Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman teknologi makin berkembang saat ini, banyak berkembangnya penyakit yang
meningkatkan angka kematian yang makin tinggi. Saat ini yang mempengaruhi angka
kematian yang tinggi adalah masalah penyakit infeksi yang makin meluas, misalnya
microsporidiosis yang merupakan infeksi pada daerah intestinal dan mata.
Penyakit ini disebabkan oleh microsporidia dan merupakan an emerging and
opportunistic infection pada manusia.5 Kebanyakan kasus microsporidia berkaitan dengan
infeksi HIV yang disertai juga diare dan imunosupresi. Infeksi didapatkan melalui saluran
cerna atau inhalasi spora dan dapat menyebabkan kelainan intestinal, muscular, ocular
dan sistemik.
Microsporidia juga merupakan Organisme eukariotik yang mengandung ribosom 70S
tetapi tidak memiliki mitokondria, peroksisom, membran golgi, dan organel biasanya
eukariotik lainnya.Para Microspora filum berisi lebih dari 1000 spesies. Mereka adalah
organisme mana-mana dengan kisaran inang yang luas, termasuk lebah madu, ikan,
nyamuk, kutu, belalang, tikus, kelinci, dan bulu-bantalan mamalia. Spesies diidentifikasi
sebagai penyebab mikrosporidiosis pada manusia meliputi: Enterocytozoon bieneusi,
Encephalitozoon cuniculi, Encephalitozoon hellem, Encephalitozoon intestinalis,
Trachipleistophora hominis, Trachipleistophora anthropophthera, Pleistophora spp,
Vittaforma corneae (Nosema corneum), Nosema ocularum, Microsporidium ceylonensis,
Microsporidium africanum3.4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari penyakit Microsporidiosis ?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit Microsporidiosis ?
3. Bagaimana epidimiologi dari penyakit Microsporidiosis ?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Microsporidiosis ?
5. Bagaimana gejala klinis dari penyakit Microsporidiosis ?
6. Bagaimana diagnosis penunjang dari penyakit Microsporidiosis ?
7. Bagaimana diagnosis banding dari penyakit Microsporidiosis ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Mikrosporidiosis ?
9. Bagaimana pencegahan dari penyakit Microsporidiosis ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi darin penyakit Microsporidiosis.
2. Untuk mengetahui penyebab (etiologi) penyebaran dari
Microsporidiosis.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Microsporidiosisi.

infeksi

penyakit

4. Untuk mengetahui gejala-gejala dari penyakit Microsporidiosis.


5. Untuk mengetahui diagnosis penunjang apa saja yang diperlukan untuk penyakit

Microsporidiosis.
mengetahui

6. Untuk

diagnosis

penunjang

yang

berkaitan

dengan

penyakit

Microsporidiosis.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit Microsporidiosis.
8. Untuk mengetahui pencegahan dari penyakit Microsporidiosis.
1.4 Manfaat
1. Mampu menjelaskan penyakit Microsporidiosis.
2. Mampu menjelaskan mekanisme terjadinya infeksi meliputi etiologi, patifisiologi,
epidimiologi, gejala-gejala klinis, diagnosis penunjang, diagnosis banding.
3. Mampu menjelaskan penatalaksanaan penyakit Microsporidiosis.
4. Mampu menjelaskan pencegahan dari penyakit Microsporidiosis.

1.5 Metodelogi
Penulisan student project ini menggunakan metode pengumpulan data dengan
menggunakan library research (studi kepustakaan), yaitu pemerolehan data dengan
memanfaatkan kepustakaan yang ada.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Microsporidiosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan organisme
mikroskopis yang disebut Microsporidia. Microsporidia adalah parasit eukariotik yang
harus hidup dalam sel inang lain di mana mereka dapat menghasilkan spora
infektif. Spora ini menyebabkan Microsporidiosis, penyakit yang terutama terlihat pada
individu yang terinfeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV).1
2.2 Etiologi
2

Penyakit Microsporidiosis dapat menyebabkan infeksi usus, paru, ginjal, otak, sinus, otot,
dan mata.1 Beberapa species microsporidia menyebabkan infeksi pada manusia, tetapi
gejala-gejala yang terjadi sebagian besar ada pada orang yang memiliki penyakit AIDS
atau gangguan lain, yang sistem kekebalan tubuhnya menurun (imunocompremized).
Protozoa ini biasanya menginfeksi usus, kornea, otot, saluran pernapasan, system saraf
pusat. Infeksi tersebut biasanya menyebar melalui spora.7
Mikrosporidia menyebar melalui spora, yang biasanya dicerna a
tau inhalasi atau masuk melalui mata. Parasit ini bisa menginfeksi dari manusia ke
manusia lain atau secara langsung bersentuhan dengan binatang yang terinfeksi.
Didalam tubuh, spora menembus sel dan menginjeksi dengan bahan yang akan
menjadi spora. Sel tersebut secepatnya pecah, dan melepaskan spora. Spora tersebut
kemudian menyebar melalui tubuh, menyebabkan peradangan, atau dikeluarkan melalui
nafas, feces, atau bisa juga lewat urine.8
2.3 Epidimiologi
Microsporidia memiliki inang yang luas, yang mencakup invertebrata dan semua kelas
vertebrata. Mereka menghasilkan penyakit yang signifikan pada hewan komersial penting
seperti lebah madu, ulat sutera, ikan, tikus laboratorium, kelinci dan lain bulu-bantalan
mamalia, dan dalam primata. Hampir 1000 spesies yang termasuk lebih dari 100 gen telah
dijelaskan dalam Mcrospora filum.
Microsporidia muncul sebagai patogen oportunistik pada pasien AIDS. Penyakit
microsporidiosis paling umum adalah diare berkepanjangan dengan wasting pada pasien
AIDS dengan CD4 T-sel yang di bawah 50 sel per mikroliter.
Microsporidia telah dilaporkan hingga 39% dari pasien AIDS dengan diare. Sekitar
30% penderita AIDS dengan Cryptosporidium juga terinfeksi Microsporidia. Dari infeksi
usus, Microsporidia dapat menyebarkan untuk menghasilkan penyakit sistemik.
Manusia yang terinfeksi Microsporidia dan cara penularan tidak pasti. Namun, infeksi
yang paling mungkin diperoleh oleh makananyang terkontaminasi spora. Inhalasinya
spora juga dapat menjadi rute penularan karena risiko okular mungkin dan hubungan
seksual. Percobaan dengan hewan laboratorium menunjukkan bahwa infeksi dubur,
analog dengan penularan usus oleh protozoa, dapat meluaskan penyebarannya.2
2.4 Patofisiologi
Spora Microsporidia dilepaskan dari tinja dan
urin hewan yang terinfeksi. Berbagai jenis binatang,
termasuk serangga, burung, dan mamalia, dapat
3

berfungsi

sebagai

reservoir

infeksi

bagi

Microsporidia. Spora tersebut kemudian dikonsumsi


atau dihirup oleh manusia. Setelah dihirup, spora
Microsporidia masuk dalam sel, Microsporidia
tumbuh dan berkembang biak, menghasilkan spora
lebih banyak. Spora infektif tersebut kemudian
dilepaskan ketika sel tumbuh dan pecah.1 setelah sel
tersebut pecah, semua spora tersebut menyebar
keseluruh tubuh.8.9
Spora menginvasi suatu substrak ke dalam sel manusia. Substrak ini invasi menembus
membran sel, dan memperbanyak diri didalam sel. Setelah itu mengembang dan
berkembang biak didalam sel inang. Setelanh memperbanyak diri, hasil spora ini
memecah membrane sel (lisis), dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Spora ini
juga bisa mebuat biofilem didalam sel. Mereka memperbanyak diri di dalam biofilem,
dan setelah cukup memperbanyak diri biofilem pecah dan bersamaan dengan itu
membrane sel juga ikut pecah. Spora keluar dan juga menyebar ke seluruh tubuh untuk
menimbulkan infeksi pada jaringan lain. Spora ini kalau tidak di cegah dapat invasi ke sel
otak.

2.5 Gejala Klinis


Sejak Microsporidiosis dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh, gejalanya sering
bervariasi dari manusia ke manusia. Gejala-gejala yang umum terjadi adalah usus dan
diare, dehidrasi, kurang nafsu makan, nyeri perut, kehilangan berat badan dan masalah
dengan kandung empedu, kandung kemih dan usus.8.9
Gejala usus yang disebabkan oleh infeksi kronis Microsporidia termasuk diare ,
malabsorpsi, dan penyakit kandung empedu. Pada pasien dengan AIDS , diare kronis
mungkin sangat berakibat fatal dan membawa risiko kematian yang signifikan. Mayoritas
kasus Microsporidiosis usus pada pasien AIDS disebabkan oleh Enterocytozoon bieneusi.
Gejala pada paru-paru, seperti : batuk, dan sesak napas. Sebuah sinar-X dada dapat
menunjukkan tanda-tanda peradangan, cairan, atau rongga di dalam paru-paru.
Microsporidiosis dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih , gagal ginjal ,
radang kandung kemih, dan perforasi usus. Microsporidia juga dapat menyebar ke
seluruh tubuh menyebabkan peradangan pada otak, pankreas, sinus, dan jaringan otot.
Infeksi Microsporidia pada mata dapat menyebabkan peradangan pada kornea dan
konjungtiva ( keratoconjunctivitis ). Gejala mikrosporidiosis okular mungkin termasuk
sakit mata, kemerahan mata, atau pandangan kabur.1
2.6 Diagnosis Penunjang
Ada beberapa tes yang ada untuk mendiagnosis penyakit Microsporidiosis yaitu:
Pemeriksaan mikroskopis sampel bernoda cairan tubuh, terutama sampel tinja,
memungkinkan untuk diagnosis cepat, meskipun spesies yang tepat dari Microsporidia
tidak dapat diidentifikasi. Sampel urin juga dapat digunakan untuk mendeteksi spora dari
ginjal dan atau kandung kemih yang terlibat. 1 Pada pasien dengan Mikrosporidiosis
diseminata, sebaiknya spesimen urin selalu diperiksa. Spora mikrosporidia sering
dikeluarkan secara periodik, maka untuk pemeriksaan urin sebaiknya urin 24 jam.
Pemeriksaan 3 tinja dalam sehari selama 3 hari perlu untuk menetapkan diagnosis
Micropsoridiosis.10
Sebuah mikroskop, yang disebut mikroskop elektron transmisi, diperlukan untuk
mengidentifikasi spesies Microsporidia.Namun, bentuk pengujian terbilang mahal, dan
tidak tersedia untuk penggunaan rutin di semua laboratorium.

Metode lain, seperti tes immunofluorescence dan polymerase chain reaction ( PCR ),
juga dapat mengidentifikasi infeksi Microsporidia dalam pengaturan penelitian
laboratorium.
Tes darah dan studi pencitraan juga dapat membantu dalam mendeteksi
Microsporidiosis.1

2.7 Diagnosis Banding


Ada beberapa diagnosis banding yang berkaitan dengan penyakit Microsporidiosis yaitu:
1. Infeksi usus
2.
3.
4.
5.
6.

Diare
Giardiasis
Viral gastroenteritis
Kolera
CMV kolitis10
2.8 Penatalaksanaan
Perlakuan MiCrosporidiosis umumnya dicapai dengan obat-obatan dan perawatan
suportif. Tergantung pada tempat infeksi dan spesies Microsporidia terlibat, obat yang
digunakan berbeda-beda. Obat yang paling sering digunakan untuk Microsporidiosis
adalah golongan Albendazole (Albenza) dan fumagillin.
Untuk pasien dengan diare, pemberian cairan intravena dan hal penuh elektrolit
mungkin diperlukan. Regimen diet dan nutrisi juga dapat membantu dengan diare
kronis. Akhirnya, perbaikan fungsi sistem kekebalan tubuh dengan terapi antiretroviral
pada orang yang terinfeksi HIV juga dapat menimbulkan hal yang positif.1
Obat Albendazole adalah obat yang efektif dalam mengobati infeksi usus dan yang
disebabkan oleh intestinalis Encephalitozoon. Albendazole, mengurangi jumlah buang air
besar pada penyakit usus yang

sebabkan oleh Enterocytozoon bieneusi, tapi tidak

membersihkan infeksi pada intestinal. infeksi yang disebabkan oleh Encephalitozoon


cuniculi yang secara efektif dihilangkan dengan perawatan berkelanjutan dengan
Albendazole. Fumagillin topikal telah berhasil digunakan dalam pengobatan infeksi
okular yang disebabkan oleh Encephalitozoon hellem.8
Diagnosis infeksi Microsporidiosis manusia saat ini didasarkan pada demonstrasi
morfologi organisme dengan pemeriksaan mikroskop cahaya atau mikroskop elektron.
Teknik-teknik ini cukup untuk membedakan spesies Enterocytozoon bieneusi dari
Encephalitozoon seperti Microsporidia, tetapi tidak bisa membedakan Encephalitozoon
seperti Microsporidia, yang setidaknya tiga spesies secara morfologis mirip bersifat
parasit pada manusia. Sejauh ini, isolat Microsporidiosis dari manusia dan hewan jarang
dibandingkan dengan teknik imunologi dan biologi molekuler. Seorang pasien yang
terinfeksi HIV tunggal dengan dikonfirmasi infeksi cuniculi E. dan tujuh pasien dengan
infeksi sistemik hellem E. telah dijelaskan. Dari sudut pandang epidemiologi,
karakterisasi Encephalitozoon seperti organisme yang bersifat parasit pada hewan adalah
penting, seperti E. cuniculi dikenal lazim pada hewan, tetapi hewan reservoir E. hellem
dan intestinalis S. belum teridentifikasi selama ini.
Albendazol untuk untuk Microsporidia invasive terutama genus Encephalitozoon.
Kerja albendazol menghambat polimerisasi mikrotubul selama pembelahan inti sehingga
mencegah pemisahan kromosom. Dengan demikian pembelahan parasit dihambat dan
mempunyai efek parasitosid. Pada infeksi E.intestinalis albendazol diberikan dengan
dosis 400 mg, 2 kali sehari selama 2-4 minggu atau 1-2 bulan, sedangkan pada
infeksi E.cuniculi diberikan 2 x 400 mg per hari selama 3-4 minggu. Dosis albendazol
untuk anak 15 mg/kg berat badan per hari diberikan 2 kali sehari selama 2-4 minggu.
Relaps dapat terjadi 1-2 bulan setelah pemberian albendazol selama 4 minggu.
Albendazol pada binatang bersifat teratogenik, sehingga sebaiknya dihindari pada ibu
hamil dan menyusui.
Fumagillin merupakan antibiotik yang diproduksi oleh jamur Aspergillus fumigates.
Jika diberikan secara sistemik dengan dosis 20 mg 3 kali sehari selama 2 minggu efektif
untuk infeksi E.bieneusi dan secara topical dapat mengobati keratokonjungtivitis yang
disebabkan oleh Encephalitozoon spp. Pasien yang mendapat fumagillin sebaiknya
dimonitor hitung sel darah selama terapi dan hitun platelet setiap hari. Pengobatan
dihentikan bila hitung platelet turun di bawah 75.000/mm3. Pemeriksaan dilakukan setiap
bulan untuk mengetahui adanya relaps.6

2.9 Pencegahan
Untuk pencegahan penyakit Microsporidiosis adalah pasien dengan sistem kekebalan
yang menunurun,
1. Sering mencuci tangan dan membatasi paparan hewan yang diduga terinfeksi
Microsporidia.
2. Banyk minum air putih, untuk menjaga cairan dalam tubuh.
3. Minum vitamin
4. Tidak makan di sembarang tempat
5. Jaga kebersihan

BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Simpulan yang dapat kami ambil adalah sebagai berikut :
1. Microsporidiosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit kecil yang disebut
Microsporidia.
2. Umumnya, Microsporidia tidak menyebabkan penyakit pada orang sehat tetapi lebih
pada orang dengan defisiensi sistem kekebalan tubuh yang menurun
3. Microsporidiosis dapat menyebabkan diare kronis, penyakit ginjal, dan infeksi pada
sinus dan mata.
4. Mendiagnosis Microsporidiosis membutuhkan pengujian laboratorium seperti: tes
tinja, PCR, dan tes darah.
5. Pengobatan Microsporidiosis membutuhkan obat-obatan dan perawatan suportif
3.2 Saran

Penyakit infeksi ini diharapkan sangat diperhatikan. Karena dampak yang ditimbulkan
oleh penyakit ini sangat buruk bagi tubuh kita. Dampak tersebut adalah menimbulkan
diare yang kronik dan menimbulakan kebutaan pada mata. Jadi diharapkan untuk
memperhatikan ke higeinisan dan prilaku untuk menjaga lingkungan sekitar, menjaga
tubuh. Dengan itulah semua dapat diminimkan dari sedini mungkin. Karena kalau dapat
dicegah secara dini akan lebih bagus ketimbang menyesal dikemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai