TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk
anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang
berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan
lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisisensi besi
lebih sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan
kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah dan
infeksi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia anemia
defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping
kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium.1
Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam
penyimpanan dan pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa
enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmiter
dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan
demikian, kekurangan
besi
mempunyai
dampak
2.2 Epidemiologi
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak
usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (58 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak perempuan 2,6% dan gadis remaja yang hamil
26%. Di Amerika serikat sekitar 6% anak berusia 1 2 tahun diketahui
kekurangan besi, 3 % menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di
Amerika serikat kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak
laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas. 1
Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih.
Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam
yang lebih rendah. 1
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di indonesia prevalensi
ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalensi
ADB pada anak balita di indonesia adalah 55,5%.1 Hasil survai rumah tangga
tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan 47,2% anak usia sekolah menderita
ADB.2
2.3 Metabolisme zat besi
Perkembangan metabolisme besi dalam hubungannya dengan homeostasis
besi dapat dimengerti dengan baik pada dewasa, sedangkan pada anak
diperkirakan mengalami hal yang sama seperti pada orang dewasa.1
Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai
peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga
terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif,
sintesis DNA, neurotransmiter, dan proses katabolisme. Kekurangan besi ini akan
memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan,
susunan saraf pusat, kardiovaskular, imunitas, dan perubahan tingkat selular. 1
Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi
dalam makanan, bioavabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa
usus. Didalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau
sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi dalam bentuk hemoglobin, 30 %
sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk
4
mioglobin. Hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai enzim. Bayi
baru lahir dalam tubunya mengandung besi sekitar 0,5 gram. 1
Ada dua cara penyerapan besi dalam usus, yang pertama adalah
penyerapan dalam bentuk non heme (sekitar 90% berasal dari makanan), yaitu
besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang
kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat
langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung
aaupun zat makanan yang dikonsumsi. 1
Besi non heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin
membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel
mukosa. Di dalam sel mukosa, besi akan dilepaskan dan apotransferinnya kembali
ke dalam lumen usus. Selanjutnya sebagaian besi bergabung dengan apoferitin
membentuk feritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk
ke peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk transferin
serum. 1
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus,
terutama di duodenum sampai pertengahan jujenum, makin ke arah distal usus
penyerapannya semakin berkurang. Besi dalam makanan terbanyak ditemukan
dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik
(feri/Fe3+) yang oleh pengaruh asam ambung , vitamin C, dan asam amino
mengalami reduksi menjadi bentuk fero. Bentuk fero ini kemudian diabsorpsi oleh
sel mukosa usus dan didalam sel usus bentuk fero ini mengalami oksidasi menjadi
bentuk feri yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin
akan dipecah oleh enzim hemeoksigenase menjadi ion feri bebas dan porfirin.
Selanjutnya ion feri bebas ini akan mengalami siklus seperti di atas. 1
Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang
bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.
Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih
sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer
hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi
untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi
dari makanan tidak mencukupi, maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi
untuk mempertahankan kadar Hb. 1
2.4 Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang1
Berikut tabel penyebab anemia defisiensi berdasar umur :2
0,5 mg, sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 2 mg) dapat mengakibatkan
keseimbangan negatif besi.
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced
enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat,
kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infeksi
cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) yang menyerang
usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah
submukosa usus.
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memiliki katup jantung
buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan
besi melaui urin rata-rata 1,8 7,8 mg/hari.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak bisa diambil darah vena untuk pemeriksaan
laboratorium berisiko untuk menderita ADB
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru
yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang
timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga
1,5 3 g/dl dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
10
Pada atlit yang berolaraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar 40%
remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10
ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia
yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
2.5 Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap
akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel berikut 3 tahap
defisiensi besi, yaitu :
Hemoglobin
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
normal
jelas
(mikrositik/hipokromik)
Cadangan besi
< 100
Fe serum
Normal
< 60
<40
TIBC
360 390
>390
>410
Saturasi
20 30
<15
<10
< 20
<12
<12
<10
<10
>100
>200
transferin
Feritin serum
Sideroblas
FEP
40 60
>30
11
MCV
normal
Normal
Menurun
12
13
lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit
MCV, MCH, dan MCHC menurun sejajar degan penurunan kadar Hb. Jumlah
retikulosut biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya
meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik,
mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel
target, ovalusit, mikrosit, dan sel fragmen). 1
Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama
dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infestasi cacing
sering ditemukan eosinofilia. 1
Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal, trombositosis
hanya terjadi pada penderita dengan perdarahn yang masif. Kejadian
trombositopenia dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun
demikian kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak
hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan trombositopenia 28%.1
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan
TIBC meningkat. Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang
terikat pada transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferin
yang berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC
yang dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum/TIBC x 100%
merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum
tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara
plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) < 16%
menunjukkan suplai besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis.
15
2.8 Diagnosis
Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya anemia
dan penurunan kadar besi di dalam serum. Cara lain dengan pemeriksaan
16
sitokimia jaringan hati atau sum-sum tulang, tetapi cara ini sangat invasif. Pada
daerah dengan fasilitas laboratorium yang terbatas, mengajukan beberapa
pedoman untuk menduga adanya anemia defisiensi yaitu (1) adanya riwayat faktor
predisposisi dan faktor etiologi, (2) pada pemeriksaan fisis hanya terdapat gejala
pucat tanpa perdarahan atau organomegali, (3) adanya anemia hipokromik
mikrositer, dan (4) adanya respons terhadap pemberian senyawa besi.2
The American Academy of Pediatrics (AAP) dan CDC di Amerika
menganjurkan melakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht)
setidaknya satu kali pada usia 9-12 bulan dan diulang 6 bulan kemudian pada usia
15-18 bulan atau pemeriksaan tambahan setiap 1 tahun sekali pada usia 2-5 tahun.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada populasi dengan risiko tinggi seperti bayi
dengan kondisi prematur, berat lahir rendah, riwayat mendapat perawatan lama di
unit neonatologi, dan anak dengan riwayat perdarahan, infeksi kronis, etnik
tertentu dengan prevalens anemia yang tinggi, mendapat asi ekslusif tanpa
suplementasi, mendapat susu sapi segar pada usia dini, dan faktor risiko sosial
lain.7,8,9,10
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan
dengan gejala klinis yang sering tidak khas.1
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB1
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Kosentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N : 32-35%)
17
18
membagi nilai MCV dengan julah eritrosit, bila nilainya < 13 menunjukkan
talasemia minor sedangkan bila > 13 merupakan ADB. Pada talasemia minor
didapatkan basophilic stipling, peningkatan kadar bilirubin plasma dan
peningkatan kadar HbA2. 1
Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya
normokrom normositik, tetapi juga bisa ditemukan hipokrom mikrostik.
Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi
dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun
cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi transferin normal
atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor
transferin (TfR) sangat berguna dalam membedaan ADB dengan anemia karena
penyakit kronis. Pada anemia penyakit kronis kadar TfR normal karena pada
inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun.
Peningkatan rasio TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB. 1
Pemeriksaan Lab
ADB
Talasemia minor
Anemia penyakit
kronis
MCV
N,
Fe serum
TIBC
Saturasi transferin
FEP
N,
Feritin serum
20
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar
80 85% penyebab ADB dapat diketahui dengan penanganannya dapat dilakukan
dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat dilakukan secara oral atau parenteral.
Pemberian peroral lebih aman, murah, dan sama efektifnya dengan pemberian
secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang
tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat dipenuhi
secara peroral karena ada gangguan pencernaan. 1
21
22
Waktu
setelah Respons
pemberian besi
12-24 jam
36 48 jam
48 72 jam
4 30 hari
Adar Hb meningkat
1 3 bulan
23
Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat mempengaruhi
respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya,
malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi
jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup
untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi
besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya
diberi PRC dengan dosis 2 3 mg/kgBB persatu kali pemberian disertai
pemberian diuretik seperti furosemide. Jika terdapat gagal jantung yang nyata
dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar menggunakan PRC yang segar. 1
2.11 Pencegahan
24
Tindakan penting dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada masa
awal kehidupan1 :
a. Meningkatkan penggunaan ASI eksklusif
b. Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun sehubungan dengan
resiko terjadinya perdarahan saluran cerna yang tersamar pada beberapa
bayi
c. Memberikan makanan bayi yang mengandung besi serta makanan yang
kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan
makanan padat (usia 4 6 bulan).
d. Memberikan suplementasi Fe kepada bayi kurang bulan.
e. Pemakaian PASI (susu formula) yang mengandung besi
Upaya umum untuk pencegahan kekurangan besi adalah dengan cara1 :
1. Meningkatkan konsumsi Fe
Meningkatkan konsumsi besi dari seumber alami terutama sumber hewani
yang mudah diserap. Juga perlu peningkatan penggunaan makanan yang
mengandung vitamin C dan A
2. Fortifikasi bahan makan
Dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa
besi kedalam makanan sehari-hari.
3. Suplementasi
4. Tindakan ini merupakan cara yang paling tepat untuk menanggulangi
ADB di daerah yang prevalensinya tinggi
25
2.12 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn besi saja
dan diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan
pemberian preparat besi. 1
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut :
a. Diagnosis salah
b. Dosis obat tidak adekuat
c. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlansgung menetap
e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi
(seperti : infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid,
penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang
berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap
besi).
26
BAB 3
KESIMPULAN
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan
oleh penderita dan keluarganya.
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan
besi seperti : Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala
koilonikia (bentuk kuku konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papil lidah,
postcricoid oesophageal webs dan perubahan mukosa lambung dan usus
halus, penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh, termogenesis yang
tidak normal, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun
27
28