Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH TEKNOLOGI PANGAN

KONSEP TEKNOLOGI FERMENTASI PRODUK PANGAN

Dosen Pembimbing : Ir. Hj. Ermina Syainah., MP

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Aulia Azkia (P07131219003)

Atikah Adiratna (P07131219003)

Candra Selvia (P07131219006)

Inayah Safwah (P07131219019)

Siti Khurata A’yuni (P07131219044)

Yunisari Puteri Nesa (P07131219048)

Prodi :

Sarjana Terapan Gizi dan Dietetik Tk.2

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

2020 / 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh.

Pertama-tama kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas
limpahanberkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nyalah kita dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Konsep Teknologi Fermentasi Produk Pangan”. Shalawat serta salam tak lupa kita
haturkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Serta kepada para keluarga, sahabat
dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, baik secara moril maupun materil sehingga
tersusunlah makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan wawasan kami. Oleh sebab itu, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat, bagi pembaca pada umumnya dan untuk kami pada khususnya.

Wassalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh.

Banjarbaru, 26 Januari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................5
C. Tujuan Makalah...............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................7
1. Definisi Fermentasi Produk Pangan.................................................................................................7
2. Jenis-Jenis Fermentasi Produk Pangan............................................................................................7
3. Peranan Mikroorganisme Dalam Teknologi Fermentasi................................................................10
4. Peran Mikroba Dalam Industri Fermentasi....................................................................................13
5. Pemilihan Substrat Fermentasi......................................................................................................14
6. Produk Teknologi Fermentasi........................................................................................................17
BAB III PENUTUP...................................................................................................................................30
1. Kesimpulan....................................................................................................................................30
2. Saran..............................................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................31
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari Bahasa Latin
“fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari Bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan
dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas
ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbondioksida
dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi mempunyai arti
yang berbeda bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia
dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik. Pada bidang
mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas, yang menggambarkan setiap
proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan mikroorganisme.
Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para
ahli. Arti kata fermentasi berubah pada saat Gay Lussac berhasil melakukan penelitian yang
menunjukkan penguraian gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Selanjutnya Pasteur
melakukan penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan yang difermentasi, sehingga
dihubungkan dengan mikroorganisme dan akhirnya dengan enzim. Untuk beberapa lama
fermentasi terutama dihubungkan dengan karbohidrat, bahkan sampai sekarang pun masih sering
digunakan. Padahal pengertian fermentasi tersebut lebih luas lagi, menyangkut juga perombakan
protein dan lemak oleh aktivitas mikroorganisme.
Meskipun fermentasi sering dihubungkan dengan pembentukan gas yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang hidup, pada saat ini pembentukan gas maupun terdapatnya sel
mikroorganisme hidup tidak merupakan kriteria yang esensial. Dalam beberapa proses
fermentasi misalnya fermentasi asam laktat, tidak ada gas yang dibebaskan. Fermentasi dapat
juga berlangsung (meskipun jarang terjadi) dengan menggunakan ekstrak enzim yang berfungsi
sebagai katalisator reaksi.
Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa fermentasi mempunyai pengertian suatu proses
terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan
oleh mikroorganisme. Untuk hidup semua mikroorganisme membutuhkan sumber energi yang
diperoleh dari metabolisme bahan pangan dimana mikroorganisme berada di dalamnya. Bahan
baku energi yang paling banyak digunakan oleh mikroorganisme adalah glukosa. Dengan adanya
oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air, karbondioksida,
dansejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh.
Ini adalah metabolisme tipe aerobik. Akan tetapi beberapa mikroorganisme dapat
mencerna bahan baku energinya tanpa adanya oksigen dan sebagai hasilnya bahan baku energy
ini hanya sebagian yang dipecah. Bukan air, karbondioksida, dan sejumlah besar energy yang
dihasilkan, tetapi hanya sejumlah kecil energi, karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik
organik lain yang dihasilkan. Zat- zat produk akhir ini termasuk sejumlah besar asam laktat,
asamasetat, dan etanol, serta sejumlah kecil asam organik volatil lainnya, alkohol dan ester dari
alkohol tersebut. Pertumbuhan yang terjadi tanpa adanya oksigen sering dikenal sebagai
fermentasi.
Fermentasi ialah suatu proses enzimatik dimana enzim yang bekerja sudah dalam kondisi
terisolasi yakni dipisahkan dari selnya atau masih dalam kondisi terikat di dalam sel. Pada
beberapa proses fermentasi yang memanfaatkan sel mikroba, reaksi enzim mungkin berlangsung
seutuhnya di dalam sel mikroba karena enzim yang bekerja bersifat intraselular. Pada proses
lainnya reaksi enzim berlangsung di luar sel karena enzim yang bekerja bersifat ekstraseluler.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dikaji, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari teknologi fermentasi produk pangan?
2. Apa saja jenis-jenis dari fermentasi dalam produk pangan?
3. Apa peranan mikroorganisme dalam teknologi fermentasi produk pangan?
4. Apa peranan mikroba dalam industry fermentasi produk pangan?
5. Bagaimana pemilihan substrat dalam fermentasi produk pangan?
6. Apa saja produk dari teknologi fermentasi produk pangan?

C. Tujuan Makalah
Tujuan penyusunan makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Unyuk memaparkan dan mengidentifikasi definisi dari teknologi fermentasi produk pangan
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari fermentasi dalam produk pangan
3. Untuk mengetahui peranan mikroorganisme dalam teknologi fermentasi produk pangan
4. Untuk mengetahui peranan mikroba dalam industry fermentasi produk pangan
5. Untuk mengetahui pemilihan substrat dalam fermentasi produk pangan
6. Untuk mengetahui produk dari teknologi fermentasi produk pangan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Fermentasi Produk Pangan


Fermentasi adalah proses terjadinya penguraian senyawa-senyawa organic untuk
menghasilkan energi serta terjadi pengubahan substrat menjadi produk baru oleh mikroba.
Fermentasi berasal dari bahasa latin ferefere yang artinya mendidihkan(Madigan, 2011).
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi
terdapat defenisi yang lebih jelas yang mendefenisikan fermentasi sebagai respirasi dalam
lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Fermentasi ialah suatu proses enzimatik dimana enzim yang bekerja sudah dalam kondisi
terisolasi yakni dipisahkan dari selnya atau masih dalam kondisi terikat di dalam sel. Pada
beberapa proses fermentasi yang memanfaatkan sel mikroba, reaksi enzim mungkin berlangsung
seutuhnya di dalam sel mikroba karena enzim yang bekerja bersifat intraselular. Pada proses
lainnya reaksi enzim berlangsung di luar sel karena enzim yang bekerja bersifat ekstraseluler.
Fermentasi dalam pemrosesan bahan pangan adalah pengubahan karbohidrat menjadi
alkohol dan karbondioksida atau asam amino organic menggunakan ragi, bakteri, fungi atau
kombinasi dari ketiganya di bawah kondisi anaerobik. Perilaku mikroorganisme terhadap
makanan dapat menghasilkan dampak positif maupun negatif dan fermentasi makanan biasanya
mengacu pada dampak positifnya. Sains yang mempelajari fermentasi disebut dengan zimologi.
Proses fermentasi mendayagunakan aktivitas suatu mikroba tertentu atau campuran beberapa
spesies mikroba. Mikroba yang banyak digunakan dalam proses fermentasi antara lain khamir,
kapang dan bakteri. Teknologi fermentasi merupakan salah satu upaya manusia dalam
memanfaatkan bahan-bahan yang berharga relatif murah bahkan kurang berharga menjadi
produk yang bernilai ekonomi tinggi dan berguna bagi kesejahteraan hidup manusia.

2. Jenis-Jenis Fermentasi Produk Pangan


A. Fermentasi Asam Laktat
Dalam fermentasi asam laktat, piruvat direduksi langsung oleh NADH untuk
membentuk laktat sebagai produk limbahnya, tanpa melepaskan CO2. Pada sel otot manusia,
fermentasi asam laktat dilakukan apabila suplay oksigen tubuh kurang. Laktat yang
terakumulasi sebagai produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun secara
perlahan diangkut oleh darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat.
Bakteri asam laktat mampu mengebah glukosa menjadi asam laktat. Bakeri tersebut
adalah Laktobbacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus dan Bifidobacterium. Ada
2 kelompok fermentasi asam laktat, yaitu Homofermentatif dan Heterofermentatif.
Homofermentatif menggunakan glikolisis melalui jalur EMP dan heterofermentatif
menggunakan glikolisis melalui jalur HMP.
Proses fermentasi asam laktat dimulai dari lintasan glikolisis yang menghasilkan asam
piruvat. Karena tidak tersedianya oksigen maka asam piruvat akan mengalami degradasi
molekul (secara anaerob) dan dikatalisis oleh enzim asam laktat dehydrogenase dan
direduksi oleh NADH untuk menghasilkan energi dan asam laktat. Secara sederhana reaksi
fermentasi asam laktat ditulis sebagai berikut.
C6H1206->2CH3CH(OH)COOH+2ATP ASAM LKTAT.
Pada manusia, kejadian ini sering ditemukan ketika seseorang bekerja atau berolahraga
berat/keras. Akibat kekurangan oksigen menyebabkan asam piruvat yang terbentuk dari
tahapan glikolisis akan diuraikan menjadi asam laktat, yang menyebabkan timbulnya rasa
pegal-pegal setelah seseorang bekerja/berolahraga berat/keras.
B. Fermentasi Alkohol
Beberapa jasad renik seperti ragi, glukosa dioksidasi menghasilkan etanol dan CO2
dalam proses yang disebut fermentasi alkohol. Jalur metabolisme proses ini sama dengan
glikolisis sampai dengan terbentuknya piruvat. Dua tahap reaksi enzim berikutnya adalah
reaksi perubahan asam piruvat menjadi asetaldehida, dan reaksi reduksi asetaldehida
menjadi alkohol. Dalam reaksi pertama piruvat didekarboksilasi diubah menjadi a
setaldehida dan CO2 oleh piruvat dekarboksilase, suatu enzim yang tidak terdapat dalam
hewan. Reaksi dekarboksilase ini merupakan reaksi yang tak reversible, membutuhkan ion
Mg2+ dan koenzim tiamin pirofosfat.
Reksi berlangsung melalui beberapa senyawa antara yang terikat secara kovalen pada
koenzim. Dalam reaksi terakhir,asetaldehida direduksi oleh NADH dengan enzim alkohol
dehidrogenase, menghasilkan etanol. Dengan demikian etanol dan CO2 merupakan hasil
akhir fermentasi alkohol, dan jumlah energi yang dihasilkan sama dengan glikolisisanaerob,
yaitu 2 ATP. Proses fermentasi alkohol ini terjadi pada beberapa mikroorganisme seperti
jamur (ragi ), dimana tahapan glikolisis sama dengan yang terjadi pada respirasi aerob.
Setelah terbentuk asam piruvat ( hasil akhirglikolisis ), asam piruvat mengalami
dekarboksilasi ( sebuah molekul CO2 dikeluarkan ) dan dikatalisis oleh enzim alkohol
dehydrogenase menjadi etanol atau alkohol dan terjadi degradasi molekul NADH menjadi
NAD+ serta membebaskan energi/kalor.
Proses ini dikatakan sebagai "pemborosan" karena sebagian besar energi yang
terkandung dalam molekul glukosa masih tersimpan didalam alkohol. Itulah sebabnya,
alkohol/etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar. Fermentasi alcohol pada
mikroorganisme merupakan proses yang berbahaya bila konsentrasi etanolnya tinggi. Secara
sederhana, reaksi fermentasi alkohol ditulis : C6H12O12->2C2H5OH+2CO2+2ATP
ALKOHOL.
C. Fermentasi Propionat
Propionat merupakan produk akhir fermentasi gula dan pati. Sebagian besar energi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi laktosa diperoleh dari propionat. Bahan dengan
kandungan karbohidrat mudah terfermentasi sehingga menghasilkan propionat dan butirat
relatif lebih tinggi daripada asetat. Propionat dianggap lebih efisien sebagai sumber energi
karena fermentasi dalam produksi propionat menghasilkan lebih sedikit gas metan dan
karbondioksida.
Propionat, asetat, dan karbon dioksida merupakan produk utama dari fermentasi laktat,
glukosa dan gliserol oleh Propionibacterium, Veillonella, Bacteroides, dan beberapa
Clostridium spp. Hipotesis awal menyatakan bahwa langkah awal fermentasi propionat
adalah dehidrasi laktat menjadi akrilat. Akrilat kemudian diredukasi menjadi propionat. Rute
tersebut teramati pada Clostridium propionicum, Bacteroides rumocola, dan
Peptostreptococcus. Pada Propionibacterium dan Veillonella pembentukan propionat
melalui rute yang lebih kompleks(Purwoko,2007).
D. Fermentasi Butirat
Fermentasi butirat dilakukan oleh Clostridium sp. yang merupakan bakteri penghasil
spora heterogenus sebagai sakarolitik dan proteolitik. Tergolong bakteri anaerob. Berbentuk
batang lurus atau agak bengkok dengan ujung bulat, berukuran 0,7 mikron x 5,0 terpisah-
pisah, berpasangan dalam rantai pendek; kadang-kadang membentuk filamen pañjang, dapat
bergerak secara aktif. Spora berbentuk bulat telur, eksentrik atau sub-terminal membentuk
clostridium. Bersifat gram positif yang dapat berubah menjadi gram negatif.
Mengubah susu lakmus menjadi asam, cepat menggumpal dan kehilangan warna.
Tumbuh baik pada suhu antara 30° dan 37° C. Dapat dikucilkan dan keju, susu yang asam,
bahan-bahan nabati berpati yang mengalami fermentasi Asam butirat dan tanah. Dalam
fermentasi menghasilkan asam butirat, asam cukak, butanol dan isopropanol. Clostridium
proteolitik sangat penting untuk mendekomposisi anaerob yang disebut putrefaction.
Clostridium butyricum mampu memfermentasi karbohidrat menjadi butirat dengan produk
lain seperti gas hidrogen, karbondioksida, dan sedikit asetat.
E. Fermentasi Asam Campuran
Enterobacteriaceae (Escherichia, Enterobacter, Salmonella, Klebsiella, dan Shigella)
memfermentasikan glukosa menjadi campuran asam asetat, format,suksinat, etanol, CO2,
dan H2. Semua produk diperoleh dari fosfoenol piruvat (PEP) atau lebih tepatnya suksinat
dari PEP, sedang yang lainnya dari piruvat (piruvat diperoleh dari PEP). Suksinat diperoleh
dari karboksilasi PEP melalui jalur reduktif - asam sitrat (jalur suksinat). PEP diubah
menjadi oksaloasetat oleh PEP karboksilase. Perubahan oksaloasetat menjadi suksinat
melalui rute dan melibatkan enzim yang sama seperti pada perubahan oksaloasetat menjadi
pada fermentasi propionat untuk bakteri Propionibacterium.
Laktat diperoleh langsung dari reduksi piruvat oleh laktat dehidrogenase. Format
diperoleh dari pemecahan piruvat (hasil lain adalah asetil KoA), kemudian dapat diubah
menjadi CO2 dan H2. Asetil KoA dapat diubah menjadi etanol maupun asetat.
Lactobacillus helveticus memfermentasi sitrat dan laktosa menjadi laktat. Akan tetapi,
jika laktosa ditiadakan, terjadi perubahan produk fermentasi, yaitu menghasilkan asetat dan
suksinat, bukan laktat. Asetoin dan diasetil tidak terdektesi pada produk fermentasi
Lactobacillus helveticus. Produksi asetat dari piruvat (hasil konversisitrat) diperantai oleh
NADH oksidase, bukan asetat kinase.

3. Peranan Mikroorganisme Dalam Teknologi Fermentasi


Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis microorganisme baik
bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat
menghasilkan perubahan yang menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan
perubahan yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat,
asamasetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol.

Berdasarkan sumber mikroorganisme, proses fermentasi dibagi 2 (dua) yaitu ;

A. Fermentasi spontan
Fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan
mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi, tetapi mikroorganisme yang berperan aktif
dalam proses fermentasi berkembang baik secara spontan karena lingkungan hidupnya
dibuat sesuai untuk pertumbuhannya, dimana aktivitas dan pertumbuhan bakteri asam laktat
dirangsang karena adanya garam, contohnya pada pembuatan sayur asin.
B. Fermentasi tidak spontan
Fermentasi yang terjadi dalam bahan pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan
mikrorganisme dalam bentuk starter atau ragi, dimana mikroorganisme tersebut akan
tumbuh dan berkembangbiak secara aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk
yang diinginkan, contohnya pada pembuatan tempe dan oncom.

Jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam teknologi fermentasi adalah ;

A. Bakteri Asam Laktat


Dari kelompok ini termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat
sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan
cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan
rasa asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya.
Dua kelompok kecil mikroorganisme dikenal dari kelompok ini yaitu organisme-organisme
yang bersifat homofermentative dan heterofermentative.
Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting hanya menghasilkan asam laktat dari
metabolisme gula, sedangkan jenis-jenis heterofermentatif menghasilk karbondioksida dan
sedikit asam-asam volatil lainnya, alkohol, dan ester disamping asam laktat. Beberapa jenis
yang penting dalam kelompok ini ;
1) Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus cremoris.
Semuanya ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat (coccus) yang terdapat
sebagai rantai dan semuanya mempunyai nilai ekonomis penting dalam industri susu.
2) Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya
terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis ini tercatat sebagai
perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting dalam fermentasi daging dan
sayuran.
3) Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum. Bakteri ini adalah gram positif
berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan atau rantai pendek. Bakteri-bakteri ini
berperanan dalam perusakan larutan gula dengan produksi pertumbuhan dekstran
berlendir. Walaupun demikian, bakteri-bakteri ini merupakan jenis yang penting dalam
permulaan fermentasi sayuran dan juga ditemukan dalam sari buah, anggur, dan bahan
pangan lainnya.
4) Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus
plantarum, Lactobacillus delbrueckii. Organisme-organisme ini adalah bakteri
berbentuk batang, gram positif dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari sel-
selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada jenis-jenis
Pediococcus atau Streptococcus dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada
tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Bakteri-bakteri ini penting sekali
dalam fermentasi susu dan sayuran.
B. Bakteri Asam Asetat
Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif dan ditemukan dalam golongan Acetobacter
sebagai contoh Acetobacter aceti. Metabolismenya lebih bersifat aerobik (tidak seperti
spesies tersebut di atas), tetapi peranannya yang utama dalam fermentasi bahan pangan
adalah kemampuannya dalam mengoksidasi alkohol dan karbohidrat lainnya menjadi asam
asetat dan dipergunakan dalam pabrik cuka.
C. Bakteri Asam Propionat
Jenis-jenis yang termasuk kelompok ini ditemukan dalam golongan Propionibacterium,
berbentuk batang dan merupakan gram positif. Bakteri ini penting dalam fermentasi bahan
pangan karena kamampuannya memfermentasi karbohidrat dan juga asam laktat dan
menghasilkan asam-asam propionat, asetat, dan karbondioksida. Jenis-jenis ini penting
dalam fermentasi keju Swiss.
D. Khamir
Khamir sejak dulu berperan dalam fermentasi yang bersifat alkohol dimana produk
utama dari metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cerevisiae adalah jenis yang
utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir dan anggur dan juga
digunakan untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti.
E. Kapang
Kapang jenis-jenis tertentu digunakan dalam persiapan pembuatan beberapa macam
keju dan beberapa fermentasi bahan pangan Asia seperti kecap dan tempe. Jenis-jenis yang
termasuk golongan Aspergillus, Rhizopus, dan Penicillium sangat penting dalam kegiatan
tersebut. Dalam proses fermentasi, mikroorganisme harus mempunyai 3 (tiga) karakteristik
penting yaitu;
1) Mikroorganisme harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan
lingkungan yang cocok untuk memperbanyak diri.
2) Mikroorganisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologi dan
memilki enzim-enzim esensial yang mudah dan banyak supaya perubahan-perubahan
kimia yang dikehendaki dapat terjadi.
3) Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan harus sesuai supaya produksi
maksimum.

4. Peran Mikroba Dalam Industri Fermentasi


A. Sumber Mikroba untuk Industri
Mikroba yang umum digunakan dalam industri fermentasi terutama tergolong dalam
bakteri dan fungi tingkat rendah yaitu kapang dan khamir. Selain digunakan dalam industri
fermentasi, mikroba juga banyak digunakan untuk tujuan lain, misalnya dalam pengolahan
limbah dan pembersihan bahan-bahan beracun, serta fiksasi nitrogen di bidang pertanian.
Beberapa contoh penggunaan mikroba untuk industri ;
1) Produksi massa sel ; protein sel tunggal untuk makanan ternak dan manusia, pertisida
(Bacillus thuringiensis).
2) Penggunaan bagian-bagian yang penting dari sel ; biokatalis (enzim), antigen
permukaan, protein lamelar untuk filter membran, polisakharida kapsul (kriptoxantin,
xantan, alginat, skleran, kurdlan), pigmen, lipid (untuk biotransformasi lipid).
3) Produksi metabolisme primer ; alkohol, asam organik, asam amino, kofaktor, vitamin
( B12 dan riboflavin), metana, hidrogen.
4) Produksi metabolisme sekunder ; antibiotik, toksin, komponen flavor
B. Isolasi Mikroba
Mikroorganisme yang penting dalam industri fermentasi dapat diperoleh dari berbagai
sumber dialam. Sebagai contoh, bakteri pembentuk spora yaitu Bacillus dan Clostridium
sering ditemukan dari tanah, bakteri asam laktat sering ditemukan pada susu, bakteri asam
asetat sering ditemukan pada sari buah, dan sebagainya.
Untuk mendapatkan isolat mikroba dari suatu bahan yang mengandung campuran
mikroba dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari jenis mikroorganismenya.
Beberapa jenis isolasi :
1) Isolasi pada agar cawan
2) Isolasi dalam medium cair
3) Isolasi sel tunggal.

5. Pemilihan Substrat Fermentasi


A. Pemilihan Substrat
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah, mudah tersedia dan efisien
penggunaannya. Dalam industri fermentasi dimana produk-produknya juga dapat dihasilkan
secara sintetis atau dengan cara lainnya, pemilihan substrat merupakan hal yang kritis.
Sebagai contoh misalnya produksi asam-asam amino (glutamat, lisin, metiamin, dan
sebagainya) serta PST (Protein Sel Tunggal). Pemilihan substrat untuk fermentasi produk-
produk tersebut harus sedemikian rupa sehingga harga produknya dapat bersaing dengan
harga produk yang diproduksi dengan cara lain.
B. Persyaratan Umum Substrat Fermentasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan substrat untuk fermentasi adalah ;
1) Tersedia dan mudah di dapat
2) Sifat fermentasi
3) Harga dan factor harga

Substrat untuk fermentasi harus tersedia sepanjang tahun. Substrat yang berasal dari limbah
tanaman musiman tidak mudah didapat, terutama bila periode pemanenannya pendek dan bahan
tersebut mudah terkontaminasi dan menjadi buruk. Substrat yang baik untuk industri adalah yang
relatif stabil dan dapat disimpan selama beberapa bulan. Jika sebagai substrat digunakan bahan
buangan atau limbah suatu industri, mutu dan komposisinya sering bervariasi tergantung dari proses
yang digunakan sebelumnya.

Harga substrat merupakan faktor penting dalam industry tetapi dalam pemilihan substrat
harus diperhitungkan jumlah karbon yang tersedia yang berbeda pada masing-masing
substrat. Faktor lain yang harus diperhatikan dalam pemilihan substrat adalah kecepatan
aerasi dan atau agitasi, dimana kecepatan ini harus dinaikkkan jika digunakan substrat yang
lebih tereduksi.

C. Substrat Sumber Karbon


1) Molase
Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri fermentasi.
Glukosa dan Sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber karbon karena
harganya mahal, sedangkan limbah industri gula yaitu molase merupakan sumber
karbohidrat termurah. Disamping mengandung sejumlah gula, molase juga mengandung
senyawa bernitrogen, vitamin dan elemen terbatas.
Komposisi molase bervariasi tergantung bahan mentah yang digunakan untuk
produksi gula, misalnya molase gula bit dan gula tebu. Perbedaan mutu molase juga
dipengaruhi oleh lokasi, kondisi iklim dan proses produksi pada masing-masing pabrik.
Selain molase, residu dari sakarifikasi pati yang terkumpul setelah kristalisasi gula juga
sering digunakan sebagai substrat fermentasi. Misalnya molase hidrol adalah limbah
produksi glukosa dari jagung.
2) Pati dan Dekstrin
Sebagai sumber karbon, pati dan dekstrin dapat digunakan langsung oleh
mikroorganisme yang memproduksi amilase. Dalam industri etanol, selain digunakan
sirup glukosa sebagai substrat, sering juga digunakan pati.
3) Selulosa
Selulosa mulai banyak digunakan sebagai substrat fermentasi karena mudah didapat
dan murah harganya. Sumber selulosa pada umumnya dalam bentuk limbah, misalnya
jerami, bongkol jagung, limbah kayu, bagase dan limbah kertas. Biasanya penggunaan
selulose sebagai sumber karbontidak dapat langsung, tetapi harus mengalami hidrolisa
terlebih dahulu secara kimia atau enzimatik.
Sirup glukosa yang dihasilkan dari hidrolisa selulosa dapat digunakan untuk
memproduksi etanol, disamping itu juga produk-produk lain seperti butanol, aseton dan
isopropanol. Sekarang telah banyak digunakan mikroba yang memproduksi selulose
dalam fermentasi selulosa.
4) Ekstrak Malt
Ekstak kecambah barlei merupakan substrat yang baik untuk fungi, khamir dan
actinomycetes. Ekstrak malt kering mengandung 90-92% karbohidrat, terdiri dari
hektosa (glukosa, fruktosa) disakarida (maltosa, sukrosa), trisakharida (maltotriosa) dan
dekstrin.
Komposisi asam amino dari ekstrak malt bervariasi tergantung dari biji-bijian yang
digunakan, tetapi 50% dari jumlah asam amino selalu dalam bentuk protein substrat
yang mengandung ekstrak malt harus disterilisasi secara hati-hati, karena pemanasan
yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi pencoklatan (reaksi Mailard) karena pHnya
rendah dan kandungan gula pereduksi tinggi yang akan bereaksi dengan grup amino dari
amin, asam amino atau protein.
5) Limbah Sulfit
Limbah sulfit dari industri kertas yang merupakan limbah yang mengandung gula
dengan berat kering 9-13% terutama digunakan untuk memperbanyak khamir. Limbah
sulfit dari pohon canifera mengandung 2-3% total gula, dimana 80% dari gula tersebut
adalah hektosa (glukosa, mamosa, galaktosa) dan lainnya adalah pentosa (xitosa,
arabinose).
6) Metanol
Jika dilihat dari kandungan karbonnya, metanol merupakan substrat fermentasi
yang termurah, tetapi hanya dapat dipecah oleh beberapa bakteri dan khamir. Metanol
sering digunakan sebagai substrat untuk produksi protein sel tunggal.
7) Minyak Nabati
Minyak nabati seperti minyak kedelai, minyak biji kapas dan minyak palem
digunakan sebagai substrat tambahan, yaitu ditambahkan kedalam medium dimana
karbohidrat merupakan sumber energy.

6. Produk Teknologi Fermentasi


A. Kecap
Kecap adalah cairan yang berwarna coklat agak kental, mempunyai aroma yang sedap
dan merupakan hasil fermentasi kedelai. Menurut sejarahnya kecap berasal dari negara Cina,
yang kemudian masuk ke Jepang dan beberapa negara Asia lainnya. Sekarang kecap telah
banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan penyedap masakan dan makanan. Proses
pembuatan kecap dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara fermentasi, cara
hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya tetapi yang lebih sering dan mudah dilakukana
dalah dengan cara fermentasi. Pada proses pembuatan kecap melalui dua tahapan yaitu tahap
fermentasi kapang dan fermentasi larutan garam.
1) Fermentasi Kapang. Pada tahap ini, kedelai yang sudah dibersihkan direbus, kemudian
direndam semalam. Setelah direndam kedelai dicuci dan dikupas kulitnya dan kadang-
kadang dilanjutkan dengan perebusan yang kedua. Kedelai kemudian dicampur dengan
tepung tapioka yang telah disangrai lalu dibiarkan pada suhu ruang beberapa hari
sampai ditumbuhi kapang. Pada beberapa pengrajin sering penambahan tepung ini tidak
dilakukan dan kedelai yang telah bersih tadi dibiarkan pada suhu ruang sampai
ditumbuhi kapang. Kemudian kedelai yang telah ditumbuhi kapang tersebut dikeringkan
untuk di proses lebih lanjut. Di Korea, kedelai yang telah ditumbuhi kapang dan telah
dikeringkan tersebut dikenal dengan nama Meju.
2) Fermentasi Larutan Garam. Untuk pembuatan kecap atau tauco, selanjutnya hanya
merendam Meju dalam larutan garam selama beberapa bulan. Pada pembuatan kecap
tradisional di Indonesia, setelah proses penyaringan dilanjutkan dengan proses
pemasakan. Pemasakan dilanjutkan sampai diperoleh produk dengan konsistensi
tertentu (agak kental). Pada tahap pemasakan ini pula dilakukan penambahan bumbu-
bumbu seperti daun salam, pekak, dan lain-lainnya.
Mikroba yang berperan dalam pembuatan kecap adalah kapang jenis Rhizopus sp.,Aspergillus
sp., atau campuran keduanya. Tetapi yang umum digunakan dalam pembuatan kecap adalah
Aspergillus sp. Selain kapang, beberapa mikroba seperti khamir dan bakteri yang tahan garam juga
turut berperan dalam proses fermentasi ini.

Pada prinsipnya pembuatan kecap komponen-komponen dari bahan akan terurai


menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga akan lebih mudah dicerna.
Keuntungan lainnya adalah terbentuknya senyawa cita rasa pada kecap, sehingga produk
tersebut disukai.

B. Nata de Coco
Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di Indonesia
banyak ditumbuhi pohon kelapa. Keindahan jajaran pohon kelapa (nyiur) ini sering
dilukiskan dalam untaian kata maupun lagu. Kelapa memberikan banyak hasil bagi manusia,
misalnya produk kopra yang selanjutnya diolah menjadi minyak. Pada pembuatan kopra,
kelapa dibelah dan dijemur. Sedangkan airnya terbuang percuma sebagai limbah, yang dapat
mencemari lingkungan terutama yang berhubungan dengan kesuburan tanah.
Nata de coco merupakan jenis makanan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter
xylinum.Makanan ini berbentuk padat, kokoh, kuat, putih, transparan, dan kenyal dengan
rasa mirip kolang-kaling. Produk ini banyak digunakan sebagi pencampur es krim, coktail
buah,sirup, dan makanan ringan lainnya.
Nilai gizi makanan ini sangat rendah sekali, kandungan terbesarnya adalah air yang
mencapai 98%. Karena itu, produk ini dapat dipakai sebagai sumber makan rendah energi
untuk keperluan diet. Nata de coco juga mengandung serat (dietary fiber) yang sangat
dibutuhkan tubuh dalam proses fisiologi. Konon, produk ini dapat membantu penderita
diabetes dan memperlancar proses pencernaan dalam tubuh.
Proses pembuatan Nata de coco adalah : Tahap pertama yang dilakukan pada proses
pembuatan Natade Coco alah penyaringan air kelapa dengan kain penyaring untuk
membebaskannya dari kotoran-kotoran yang tidak diinginkan. Kemudian dilakukan
pemanasan sampai mendidih, yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang
mungkin akan mencemari produk yang akan dihasilkan. Dalam pemanasan ini
ditambahkan7,5% gula dari volume air kelapa (75 g gula untuk 1 liter kelapa).
Pendinginan dilakukan pada suhu kamar. Setelah dingin, ditempatkan dalam wadah
steril, tingkat keasamannya diatur dengan menambahkan asam cuka sampai pH 4-5.
Kemudian dilakukan penambahan bakteri starter dan diinkubasi (diperam) selama 2 minggu.
Pada pemeraman ini, wadah ditutup rapat dengan plastik. Suhu pemeraman terbaik adalah
30ºC. Air kelapa akan menggumpal,menghasilkan nata de coco yang telah siap untuk
dipanen.
Selanjutnya dipotong kecil-kecil berbentuk kubus. Potongan-potongan nata de coco
ditiriskan, kemudian direndam dalam air bersih selama 2-3 hari, untuk menghilangkan
asamnya. Setiap hari, air perendam diganti dengan yang baru. Bila pada hari ketiga nata de
coco masih terasa asam, maka perlu dilakukan pemasakan/dididihkan kembali selama 10
menit dan segera tiriskan.
Untuk memaniskan nata de coco dan memperpanjang umur simpannya, maka potongan-
potongan nata harus direndam dalam larutan gula yang dibuat dengan cara melarutkan 600 g
gula kedalam 1,5 liter air, kemudian dipanaskan sampai semua gulanya melarut. Kedalam
larutan gula ini, dapat juga ditambahkan natrium benzoat sebanyak 100 mg untuk setiap
kilogram nata yang terbentuk. Nata dapat direndam selama 1 malam supaya gula dan bahan
pengawet meresap kedalamnya. Untuk mendapatkan aroma yang lebih memikat dapat juga
ditambahkan dengan esensse cukupnya ke dalam larutan gula. Nata kemudian dimasukkan
kedalam botol-botol jar atau bungkus dengan plastik, perbandingan antara nata de coco dan
cairan adalah 3 : 1.
C. Yogurt
Yogurt adalah salah satu produk fermentasi susu yang dibuat dengan menambahkan
starter yang terdiri dari dua jenis bakteri yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus. Kedua jenis bakteri ini merombak laktosa atau gula susu menjadi asam laktat,
yang selain memberi cita rasa khas pada yogurt, juga bersifat sebagai pengawet.
Yogurt merupakan sumber yang baik untuk protein, fosfor, kalsium, magnesium, dan
kalori, tetapi tidak mangandung cukup banyak vitamin C dan zat besi. Proses pembuatan
yogurt sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu bahkan mungkin dimulai saat manusia
mulai mendomestikasi sapi, biri-biri, dan kambing. Keterampilan ini diwariskan turun
menurun dan baru beberapa dasawarsa terakhir berkembang menjadi suatu teknologi selaras
dengan kemajuan dalam bidang mikrobiologi, enzimologi, fisika, keteknikan, kimia, dan
biokimia. Sekalipun demikian proses pembuatan yogurt berdasarkan standar teknologi
industri mutakhir tetap merupakan suatu kombinasi dari seni dan ilmu pengetahuan.
Dalam pembuatan yogurt, starter/inokulum yang digunakan sangat berpengaruh
terhadap produk yang dihasilkan antara lain pembentukan asam dan zat-zat cita rasa serta
karakteristik-karakteristik lainnya. Untuk memahami betul prinsip-prinsip pembuatan yogurt
perlu dipahami tahap-tahap proses dan pengaruhnya terhadap kualitas produk yang
dihasilkan. Pada metode pembuatan yogurt secara tradisional ada beberapa masalah yaitu:
1) Penggunaan starter yang sama secara terus menerus dapat mengubah rasio antara
populasi Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus sehingga akhirnya
terjadi mutasi pada turunan ke 15 sampai 20.
2) Suhu inkubasi yang rendah (suhu ruang) mengakibatkan laju sintesis asam yang lambat
(lebih dari 18 jam) sedangkan inkubasi pada suhu optimum 40ºC-45ºC hanya
memerlukan 2.5 - 3 jam.
3) Dampak negatif dari laju pembentukan asam yang lambat berupa antara lain sineresis
serum susu (whey) yangmenyebabkan kualitas yogurt tidak begitu baik.
4) Kandungan asam laktat yang dihasilkan selama fase fermentasi tidak dapat
dikendalikan.

Walaupun metode tradisional memiliki berbagai masalah namun pada dasarnya metode
pembuatan yogurt mutakhir di industry pangan dikembangkan dari metode tradisional tersebut.
Modifikasiyang dimasukkan adalah sebagai berikut:

1) Penggunaan starter yogurt murni yang dapat diperoleh dari perusahaan-perusahaan yang
memproduksi starter yogurt, bank starter atau lembaga-lembaga penelitian.
2) Pembiakan starter murni tersebut diatas, di perusahaan pembuatan yogurt dalam kondisi
aseptis dan menggunakan susu steril.
3) Pengendalian suhu inkubasi sehingga laju sintesis asam laktat dan lama inkubasi dapat
diprediksi sebelumnya.
4) Pendinginan yogurt pada kadar asam yang dikehendaki dapat dilakukan dengan cepat
sehingga kualitas yogurt yang dihasilkan lebih seragam.
5) Pengendalian proses dengan mudah oleh operator-operatorsemi terampil karena
menggunakan metode analisis instrumen untuk memantau proses fermentasi.
Pembuatan yogurt dapat dilakukan dengan skala produksi harian yang berbeda-beda yaitu:

1) Skala usaha kecil/rumah tangga.


2) Skala usaha menegah yang memproduksi beberapa ratus liter yogurt per hari.
3) Skala usaha besar yang memproduksi beberapa ribu liter yogurt per hari.

Skala produksi berpengaruh terhadap tipe yogurt yang dihasilkan, peralatan dan mesin-mesin
pengolahan yang dipakai maupun tingkat adopsi teknologi yang diperlukan. Pembuatan yogurt
dalam skala kecil dapat dilakukan dengan mudah dengan menggunakan peralatan dapur,
serta dengan pemahaman mendasar tentang proses fermentasi, khususnya perlunya
perlakuan pemanasan susu dan pentingnya melakukan inkubasi pada suhu tertentu.
Keuntungan dari membuat sendiri yogurt di rumah adalah:

1) Tipe susu yang digunakan dapat disesuaikan dengan keinginan antara lain susu segar,
susu segar pasteurisasi, susu segar UHT, susu bubuk fullkrim, atau susu bubuk skim.
Selain susu sapi dapat juga menggunakan susu biri-biri, kambing, kuda, kerbau, dan
sebagainya.
2) Yogurt yang dihasilkan tidak usah ditambahi bahan aditif seperti bahan penstabil,
pengemulsi, ataupun pengawet seperti umum dilakukan pada yogurt komersial.
3) Tingkat keasaman dan kekentalan yogurt yang dihasilkan dapa tdiatur sesuai selera.
4) Yogurt yang dihasilkan tidak perlu dipasteurisasi atau disterilisasi sehingga bakteri
yogurt yang dikonsumsi masih hidup dengan segala khasiatnya bagi kesehatan.

Starter yogurt terdiri dari dua jenis bakteri yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus dalam perbandingan 1 : 1, kedua jenis bakteri hidup dalam simbiosis dan untuk
memperoleh produksi asam yang cepat perbandingan ini harus tetap dipertahankan.

Rasio antara Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dapat


dipertahankan dengan mengatur suhu inkubasi dan persentase inoculum Streptococcus
thermophilus menyukai suhu 40ºC sedangkan Lactobacillus bulgaricus menyukai suhu lebih
tinggi dan waktu inkubasi yang lebih lama. Bila persentase inoculum diturunkan maka
diperlukan waktu inkubasi lebih lama. Starter dapat diperoleh dari:

1) Yogurt komersial polos yang tidak dipasteurisasi.


2) Yogurt buatan sendiri, baiknya yang dibuat sendiri sebelumnya.
3) Yogurt starter kering beku (berbentuk serbuk). Tipe ini diperdagangkan dalam sachet
berisi 10 g. Tipe starter ini tahan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun.

Untuk starter tipe (1) dan (2) di atas dapat langsung dipakai untuk membuat yogurt ataupun
dikembangbiakkan terlebih dahulu, tetapi untuk tipe (3) harus dikembangbiakkan dulu.
Mengembangbiakkan starter sebaiknya dilakukan secara aseptis agarstarter tidak cepat mengalami
degenerasi. Starter kering beku umumnya dapat dipakai sampai 15-20 turunan. Pengembangbiakan
dapat juga dengan menggunakan metode pembuatan yogurt namun akibatnya starter akan lebih cepat
mengalami degenerasi. Uraian dibawah ini adalah metode pengembangbiakan starter dengan cara
steril. Alat-alat yang diperlukan untuk pengembangbiakan starter secara aseptis antara lain:

1) Botol dengan tutup bersekrup untuk menyimpan susu.


2) Panci susu bertutup untuk memasak susu.
3) Alas/pengganjal berupa rak segitiga atau kain serbet yang akan ditempatkan di dasar
panci.
4) Nyala api, dari bunsen, pompa alkohol, atau lilin.
5) Lemari es.
6) Inkubator, botol termos bermulut lebar, kotak stiroporm, atau kotak kayu dengan lampu
40 watt.
7) Termometer (0ºC – 100ºC).

Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan antara lain:

1) liter susu.
2) 5 g kultur murni starter yogurt kering beku atau 45 ml (3 sendok makan) yogurt polos.

Adapun prosedur pengembangbiakan starter antara lain:

1) Cuci semua peralatan dengan larutan detergen, kemudian basuh berulang kali sampai
bersih betul, karena sisa-sisa detergen yang melekat pada peralatan dapat membunuh
inokulum.
2) Sterilkan semua peralatan rumah tangga atau wadah yang akan dipakai dengan cara
mengisinya dengan air mendidih atau dengan jalan mengeringkannya dalam oven pada
suhu 170ºC selama 1 jam.
3) Didihkan susunya dan kemudian dinginkan sedikit, baru tuangkan kedalam botol-botol
steril hingga hampir penuh. Tutup botol-botol tersebut dengan tutup bersekrup, lalu
buka kembali setengah putaran.
4) Letakkan botol-botol berisi susu didalam panci yang terlebih dahulu telah diberi alas
berupa rak segitiga atau tumpukan kain serbet. Isi panci tersebut dengan air hingga batas
permukaan susu dalam botol, lalu pasangkan tutupnya. Selanjutnya didihkan susu
dengan menggunakan api kecil selama 1-2 jam. Selama proses itu, susu tidak boleh
menggumpal atau berubah menjadi berwarna kecoklatan. Bila dalam proses tersebut
susunya menggumpal, buanglah dan ganti dengan susu baru. Bila dalam proses tersebut
berubah warna menjadi kecoklat-coklatan maka lain kali gunakanlah api yang lebih
kecil lagi.
5) Dinginkan susu dalam botol itu secara perlahan-lahan, yaitu dengan cara mengangin-
anginkannya (perhatikan: jangan dinginkan susu tersebut secara cepat, misalnya dengan
memakai es). Setelah dingin, kencangkan tutupnya dan simpan dalam lemari es sampai
saat akan dipakai. Biasanya susu akan tahan kira-kira 5 hari.
6) Inokulasi susu dengan starter. Kumpulkan botol berisi susu yang akan diinokulasi serta
botol berisi starter. Nyalakan api (lampu alkohol, bunsen, dan sebagainya) untuk
mensterilkan udara sekelilingnya. Buka tutup dari botol-botol tersebut (ingat jangan
sampai menyentuh bagian dalam dari tutup-tutup tersebut).
7) Masukkan leler-leher botol tersebut kedalam nyala api, lalu tuangkan sejumlah starter
kedalam botol susu (perhatikan peraturan pemakaian yang diberikan oleh laboratorium
penghasil inokulum tersebut). Usahakanlah agar pada saat menuangkan inokulum
kedalam botol susu, kedua botol tersebut didekatkan pada nyala api. Tutuplah kedua
botol tersebut, lalu botol berisi susu yang akan diinokulasi dikocok agar starter
tercampur merata dalam susunya. Bila menggunakan inokulum berupa yogurt
komersial, gunakanlah 15-30 ml (1-2 sendok makan) per litersusu. Sedangkan untuk
starter kering beku umumnya 5 g untuk tiap liter susu.
8) Inkubasikan botol-botol berisi susu yang telah diinokulasi itu pada45ºC selama 3-4 jam.
Hal ini dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut: Dengan menyimpan botol-botol
itu dalam inkubator yang disetel pada 45ºC. Dengan menyimpan botol susu didalam air
hangat bersuhu 46ºCselama 10 menit (bila perlu panaskan kembali airnya) sampai
temperatur susunya mencapai 46ºC. Selanjutnya pindahkan botol-botol susu itu kedalm
termos berleher besar, dan tuangkan air bersuhu 46ºC tadi kesekelilingnya. Tutup
termosnya dan diamkan selama 3-4 jam. Sebagai ganti termos dapat juga dipakai kotak
stiroform atau kotak kayu berlampu listrik.
9) Setelah 3 jam periksa apakah isi botol telah mengkoagulasi. Bila sudah mengkoagulasi,
keluarkan dari termos, keringkan dengan lap dan simpan segera dalam lemari es. Bila
susu masih tetap cair, panaskan kembali botol berisi susu tersebut hingga 46ºC dan
simpan lagi dalam termos. Air dalam termos juga harus memiliki suhu 46ºC.
Selanjutnya jika ternyata sudah 6 jam masih juga cair, buanglah susu tersebut dan ulangi
dengan menggunakan starter baru.
D. Tauco
Tauco merupakan salah satu jenis produk fermentasi yang telah lama dikenal dan
disukai oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama di Jawa Barat. Karena tauco memiliki
rasa dan aroma yang khas maka tauco sering digunakan pula sebagai flavoring agent.
Pada umumnya tauco dibuat secara spontan, sehingga jenis mikroba yang tumbuh akan
bermacam-macam jenisnya dan keadaan yang demikian ini akan berpengaruh terhadap mutu
dari tauco yang dihasilkan baik dari segi flavor maupun kandungan proteinnya.
Jenis tauco ada dua macam yaitu bentuk kering dan bentuk basah, sedangkan dari
rasanya dibedakan atas yang asin dan yang manis. Perbedaannya terletak dari jumlah air dan
banyaknya gula yang ditambahkan.
Bahan baku yang sering digunakan untuk membuat taucoa dalah kedelai hitam atau
kedelai kuning, tetapi yang sering dan umum digunakan adalah kedelai hitam. Bahan
tambahan untuk pembuatan tauco adalah berbagai jenis tepung seperti tepung terigu, tapung
beras atau tepung beras ketan.
Pada prinsipnya proses pembuatan tauco melalui dua tahapan fermentasi yaitu:
fermentasi kapang dan fermentasi garam. Secara tradisional, kedua tahapan fermentasi
tersebut dilakukan secara spontan dimana mikroba yang berperan selama fermentasi bersal
dari udara sekitarnya atau dari sisa-sisa spora kapang yang tertinggal pada wadah bekas
fermentasi sebelumnya.
Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk membuat tauco meliputi: perendaman,
pencucian, pengukusan, penirisan, penambahan laru, fermentasi kapang, dan dilanjutkan
dengan perendaman dalam larutan garam (fermentasi garam) selanjutnya adalah
penyempurnaan.
Tujuan dari perendaman kedelai pada tahap pertama adalah untuk memudahkan
pengupasan kulit kedelai, mengembangkan biji kedelai dan untuk membantu mempercepat
pengukusan atau perebusan. Perendaman kedelai biasanya dilakukan semalam atau sekitar
20 sampai 22 jam.
Pada pembuatan tauco sering ditambahkan tepung misalnya tepung beras, tepung ketan,
atau tepung terigu. Adapun tujuan dari penambahan tepung ini adalah untuk:
1) Merangsang pertumbuhan kapang
2) Menambah volume produk
3) Menurunkan kadar air
4) Sumber lignin, glikosida, dan asam glutamate.

Selama proses fermentasi kapang mikroba yang berperan adalah kapang dari jenis AspergillusI
yaitu A. oryzae atau dari jenis R.oryzae dan R. oligosporus. Diantara kapang-kapang
tersebut yang lebih sering digunakan dalam pembuatan tauco adalah kapang A. oryzae.
Penggunaan kapang yang berbeda akan berpengaruh pada mutu dari tauco yang dihasilkan.
Mikroba yang aktif dalam fermentasi garam adalah Lactobacillus delbrueckii, Hansenula
sp., dan Zygosaccharomyces yang dapat tumbuh secara spontan.

Selama proses fermentasi baik fermentasi kapang maupun fermentasi garam akan terjadi
perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi karena aktivitas dari mikroba
tersebut. Selama fermentasi kapang, kapang yang berperan akan memproduksi enzim seperti
enzim amilase, enzim protease, dan enzim lipase.

Dengan adanya kapang tersebut maka akan terjadi pemecahan komponen-komponen


dari bahan tersebut. Produksi enzim dari kapang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah waktu fermentasi atau waktu inkubasi. Bila waktunya terlalu lama maka
akan terjadi pembentukan spora kapang yang berlebihan dan ini akan menyebabkan
terbentuknya cita rasa yang tidak diinginkan.

Selama proses fermentasi garam, enzim-enzim hasil dari fermentasi kapang akan
memecah komponen-komponen gizi dari kedelai menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana. Protein kedelai akan diubah menjadi asam amino, sedangkan karbohidrat akan
diubah menjadi senyawa organik. Senyawa-senyawa tersebut kemudian akan bereaksi
dengan senyawa lainnya yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan
alkohol. Reaksi antara asam-asam organik dan etanol (alkohol) lainnya akan menghasilkan
ester-ester yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma. Adanya reaksi antara
asam amino dengan gula akan menyebabkan terjadinya pencoklatan yang akan
mempengaruhi mutu produk secara keseluruhan.

E. Tempe
Pembuatan tempe dapat dilakukan dengan berbagai cara dan diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Cara Sederhana
Cara sederhana adalah cara pembuatan tempe yang biasa dilakukan oleh para
pengrajin tempe di Indonesia. Kedelai setelah dilakukan sortasi (untuk memilih kedelai
yang baik dan bersih) dicuci sampai bersih, kemudian direbus yang waktu perebusannya
berbeda-beda tergantung dari banyaknya kedelai dan biasanya berkisar antara 60-90
menit.
Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam. Setelah perendaman,
kulit kedelai dikupas dan dicuci sampai bersih.Untuk tahap selanjutnya kedelai dapat
direbus atau dikukus lagi selama 45-60 menit, tetapi pada umumnya perebusan yang
kedua ini jarang dilakukan oleh para pengrajin tempe. Kedelai setelah didinginkan dan
ditiriskan diberi laru tempe, dicampur rata kemudian dibungkus dan dilakukan
pemeraman selama 36-48 jam.
2) Cara Baru
Pada prinsipnya cara pembuatan tempe dengan cara baru sama dengan cara yang
lama atau tradisional dan perbedaannya adalah terletak pada tahap pengupasan kulit
kedelai. Dimana pada cara lama (tradisional) kedelai direbus dan direndam bersama
kulitnya atau masih utuh sedangkan pada cara yang baru sebelumnya kedelai telah
dikupas kulitnya (kupas kering) dengan menggunakan alat pengupasan kedelai. Tahap-
tahap selanjutnya sama dengan cara tradisional.
Tempe yang dibuat dengan cara baru warnanya (warna kedelai) lebih pucat bila
dibandingkan dengan cara lama. Hal ini disebabkan karena pada cara baru kedelai
direbus dan direndam dalam keadaan sudah terkupas kulitnya sehingga ada zat-zat yang
larut.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah sebagai berikut:

1) Oksigen. Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu
cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas
yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong
plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi
lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
2) Uap air. Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk
pertumbuhannya.
3) Suhu. Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu
dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27ºC). Oleh karena itu, maka pada waktu
pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4) Keaktifan Laru. Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang
keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum
terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.

Untuk membuat tempe dibutuhkan inokulum atau laru tempe atau ragi tempe. Laru tempe dapat
dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung atau yang menempel pada daun waru dan
dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan cara menumbuhkan spora
kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan yang akan digunakan untuk
sporulasi dapat bermacam-macam seperti tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.

Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat dibedakan atas:
inokulum murni tunggal, inoculum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun
perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam
laru tersebut. Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus
oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain
kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella. Selain bakteri
Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe
diantaranya adalah: Bacillus sp.,Lactobacillus sp., Pediococcus sp.,Streptococcus sp., dan
beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada
tempe merupakan kontaminan, sehingga halini tidak diinginkan.

Pada tempe yang berbeda asalnya sering dijumpai adanya kapang yang berbeda pula
(Dwidjoseputro dan Wolf, 1970). Jenis kapang yang terdapat pada tempe Malang adalah R.
oryzae.,R.oligosporus.,R. arrhizus dan Mucor rouxii. Kapang tempe dari daerah Surakarta
adalah R. oryzaei dan R. stolonifer sedangkan pada tempe Jakarta dapat dijumpai adanya
kapang Mucor javanicus.,Trichosporonpullulans.,A.niger dan Fusarium sp. Masing-masing
varietas dari kapang Rhizopus berbeda reaksi biokimianya, hal ini terutama disebabkan
adanya perbedaan dari enzim yang dihasilkan. Pektinase hanya disintesa oleh R. arrhizus
dan R. Stolonifer. Sedangkan enzim amilase disintesa oleh R. oligosporus dan R. oryzae
tetapi tidak disintesa oleh R. arrhizus.

Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun
kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan
menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan.
Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami
peningkatan. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang
telah difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi
karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah
larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang.

Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang.
Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam
fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40
jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64% (Sudarmaji dan Markakis, 1977).
Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempe adalah berkurangnya
kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan terus berlangsung
sampai fermentasi 72 jam. Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami
peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72
jam (Murata et al., 1967). Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama
fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin (Shurtleff dan
Aoyagi).
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa fermentasi adalah
proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum,
fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi terdapat defenisi yang lebih
jelas yang mendefenisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan
tanpa akseptor elektron eksternal. Fermentasi dalam pemrosesan bahan pangan adalah
pengubahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida atau asamamino organik
menggunakan ragi, bakteri, fungi atau kombinasi dari ketiganya di bawah kondisi anaerobik.
Asam laktat dan fermentasi alkohol terjadi di sitosol. Glikolisis adalah langkah pertama dari
asam laktat dan fermentasi alkohol, yang menghasilkan piruvat. Fermentasi asam laktat
menghasilkan molekul asam laktat dari piruvat sementara fermentasi alkohol menghasilkan
etanol dan karbon dioksida dari piruvat. Perbedaan utama adalah produk dari masing-masing
fermentasi.
2. Saran
Dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi maupun dari
penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca agar
makalah yang akan dibuat kedepannya lebih baik dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Debby Sumanti,Ir,MS, “Materi Teknologi Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Hasil


Pertanian.” ( www.teknologi fermentasi.com). (Diakses pada tanggal 26 Januari 2021).

https://www.academia.edu/31986121/MAKALAH_BIOTEKNOLOGI_FERMENTASI_OLEH_
eppy_manu . (Diakses pada tanggal 26 Januari 2021).

https://www.academia.edu/40816994/MAKALAH_TEKNOLOGI_FERMENTASI_METABOL
ISME_BERBAGAI_PROSES_FERMENTASI . (Diakses pada tanggal 26 Januari 2021).

https://www.academia.edu/4856004/TEKNOLOGI_FERMENTASI . (Diakses pada tanggal 26


Januari 2021).

Dwidjoseputro,D,1994,” Dasar-Dasar Mikrobiologi” edisi ke-12,Djambatan,Jakarta. (Diakses


pada tanggal 26 Januari 2021).

Anda mungkin juga menyukai