Anda di halaman 1dari 10

Bagaimana Proses Terjadinya Eritropoesis 1.

1 Definisi Eritropoesis Sel darah merah berfungsi untuk mengangkut hemoglobin dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sel darah merah dibentuk melalui proses Eritropoesis. LO 1.2 Mekanisme Eritropoesis Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel inikemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnyaadalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) danUnit granulosit dan monosit (CFU-GM).Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan.Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur ya itu BasofilEritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasimenjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandungsedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrositmatur. LO 1.3 Faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Eritropoesis Eritropoesis akan meningkat pada :semua keadaan yang menyebabkan penurunan transportasi jumlah oksigen ke jatringanKeadaan yang anemik juga dapat meningkatkan eritropoesisKerusakan pada sebagian besar sumsum tulangPenurunan aliran darah ke pembuluh datah perifer dan kegagalan absorpsi oksigen oleh darahsewaktu melewati paru-paru seperti pada penderita gagal jantung dan penyakit paru.Eritropoesis juga dipengaruhi oleh eritropoetin, yaitu suatu glikoprotein. Eritropoetin dihasilkan 90%dalam ginjal dan sisanya dibentuk dalam hati. Keadaan hipoksia akan merangsang sekresi eritropoetin.

Eritropoetin merangsang produksi proeritroblas dan sel selhemopoetik dalam sumsumtulang.Eritropoetin juga menyebabkan proliferasi proeritroblas dengan cepat. Bila tidak adaeritropoetin, maka sumsum tulang hanya membentuk sedikit sel darah merah.Pemarangan dan kecepatan produksi eritrosit dipengaruhi juga oleh keadaan nutrisi. Dua vitaminyang penting pada pematangan akhir sel datah merah adalah Vitamin B12 dan asam folat. Dua vitaminini penting untuk sintesis DNA. Kekurangan Vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan penurunanDNA sehingga mengakibatkan kegagalan pematangan dan pembelahan inti. Hal ini akan menghasilkansel darah merah yang makrositik.Kekurangan vitamin B12 dapat disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12 http://www.scribd.com/doc/71130838/Skenario-1-Anemia-Defisiensi-Besi

a. ZAT BESI DALAM TUBUH Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagin, yaitu yang fungsional dan yang reserve (simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk Hemoglobin (Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vitl adalah hem enzim dan non hem enzim Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional. Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan kan eritropoiesis (pembentukan sel darah merah) dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah banyak,misalnya pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil, jumlah reserve biasanya rendah. Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan, maka kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Kebutuhan zat besi pada anak balita dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel :1 Kebutuhan Zat Besi Anak Balita Umur Kebutuhan 0 6 bulan 3 mg 7 12 bulan 5 mg 1 3 tahun 8 mg 4 6 tahun 9 mg

b. ZAT BESI DALAM MAKANAN Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme dan besi non hem. Besi non hem merupakan sumber utama zat besi dalam makanannya. Terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya sayuran hijau, kacang kacangan, kentang dan sebagian dalam makanan hewani. Sedangkan besi hem hampir semua terdapat dalam makanan hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan organ organ lain. c. METABOLISME ZAT BESI Untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka keseimbangan zat besi di dalam badan perlu dipertahankan. Keseimbangan disini diartikan bahwa jumlah zat besi yang dikeluarkan dari badan sama dengan jumlah besi yang diperoleh badan dari makanan. Suatu skema proses metabolisme zat besi untuk mempertahankan keseimbangan zat besi di dalam badan,

http://library.usu.ac.id/download/fk/fk-arlinda%20sari2.pdf

Anemia defisiensi besi (ADB) PENDAHULUAN Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store)yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Pada anak-anak sering terjadi defisiensi besi karena diakibatkan kurang gizi dan infestassi cacing tambang, sedangkan pada orang dewasa sering diakibatkan cacing tambang, gangguan arsorbsi dan perdarahan. BIOKIMIA Besi merupakan satu elemen dalam metabolisme tubuh dan berfungsi sebagai pembentukan sel-sel darah merah (eritropoesis). besi juga berperan dalam menghantarkan substrat dalam sel ke mol oksigen yang di hantarkan ke jaringan tubuh. Mitokondiria mengandung system untuk pembentukan ATP. System inilah beberapa komponennya terdapat besi yang menghantarkan atom untuk pembentukan ATP. Dalam pembentukan energy membutuhkan enzim, enzim yang berrperan adalah enzim sitokrom. KOMPONEN BESI DALAM TUBUH Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh berrupa : 1. Senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh. 2. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang. 3. Besi transport, besi yang berkaitan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari suatu komponen ke komponen lain. Besi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan, mempunyai sifat seeperti radikal bebas. ARSORBSI Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk memasukkan besi ke dalam tubuh di perlukan proses arsorbsi. Arsorbsi besi paling banyak terjadi pada bagian paroksimal duodenum disebabkan oleh Ph dari asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang di perlukan dalam arsorbsi besi pada epitel usus.

Proses arsorbsi besi di bagi menjadi 3 fase: Fase luminal : Besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di duodenum. Fase Mukosal : Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses aktif. Fase Korporeal : Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh. Fase luminal : Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk yaitu : - Besi Heme : terdapat dalam daging dan ikan, tingkat arbsorbsinya tinggi, tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai biovailabilitas tinggi. - Besi Non- heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat arbsorbsinya rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga biovaibilitasnya rendah. Yang tergolong sebagai bahan pemacu arsorbsi besi adalah meat factors dan vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat ialah tanat, phytat dan serat (fibre). Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa yang lain. Kemudian teerjadi reduksi dari besi untuk feri ke fero yang siap untuk di serap. Fase Mukosal : Penyerapan besi terjadi terutaama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan teerkendali (carefully regulated) Fase Korporeal : Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian daalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis. Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. ETIOLOGI Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun: Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapt berasal dari: 1. saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang. 2. saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia. 3. saluran kemih: hematuria 4. saluran napas: hemoptoe Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging). Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan. Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab paling sering pada laki laki ialah perdarahan karena gastrointestinal di Negara tropic paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia. Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan ADB di rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan di klinik ADB umumnya disertai anemia berat. Di lapangan faktor nutrisi lebih berperan dibanding perdarahan. Sedangkan di klinik, seperti misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik memegang peranan penting , pada laki laki adalah infeksi cacing tambang (54%), dan hemoroid (27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing tambang masing masing (17%). PATOGENESIS Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi berkurang. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut Iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besid dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangna besi terus berlanjut terus cadangan besi menjadi koson sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan seperti ini disebut sebagai: Iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin dalam ertosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC). Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus menerus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juiga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menombulkan gejala pada epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya. MEKANISME REGULASI ABSORBSI BESI Terdapat 3 mekanisme regulator absorbsi besi dalam usus: Regulator Dietetik Absorbsi besi dipengaruhi oleh jenis diet dimana besi terdapat. Diet dengan biovailabilitas tinggi yaitu besi heme, besi dari sumber hewani, serta adanya faktor enhancer yang akan meningkatkan absorbsi besi. Sedangkan besi dengan biovaibilitas rendah adalah besi non-heme, besi yang berasal dari sumber nabati dan banyak mengandung inhibitor akan disertai absorbsi besi yang rendah. Regulator Simpanan Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh. penyerapan besi rendah jika cadangan besi tinggi, sebaliknya apabila cadangan besi rendah maka absorbsi besi akan ditingkatkan. Bagaimana mekanisme regulasi ini bekerja belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan melalui crypt-cell programming sehubungan dengan respons saturasi transferin plasma dengan besi. Regulator Eritropoetik Besar absorbsi besi berhubungan kecepatan eritropoesis. Eritropoietic regulator mempunyai kemampuan regulasi absorbsi besi lebih tinggi dibandingkan dengan stores regulator. Mekanisme erytropoetic regulator ini belum diketahui dengan pasti.Eritripoesis inefektif (peningkatan eritropoesis tetapi disertasi penghancuran precurcor eritrosit dalam sumsum tulang). SIKLUS BESI DALAM TUBUH Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan besi 17 mg, sedangkan besi sebesar 7 mg akaan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya eritropoesis inefektif

(hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit beredar, setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg. KLASIFIKASI DERAJAT DEFISIENSI BESI Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam ubuh, maka defisiensi besi dapat bibagi menjadi 3 tingkatan: 1. Deplesi Besi ( Iron depleted state): cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu. 2. Eritropoesis Defisiensi Besi ( Iron deficient erythropoiesis): cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik. 3. Anemia Defisiensi Besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.

GEJALA ANEMIA DEFISIENSI BESI Gejala Umum Anemia Disebut juga dengan sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala lain berupa badan lesu, lemah, cepat lelah, mata berkunang-kunang., serta telinga berdenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7 gr/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. Gejala Khas Defisiensi Besi Gejala yang khas dijumpai pada anemia defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain: 1. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok. 2. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. 3. Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. 4. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring 5. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida 6. Pica: Keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, lem,dll. Gejala dasar penyakit Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karen akanker kronik kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain sesuai dengan lokasi kanker tersebut

http://catatandokmud.blogspot.com/2012/07/anemia-defisiensi-besi-adb.html

ANEMIA

Definisi anemia Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemikiran fisik yang teliti, serta asi didukung oleh pemeriksaan laboratorium. 3.

Manifestasi klinik Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada: (1) kecepatan timbulnya anemia (2) umur individu (3) mekanisme kompensasinya (4) tingkat aktivitasnya

(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan (6) parahnya anemia tersebut. Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat. Mekanisme kompensasi bekerja melalui: (1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah (2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin (3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan (4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.

Etiologi

1.

Karena cacat sel darah merah (SDM) Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.

2.

Karena kekurangan zat gizi Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor

luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi. 3. Karena perdarahan Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi. 4. Karena otoimun Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. 1.

Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)

Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah: 1. 2. 3. 4. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah sakit kepala, dan mudah marah tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.

Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan. Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejalagejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut). 4.

Klasifikasi anemia Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar. Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel. Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital). Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah (1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan (2) penurunan atau gangguan pembentukan sel. Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:

1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit 2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia 3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter 4.defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase). Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakitpenyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin. Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983) Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis. Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: (1) keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan (2) penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin. Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi. 4.

Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil. Penyebab lain defisiensi besi adalah: (1)asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka 24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja; (2)gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan (3)kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi, sampai usia antara 12-

bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut. 4.

Patofisiologi anemia defisiensi besi Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan. 4 Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan. Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut. Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat. 4. Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan. 2. Daftar Pustaka 1. Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, jakarta 2. http://www.majalah-farmacia.com 3. http://www.pediatrik.com 4. Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/1/8eb61ad752679d0839a45ca95e699be00cad5771.pdf

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/1/8eb61ad752679d0839a45ca95e699be

Anda mungkin juga menyukai