Anda di halaman 1dari 10

Makalah Interaksi Obat dan Makanan

Dosen Pengampu: 1. Dr.Meila Dwi Andrestian.SP.,M.SI


2. Siti Mas’odah,S.Pd.,M.Gizi

Disusun Oleh :
Kelompok 6
1. Rizki Amelia Sari (P07131219038)
2. Samiah (P07131219039)
3. Sari Madinah ( P07131219040 )
4. Selfia Nur Aulia Rahmah (P07131219041)
5. Septi Nur Islami (P07131219042)
6. Silvia Delvi (P07131219043)
7. Siti Khurata A’yuni (P07131219044)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Banjarmasin
Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zat besi memegang peran penting dalam produksi hemoglobin. Didalam
butiran-butiran sel darah merah terdapat unsur yang sangat penting sebagai zat
pengikat oksigen yaitu hemoglobin(Hb). Hemoglobin ini adalah semacam
protein yang banyak akan zat besi (ferum) yang mempunyai sifat afinitas (daya
gabung) dengan oksigen dan dengan oksigen tersebut membentuk
oxihemoglobin didalam darah yang menghimpun oksigen yang akan digunakan
dalam proses oksidasi untuk mendapatkan energi. Defisiensi zat besi
selanjutnya dapat menyebabkan kekurangan energi dan depresi sistem
kekebalan sehingga meningkatkan resiko terhadap infeksi dan penyakit. Untuk
meningkatkan hemoglobin dalam darah, salah satu usaha melalui makanan
yang dimakan yang banyak mengandung zat besi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan dan farmasi
sangat mempengaruhi secara signifikan terhadap dunia olahraga. Selain
berbagai macam suplemen makanan yang telah diciptakan, ternyata sangat
banyak terdapat suplemen olahraga. Suplemen ini berfungsi menunjang
kegiatan olahraga maupun aktifitas fisik lainya. Berbagai jenis suplemen
olahraga yang biasa didapat dipasaran yaitu minuman isotonik, minuman
berenergi, suplemen creatin, suplemen hormone (berbentuk susu protein) dan
tidak terkecuali juga suplemen penambah darah. Terkusus dalam mengatasi
kekurangan zat besi terdapat suplemen penambah darah yaitu kapsul
sangobion. Dengan diberikannya sangobion ini kepada sampel maka
diharapkan akan meningkatkan ferum hemoglobin didalam darahnya sampai
kadar normal, karena kapsul sangobion ini banyak mengandung ferum (Fe)
yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan hemoglobin, sehingga olahraga
yang dilakukan dengan instensitas yang tinggi dan maksimal nantinya tidak
terkendala lagi akibat kekurangan hemoglobin dalam darah.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengaruh zat gizi
makanan terhadap obat. Dimana fokus pembahasan makalah ini tentang
pengaruh mineral Fe terhadap obat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zat Besi
Besi merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat didalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, sebagai alat
angkut elektron didalam sel, dan sebagai terpadu berbagai reaksi enzim di dalam
jaringan tubuh. Penduduk dunia masih mengalami kekurangan besi, walaupun
besi terdapat luas dalam makanan termasuk Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga
puluh tahun terakhir di akui dapat berpengaruh pada produktifitas kerja,
perkembangan kognitif dan sistem kekebalan (Almatsier, 2011).
Besi mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai metabolisme energi, untuk
kemampuan belajar dan sebagai sitem kekebalan. Besi bekerja sama dengan rantai
protein pengangkut elektron di dalam tiap sel, yang berperan dalam langkah-
langkah akhir metabolisme energi. Protein ini memindahkan hydrogen electron
yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air,
proses tersebut menghasilkan
(adenosin tripospat) ATP (Arisman, 2010).
Zat besi mempunyai fungsi untuk pembentukan hemoglobin, mineral dan
pembentukan enzim. Defesiensi besi dapat mengakibatkan cadangan zat besi
dalam hati menurun, sehingga pembentukan sel darah merah terganggu akan
mengakibatkan pembentukan hemoglobin rendah atau kadar hemoglobin darah di
bawah normal. Jumlah zat besi di dalam tubuh bervariasi menurut umur, jenis
kelamin, dan kondisi fisiologis tubuh. Jumlah zat besi yang harus di serap tubuh
setiap hari hanya 1 mg atau setara dengan 10-20 mg zat yang terkandung dalam
makanan. Zat besi pada pangan hewani lebih tinggi penyerapanya yaitu 20-30 %,
sedangkan dari sumber nabati hanya 1-6%. Unsur zat besi dalam tubuh bersumber
dari sayur-ayuran, daging, ikan yang dikonsumsi setiap harinya. Namun demikian
mineral besinya tidaklah mudah diserap dalam darah, Karena penyerapannya di
pengaruhi oleh HCL dalam lambung.
Sangobion adalah suplemen yang telah dipormulasikan khusus dengan zat
besi serta vitamin dan mineral lainya untuk pembentukan sel darah merah. Selain
itu, formula sangobion juga mengurangi resiko masalah pencernaan, seperti susah
BAB (buang air besar) yang umumnya terjadi dalam suplementasi zat besi.
Kapsul sangobion merupakan zat kandungan yang banyak mengandung zat besi
(Ferum) untuk membentuk hemoglobin. Karena banyak mengandung zat besi,
maka bila dimakan akan dapat meningkatkan dalam pembentukan sel darah
merah.
Farmakologi ferrous sulfate atau zat besi adalah untuk membantu memenuhi
kebutuhan zat besi harian. Zat besi memegang peran penting dalam produksi
hemoglobin. Berkurang nya cadangan zat besi dapat terjadi karena perdarahan,
malabsorpsi, hilang nya zat besi dalam urin, kurangnya asupan, atau kondisi lain
seperti kehamilan atau menstruasi yang berat. Zat besi ditemukan sacara alami
dalam makanan tertentu dan dalam jumlah yang cukup dapat diperoleh melalui
makanan. Suplementasi ferrous sulfate memungkinkan peningkatan kadar zat besi
yang lebih cepat ketika pasokan makanan tidak mencukupi.
1. Farmakodinamik
Ferrous sulfate bekerja sebagai pengganti cadangan besi yang terdapat pada
hemoglobin, myoglobin, dan berbagai enzim. Zat besi bergabung dengan rantai
porfirin dan globin untuk membentuk hemoglobin, yang sangat penting untuk
pengiriman oksigen dari paru ke jaringan lain. Tujuan utama analisis
farmakokinetik adalah untuk menentukan bioavailabilitas, yang didefinisikan
oleh Badan Obat-obatan Eropa sebagai tingkat dan sejauh mana zat aktif atau
moiety aktif diserap dari bentuk farmasi dan tersedia di lokasi tindakan.
Biasanya, bioavailabilitas dinilai berdasarkan konsentrasi serum dari produk
yang diberikan. Model ini hanya berlaku, namun, jika ada interaksi reseptor
obat klasik pada membran sel sehingga khasiat berkorelasi dengan baik dengan
konsentrasi serum obat. Dalam kasus besi, situs utama tindakan adalah
erythrocyte, dengan situs penyimpanan besi relevansi sekunder.
Beberapa definisi telah diusulkan untuk bioavailabilitas besi (ditinjau di Wienk
et al). Tetapi konsensusnya adalah bahwa itu harus menjadi ukuran yang dapat
diukur dari proporsi total besi yang diserap dan dimetabolisme, yaitu yang
dimasukkan ke dalam hemoglobin. Sebagai konsekuensinya, konsentrasi serum
tidak relevan. Terutama, proses erythropoiesis membutuhkan waktu 3–4
minggu, sedemikian rupa sehingga pemanfaatan besi dari waktu administrasi
hanya memuncak setelah sekitar 2-3 minggu dan area jangka pendek di bawah
kurva (AUC) nilai besi serum (misalnya, lebih dari 8 jam) jauh lebih relevan
daripada nilai jangka panjang (misalnya, 3 bulan) untuk penyerapan besi oleh
eritrosit. Jumlah zat besi dalam serum hanya mewakili sebagian kecil dari besi
yang ditransfer ke lokasi tindakan, yang tidak proporsional dengan konsentrasi
serum puncak (Cmax) atau ke nilai AUC tetapi untuk tingkat transfer dan
eliminasi ke dan dari serum. Dengan demikian, pendekatan lain untuk penilaian
farmakokinetik terhadap zat besi jelas diperlukan.
2. Farmakokinetik
Ferrous sulfate atau zat besi bisa didapatkan dari makanan. Namun, pada
pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hariannya melalui makanan,
dapat diberikan suplementasi per oral. Profil farmakokinetik persiapan besi
dapat memberikan informasi yang berguna mengenai reaktivitas dengan
transferrin, risiko peristiwa buruk, dan menawarkan panduan tentang
kemungkinan rejimen dosing. Untuk memahami dan memprediksi kelayakan
persiapan tersebut, diperlukan penyelidikan yang lebih rinci. Beberapa
pendekatan eksperimental untuk analisis farmakodinamik memungkinkan
penilaian dan perbandingan penyerapan zat besi dan, dengan demikian,
kemanjuran persiapan yang berbeda.
a. Absorpsi
Pada keadaan normal proses absorpsi besi sekitar 0,5 – 1 mg per hari.
Penyerapan besi total meningkat menjadi 1-2 mg/ hari pada wanita menstruasi
dan dapat mencapai 3-4 mg/hari pada wanita hamil. Penyerapan besi
berlangsung pada duodenum dan jejunum proksimal, meskipun usus halus pada
bagian lebih distal juga dapat menyerap besi jika diperlukan
Besi lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero (Fe2+). Besi melewati
membran luminal sel mukosa usus melalui mekanisme transport aktif besi fero
oleh suatu pengangkut logam divalen ( divalent metal transporter 1 ), DMTI .
besi fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi besi feri (Fe3+) dalam sel
mukosa. Selanjutnya, besi feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara
transferrin, atau disimpan di sel epitel usus sebagai ferritin.
b. Distribusi
Besi diangkut dalam plasma terikat ke transferrin, suatu beta 1-globulin
glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama sumsum
tulang. Selain transferrin, sel – sel reticulum juga dapat mengangkut besi untuk
keperluan eritropoesis. Besi dapat melintasi plasenta dan masuk ke dalam ASI.
c. Metabolisme
Selain pada mukosa usus, besi juga disimpan di makrofag hati, limpa,
sumsum tulang, otot serta sel parenkim hati. Mobilisasi besi dari makrofag dan
hepatosit dikendalikan oleh regulasi hepsidin terhadap aktivitas feroportin.
Hepsidin menghambat pelepasan besi. Rendahnya konsentrasi hepsidin
menyebabkan pelepasan besi dari berbagai tempat penyimpanan, sedangkan
hepsidin dengan konsentrasi yang tinggi menghambat pelepasan besi.
d. Eliminasi
Sekitar 0,5 – 1 mg besi keluar melalui feses melalui eksfoliasi sel – sel
mukosa usus, diekskresikan di empedu, urin, dan keringat. Pada kondisi
menstruasi, jumlah besi yang diekskresi juga diperkirakan sebanyak 0,5 – 1
mg.
e. Interaksi Obat
Absorpsi ferrous sulfate meningkat pada penggunaan bersamaan dengan
vitamin C. absorpsi berkurang dengan antasida, ranitidine, cimetidine,
omeprazole, lansoprazole, zinc, kalsium, fosfor, triatine dan cholestyramine.
Penggunaan bersamaan dengan tetrasiklin dapat mengganggu penyerapan
kedua agen.

Interaksi Suplemen Zat Besi dengan Obat Lainnya


Beberapa jenis obat sebaiknya tidak dikonsumsi bersamaan dengan suplemen zat
besi, Karena dapat saling memengaruhi efektivitasnya.
Berikut ini adalah beberapa efek penggunaan suplemen zat besi bersama obat
lain :
- Mengurani efek antibiotic golongan tetracycline
- Mengurangi efek antibiotic golongan quinolone, seperti ciprofloxacin
- Mengurangi efek bifosfat
- Mengurangi efek levodopa, methyldopa, dan penicillamine
- Mengurangi efek levothyroxine
- Menurunnya efek zat besi, jika digunakan bersama kloramfenikol
- Berkurangnya efektifitas bifosfonat jika dikonsumsi bersamaan dengan zat besi
- Reaksi antara zat besi misalnya dalam daging atau bayam dengan antibiotik
golongan fluorokuinolon akan menurunkan kinerja antibiotik
Selain obat – obatan di atas, hindari juga mengonsumsi suplemen zat besi
bersamaan dengan makanan dan minuman tertentu, seperti susu dan produk
olahannya, roti gandum, sereal, teh dan kopi. Hal ini karena makanan dan
minuman tersebut dapat mengurangi penyerapan zat besi oleh tubuh.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Zulfachri,2013.Pengaruh Pemberian Sangobion Terhadap Kadar Hemoglobin


Setelah Melakukan Aktifitas Fisik Maksimal Pada Mahasiswa Ikor
https://www.alomedika.com/obat/obat-yang-mempengaruhi-
darah/antianemi/ferrous-sulfate/efek-samping-dan-interaksi-obat
https://www.alodokter.com/besi
https://www-sehatq-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.sehatq.com/obat/zat-
besi/amp?amp-js-v
https://rsudkotabogor.org/web/interaksi-antara-obat-dan-makanan/
The Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of Iron Preparations (nih.gov)

Anda mungkin juga menyukai