Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TEKNOLOGI PANGAN

“Konsep Teknologi Fermentasi Produk Pangan”

Dosen Pembimbing: Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Anggota Kelompok:

Mayang Resty Muliani

Nahda Fitriah

Ni Ketut Susanti

Nur Laily Rahmawati

Rahmadhayanti

Septi Nur Islami

Prodi:

Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pertama-tama Saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan
berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya lah Saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Konsep Teknologi Fermentasi Produk Pangan”. Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan
kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Serta kepada para keluarga, sahabat dan
pengikut beliau hingga akhir zaman.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, baik secara moril maupun materil sehingga
tersusunlah makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangannya, baik
dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
wawasan kami. Oleh sebab itu, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat, bagi pembaca pada umumnya dan untuk kami pada khususnya.

Akhir kata kami berharap agar Makalah Teknologi Pangan dengan judul yang telah disebutkan di
atas dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Banjarbaru, Januari 2021

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus selalu tersedia dalam
jumlah yang cukup, mutu yang memadai, dan harga terjangkau untuk dapat menjamin
kelangsungan hidup. Bahan pangan umumnya mudah rusak baik disebabkan oleh
pengaruh cuaca, serangan serangga maupun mikroba terutama yang dapat memproduksi
toksin mematikan. Oleh karena itu, perlu dipikirkan teknologi tepat guna yang dapat
mencegah kerusakan berlanjut.

Fermentasi adalah proses disimilasi anaerobik senyawa-senyawa organic oleh


aktifitas mikroorganisme atau ekstrak dari sel-sel tersebut antara lain fermentasi alkohol
dan fermentasi asam laktat atau reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem biologi yang
menghasilkan energy dengan senyawa-senyawa organik yang berperan sebagai donor dan
aseptor elektron. Secara umum, fermentasi adalah sebagai hasil kegiatan beberapa
jenismikroorganisme di antara beribu-ribu jenis bakteri (Buckle, K.A. et al, 2013.

Fermentasi dapat dikategorikan sebagai salah satu cara pengawetan. Pengawetan


dengan cara fermentasi dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk
dan menumbuhkan mikroorganisme yang berguna secara efektif. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme
tersebut dengan mengatur kondisi lingkungan seperti suhu, oksigen, dan pH. Fermentasi
secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobic karbohidrat
yang menghasilkan alcohol serta beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang
menggunakan substrat protein dan lemak.

Penerapan metode fermentasi yang banyak digunakan diantaranya adalah


fermentasi alcohol dan fermentasi asam laktat. Fermentasi alcohol dan fermentasi asam
laktat memiliki perbedaan pada produk akhir yang dihasilkan. Produk akhir fermentasi
alcohol berupa etanol dan CO^2, sedangkan produk akhir fermentasi asam laktat berupa
asam laktat (Lehninger, 1994).

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan panan


dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan
keawetan pangan dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan
produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan
pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi
ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dll)
sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan yoghurt).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu fermentasi
2. Bagaimana sejarah dari perkembangan fermentasi
3. Klasifikasi fermentasi
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses fermentasi
5. Apa peranan mikroorganisme dalam bahan pangan olahan fermentasi
6. Apa saja bahan pangan hasil dari proses fermentasi

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu fermentasi
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana sejarah dari perkembangan fermentasi
3. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari fermentasi
4. Untuk mengetahui dan memahami apa saja faktor yang mempengaruhi proses
fermentasi
5. Untuk mengetahui dan memahami apa peranan mikroorganisme dalam bahan pangan
olahan fermentasi
6. Untuk mengenal dan mengetahui apa saja bahan pangan hasil dari proses fermentasi
BAB II
ISI

A. Pengertian Fermentasi

Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan. Fermentasi adalah
proses produksi energy dalam sel dalam keadaan anaerobic (tanpa oksigen). Secara umum,
fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobic. Fermentasi aerobic adalah fermentasi
yang memerlukan oksigenm sedangkan fermentasi anaerobic tidak memerlukan oksigen
(Fardiaz, 1992). Fermentasi merupakan pengolahan substrat menggunakan peranan mikroba
(jasad renik) sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki (Muhiddin et al, 2001). Produk
fermentasi berupa biomassa sel, enzim, metabolit primer maupun sekunder atau produk
transformasi (biokonvensi) (Ryandini et al, 2005).

Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada substrat organic melalui
aktifitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses fermentasi
dibutuhkan starter sebagai mikroba yang akan ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan
populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media
fermentasi (Prabowo, 2011).

Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu spontan dan tidak spontan.
Fermentasi spontan adalah yang tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau
ragi dalam proses pembuatannya. Sedangkan fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang
ditambahkan starter dalam proses pembuatannya. Mikroorganisme tumbuh dan berkembang
secara aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan dalam proses
fermentasi (Sulistyanngrum, 2008). Hidayat dan Suhatni (2013), menambahkan faktor yang
mempengaruhi proses fermentasi adalah suhu, pH awal fermentasi, inokulum, substrat dan
kandungan nutrisi medium.

B. Sejarah Perkembangan Fermentasi


1. Tahap pertama industri fermentasi dimulai sebelum tahun 1900, yaitu mulai pembuatan
alkohol dan vinegar. Tahun 1837, C. Latour, Th. Schwanndon dan F. Kutzing secara
terpisah menemukan bahwa zat gula mengalami fermentasi alkohol selalu dijumpai
adanya khamir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan gula menjadi alkohol dan
CO2 merupakan fungsi fisiologis dari sel khamir tersebut. Teori biologis ini ditentang
oleh Jj. Berzelius, J. Liebig dan F. Wahler. Mereka berpendapat bahwa fermentasi dan
pembusukan merupakan reaksi kimia biasa. Hal ini dapat dibuktikan pada tahun 1812
telah berhasil disintesis senyawa organik urea dari senyawa anorganik. Pasteur banyak
meneliti tentang proses fermentasi (18751876). Suatu saat perusahaan pembuat anggur
dari gula bit, menghasilkan anggur yang masam. Berdasarkan pengamatannya secara
mikroskopis, sebagian dari sel khamir diganti kedudukannya oleh sel lain yang berbentuk
bulat dan batang dengan ukuran sel lebih kecil. Adanya sel-sel yang lebih kecil ini
ternyata mengakibatkan sebagian besar proses fermentasi alkohol tersebut didesak oleh
proses fermentasi lain, yaitu fermentasi asam laktat. Dari kenyataan ini, selanjutnya
dibuktikan bahwa setiap proses fermentasi tertentu disebabkan oleh aktivitas mikroba
tertentu pula, yang spesifik untuk proses fermentasi tersebut. Sebagai contoh fermentasi
alkohol oleh khamir, fermentasi asam laktat oleh bakteri Lactobacillus dan fermentasi
asam sitrat oleh jamur Aspergillus. Di arab, produksi dalam skala besar dimulai tahun
1700. Pengembangan proses dengan menggunakan thermometer dimulai tahun 1757 dan
pemindahan panas pada tahun 1801. Pada pertengahan abad 19, fungsi khamir dalam
fermentasi alkohol mulai dikembangkan. Pada akhir abad 19 mulai digunakan kultur
murni pada pembuatan starter. Vinegar pada mulanya dihasilkan dari oksidasi wine
karena perkembangan mikroba liar. Perkembangan kemudian dengan menggunakan
generator yang diikuti dengan medium penyangga. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20
mulai digunakan medium yang dipasteurisasi dan ditambah 10% vinegar yang baik untuk
menjadikan asam dan mencegah kontaminasi. Jadi konsep proses mulai dikembangkan
pada awal abad 20.
2. Tahap kedua yaitu pada tahun 1900-1940 dengan mulai dikembangkan produk baru
seperti massa sel khamir, gliserol, asam sitrat, asam laktat dan aseton-butanol. Pembuatan
ragi roti merupakan proses aerob sehingga sel tumbuh cepat. Jika oksigen tidak ada maka
yang dihasilkan alkohol dan bukan sel khamir. Masalah pembatas adalah konsentrasi
wort awal, karena pertumbuhan sel dibatasi oleh kemampuan penggunaan sumber karbon
daripada oksigen. Pertumbuhan sel juga dipengaruhi oleh penambahan wort dalam
jumlah kecil selama proses. Teknik ini sekarang disebut sebagai kultur fed batch dan
secara luas digunakan dalam fermentasi industri dengan oksigen sebagai pembatas.
Perkembangan fermentasi aseton butanol secara aseptis selama perang dunia II dipelopori
oleh Weizmann.
3. Pada tahap ketiga mulai dihasilkan penisilin pada kultur submerged secara aseptis.
Produksi penisilin secara aerob sangat mudah mengalami kontaminasi, terutama
pemasukan udara dalam skala besar. Program pengembangan strain dilakukan dalam
pilot plant. Pada tahap ini (1940 sampai sekarang) banyak ditemukan prosesproses baru
diantaranya antibiotik yang lain, vitamin, giberelin, asam amino, enzim dan transformasi
steroid.
4. Tahap keempat (1960 sampai sekarang), sejumlah perusahaan besar meneliti tentang
produksi protein sel tunggal untuk ternak. Tahap ini merupakan pengembangan tahap ke
tida dengan skala lebih besar, dengan kemungkinan harga jual yang lebih rendah. Mulai
tahap ini semakin diperhatikan kontrol peralatan dan proses menggunakan kontrol
komputer dan mulai dilakukan penelitian strain yang digunakan melalui rekayasa genetik.
5. Tahap kelima (1979 sampai sekarang) mulai diteliti dan diproduksi senyawaan yang tidak
umum dihasilkan mikroba seperti interferon, insulin dengan manipulasi genetik. Produksi
konvensional juga dapat ditingkatkan melalui rekayasa genetik. Perkembangan tahap ini
semakin canggih sesuai perkembangan bioteknologi.
C. Klasifikasi Fermentasi
1. Fermentasi Asam Laktat
Urut-urutan jenis bakteri asam laktat pada proses fermentasi ditentukan terutama
oleh toleransinya terhadap asam. Misalnya pada susu, Streptococcus liquifaciens, S.
lactis, dan Streptococcus cremoris akan mengalami penghambatan jika kandungan
asam laktat telah mencapai sekitar 0,7 – 1,0 %. Pada saat itu, bakteri-bakteri tersebut
akan kalah berkompetisi dengan jenis bakteri yang lebih tahan asam; misalnya
Lactobacillus casei(tahan sampai 1,5 –2,0 % asam laktat) dan Lactobacillus bulgaricus
(2,5 –3,0% asam laktat). Demikian juga pada fermentasi sayur asin, Lactobacilli adalah
penghasil asam yang lebih kuat daripada Streptococci. Diantara empat kelompok
bakteri asam laktat, spesies-spesies Streptococcus dan Pediococcus adalah bersifat
homolaktat, Leuconostocsp. Merupakan heterolaktat, sedangkan Lactobacillussp.
Bervariasi tergantung dari strain masing-masing.

Pada proses fermentasi bahan pangan yang berasam rendah (misalnya susu dan
daging), inokulum ditambahkan untuk memberikan jumlah mirkroorganisme yang
cukup, sehingga akan mencapai jumlah yang besar dalam jumlah yang lebih singkat
(memperpendek masa fermentasi) dan sekaligus menghambat pertumbuhan bakteri
pathogen dan pembusuk. Pada proses fermentasi yang lain, penambahan inokulum ini
tidak diperlukan karena jumlah mikroorganisme pada flora normal bahan pangan telah
mencukupi untuk menurunkan pH secara cepat, sehingga menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain yang tidak dikehendaki.
a. Produk Fermentasi Daging
Sosis fermentasi (misalnya salami, pepperoni dan bologna) diproduksi dari
campuran daging yang halus, rempah-rempah, garam kiuring (sodium nitrit/nitrat),
garam dan gula. Daging tersebut dimasukkan dalam selongsong sosis (sausage
casing), kemudaian difermentasi dan akhirnya dipasteurisasi pada suhu 65 – 68oC
selama 4-8 jam, dikeringkan dan kemudian disimpan pada suhu rendah (4-7oC).
Proses ini menghasilkan produk sosis yang awet.
b. Produk Fermentasi Sayur-Sayuran
Produk fermentasi dari sayur-sayuran yang terkenal adalah acar ketimun, sayur asin
dan lain-lain. Proses fermentasi sayur-sayuran ini sangat sederhana. Setelah dicuci,
ketimun atau sayur-sayuran lain tersebut direndam dalam air garam (2.5-6%
berat/berat) yang akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Sekaligus,
pada proses ini kontak udara sebisa mungkin dikurangi dengan cara menutup panci
perendam dengan rapat dan air rendaman dibiarkan penuh sehingga tidak ada ruang
udara tersisa. Dengan demikian kondisi fermentasi dapat bersifat anerobik. Dengan
cara ini, secara alami akan menyebabkan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat
secara bergiliran sesuai dengan nilai pH. Pada kondisi tersebut (relatif anaerobik)
akan terbentuk asam laktat sekitar 1%.

Sedangkan produk fermentasi dari buah yang terkenal adalah anggur buah.
a. Sayur Asin
Sayur asin merupakan produk olahan sayuran yang mempunyai rasa khas. Sayur
asin dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin sebagai
bahan pertumbuhan bakteri.Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk
memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak. Sayurasin
ini selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti: genjer, kubis dan
lain-lain.
b. Sauerkraut
Sayuran ini diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagai zat
pengawetnya. Proses pembuatannya sebenarnya agak begitu jauh berbeda
dengan sayur asin, hanya saja ukurannya setelah layu diiris tipis-tipis. Tujuan
pengolahan ini selain mengawetkan sayuran juga dapat meningkatkan rasa
sayuran itu. Kol atau kubis merupakan sayuran yang paling umum diolah jadi
sauerkraut, karena jenis sayuran ini banyak ditanam di Indonesia. Selain kubis,
sayuran lain yang dapat diolah menjadi sauerkraut antara lain: sawi, kangkung,
genjer, dan lain-lain.
c. Anggur Buah
Anggur buah adalah jenis minuman saribuah yang dibuat dengan cara peragian.
Proses peragian berlangsung selama 7 – 15 hari. Kandungan gula pada bahan
diubah menjadi alkohol oleh ragi. Ragi tersebut mulai bekerja aktif bila terlihat
ada gelembung-gelembung udara. Pada proses ini, bahan-bahannya harus
ditempatkan dalam botol yang tertutup rapat (tanpa udara). Buah yang biasa
dibuat anggur antar lain: pisang klutuk (biji), ambon, raja, tawi dan jenis pisang
lainnya; serta buah nenas, jambu, apel, mangga, pala, dan lain-lainnya. Namun
produk anggur pisang yang paling baik adalah dari jenis pisang klutuk (pisang
biji), karena buah pisang ini rasanya lebih manis dan baunya lebih harum.
Pisang inipun mudah didapat, karena sering dijumpai tumbuh dipinggir-pinggir
sungai sebagai tanaman liar, dan harganyapun sepertiga lebih murah dari jenis
pisang lainnya.

2. Fermentasi Alkohol
Produk fermentasi tradisional seperti tape dan brem merupakan contoh-contoh
produk fermentasi alkohol. Sesuai dengan namanya, fermentasi alkohol akan
mengkonversi pati (karbohidrat) menjadi alkohol sebagai hasil akhir utamanya. Proses
Pada umumnya produk alkohol yang diproduksi adalah etanol, dan karenanya
mempunyai pengaruh pengawetan
a. Fermentasi Biji-Bijian: Tempe
Produk fermentasi dari biji-bijian cukup banyak dikenal. Sebagi contoh akan
dikemukakan tempe, salah satu produk fermentasi tradisional yang cukup
terkenal di Indonesia. Tempe merupakan sumber protein nabati yang sangat
potensial. Pada umumnya bahan baku dari tempe adalah kacang kedelai dan
produk tersebut dikenal dengan tempe kedalai. Bahan baku lainnya juga dapat
digunakan untuk membuat tempe, terutama adalah koro benguk (tempe
benguk), ampas tahun tempe gembus, kecipir (tempe kecipir), ampas kelapa
(tempe bongkrek) dan lain-lainnya.

b. Produk Fermentasi Susu (Yoghurt dan Yakult)


Yoghurt, yakult dan sejenisnya merupakan produk fermentasi susu.
Berdasarkan pada tingkat keasamannya produk-produk fermentasi susu ini
dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu a) berasam rendah; misalnya susu krim
dan susu mentega; b) berasam sedang; misalnya yoghurt, yakult dan susu
asidofilus; c) berasam tinggi; misalnya susu bulgarikus; dan d) mengandung
campuran asam dan alkohol, misalnya ketir. Diantara produk-produk
fermentasi susu tersebut, yoghurt merupakan produk yang paling dikenal luas.

Susu yang digunakan untuk pembuatan yoghurt umumnya susu murni, susu
bubuk atau susu kental. Jika digunakan susu murni biasanya susu dikentalkan
sehingga volumenya berkurang 15 sampai 20%. Jika yoghurt dibuat dari susu
bubuk, maka susu direkonstitusi (dilarutkan dalam air) dengan konsentrasi 10
– 12%. Pemanis yang umumnya digunakan adalah sukrosa tetapi bisa juga
digunakan sirup jagung atau madu. Dalam proses pembuatan yoghurt
seringkali ditambahkan buah-buahan yang telah dihaluskan sebanyak 15 –
20%. Proses fermentasi yoghurt dapat dilakukan pada suhu 37oC selama 24
jam atau pada suhu lebih tinggi yaitu 45oC selama 3-4 jam. Yoghurt yang
baik mempunyai nilai total asam 0.90 – 0.95 persen; pH antara 3,8 – 4,6;
dapat diambil dengan sendok tanpa meninggalkan cairan (whey), tekstur
lembut dan tanpa butiran atau granula yang kasar. Selam proses fermentasi
yoghurt, bakteri asam laktat akan merubah gula susu (laktosa) menjadi asam
laktat dan asam-asam lain sehingga susu menjadi asam dan mempunyai
citarasa khas. Kedua kultur startet untuk pembuatan yoghurt ditumbuhkan
secara terpisah dalam susu skim yang telah direkonstitusi (10%) dan dicampur
pada waktu akan dipakai.

D. Faktor yang mempengaruhi Proses Fermentasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi yaitu :
1. Derajat Keasaman (pH)
pH optimum untuk proses fermentasi antara 4,5-5, pada pH 3 proses fermentasi akan
berkurang kecepatannya. Hal tersebut dikarenakan pH mempengaruhi efektivitas
enzim yang dihasilkan mikroorganisme dalam membentuk kompleks enzim substrat.
Selain itu, perubahan pH dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi sehingga
menurunkan aktivitas enzim (Poedjiadi dan Titin, 2006).
2. Mikroorganisme
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang
digunakan sebagai medium. Sebagai contoh untuk memproduksi alcohol dari pati dan
gula digunakan S.cerevisiae dan kadang juga digunakan S.elliopsoides, untuk bahan-
bahan yang mengandung laktosa menggunakan Candida pseudotropicalis sedangkan
untuk bahan-bahan yang mengandung selulosa dengan menggunakan Candida
shehatae, Clostridium thermocellum, Aspergillus sp dan lain sebagainya. Seleksi
tersebut bertujuan untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan
cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi yang tinggi serta mampu
menghasilkan alcohol dalam jumlah yang banyak dan tahan terhadap alcohol
(Budiyanto, 2004).
3. Suhu
Suhu fermentasi akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Sampai pada suatu
titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik mikroba meningkat sejalan dengan
meningkatnya suhu. Hal ini dikarenakan substrat akan bertumbukan dengan tempat
aktif lebih sering ketika molekul itu bergerak lebih cepat (Campbell dkk , 2002).
4. Waktu
Waktu yang digunakan untuk fermentasi tergantung pada jenis substrat, suhu, pH
fermentasi dan mikroorganisme yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh
Reddy dkk (2010) tentang pembuatan bioethanol dari daun pisang menggunakan
bakteri C. thermocellum menunjukkan bahwa kadar bioethanol tertinggi yaitu 22%
dicapai pada lama fermentasi 5 hari.
5. Media
Media merupakan salah satu faktor penting dalam fermentasi karena mikroba dapat
hidup, tumbuh, dan berkembang biak serta dapat mensintesis produk dalam media
tersebut. Oleh karena itu, media harus dipersiapkan kandungan bahan-bahan yang
memenuhi syarat dan cukup untuk berkembang biak dan dirubah untuk menjadi
produk. Mikroba memerlukan karbon dan nitrogen. Unsur karbon dapat
meningkatkan energy dan biosintesis sehingga persediaan sumber karbon yang cukup
dibutuhkan untuk proses fermentasi. Sedangkan sumber nitrogen diperlukan oleh
mikroba untuk mempercepat pertumbuhan sel dalam proses fermentasi. (Trismillah
dan Sumaryanto, 2005).
E. Mikroorganisme dalam Bahan Pangan Olahan Fermentasi
Fermentasi dimanfaatkan untuk mengubah bahan organik yang terkandung dalam
bahan pangan menjadi bentuk lain yang memiliki manfaat dan nilai tambah dengan
bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme memiliki kemampuan menghasilkan senyawa
metabolit primer dan metabolit sekunder dalam kondisi lingkungan yang dikontrol.
Fermentasi bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan, khususnya pangan yang mudah
rusak dan bersifat musiman. Aktivitas enzimatis mikroba akan memecah komponen
pangan selama proses fermentasi. Enzim amilase, protease dan lipase yang terdapat
dalam mikroba akan menghidrolisis komponen pangan menjadi komponen yang lebih
sederhana seperti asam, alkohol, karbondioksida, peptide, asam amino, asam lemak dan
komponen lainnya.

Fermentasi secara biokimia dapat diartikan sebagai metabolisme yang


berlangsung anaerob (kondisi tidak membutuhkan oksigen), yaitu proses pemecahan
bahan organik, khususnya glukosa dan bahan organik lainnya, baik bertindak sebagai
donor elektron maupun akseptor elektron dan sejumlah energi dalam bentuk ATP akan
dihasilkan pada proses ini. Beberapa bakteri yang bersifat anaerob fakultatif mampu
melakukan proses fermentasi tanpa ketersediaan oksigen yang berfungsi sebagai akseptor
electron. Fermentasi dari sudut industri mikrobiologi diartikan sebagai semua proses
yang melibatkan penggunaan mikroba di dalamnya dalam skala besar tanpa
memperhatikan proses biokimia yang terjadi pada mikroba itu sendiri.

Mikroorganisme memiliki peran dalam sangat penting dalam proses fermentasi


karena memiliki enzim yang dibutuhkan. Mikroorganisme yang digunakan menentukan
produk akhir yang dihasilkan, baik yang berupa produk kimianya maupun produk
komersialnya. Perbedaan ini menjadi penciri identifikasi dari mikroba tersebut. Produk
kimia yang dihasilkan dari proses fermentasi diantaranya asam laktat (Steptococcus,
Lactobacillus), alcohol (Zymomonas, Saccharomyces), asam propionate
(Propionibacterium), 2,3-butanediol (Enterobacter, Serratia, Bacillus) dan asam butirat
(Clostridium) (Harley & Prescott, 2002). Produk komersial yang dihasilkan dari
fermentasi diantaranya tempe (Rhizopus oryzae), tape (Chlamydomucor oryzae,
Endomycopsis burtonii), cider/sari buah (Saccharomyces cerevisiae) (Fellows, 2006).

Sekitar 80% pangan hasil fermentasi dihasilkan dari proses fermentasi yang
berlangsung secra alami. Selama proses berlangsung dimungkinkan mengandung
mikroorganisme fungsional, nonfungsional, dan bahkan yang bersifat pathogen. Bakteria
pathogen yang umumnya ditemui pada pangan olahan fermentasi salah satunya adalah
Yersinia enterocolitica, Bacillus cereus, Clostridium botulinum (Lindqvist and Lindblad
dalam Tamang et. al, 2015).
F. Bahan Pangan Hasil dari Proses Fermentasi
1. Fermentasi pangan dari bahan protein nabati

Tempe Diagram Alir Tempe

2. Fermentasi pangan dari bahan protein hewani

Keju Foto Diagram Keju


Yoghurt Foto Diagram Yoghurt

3. Fermentasi Bahan Pangan Dari Bahan Berpati

Tape Singkong Tape Diagram Singkong


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Fermentasi merupakan pengolahan substrat menggunakan peranan mikroba (jasad renik)


sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki (Muhiddin et al, 2001). Fermentasi dapat
dikategorikan sebagai salah satu cara pengawetan. Pengawetan dengan cara fermentasi dapat
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan menumbuhkan mikroorganisme
yang berguna secara efektif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan kondisi yang
cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme tersebut dengan mempertimbangkan beberapa faktor
seperti: pH, pemilihan mikroorganisme, suhu, waktu dan media.
Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu spontan dan tidak spontan. Fermentasi
spontan adalah yang tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi dalam
proses pembuatannya. Sedangkan fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang ditambahkan
starter dalam proses pembuatannya. Penerapan metode fermentasi yang banyak digunakan
diantaranya adalah fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat. Fermentasi alcohol dan
fermentasi asam laktat memiliki perbedaan pada produk akhir yang dihasilkan. Produk akhir
fermentasi alcohol berupa etanol dan CO^2, sedangkan produk akhir fermentasi asam laktat
berupa asam laktat (Lehninger, 1994).
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan panan dengan
menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan
dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan
karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan
nilai yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, M.A.K. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.


Campbell, N.A. Jane, B.R. dan Lawrence, G.M. 2002. Biologi. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Hidayat, Nur, Masdiana dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Penerbit
Andi
Poedjiadi, A dan Titin, S. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Sulistyaningrum, L. S. 2008. Optimalisasi Fermentasi Asam Kojat oleh Galur Mutan Aspergillus
Flavus NTGA7A4UVE10. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Departemen Farmasi. Universitas Indonesia.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA Press.
Trismillah dan Sumaryanto. 2005. Pengaruh Kadar Nitrogen dalam Media pada Pembuatan
Protease Menggunakan Bacillus Megateriusm Dsm 319. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, Vol. 3, No. 1: 9-12.

Anda mungkin juga menyukai