothallic.
Beberapa spesies mucor antara lain M. sphaerosporus, M. racemosus, M.
fragilis, M. hiemalis, M. flavus, M. mucedo, M. pucillus, dan M.
spinescens.

Gambar 2.4. Mucor sp.

2.3 Mekanisme Fermentasi pada Kimchi


Korea Selatan terkenal dengan salah satu makanan fermentasinya ialah
Kimchi. Kimchi merupakan makanan tradisional Korea hasil fermentasi dari
asinan sayur dengan campuran bumbu pedas. Kimchi selalu dihidangkan di atas
piring-piring kecil dalam porsi kecil sebagai salah satu jenis banchan (lauk-pauk)
paling umum dan terkadang wajib dihidangkan (Kim et al., 2000). Pengolahan
Kimchi yang sederhana kini menjadi salah satu produk pangan fungsional karena
terdapat Bakteri Asam Laktat (BAL) yang bersifat probiotik dalam menjaga
kesehatan usus, membantu penyerapan makanan, produksi vitamin dan mencegah
pertumbuhan bakteri patogen (Adib, 2015).
Pada umumnya, kebanyakan kimchi dibuat pada skala rumah tangga
(Nudyanto & Zubaidah, 2015). Hanya sebagian kecil kimchi yang menggunakan
bahan baku kubis dikalengkan di pabrik dan diperdagangkan di pasar. Pembuatan
kimchi pada tingkat rumah tangga hanya memerlukan ember untuk pencucian dan
penggaraman, keranjang untuk penirisan dan kendi atau stoples untuk fermentasi
(Nisrina, 2015).
Menurut Widiyaningsih (2011) manfaat kimchi antara lain adalah :
1. Kimchi dapat membangkitkan selera makan
Bagi orang Korea, kimchi merupakan makanan pembuka untuk
membangkitkan selera makan. Ibarat kata, kimchi seperti salad jika kita
membandingkan dengan makanan barat.
2. Kimchi membantu menjaga kesehatan pencernaan
Selain mengandung kalori yang rendah kimchi juga mengandung serat
tinggi. Hal ini tentu akan membantu organ pencernaan untuk menyerap
makanan sehingga lebih mudah dan lebih cepat. Kimchi juga dapat
menyembuhkan beberapa penyakit umum dan sangat baik bagi menjaga
kesehatan tubuh.
3. Sumber probiotik
Karena kimchi diolah melalui cara fermentasi, maka kimchi memiliki
kandungan probiotik yang tinggi. Kandungan probiotik ini membantu menjaga
tubuh agar tetap sehat dan membantu melawan semua infeksi. Selain itu
kimchi juga mengandung vitamin dan mineral yang membantu untuk
memperlancar aliran darah dan meningkatkan sistem imun tubuh dan juga
meningkat pertumbuhan otot.
4. Menurunkan tekanan darah
Mengonsumsi kimchi secara rutin setiap hari dapat membantu
menurunkan tekanan darah. Karena bahan yang digunakan dalam pembuatan
kimchi adalah kubis dan juga bawang putih. Kedua bahan makanan ini
mengandung allicin dan selenium. Kedua zat ini berfungsi sebagai pengontrol
kadar kolesterol dalam tubuh anda agar tetap rendah dan berfungsi untuk
mencegah penyumbatan lemak pada dinding arteri atau pembuluh darah.
5. Membantu berat badan ideal
Dalam kimchi terdapat bakteri baik bernama Lactobacillus yang berfungsi
untuk menekan nafsu makan dan membantu menurunkan kadar gula darah.
6. Kaya akan antioksidan
Antioksidan dalam kimchi menjaga tubuh dari pengaruh radikal bebas
yang merusak kesehatan tubuh. Bahan-bahan seperti jahe, merica dan bawang
putih membantu sistem imun dalam tubuh untuk mencegah masuknya
penyakit.

Proses pembuatan Kimchi:


1. Mempersiapkan sawi putih
Sawi putih dipotong kecil-kecil menggunakan pisau dan telenan.
Selanjutnya sawi putih direndam dalam ¾ cangkir garam selama 2 jam di
mana batang sawi putih harus mendapat garam lebih banyak dari pada bagian
daunnya. Setelah itu, sawi putih dan lobak dibilas sebanyak 3 kali dengan air
dingin.
2. Membuat bubur
Tepung beras sebanyak ¾ cangkir dimasukkan ke dalam panci dan
ditambah 1 ½ cangkir air. Bahan tersebut dipanaskan dan diaduk terus selama
proses pema nasan. Setelah terlihat gelembung-gelembung dalam adonan,
ditambah ½ cangkir gula pasir sambil tetap diaduk sampai kental. Bubur
dituang dan didinginkan pada baskom.
3. Pencampuran bahan
Bubur kimchi ditambah 1,5 cangkir saus ikan dan ½ ons bubuk cabai.
Bumbu halus seperti 10 bawang putih cincang, 10 g jahe cincang dan 1
bawang bombai diblender dan dimasukkan dalam bubur kimchi. Daun bawang
dan wortel dimasukkan dalam bubur kimchi secukupnya, diaduk hingga
terbentuk pasta kimchi.
4. Pengolesan pasta
Pasta kimchi dicampur dengan sawi putih sesuai selera. Campuran tersebut
dioleskan secara merata pada sawi putih, dibalutkan dan ditekan pelan-pelan
di dalam wadah plastik. Wadah plastic ditutup, diinkubasi selama 48 jam. Dan
setelah 48 jam, kimchi siap dikonsumsi.

2.4 Mekanisme Fermentasi pada Keju


Susu merupakan bahan pangan yang terdiri dari berbagai nutrisi dengan
proporsi yang seimbang. Penyusun utamanya adalah air, protein, lemak, laktosa,
mineral dan vitamin-vitamin. Kandungan nutrisi yang tinggi ini akan mudah rusak
karena adanya kontaminasi mikrobia. Pada sisi lain, kandungan nutrisi tinggi
dapat dimanfaatkan sebagai substrat bagi mikrobia bakteri asam laktat untuk
menghasilkan produk yang diinginkan seperti keju (Widodo, 2003).
Susu dihasilkan dari hewan ternak seperti sapi, kerbau dan kambing. Di
Indonesia, khususnya di Pulau Jawa terdapat sentra penghasil susu sapi, yaitu
Sukabumi, Boyolali, dan Pasuruan. Produksi susu dari peternak didistribusikan ke
pabrik susu dan diolah sendiri menjadi susu cair siap minum. Susu yang
dihasilkan peternak hanya dapat dijual ke koperasi/pabrik susu dan diolah sendiri
menjadi susu siap minum. Terdapat permasalahan mendasar yang menimpa
peternak susu, yaitu daya tahan susu yang rendah/ mudah rusak, posisi tawar
peternak terhadap harga susu lemah dan sedikitnya daya serap produksi susu oleh
pabrik/koperasi serta minimnya pengetahuan peternak terhadap olahan susu.
Disisi lain peternak sapi perah senantiasa menginginkan agar susu yang
diproduksi sapi perah yang dipeliharanya dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada
yang mengalami kerusakan ataupun terbuang percuma.
Pengelolahan susu bertujuan untuk menganekaragamkan produk dan
selera, selain itu tujuan utamanya yaitu mengawetkan susu agar lebih lama bila
disimpan. Salah satu proses pengolahan susu adalah pembuatan keju yang dapat
memberikan dampak positif bagi kesehatan dan secara ekonomis dapat
meningkatkan nilai jual susu (Susilorini, 2006). Selain itu keju merupakan
alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewan
(Hidayati, 2003).
Mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam starter, khususnya
starter keju adalah kelompok bakteri asam laktat (BAL) yang menghasilkan asam,
terutama asam laktat dengan memfermentasikan laktosa. Galur-galur bakteri asam
laktat yang biasa digunakan sebagai kultur untuk starter keju adalah species-
species yang termasuk genus Streptococcus (Daulay, 1991).
Keju merupakan suatu produk pangan yang berasal dari hasil
penggumpulan (koagulasi) dari protein susu. Susu yang digunakan untuk
pembuatan keju adalah susu sapi walaupun susu dari hewan lainnya juga dapat
digunakan. Selain dari kasein (protein susu), komponen susu lainnya seperti
lemak, mineral-mineral dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak juga terbawa
dalam gumpalan partikel-partikel kasein. Sedangkan komponen-komponen susu
yang larut dalam air tertinggal dalam larutan sisa dari hasil penggumpalan kasein
yang disebut whey.
Tahap-tahap yang terpenting dalam proses pembuatan keju adalah :
pasteurisasi, pengumpalan kasein (protein susu), pemisahan whey, pencetakan dan
pengepresan serta pemeraman. Pemeraman keju dilakukan dengan cara
menyimpan keju yang telah dilapisi dengan parafin pada suhu 2 – 15oC dengan
kelembaban sekitar 70 – 80% selama 3 - 7 bulan. Semakin lama pemeraman
dilakukan, semakin kuat cita rasa keju yang terbentuk. Selama pemeraman, keju
mengalami berbagai perubahan yang membentuk cita rasa, aroma dan teksturnya
yang spesifik. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut :
1. Pemecahan protein menjadi peptida dan asam amino yang lebih sederhana.
2. Pemecahan lemak menjadi berbagai asam lemak yang mudah menguap seperti
asam asetat dan propionat.
3. Pemecahan laktosa, sitrat dan senyawa-senyawa organik lainnya menjadi
bermacam-macam asam, ester, alkohol dan senyawa-senyawa pembentuk
flavor dan aroma yang mudah menguap.
Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh bermacam-macam enzim yang
ada dalam renin, dan oleh bakteri, jamur dan ragi yang tumbuh di dalam atau pada
keju. Perlakuan yang diberikan pada susu sebelum pematangan dan lingkungan di
mana keju itu disimpan, mempengaruhi atau menentukan perubahan-perubahan
yang terjadi.
Tahap-tahap pembuatan keju dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pembuatan Starter Keju
a. Masukkan 500 ml susu segar ke dalam gelas erlenmeyer, lalu tutup rapat
dengan kapas.
b. Panaskan Susu segar tersebut pada butir a dalam autoklav pada suhu 250oF
(121oC) selama 15 menit.
c. Setelah dingin, tambahkan bubuk kultur starter keju sebanyak 0.1% berat
per volume, lalu aduk dengan pengaduk steril sampai homogen.
d. Peram di dalam inkubator pada suhu 30 oC selama 24 sampai dengan 48
jam.
e. Starter yang dihasilkan disebut starter induk yang harus disimpan dalam
lemari pendingin pada suhu 30 oC.
f. Apabila akan digunakan untuk pembuatan keju, starter induk harus
diperbaharui kembali dengan cara yang sama seperti cara pembuatan
starter induk.
2. Penentuan Dosis Rennet
a. Apabila rennet berbentuk tepung atau tablet, larutkan dalam sejumlah
tertentu air destilasi sesuai petunjuk.
b. Apabila rennet berbentuk cairan, lakukan pengenceran seperlunya.
c. Masukkan 100 ml susu segar ke dalam gelas piala.
d. Panaskan dengan api kecil sampai mencapai suhu 35oC.
e. Tambahkan 1 ml larutan rennet yang telah dipersiapkan ke dalamnya dan
segera aduk sampai homogen. Catat waktunya pada waktu menambahkan
larutan rennet.
f. Gerakkan sepotong lidi halus secara perlahan-lahan dalam susu tersebut
pada butir e.
g. Rasakan adanya kesukaran untuk menggerakan lidi dalam susu tersebut
pada butir e. Catat waktunya pertama sekali terasa kesukaran menggerakan
lidi dalam susu tersebut pada butir e.
h. Hitung lamanya antara waktu penambahan larutan rennet ke dalam susu
dengan waktu pertama sekali terasa kesukaran menggerakan lidi dalam
susu.
i. Hitung dosis penambahan larutan rennet sebagai berikut :
100 x 10
X= , yang mana:
1x t
100 : adalah 100 ml volume susu yang digunakan untuk pengujian
10 : adalah 10 menit lamanya waktu yang diharapkan terjadinya
koagulasi atau pengumpalan protein kasein susu
1 : adalah 1 mi larutan rennet yang ditambahkan ke dalam 100 mi
susu untuk pengujian
t : adalah lamanya antara waktu penambahan rennet ke dalam susu
dengan waktu pertama kali terasa kesukaran menggerakan lidi
dalam susu.
X : volume susu (mi) yang dapat dikoagulasikan atau digumpalkan
oleh 1 ml larutan rennet dalam waktu 10 menit.
3. Cara Pembuatan Keju
a. Pasteurisasi susu yang akan diolah pada butir 2 pada suhu 65oC selama 15
menit.
b. Setelah pasteurisasi, dinginkan susu sampai suhu 40oC.
c. Tambahkan kalsium khlorida 25% sebanyak 2 ml per liter susu yang
diolah dan tarutan rennet sebanyak sesuai dengan hasil pengujian aktivitas
rennet, aduk dan diamkan sampai terjadi koagulasi atau pengumpalan tahu
susu dengan sempurna dalam waktu 10 - 15 menit.
d. Potong-potong gumpalan tahu susu yang terbentuk dengan ukuran 3x3 cm
dengan menggunakan pisau tangkai panjang.
e. Panaskan kembali tahu susu yang telah dipotong-potong pada butir 5
sampai temperatur 40oC agar cairan whey keluar sempurna.
f. Persiapkan alat cetakan keju, lapisi dasarnya dengan kain penyaring, lalu
tuangkan tahu susu ke dalam cetakan keju tersebut dan kemudian tekan
selama 2 - 3 jam sampai sisa whey nya keluar seperti cetakan keju yang
digunakan.
g. Rendam keju yang terbentuk dalam larutan garam jenuh selama 12 — 24
jam.
h. Setelah perendaman dalam larutan garam, angin-anginkan pada suhu
kamar selama 1 hari sampai terbentuk kulit pada permukaannya.
i. Setelah kulit terbentuk, lapisi permukaannya dengan parafin dengan cara
mencelupkan ke dalam parafin cair. Setelah dilapisi parafin, peram keju
tersebut pada suhu 3 - 4oC, kelembaban relatif 70%- 75% selama 6 bulan.

2.5 Mekanisme Fermentasi pada Tauco


Tauco merupakan salah satu fermentasi makanan tradisional yang terbuat
dari kedelai yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Di daerah
Jawa Barat fermentasi kedelai ini cukup populer dan banyak dijumpai. Tauco
terbuat dari fermentasi kedelai dengan bentukan pasta yang memiliki variasi
warna kuning kecokelatan serta memiliki rasa yang khas. Proses pembuatan tauco
ini hampir sama dengan pembutan kecap. Namun tedapat perbedaan yang terletak
pada proses pembuatan sarinya. Pada pembuatan tauco biji kedelai yang telah
difermentasi selanjutnya diolah lagi dengan penambahan bumbu sehingga siap
untuk dikonsumsi. Sedangkan pembuatan kecap, biji kedelai yang telah
difermentasi diambil sarinya.

Didalam pembuatannya, tauco memiliki 2 tahapan fermentasi yaitu


fermentasi I yaitu feremntasi kapang dan selanjutnya fermentasi II yaitu
fermentasi garam. Menurut Sadiah Djayasupena, Tahapan fermentasi awal yaitu
fermentasi I yang dibantu kapang oleh spesies mikroba R. oligosporus. Untuk
fermentasi I ini dilakukan selama 3-6 hari. Selama fermentasi kapang, dihasilkan
enzim protease, lipase, dan amilase yang masing-masing enzim tersebut memiliki
peranan dalam menguraikan karbohidrat, protein dan lipid dari biji kedelai. Enzim
protese akan menghidrolisis protein (Proteolisis) sehingga akan menghasilkan
pepton, peptida, serta asam amino bebas. kapang R. oligosporus menghasilkan
enzim-enzim protease dalam jumlah yang banyak sehingga peningkatan aktivitas
proteolitik kapang yang akan menguraikan protein menjadi asan-asam amino,
sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan, maka kadar protein
yang dihasilkan akan menjadi lebih tinggi (Murata et al., 1967). Mikroba ini
ternyata juga bisa menguraikan senyawa lipid (lipolitik). R. oligosporus juga
memproduksi enzim lipase yang aktif selama proses fermentasi (Siswono, 2002).
Enzim lipase ini memiliki peranan penting dalam menguraikan lemak pada
substrat menjadi gliserol dan asam lemak bebas, sehingga enzim ini berperan
besar pada kandungan lemak dalam tauco. Selain itu mikroba ini juga R.
oligosporus akan mengeluarkan enzim amilase yang dapat memecah karbohidrat
menjadi glukosa yang selanjutnya akan digunakan sebagai sumber makanan bagi
kapang tersebut. Oleh karena itu kadar karbohidrat berbanding terbalik dengan
kadar protein dan lemak.

Langkah selanjutnya, Fermentasi II yaitu fermentasi garam menggunakan


larutan NaCl. Waktu yang optimal yang dibutuhkan dalam fermentasi ini yaitu
selama kurang lebih 1 bulan dalam larutan garam 20% (200 gram garam dalam 1
liter air) dan pada rentang suhu optimum yaitu 37-42o C untuk menghasilkan
tauco dengan cita rasa enak (Astawan 2009). Penambahan larutan NaCl ini
bertujuan sebagai pengawet dan pemberi cita rasa. Selain itu menurut Sadiah
Djayasupena, penambahan larutan NaCl dapat merangsang pertumbuhan
mikroorganisme yang diinginkan berperan dalam fermentasi, serta menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen.

Pada proses fermentasi II ini akan menghasilkan bebapa senyawa asam


seperti asam laktat dan asam glutamat. Menurut Yokotsuka (1960),
berlangsungnya periode fermentasi garam akan menumbuhkan bakteri asam laktat
penghasil asam. Selama proses fermentasi garam, enzim hasil dari fermentasi
kapang akan memecah komponen-komponen gizi dari kedelai menjadi senyawa-
senyawa yang lebih sederhana. sedangkan karbohidrat akan diubah menjadi
senyawa organik. Senyawa-senyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan
senyawa lainnya yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan
alkohol. Reaksi antara asam-asam organik dan etanol (alkohol) lainnya akan
menghasilkan ester-ester yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa dan
aroma (Rosida, et all. 2014). Proses fermentasi ini menyebabkan struktur protein
di dalam kedelai terpecah-pecah menjadi berbagai macam asam amino. Berbagai
asam amino ini bercampur dengan garam yang ditambahkan, membentuk
kandungan rasa umami yang tinggi.

Pembentukan warna terjadi ketika asam amino dan gula bereaksi maka
akan membentuk warna kuning kecokelatan (soymelanin). Selanjutnya
pembentukan aroma disebabkan oleh asam lemak bebas tersebut dapat bereaksi
dengan alkohol, asam organik, dan asam asetat membentuk ester yang berperan
dalam pembentukan aroma. Lalu rasa gurih tersebut disebabkan karena adanya
peptida-peptida pendek hasil dari hidrolisis protein oleh enzim protese selama
fermentasi serta berbagai asam amino yang tercampur dengan garam yang
ditambahkan (Rosida, et all. 2014).

Tauco tentunya juga memiliki kandungan nilai gizi yang bermanfaat bagi
manusia. Dari hasil beberapa penelitian yang dilakukan oleh Krisnadi (2003)
menunjukkan bahwa tauco mengandung vitamin A sebanyak 23 IU dan vitamin
B1 0.05 miligram. Selain itu tauco juga mengandung energi sebesar 166
kilokalori, karbohidrat 24.1 gram, lemak 4.9 gram, protein 10.4 gram, kalsium 55
miligram, fosfor 365 miligram, dan zat besi 1 miligram. Hasil tersebut didapat
dari penelitian terhadap 100 gram Tauco.

2.6 Mekanisme Fermentasi pada Tempoyak


Buah durian pada umumnya dikonsumsi segar. Untuk memperpanjang
masa simpan dan memperkaya rasa dengan diproses secara mikrobiologi
(fermentasi) yang melibatkan bakteri asam laktat (BAL). Selain itu, proses
fermentasi ini akan menambah nilai gizi yang kaya akan protein. Menurut
Wirawati (2002), bahwa fermentasi asam laktat pada prinsipnya dapat
meningkatkan kandungan asam amino esensial. Produk yang dihasilkan dikenal
dengan sebutan tempoyak. tempoyak digunakan sebagai bumbu masakan di
beberapa daerah beretnis Melayu. Tempoyak memiliki cita rasa dan aroma yang
kuat yang terbentuk karena keseimbangan antara komponen gula dari buah dan
asam laktat yang terbentuk selama fermentasi. Secara fisik, tempoyak merupakan
massa yang bersifat semi padat, berwarna putih sampai kekuning-kuningan.

Fermentasi tempoyak dapat dilakukan secara spontan dan atau bisa juga
dengan penambahan kultur atau ragi. Umumnya pembuatan tempoyak di
masyarakat dilakukan secara tradisional dan sifatnya spontan tanpa penambahan
inokulum atau kultur murni. Fermentasi durian secara spontan merupakan
fermentasi yang dilakukan dengan mengikuti kebiasaan masyarakat yaitu
fermentasi yang tidak dikontrol dengan penambahan starter atau kultur (Yuliana,
2008). Pembuatan dengan metode ini dilakukan dengan cara melumatkan daging
buah durian dan diberi garam sampai homogen, kemudian ditempatkan pada
sebuah wadah tertutup rapat dan diinkubasi pada suhu kamar selama satu minggu
sampai sepuluh hari.

Sedangkan fermentasi dengan penambahan kultur atau pembuatan


tempoyak dilakukan dengan penambahan kultur atau ragi (Yuliana, 2008).
Penggunanan kultur murni pada fermentasi dapat mengurangi kontaminasi
mikroba lain karena keberadaannya yang dominan. Kultur yang ditambahkan
sebagai ragi pada pembuatan tempoyak haruslah bakteri asam laktat (BAL) yang
bersifat aerofilik, karena fermentasi durian menjadi tempoyak merupakan
fermentasi laktat. Penggunaan BAL sebagai starter atau inokulum pada produk-
produk fermentasi yang lain juga menunjukkan hasil yang baik (Nurbaiti, 2005).
Pada tempoyak yang diberi inokulum, fermentasi bakteri yang terlibat bisa
menggunakan bakteri. Mikroba yang aktif selama fermentasi tempoyak adalah
genus Lactobacillus yang merupakan kelompok bakteri asam laktat (BAL)
(Nurmalinda et al. 2013) Penggunaan inokulum atau starter pada tempoyak dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan starter basah atau starter kering.
Penggunaan starter basah menyebabkan tempoyak yang dihasilkan mempunyai
konsistensi lebih berair.

Bakteri asam laktat (BAL) dapat mendegradasi gula reduksi (glukosa dan
fruktosa) menjadi asam-asam organik. Hasil penelitian Nur (2005) dan Yuliana
(2005) melaporkan bahwa asam-asam organik pada tempoyak yang teridentifikasi
seperti asam laktat, asam asetat, asam malat, asam sitrat dan asam butirat. Asam-
asam yang dihasilkan tersebut dapat mencegah pertumbuhan mikroba lain
sehingga produk fermentasi tempoyak ini dapat disimpan lama. Selain itu asam
organik tersebut menciptakan kekayaan rasa khas tempoyak yaitu rasa masam.
Penambahan garam pada pembuatan tempoyak secara garis besar
ditambahkan agar dapat menghasilkan dua jenis tempoyak yang berbeda yaitu
tempoyak asam jika kandungan garam kurang dari 5% dan tempoyak asin jika
diberi penambahan garam lebih dari 5%. Penambahan garam pada bahan akan
menyebabkan pelepasan cairan dari bahan dasar. Cairan tersebut mengandung
gula, protein terlarut, mineral dan zat-zat lain yang dapat digunakan sebagai
substrat oleh bakteri asam laktat (BAL). Larutan garam juga berfungsi sebagai
media selektif pertumbuhan mikroorganisme (Yuliana, 2008)

2.7 Mekanisme Fermentasi pada Kefir


Kefir adalah susu fermentasi yang memiliki rasa, warna dan konsistensi
yang khas yoghurt dan memiliki aroma khas ragi (seperti tape). Proses fermentasi
kefir melalui jalur fermentasi asam laktat dan akohol. Kefir diperoleh melalui
proses fermentasi susu pasteurisasi menggunakan starter berupa butir atau biji-
bijian atau kefir (kefirgrainl kefirgranule), yaitu butiran-butiran putih atau krem
dari kumpulan bakteri, antara lain Streptococcus sp., Lactobacilli dan jenis ragi
khamir nonpatogen. Bakteri menghasilkan asam laktal dan komponen flavor,
sedangkan ragi menghasilkan gas asam arang atau karbon dioksida dan sedikit
alkohol. Karena itu rasa kefir asam dan juga ada sedikit rasa alkohol dan soda,
dan kombinasi karbon dioksida dan alkohol menghasilkan buih yang menciptakan
karakter mendesis pada produk (Usmiati, 2007).
Kefir memiliki kadar asam laktat 0,8-1%, alkohol 0,5-2,5%, CO,
kelompok vitamin B dan rasio diasetil-asetaldehid 3,1. Komposisi dan kadar
nutrisi kefir adalah air 89,5%, lemak 1,5%, protein 3,5%, abu 0,6%, laktosa 4,5%
dan pH 4,6. Komponen dan komposisi kimia kefir beragam, bergantung pada
jenis mikroba starter, suhu, lama fermentasi, serta bahan baku yang digunakan.
Bahan baku susu yang berkadar tinggi menghasilkan lemak dengan kadar lemak
tinggi, dan sebaliknya menggunakan susu skim menghasilkan kefir dengan kadar
lemak rendah. Banyak sekali asam laktat dan alkohol dalam kefir sangat
ditentukan oleh kadar laktosa bahan baku, jenis mikrobia starter, dan lama
(Usmiati, 2007).
Menurut Usmiati (2007), proses pembuatan kefir secara tradisional
dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu
1. Pasteurisasi kemudian didinginkan sampai 18-22 ° C.
2. Butiran kefir disebarkan setinggi 5-10 cm pada dasar tangki fermentasi atau
fermentor
3. Kemudian susu ditambahkan sebanyak 20-30 kali jumlah butiran kefir.
Proses fermentasi berlangsung selama 18-24 jam pada suhu 18-22 ° C.
4. Selama proses fermentasi dilakukan pengadukan 2-3 kali.
5. Setelah diperoleh kualitas kefir yang dikehendaki, selanjutnya disaring untuk
mendapatkan butiran kefir.
6. Butiran kefir dibilas dengan air dan dapat digunakan untuk proses pembuatan
kefir berikutnya.
7. Untuk membuat kefir yang siap untuk diminum, maka kefir hasil fermentasi
(setelah dipisah dari kefir grain), ditambah susu segar sebanyak 8-10 kali,
dihomogenisasi, dimasukkan ke dalam kontainer, difermentasi lagi selama 1-
3 hari pada suhu 18- 22 ° C
8. Selama proses pemeraman ini akan terjadi pembentukan asam laktat, alkohol,
CO2, dan komposisi-komposisi yang menghasilkan aroma dan flavor.
Kefir memiliki kandungan gula susu (laktosa) yang relatif rendah
dibandingkan susu murni, kefir sangat bermanfaat bagi penderita laktosa intoleran
Kefir juga dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti diabetes, asma,
arteriosklerosis dan jenis tumor tertentu (Usmiati, 2007).

2.8 Mekanisme Fermentasi pada Kombucha


Kombucha merupakan minuman kesehatan yang dihasilkan melalui proses
fermentasi oleh mikroorganisme yang terdapat di dalamnya (Frank,1995).
Menurut Wistiana (2015), kombucha merupakan kumpulan bakteri dan kamir
yang sering ditumbuhkan dalam teh hijau maupun teh hitam. Kumpulan bakteri
dan kamir pada kombucha merupakan hasil simbiosis antara bakteri dengan
kamir. Kultur simbiosis disebut SCOBY (Symbiotic Culture of Bacteria and
Yeasts) atau starter kombucha.
Menurut Buckle (2000), starter kombucha terdiri dari paling sedikit tiga
mikroorganisme yaitu bakteri Acetobacter xylinum dan dua kamir
Zygosaccharomyces dan Candida sp. Sedangkan menurut Wistiana (2015), starter
kombucha ini adalah simbiosis antara bakteri Acetobacter xylinum, Bacterium
gluconicum, dan Acetobacter ketogenum, sedangkan dari jenis kamir adalah
Pichia fermentans, Saccharomyces ludwigii, Schizosaccharomyces pombe dan
Candida sp.
Menurut Naland (2004), teh kombucha dapat menghasilkan asam organik
dalam suspensinya yang terdiri dari asam glukuronat, asam asetat, asam laktat,
dan asam folat selain itu menghasilkan asam amino (methionin, leusin, tirosin,
isoleusin, lisin dan valin), vitamin C, riboflavin, alkohol serta enzim dan produk
lainnya.
Pembentukan kombucha pertama kali dimulai dari proses fermentasi
dengan sedikit oksigen dari Lingkungan. Saat terjadi proses ini, evolusi
menghasilkan enzim yang menguraikan komposisi gula menjadi alkohol (etanol)
dan gas karbondioksida. Pada kondisi lingkungan yang berkecukupan oksigen,
reaksi yang terjadi bukan fermentasi, proses ini tidak menghasilkan etanol, tetapi
karbondioksida dan udara (Naland, 2008).
Ragi atau khamir memulai aktivitasnya memecah fruktosa dan sukrosa
(gula) dengan bantuan enzim ekstraseluler. Hasilnya adalah alkohol (etanol) dan
gas karbondioksida. Kemudian, hasil akan ditentukan dengan air membentuk
komposisi asam karbonat. Setelah beberapa hari melakukan aktivitasnya, koloni
jamur dan bakteri akan menempel dalam cairan tersebut pada selulosa yang
terbentuk terdiri dari lapisan kenyal berwarna putih.Lapisan ini merupakan agen
kombucha yang bisa dimanfaatkan lagi pada proses pembentukan kombucha
berikutnya (Naland, 2008).
Proses terbentuknya teh kombucha memakan waktu 7-12 hari, tergantung
pada berbagai faktor, termasuk di dalamnya adalah lingkungan, kelembapan
udara, komposisi udara, dan lain-lain. Melewati jangka waktu ini, fermentasi
akan terus berlanjut dan larutan air akan menjadi asam cuka (Naland, 2008).
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari makalah yang telah dirumuskan maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa fermentasi merupakan cara untuk mengubah substrat menjadi produk
tertentu yang dikehendaki dengan bantuan agen mikroba. hasil fermentasi yang
berbeda-beda pada setiap jenis makanan dikarenakan adanya perilaku dari setiap
jenis dan rekasi metabolisme dari setiap mikroba berbeda-beda. Seperti jenis
makanan yang telah dikaji yaitu kecap, oncom, kimchi, keju, tauco, tempoyak,
kefir, dan kombucha memiliki jenis mikroba yang berbeda serta reaksi mekanisme
metabolisnya yang berbed-beda sehingga menciptakan rasa yang khas.

3.2 Saran
Sebaiknya perlu dilakukannya pengkajian lebih dalam dari sumber
litetarur, sehingga dapat diketahui lebih rinci terkait peranan mikroba dalam
proses fermentasi pada makanan agar informasi tersebut dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kulitas pangan.
DAFTAR RUJUKAN

Adib, A. 2015. Fungsi Probiotik dalam Saluran Cerna dan Kesehatan, ( Online ) ,
(http://foodtech.binus.ac.id/2015/07/08/fungsi-probiotik-dalam-saluran-
cerna-dan-kesehatan/), diakses 8 September 2019.
Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya

Buckle, KA, RA. Edward, G. H. Fleetdan M. Wooton. 2000. Ilmu Pangan.


Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. Jakarta : UI Press
Daulay, D. 1991. Fermentasi keju. Bogor: IPB.
Dedin F.Rosida, Sudaryati HP, Nur Apriliyanti.F. 2014. Karakteristik Fisiko
Kimia Dan Aktivitas Antioksidan Tauco Lamtoro Gung (Leucaena
leucocephala) Angkak. Surabaya: Universitas Veteran Surabaya.
J.REKAPANGAN, Vol.8, No.2,

Frank, G.W. 1995. Kombucha. Translated by Althea Tysndale. 8th Ed. Publishing
House Enssthaler Australia.
Hidayati, D. 2003. Pembentukan Conjugated Linoleic Acid ( CLA) oleh Bakteri
Asam Laktat Selama Fermentasi Susu Kedelai. Tesis. Yogyakarta: Prodi
Ilmu dan Teknologi Pangan. Program Pasca Sarjana jurusan Ilmu Pertanian
UGM.
Henky, Isnawan. 2009. Jurnal Pengaruh Pertumbuhan Mikroba Terhadap Mutu
Kecap Selama Penyimpanan.  Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Bioindustri.
Kim J, Chun J, Han H. 2000. Leuconostoc kimchii sp. nov., A New Species from
Kimchi. Republic Korea: International Journal of Systematic and
Evolutionary Microbiology 50: 1915–1919.
Krisnadi KN. 2003. Penentuan aktivitas antioksidan dan identifikasi isoflavon
tauco dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) [thesis]. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro.

Marlia Singgih Wibowo. Metabolisme Mikroorganisme. School of Pharmacy


ITB.
Murata, K., Ikehata, H & Miyamoto, T. (1967). Studies on vhe vutritional value of
tempeh. Journal of Food Science.32: 5.

Naland, H. 2004. Kombucha Teh Ajaib Pencegah & Penyembuh Aneka Penyakit.
Jakarta. Agromedia Pustaka.
Naland, Henry. 2008. Kombucha; Teh dengan Seribu Khasiat. Agromedia:
Jakarta.
Nisrina, R. 2015. Ragam Kimchi di Indonesia. Skripsi. Universitas Indonesia :
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.
Nudyanto, Zubaidah. 2015. Isolasi Bakteri Asam Laktat Penghasil
Eksopolisakarida Dari Kimchi Isolation Of Lactic Acid Bacteria Producing
Exopolysaccharide From Kimchi. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 3(2),
743-748.
Nurbaiti. 2005. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai
probiotik dari tempoyak. Skripsi, Fakultas Pertanian Unila. Bandar
Lampung

Nurrahman. 2015. Evaluasi Komposisi Zat Gizi dan Senyawa Antioksidan


Kedelai Hitam dan Kedelai Kuning. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
Volume 4 No 3.
url=http://eprints.undip.ac.id/11486/1/Skripsi.doc&searchquery=
pembuatan+oncom. Diakses pada 8 November 2019
Nurmalinda A, Periadnadi, Nurmiati. 2013. Isolasi dan karakterisasi parsial
bakteri indigenous pemfermentasi dari buah durian (Durio zibethinus
Murr.). J Biol. 2(1): 8-13.

Nur HS. 2005. Pembentukan asam organik oleh isolat bakteri asam laktat pada
media ekstrak daging buah Durian (Durio zibethinus Murr). J Bioscientiae.
2(1): 15-24.

Siswono, J. (2002). Oncom Menutup Kekurangan Energi dan Protein, Gizinet,


Jakarta

Sadiah Djayasupena, Giana Suci Korinna, Saadah Diana Rachman & Uji
Pratomo. Potensi Tauco Sebagai Pangan Fungsional. Bandung: Universitas
Padjajaran
Susilorini, T.E., Sawitri, M.E. 2006. Produk Olahan Susu.Penebar Swadaya.
Yogyakarta: Lacticia press.
Usmiati, S. 2007. Kefir, Susu fermentasi dengan rasa menyegarkan. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor. 29(2) :12-
14.
Wirawati CU. 2002. Potensi bakteri asam laktat yang diisolasi dari tempoyak
sebagai probiotik [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wistiana, D., dan Elok, Z. 2015. “Karakteristik Kimiawi dan Mikrobiologis


Kombucha Dari Berbagai Daun Tinggi Fenol Selama Fermentasi”.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3 No. 4, 1446-1457.
Widiyaningsih, E.N. 2011. Peran Probiotik Untuk Kesehatan. Jurnal
Kesehatan,4(1), 1979-7621.
Widodo. 2003. Mikrobiologi Pangan Dan Industri Hasil Ternak. Yogyakarta:
Lacticia press.
Yokotsuka, T. 1960. Aroma and Flavor of Japanase Soy Sauce. Adv. In Food
Res.10:75-134.

Yuliana N. 2008. Kinetika pertumbuhan bakteri asam laktat isolat T5 yang berasal
dari tempoyak. J Teknol Indust Pert. 13 (2) : 108-116.

Yuliana N. 2005. Identifikasi bakteri bukan penghasil asam laktat yang


berasosiasi dengan tempoyak (fermented durian). J Microbiol Indo. 10 (1):
25-28.

Anda mungkin juga menyukai