Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kelenjar Parotis


Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva mayor yang terbesar, dengan berat sekitar 1530 gram. Terletak di regio preaurikular, pada parotid compartment, kelenjar parotis
berdekatan dengan nervus fasialis, yang seakan-akan membagi (imaginer) kelenjar
parotis menjadi lobus superfisial dan lobus profunda. Lobus superfisial, berada di
permukaan lateral dari masseter, merupakan bagian kelenjar di lateral dari nervus
fasialis. Lobus profunda berada di medial dari nervus fasialis, dan terletak antara
prosesus mastoideus dari tulang temporal dan ramus mandibula.4
Bagian anterior kelenjar parotis berbatasan dengan tepi posterior ramus
mandibula dan sedikit melapisi tepi posterior otot maseter. Bagian posterior kelenjar
dikelilingi

oleh

telinga,

prosesus

mastoideus,

dan

tepi

anterior

otot

sternokleidomastoideus. Bagian dalam yang merupakan lobus medius meluas ke


rongga parafaring, dibatasi oleh prosesus stiloideus, ligamentum stilomandibula, otot
digastrikus, dan selubung karotis. Di bagian anterior lobus ini terletak bersebelahan
dengan bagian medial otot pterigoideus. Bagian lateral hanya ditutupi oleh kulit dan
jaringan lemak subkutan. Jaringan ikat dan jaringan lemak dari fasia leher dalam
membungkus kelenjar ini. Kelenjar parotis berhubungan erat dengan struktur penting
di sekitarnya yaitu vena jugularis interna beserta cabangnya, arteri karotis eksterna
beserta cabangnya, kelenjar limfe, cabang aurikulotemporalis dari saraf trigeminus
dan saraf fasialis.5
Arterialisasi kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna, dimana arteri
ini berjalan medial dari kelenjar parotis, kemudian mempercabangkan arteri
maksilaris

dan

arteri

temporalis

superior.

Arteri

temporalis

superior

mempercabangkan arteri fasialis tranversalis yang berjalan di anterior zigoma dan


saluran parotis, kemudian memperdarahi kelenjar parotis, saluran parotis dan otot
maseter. Vena maksilaris dan vena temporalis superfisialis bersatu membentuk vena

retromandibuler yang berjalan di sebelah dalam saraf fasialis, kemudian menyatu


dengan vena jugularis eksterna.4

Lobus

superfisial

dari

kelenjar

parotis

mengandung lebih kurang 3-20 kelenjar limfe, terletak di antara kelenjar parotis
dengan kapsulnya. Kelenjar limfe ini merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang
telinga luar, daun telinga, kulit kepala, kelopak dan kelenjar air mata. Lapisan kedua
dari kelenjar limfe terdapat pada bagian dalam jaringan kelenjar parotis dan
merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, telinga tengah, nasofaring,
dan palatum mole. Kedua sistem ini mengalir ke sistem limfe servikal superfisialis
dan profunda.5
Fungsi sekretomotorik dihantarkan melalui serabut saraf parasimpatis lewat
saraf glosofaringeus. Dalam perjalanan yang rumit serabut saraf ini memasuki
kelenjar parotis setelah melewati ganglion otik dan dihantarkan melalui saraf
aurikulotemporalis.5
Produk dari kelenjar saliva disalurkan melalui duktus parotis, atau yang juga
disebut duktus stensen yang keluar dari sebelah anterior kelenjar parotis, yaitu sekitar
1 cm di bawah zigoma. Duktus ini memiliki panjang sekitar 4-6 cm dan berjalan ke
anterior menyilang muskulus maseter, berputar ke medial dan menembus muskulus
businator dan berakhir dalam rongga mulut di seberang molar kedua atas. Duktus ini
berjalan bersama dengan nervus fasialis cabang bukal.5
Saraf fasialis merupakan bagian penting pada anatomi kelenjar parotis.
Keberhasilan

teknik operasi pada semua jenis parotidektomi tergantung pada

identifikasi dan pemeliharaan saraf ini. Saraf fasialis keluar dari tulang temporal
melalui foramen stilomastoideus yang terletak pada bagian paling medial dari fisura
timpanomastoid, yaitu antara tip mastoid dengan liang telinga luar. Saraf fasialis
memasuki dan membagi kelenjar parotis menjadi dua lobus superfisial dan profunda.
Saraf fasialis ini bercabang menjadi dua cabang utama yaitu bagian lebih superior
(temporofasial) yang akan mencabangkan ramus temporalis, ramus zigomatikus,
sedangkan cabang bagian inferior (servikofasial) akan mencabangkan ramus servikal,
ramus submandibula dan ramus bukal. Rangkaian saraf-saraf ini disebut pes anserinus
karena menyerupai kaki angsa.6

2.2 Fisiologi Kelenjar Saliva


Saliva atau air liur terdiri atas air dan mucin, membentuk seperti lapisan gel pada
mukosa oral dan membasahi makanan (lubrikasi). Lubrikasi penting untuk
mengunyah dan pembentukan bolus makanan sehingga memudahkan untuk ditelan.
Air liur juga mengandung amylase, yang berperan dalam pencernaan karbohidrat. Air
lir mengandung enzim antibakteri seperti lysozyme dan immunoglobulin yang
membantu mencegah infeksi serius dan mengantur flora bakteri yang menetap di
mulut. Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium,
bikarbonat,kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Produk akhir dari kelenjar air liur
adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang kaya akan kalsium dan fosfat.
Komposisi ini penting untuk mencegah demineralisasi enamel gigi.6
Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari proksimal oleh
asinus dan kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh duktus. Kelenjar saliva
memiliki unit

sekresi yang terdiri dari asinus, tubulus sekretori, dan duktus

kolektivus. Sel-sel asini dan duktus proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial yang
berperan untuk memproduksi sekret. Sel asini menghasilkan saliva yang akan
dialirkan dari duktus interkalasi menuju duktus interlobulus, kemudian duktus
intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus. Kelenjar submandibula dan parotis
mempunyai sistem tubuloasiner, sedangkan kelenjar sublingual memiliki sistem
sekresi yang lebih sederhana. Kelenjar parotis hanya memiliki sel-sel asini yang
memproduksi sekret yang encer, sedangkan kelenjar sublingual memiliki sel-sel asini
mukus yang memproduksi sekret yang lebih kental. Kelenjar submandibula memiliki
kedua jenis sel asini sehingga memproduksi sekret baik serosa maupun mukoid.
Kelenjar saliva minor juga memiliki kedua jenis sel asini yang memproduksi kedua
jenis sekret.6
Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada kelenjar saliva
sehingga menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar parotis mendapat

persarafan

parasimpatis dari nervus glosofaringeus (n.IX).Serabut saraf simpatis yang


menginervasi kelenjar saliva berasal dari ganglion servikalis superior dan berjalan
bersama dengan arteri yang mensuplai kelenjar saliva. Saraf ini menstimulasi kelenjar
saliva untuk menghasilkan sekret kental yang kaya akan kandungan organik dan

anorganik.Aktivitas simpatis yang terus menerus menghambat produksi air liur


seperti pada kecemasan yang menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang
menghambat aktivitas parasimpatis juga menghambat produksi air liur seperti obat
antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesik opiate dapat menyebabkan mulut
kering (xerostomia).6
2.3 Definisi Tumor Parotis
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh
berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan setempat pada tingkat
gen kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya.2 Tumor adalah penyakit pada
gen, basis biologisnya adalah kelainan genetik. Faktor penyebab tumor menimbulkan
mutasi gen pada sel tubuh hingga timbul kelainan genetik, manifestasi gen menjadi
kacau, timbul kelainan pada morfologi, metabolisme dan fungsi sel tumor yang
berbeda dari sel normal. Tumor parotis adalah tumor yang mengenai kelenjar parotis,
yang merupakan kelenjar saliva mayor terbesar, yang terletak di depan telinga.3
2.4 Epidemiologi
Neoplasma kelenjar liur merupakan kasus yang jarang. Angka kejadian berkisar
antara 1% dari seluruh neoplasma kepala dan leher. Paling sering mengenai kelenjar
parotis yaitu berkisar 67,7-84,4% kemudian diikuti kelenjar submandibula lebih
kurang 10%-23% dan 5% pada kelenjar sublingual serta kelenjar liur minor. 95%
kasus terjadi pada dewasa dan jarang pada anak-anak. 2
Sekitar 75% neoplasma adalah jinak dan adenoma pleomorfik adalah patologi
yang paling umum. Semakin kecil kelenjar yang terkena, semakin besar kemungkinan
untuk neoplasma menjadi ganas. 25% tumor parotis adalah tumor ganas, pada
kelenjar submandibula, angka ini meningkat menjadi 43%, dan 82% pada kelenjar
saliva minor. Pada parotis, subtipe yang paling sering adalah adenoma pleomorfik
(53,3%), diikuti dengan tumor Warthin (28,3%) dan karsinoma mukoepidermoid
(9%).2Adenoma pleomorfik umumnya mengenai orang usia 40 tahun ke atas, tidak
ada perbedaan kejadian pada laki-laki maupun perempuan.1
2.5 Etiologi

Etiologi neoplasma kelenjar saliva belum diketahui secara pasti, namun beberapa
penelitian menunjukkan adanya hubungan neoplasma dengan
a) Virus, sejumlah besar virus berhubungan dengan patogenesis tumor kelenjar
saliva. Ada hubungan yang kuat antara Epstein barr Virus (EBV) dengan
karsinoma limfoepitelial.7
b) Radiasi, radioterapi dengan dosis rendah berhubungan dengan patogenesis
adenoma pleomorfik, serta karsinoma sel skuamosa dan muekoepidermoid setelah
15-20 tahun paparan. Bukti yang lebih meyakinkan mengenai hubungan ini
adalah meningkatnya insiden tumor ini pada penduduk dari area yang terpapar
bom atom.
c) Merokok, walaupun tidak berhubungan dengan perkembangan karsinoma kelenjar
saliva secara langsung, merokok sering dikaitkan dengan tumor Warthin.2
d) Faktor genetik, P53 (tumor suppressing gene) dan MDM2 (onkogen)
diidentifikasi pada karsinoma pleomorfik ex-adenoma. Kadar yang tinggi dari
faktor pertumbuhan endotel VEGF dikaitkan dengan tumor ukuran besar, invasi
vaskular, rekuren, metastasis, dan agresifitas. Translokasi alel 12q13-15
berhubungan dengan adenoma pleomorfik.2
e) Usia, insiden kanker kelenjar saliva meningkat terus sesuai dengan peningkatan
usia, dan insiden kanker ini pada penderita <16 tahun adalah <2%.7
f) Tumor pada kelenjar saliva sering dikorelasikan dengan jenis kelamin, yang
ternyata dari data yang ada tidak ada predileksi seksual kecuali pada tumor
Warthin yang dijumpai 5 kali lebih banyak pada laki-laki.7
2.6 Gambaran Klinis
Tumor kelenjar saliva akan muncul sebagai suatu massa asimtomatik yang tumbuh
dengan pertumbuhan yang lambat. Massa ini biasanya tidak disertai nyeri, namun
pada neoplasma jinak, mungkin saja terjadi infeksi, perdarahan atau peningkatan
kistik. Pada neoplasma ganas, nyeri mengindikasikan invasi pada saraf, namun nyeri
tersebut bukan parameter untuk membedakan neoplasma ganas atau jinak. Paralisis
nervus fasialis memberi kesan suatu keganasan, walaupun itu bukan suatu alat
diagnostik, namun dapat terjadi karena kompresi nervus atau peregangan oleh tumor
jinak yang memanjang. Keterlibatan nervus fasialis pada keganasan hanya nampak

pada 3% dari seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk. Selain itu, tanda yang
memberi kesan keganasan adalah massa yang terfiksir dan batas tumor yang tidak
tegas.2
Tumor ganas pada kelenjar parotis dapat meluas ke area retromandibular dari
parotis dan dapat menginvasi lobus bagian dalam, melewati ruangan parafaringeal.
Akibatnya, keterlibatan dari saraf kranial bagian bawah dapat terjadi berupa disfagia,
sakit dan gejala pada telinga. Lebih lanjut lagi dapat melibatkan struktur disekitarnya
seperti tulang petrosus, kanal auditorius eksternal, dan sendi temporomandibular.
Tumor ganas dapat bermetastasis ke kelenjar limfe melalui ruangan parafaringeal dan
ke rangkaian jugular bagian dalam, serta ke nodus-nodus fasialis.2
2.7 Patologi
Tumor atau kanker kelenjar saliva merupakan penyakit yang heterogenous,
mempunyai clinical entity dan biological entity yang sangat luas, yang menyulitkan
ahli patologi untuk mengelompokkannya dengan tepat. Demikian juga ahli patologi
mengalami kesulitan untuk menentukan grading histologis, dan sifat keganasan
tumor. Dengan demikian, akan sering dijumpai adanya bias, baik intra maupun interobserver atau inter senter bedah onkologi.8
2.7.1 Klasifikasi Histopatologi WHO
Tumor Jinak
Pleomorphic adenoma (Benign Mixed Tumor)
Monomorphic adenoma
Papillary cyst-adenoma lymphomatosum (Warthin Tumor)
Tumor Ganas
Mucoepidermoid carcinoma
Acinic cell carcinoma
Adenoid cystic carcinoma
Adenocarcinoma
Epidermoid carcinoma
Small cell carcinoma
Lymphoma
Malignant mixed tumor
Carcinoma ex pleiomorphic adenoma (carcinosarcoma/CXPA)
2.7.2 Klasifikasi Menurut Grade (WHO/AJCC)
Low Grade
Acinic cell carcinoma
Mucoepidermoid carcinoma (grade I dan II)
High Grade

Mucoepidermoid carcinoma (grade III)


Adenocarcinoma (poorly diff, anaplastic Ca)
Squamous cell carcinoma
Malignant mixed tumor
Adenoid cystic carcinoma
Mengingat banyaknya variasi dan heterogenitas tumor dari kelenjar parotis,
diharapkan bahwa pelaporan patologi harus memenuhi standar yang diinginkan agar
ahli bedah dapat melakukan terapi secara maksimal. Yang perlu dilaporkan ahli
patologi adalah tipe atau varian histopatologi tumor, derajat diferensiasi/grading
tumor, stadium patologis TNM, antara lain besar tumor primer, adanya invasi pada
pembuluh darah/limfe, adanya invasi/infiltrasi pada neural sheath (adenoid cystic),
adanya metastasis KGB, ukuran metastasis KGB, lokasi/level KGB leher, jumlah
KGB yang termetastasis, infiltrasi keluar kapsel KGB, serta metastasis jauh dari
spesimen biopsi yang didapatkan.8
2.8 Klasifikasi Stadium Klinis
Penentuan stadium klinis dibuat berdasarkan TNM dari AJCC tahun 2002, dengan
revisi yang telah dilakukan beberapa kali. Klasifikasi TNM yangr diajukan adalah
pada tumor kelenjar parotis, yang juga dapat digunakan pada keganasan kelenjar
saliva yang lain, yaitu:7
T Tumor primer
Tx
: tumor primer tidak dapat dievaluasi
T0
: tidak ada bukti tumor primer
T1
: tumor 2cm pada dimensi terbesar
T2
: tumor >2cm tapi tidak lebih dari 4 cm pada dimensi terbesar
T3
: tumor >4 cm pada dimensi terbesar
T4a : tumor menginvasi struktur di sekitarnya (misalnya melalui tulang kortikal,
ke

otot lidah (genioglossus, hyoglossus, palatoglossus, dan styloglossus), sinus

T4b

maksilaris, dan kulit wajah)


: tumor melibatkan ruang mastikasi, pterygoid plate, basis tengkorak, dan/atau

membungkus arteri karotis interna


N limfo nodus regional
Nx
: limfonodus regional tidak bisa dievaluasi
N0
: tidak ada metastasis ke limfonodus
N1
: metastasis ke satu limfonodus ipsilateral, 3cm
N2a : metastasis ke satu limfonodus ipsilateral >3cm tapi <6cm
N2b : metastasis ke lebih dari satu limfonodus ipsilateral, tidak >6cm
9

N2c : metastasi ke limfonodus bilateral atau kontralateral, tidak >6cm


N3
: metastasis ke limfonodus dengan ukuran >6cm
M Metastasis jauh
Mx
: metastasis jauh tidak bisa dievaluasi
M0
: tidak ada metastasis jauh
M1
: metastasis jauh
Stage grouping
Stage I
Stage II
Stage III
Stage IV A
Stage IV B
Stage IV C

T1
T2
T3
T1,T2,T3
T1,T2,T3
T4a
T4b
Semua T
Semua T

N0
N0
N0
N1
N2
N0,N1,N2
Semua N
N3
Semua N

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

2.9 Diagnosis
2.9.1 Pemeriksaan Klinis
a. Anamnesis
Pada anamnesis umumnya pasien mengeluh adanya benjolan pada bagian depan
telinga. Benjolan biasanya terletak pre-auricular, menyebabkan telinga terangkat,
nyeri atau tidak (berhubungan dengan nervus trigeminus), ada tidaknya bells palsy,
indikator kelumpuhan nervus fasialis yang berhubungan dengan keganasan. Paralisis
nervus fasialis ditemukan pada 2-3% keganasan parotis. Adanya disfagia, nyeri pada
tenggorokan, dan gangguan pendengaran berhubungan dengan keganasan lobus
profundus parotis dengan ekstensi ke orofaring. Paralisis nervus glossofaringeus,
nervus vagus, nervus hipoglossus, nervus aksesorius, trunkus simpatikus (Horner
syndrome) berhubungan dengan keganasan parotis yang bersifat lanjut lokal dengan
ekstensi pada nervi tersebut. Adanya pembesaran KGB leher, terutama pada level I,
II, dan III biasanya berhubungan dengan metastasis keganasan yang berasal dari
kelenjar saliva. Perlu ditanyakan pula mengenai kecepatan pertumbuhan, yang
berhubungan dengan grading keganasan dan besar tumor.8
Selain itu, harus ditanyakan mengenai fakto risiko tumor seperti radiasi pada
daerah kepala-leher, operasi yang pernah dilakukan pada kelenjar ludah dan penyakit
tertentu

yang

dapat

menimbulkan

pembengkakan

kelenjar

ini
10

(diabetes,sirosis,hepatitis, alkoholisme). Juga obat-obat seperti opiate, antihipertensi,


derivate

fenotiazin,

diazepam,

dan

klordiazepoksid

dapat

menyebabkan

pembengkakan, karena obat-obat ini menurunkan fungsi kelenjar ludah.8


b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus dievaluasi status generalis (keadaan umum penderita,
tanda vital), performance status (karnofsky score), dan tanda-tanda metastasis pada
KGB, paru, hati, tulang/vertebra. Pada inspeksi daerah leher, umumnya ditemukan
terangkatnya cuping/lobulus daun telinga. Kemudian perlu dievaluasi besar tumor,
pendesakan organ sekitar, pembesaran KGB leher. Pada palpasi, dapat dievaluasi
besar tumor, mobilitas (biasanya terbatas, karena ruang yang sempit), konsistensi, dan
pemeriksaan fungsi nervus VII XII. Selain itu perlu dievaluasi pembesaran KBG
leher pada semua level, baik ipsilateral maupun kontralateral, ukuran besarnya KGB,
mobilitas, dan jumlahnya.8
2.9.2 Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis umumnya dilakukan untuk tumor besar dan tumor yang
mengenai kelenjar saliva minor, namun tidak diperlukan pada tumor parotis yang
kecil dan pada massa yang berbatas tegas.

Pemeriksaan

radiologis

jarang

mengubah pendekatan terapi dan tidak dapat membedakan lesi jinak dan lesi ganas.
Baik CT scan maupun MRI memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang mirip untuk
mengevaluasi lokasi dan infiltrasi masa tumor dan dapat digunakan untuk evaluasi
keterlibatan jaringan yang lebih dalam dan kelenjar kontralateral. CT scan dan MRI
penting untuk approach pembedahan dan operabilitas tumor parotis pada lobus
profundus dan perluasan ke orofaring, serta metastasis pada KGB leher, ekstensinya,
kadang untuk melihat ekstensi ekstrakapsuler.8
Modalitas lain seperti ultrasonografi dan PET-CT juga tidak dapat
membedakan lesi jinak atau ganas, sehingga tidak memiliki fungsi diagnostik.
Scintigrafi kelenjar saliva dengan technetium memiliki akurasi yang besar untuk
diagnosis tumor Warthin.2
2.9.3 Fine Needle Aspiration Biopsy dan Open Biopsy
Kelenjar saliva mayor sangat mudah diakses sehingga merupakan target yang bagus
untuk FNAB. Teknik ini telah digunakan sejak lama dengan akurasi yang baik dan

11

telah dterima oleh ahli bedah dan patologis. FNAB diperlukan untuk evaluasi
preoperatif semua tumor parotis, karena diagnosis patologi sebelum pembedahan
diperlukan oleh ahli bedah dan pasien dalam menentukan rencana pembedahan.
Akurasi sitologi ditentukan oleh teknik pengambilan jaringan, dan pengalaman ahli
sitologi. Sensitifitas FNAB berkisar antara 58-96% dengan spesifitas antara 71-88%.
FNAB harus dilakukan sebagai langkah pertama dalam menentukan diagnosis
neoplasma.2
Open biopsy biasanya dihindari karena memiliki risiko perdarahan, implantasi
tumor ke jaringan lain serta infeksi lokal. Open biopsy hanya dilakukan pada tumor
ganas kelenjar saliva yang tidak operabel untuk menentukan strategi pengobatan
selanjutnya. Freezing biopsy diindikasikan untuk memastikan batas pembedahan.
Freezing biopsy dan FNAB memiliki kemiripan akurasi, dengan sensitivitas lebih
besar pada FNAB dan spesifisitas lebih besar pada freezing biopsy, sehingga kedua
metode tersebut saling melengkapi untuk diagnosis neoplasma.2 Metode freezing
biopsy juga memerlukan pengalaman ahli patologi mengingat banyaknya variasi dan
heterogenitas tumor dari kelenjar saliva.8
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Terapi pembedahan
Pilihan utama penatalaksanaan tumor kelenjar liur adalah bedah dengan mengangkat
tumor secara komplit. Sisa tumor dapat mengakibatkan terjadinya kekambuhan dan
sebagian dapat berubah menjadi ganas. Parotidektomi dengan perawatan saraf fasialis
dapat dilakukan pada kasus dimana tumor parotis berada pada daerah ekor parotis
atau superfisial dari saraf fasialis. Pada beberapa kasus kita juga tidak memerlukan
pengangkatan lobus parotis secara keseluruhan jika pada temuan operasi tumor dapat
diangkat secara

komplit. Saat ini terdapat berbagai teknik pembedahan dalam

pengangkatan adenoma pleomorfik berdasarkan pengangkatan terhadap kelenjar


parotis, antara lain: parotidektomi total, parotidektomi superfisial, parotidektomi
medial, parotidektomi subtotal dan enukleasi.9
Parotidektomi total adalah pengangkatan tumor parotis dengan mengangkat
seluruh kelenjar parotis baik dengan mengangkat saraf fasialis atau merawat saraf

12

fasialis. Parotidektomi total diindikasikan pada tumor jinak yang mengenai kedua
lobus kelenjar parotis atau pada tumor ganas parotis.9
Parotidektomi superfisial adalah pengangkatan tumor parotis dengan
mengangkat seluruh lobus superfisial parotis baik dengan pengangkatan saraf fasialis
atau dengan perawatan saraf fasialis. Teknik operasi ini dilakukan pada tumor jinak
atau tumor dengan keganasan rendah yang hanya mengenai lobus superfisial dari
parotis. Parotidektomi superfisialis dapat dilakukan dengan mengangkat saraf fasialis
jika tumor mengenai saraf fasialis atau tanpa mengangkat saraf fasialis.9
Parotidektomi medial adalah pengangkatan tumor parotis dengan mengangkat
seluruh lobus profunda parotis baik dengan pengangkatan saraf fasialis atau dengan
perawatan saraf fasialis. Teknik operasi ini dilakukan pada tumor jinak atau tumor
dengan keganasan rendah yang hanya mengenai lobus profunda dari parotis.9
Parotidektomi subtotal ialah reseksi konservatif dalam pengangkatan tumor
kelenjar parotis dimana kelenjar yang diangkat kurang dari parotidektomi superfisial
atau medial atau diseksi saraf fasialis yang tidak komplit. Dengan pengangkatan
tumor dengan batas yang adekuat dengan jaringan normal, diharapkan kekambuhan
tidak terjadi dan fungsi fisiologis kelenjar dan saraf fasialis dapat dipertahankan,
komplikasi yang mungkin timbul dari pengangkatan kelenjar parotis dapat dikurangi.
Walaupun parotidektomi superfisial atau medial dengan perawatan saraf fasial
merupakan standar dalam pengangkatan tumor jinak parotis, namun berdasarkan
temuan operatif parotidektomi parsial atau subtotal dapat menjadi pilihan untuk
dilakukan. Pengangkatan lobus kelenjar parotis tidak diperlukan jika tumor
memungkinkan untuk diangkat secara komplit.9
Enukleasi adalah pengangkatan tumor tanpa melakukan pengangkatan
terhadap kelenjar parotis. Ini dapat dilakukan jika tumor memungkinkan terangkat
secara komplit. Biasanya dilakukan pada tumor yang ukurannya kecil, tumor yang
mempunyai kapsul atau pada tumor yang letaknya berada di daerah ekor dari kelenjar
parotis. Komplikasi yang ditimbulkan pada parotidektomi seperti kelumpuhan saraf
fasialis, dan sindroma Frey, akan bekurang dengan teknik enukleasi. Namun dipihak
lain angka kekambuhan akan meningkat dengan teknik enukleasi terutama jika terjadi
kerusakan kapsul, namun jika kapsul dapat dipertahankan angka kekambuhan ini

13

dapat ditekan bahkan lebih kecil dari 2%.Setiap pembedahan pengangkatan tumor
jinak parotis selalu dimulai dengan parotidektomi superfisial. Kemudian berdasarkan
temuan operasi dapat diperluas ke lobus medial jika diperlukan untuk mengangkat
tumor secara komplit.9
2.10.2 Terapi Adjuvant
a) Radioterapi
Secara umum keganasan primer pada kelenjar parotis resisten terhadap
radioterapi. Oleh karena itu, radioterapi umumnya diberikan pascabedah. Indikasi
pemberian radioterapi adjuvant adalah high grade tumor, tumor stadium lanjut
(T4), tumor yang telah menginfiltrasi kulit, tulang, jaringan lunak ekstra
glanduler, dan nervus serta tumor rekuren. Pembedahan tetap merupakan gold
standar terapi tumor parotis. Tidak ada laporan suatu studi randomized trial
dengan jumlah sampel yang besar, yang membandingkan pembedahan +
radioterapi dan pembedahan saja.8
b) Kemoterapi
Pemberian kemoterapi berbasis cisplatinum bersamaan dengan pemberian
radioterapi (concomittant chemo-radiation therapy), pada kanker lanjut lokal
yang inoperabel memberikan perbaikan survival sebanyak 8% dalam 5 tahun.
Pemberian

concomittant

chemo-radiation

therapy

dengan

menggunakan

carboplatin sebagai terapi adjuvant diharapkan akan meningkatkan overall


survival pasien dengan tumor ganas kelenjar parotis high grade.8
2.11

Komplikasi Operasi

Komplikasi dari operasi kelenjar tiroid antara lain hematoma, infeksi, kelemahan
nervus fasialis sementara, transeksi nervus fasialis dan kelemahan otot wajah
permanen, fistula kelenjar air liur, mati rasa pada daerah wajah, mati rasa pada
telinga, yang berkaitan dengan transeksi nervus aurikuler, dan Freys syndrome.3
Fistula kelenjar liur merupakan komplikasi yang sering muncul setelah
dilakukan parotidektomi, dimana air liur akan berkumpul didaerah bekas operasi,
sehingga cairan yang terkumpul ini akan keluar melalui celah sehingga terbentuk
fistula. Kondisi ini biasanya akan berhenti sendiri karena air liur yang terkumpul
dapat diserap kembali atau dapat dihisap dengan menggunakan spuit.3

14

Kelumpuhan saraf fasialis lebih sering terjadi pada tindakan parotidektomi


total dari pada parotidektomi superfisial, dan akan semakin berkurang jika hanya
melakukan parotidektomi subtotal atau enukleasi. Kelumpuhan saraf fasial terjadi
akibat tarikan yang dilakukan saat operasi atau oleh trauma operasi. Kelumpuhan
yang terjadi dapat bersifat sementara atau menetap. Kejadian paralisis/paresis nervus
paresis sementara terjadi pada 10-30% kasus, sedangkan paralisis permanen biasanya
jarang (<3%).3
Freys syndrome ataugustatory sweatingterjadi akibat reinervasi yang
bersilang dari jalur otonom kelenjar parotis, ke kelenjar keringat, sehingga serabut
parasimpatis, yang dirangsang oleh penciuman, pengecapan, akan mempersarafi
kelenjar keringat dan pembuluh darah. Hal ini berakibat timbulnya keringat dan
kemerahan di sekitar kulit pada region parotis pada waktu mengunyah. Kejadian ini
berkisar 30%-60% pasien pasca parotidektomi.3
2.12 Prognosis
Sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang dari 1% kasus.
Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul residif lokal. Hal
ini terutama dapat terjadi jika hanya dikerjakan enukleasi sederhana. Pada operasi
ulang terdapat kemungkinan yang lebih besar kerusakan saraf penting seperti nervus
fasialis dan dalam beberapa kasus residif demikian adalah maligna.2
Prognosis tumor bergantung pada beberapa hal, antara lain apakah ada data
histologi, tersedianya data grading tumor (histopatologi, FNAB), stadium dari tumor
primer, serta fiksasi dan terkenanya nervi di sekitarnya, fiksasi jaringan lunak sekitar,
kulit, dan KGB. Prognosis tumor berkaitan sangat erat dengan stadium klinis, yang
memperkuat pentingnya diagnosis dini. Angka harapan hidup 5 tahundari stadium IIV adalah berturut-turut 75%, 59%, 57% dan 28%.2

15

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen9 halaman
    Bab I
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • pmk762016 PDF
    pmk762016 PDF
    Dokumen63 halaman
    pmk762016 PDF
    Zola Zesay
    Belum ada peringkat
  • pmk762016 PDF
    pmk762016 PDF
    Dokumen63 halaman
    pmk762016 PDF
    Zola Zesay
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen9 halaman
    Bab Ii
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • 1 09 220vitiligo
    1 09 220vitiligo
    Dokumen10 halaman
    1 09 220vitiligo
    Ayu Wilistika
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Parasit
    Infeksi Parasit
    Dokumen1 halaman
    Infeksi Parasit
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen9 halaman
    Bab Iii
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen7 halaman
    Bab Ii
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • KTI Syok Sepsis
    KTI Syok Sepsis
    Dokumen15 halaman
    KTI Syok Sepsis
    Ade Rio Suhardani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • SK Abies
    SK Abies
    Dokumen10 halaman
    SK Abies
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • Komunikasi Kedokteran Bram
    Komunikasi Kedokteran Bram
    Dokumen5 halaman
    Komunikasi Kedokteran Bram
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • Bab II SP Penyakit Ginjal Kronik
    Bab II SP Penyakit Ginjal Kronik
    Dokumen13 halaman
    Bab II SP Penyakit Ginjal Kronik
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • SP Neuro SGD 6 Isi Last Editt
    SP Neuro SGD 6 Isi Last Editt
    Dokumen8 halaman
    SP Neuro SGD 6 Isi Last Editt
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • SP Fix Bab1-4 Edit
    SP Fix Bab1-4 Edit
    Dokumen18 halaman
    SP Fix Bab1-4 Edit
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • Petunjuk Rabies
    Petunjuk Rabies
    Dokumen15 halaman
    Petunjuk Rabies
    Ary Dewi
    50% (2)
  • Mitral Stenosis
    Mitral Stenosis
    Dokumen20 halaman
    Mitral Stenosis
    Angga Satria Utama
    100% (1)
  • BAB 1 Fix
    BAB 1 Fix
    Dokumen12 halaman
    BAB 1 Fix
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat
  • 10.radikal Bebas - Qoqom1
    10.radikal Bebas - Qoqom1
    Dokumen12 halaman
    10.radikal Bebas - Qoqom1
    Fiddien Indera
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Angga Satria Utama
    Belum ada peringkat