TINJAUAN PUSTAKA
oleh
telinga,
prosesus
mastoideus,
dan
tepi
anterior
otot
dan
arteri
temporalis
superior.
Arteri
temporalis
superior
Lobus
superfisial
dari
kelenjar
parotis
mengandung lebih kurang 3-20 kelenjar limfe, terletak di antara kelenjar parotis
dengan kapsulnya. Kelenjar limfe ini merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang
telinga luar, daun telinga, kulit kepala, kelopak dan kelenjar air mata. Lapisan kedua
dari kelenjar limfe terdapat pada bagian dalam jaringan kelenjar parotis dan
merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, telinga tengah, nasofaring,
dan palatum mole. Kedua sistem ini mengalir ke sistem limfe servikal superfisialis
dan profunda.5
Fungsi sekretomotorik dihantarkan melalui serabut saraf parasimpatis lewat
saraf glosofaringeus. Dalam perjalanan yang rumit serabut saraf ini memasuki
kelenjar parotis setelah melewati ganglion otik dan dihantarkan melalui saraf
aurikulotemporalis.5
Produk dari kelenjar saliva disalurkan melalui duktus parotis, atau yang juga
disebut duktus stensen yang keluar dari sebelah anterior kelenjar parotis, yaitu sekitar
1 cm di bawah zigoma. Duktus ini memiliki panjang sekitar 4-6 cm dan berjalan ke
anterior menyilang muskulus maseter, berputar ke medial dan menembus muskulus
businator dan berakhir dalam rongga mulut di seberang molar kedua atas. Duktus ini
berjalan bersama dengan nervus fasialis cabang bukal.5
Saraf fasialis merupakan bagian penting pada anatomi kelenjar parotis.
Keberhasilan
identifikasi dan pemeliharaan saraf ini. Saraf fasialis keluar dari tulang temporal
melalui foramen stilomastoideus yang terletak pada bagian paling medial dari fisura
timpanomastoid, yaitu antara tip mastoid dengan liang telinga luar. Saraf fasialis
memasuki dan membagi kelenjar parotis menjadi dua lobus superfisial dan profunda.
Saraf fasialis ini bercabang menjadi dua cabang utama yaitu bagian lebih superior
(temporofasial) yang akan mencabangkan ramus temporalis, ramus zigomatikus,
sedangkan cabang bagian inferior (servikofasial) akan mencabangkan ramus servikal,
ramus submandibula dan ramus bukal. Rangkaian saraf-saraf ini disebut pes anserinus
karena menyerupai kaki angsa.6
kolektivus. Sel-sel asini dan duktus proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial yang
berperan untuk memproduksi sekret. Sel asini menghasilkan saliva yang akan
dialirkan dari duktus interkalasi menuju duktus interlobulus, kemudian duktus
intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus. Kelenjar submandibula dan parotis
mempunyai sistem tubuloasiner, sedangkan kelenjar sublingual memiliki sistem
sekresi yang lebih sederhana. Kelenjar parotis hanya memiliki sel-sel asini yang
memproduksi sekret yang encer, sedangkan kelenjar sublingual memiliki sel-sel asini
mukus yang memproduksi sekret yang lebih kental. Kelenjar submandibula memiliki
kedua jenis sel asini sehingga memproduksi sekret baik serosa maupun mukoid.
Kelenjar saliva minor juga memiliki kedua jenis sel asini yang memproduksi kedua
jenis sekret.6
Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada kelenjar saliva
sehingga menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar parotis mendapat
persarafan
Etiologi neoplasma kelenjar saliva belum diketahui secara pasti, namun beberapa
penelitian menunjukkan adanya hubungan neoplasma dengan
a) Virus, sejumlah besar virus berhubungan dengan patogenesis tumor kelenjar
saliva. Ada hubungan yang kuat antara Epstein barr Virus (EBV) dengan
karsinoma limfoepitelial.7
b) Radiasi, radioterapi dengan dosis rendah berhubungan dengan patogenesis
adenoma pleomorfik, serta karsinoma sel skuamosa dan muekoepidermoid setelah
15-20 tahun paparan. Bukti yang lebih meyakinkan mengenai hubungan ini
adalah meningkatnya insiden tumor ini pada penduduk dari area yang terpapar
bom atom.
c) Merokok, walaupun tidak berhubungan dengan perkembangan karsinoma kelenjar
saliva secara langsung, merokok sering dikaitkan dengan tumor Warthin.2
d) Faktor genetik, P53 (tumor suppressing gene) dan MDM2 (onkogen)
diidentifikasi pada karsinoma pleomorfik ex-adenoma. Kadar yang tinggi dari
faktor pertumbuhan endotel VEGF dikaitkan dengan tumor ukuran besar, invasi
vaskular, rekuren, metastasis, dan agresifitas. Translokasi alel 12q13-15
berhubungan dengan adenoma pleomorfik.2
e) Usia, insiden kanker kelenjar saliva meningkat terus sesuai dengan peningkatan
usia, dan insiden kanker ini pada penderita <16 tahun adalah <2%.7
f) Tumor pada kelenjar saliva sering dikorelasikan dengan jenis kelamin, yang
ternyata dari data yang ada tidak ada predileksi seksual kecuali pada tumor
Warthin yang dijumpai 5 kali lebih banyak pada laki-laki.7
2.6 Gambaran Klinis
Tumor kelenjar saliva akan muncul sebagai suatu massa asimtomatik yang tumbuh
dengan pertumbuhan yang lambat. Massa ini biasanya tidak disertai nyeri, namun
pada neoplasma jinak, mungkin saja terjadi infeksi, perdarahan atau peningkatan
kistik. Pada neoplasma ganas, nyeri mengindikasikan invasi pada saraf, namun nyeri
tersebut bukan parameter untuk membedakan neoplasma ganas atau jinak. Paralisis
nervus fasialis memberi kesan suatu keganasan, walaupun itu bukan suatu alat
diagnostik, namun dapat terjadi karena kompresi nervus atau peregangan oleh tumor
jinak yang memanjang. Keterlibatan nervus fasialis pada keganasan hanya nampak
pada 3% dari seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk. Selain itu, tanda yang
memberi kesan keganasan adalah massa yang terfiksir dan batas tumor yang tidak
tegas.2
Tumor ganas pada kelenjar parotis dapat meluas ke area retromandibular dari
parotis dan dapat menginvasi lobus bagian dalam, melewati ruangan parafaringeal.
Akibatnya, keterlibatan dari saraf kranial bagian bawah dapat terjadi berupa disfagia,
sakit dan gejala pada telinga. Lebih lanjut lagi dapat melibatkan struktur disekitarnya
seperti tulang petrosus, kanal auditorius eksternal, dan sendi temporomandibular.
Tumor ganas dapat bermetastasis ke kelenjar limfe melalui ruangan parafaringeal dan
ke rangkaian jugular bagian dalam, serta ke nodus-nodus fasialis.2
2.7 Patologi
Tumor atau kanker kelenjar saliva merupakan penyakit yang heterogenous,
mempunyai clinical entity dan biological entity yang sangat luas, yang menyulitkan
ahli patologi untuk mengelompokkannya dengan tepat. Demikian juga ahli patologi
mengalami kesulitan untuk menentukan grading histologis, dan sifat keganasan
tumor. Dengan demikian, akan sering dijumpai adanya bias, baik intra maupun interobserver atau inter senter bedah onkologi.8
2.7.1 Klasifikasi Histopatologi WHO
Tumor Jinak
Pleomorphic adenoma (Benign Mixed Tumor)
Monomorphic adenoma
Papillary cyst-adenoma lymphomatosum (Warthin Tumor)
Tumor Ganas
Mucoepidermoid carcinoma
Acinic cell carcinoma
Adenoid cystic carcinoma
Adenocarcinoma
Epidermoid carcinoma
Small cell carcinoma
Lymphoma
Malignant mixed tumor
Carcinoma ex pleiomorphic adenoma (carcinosarcoma/CXPA)
2.7.2 Klasifikasi Menurut Grade (WHO/AJCC)
Low Grade
Acinic cell carcinoma
Mucoepidermoid carcinoma (grade I dan II)
High Grade
T4b
T1
T2
T3
T1,T2,T3
T1,T2,T3
T4a
T4b
Semua T
Semua T
N0
N0
N0
N1
N2
N0,N1,N2
Semua N
N3
Semua N
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1
2.9 Diagnosis
2.9.1 Pemeriksaan Klinis
a. Anamnesis
Pada anamnesis umumnya pasien mengeluh adanya benjolan pada bagian depan
telinga. Benjolan biasanya terletak pre-auricular, menyebabkan telinga terangkat,
nyeri atau tidak (berhubungan dengan nervus trigeminus), ada tidaknya bells palsy,
indikator kelumpuhan nervus fasialis yang berhubungan dengan keganasan. Paralisis
nervus fasialis ditemukan pada 2-3% keganasan parotis. Adanya disfagia, nyeri pada
tenggorokan, dan gangguan pendengaran berhubungan dengan keganasan lobus
profundus parotis dengan ekstensi ke orofaring. Paralisis nervus glossofaringeus,
nervus vagus, nervus hipoglossus, nervus aksesorius, trunkus simpatikus (Horner
syndrome) berhubungan dengan keganasan parotis yang bersifat lanjut lokal dengan
ekstensi pada nervi tersebut. Adanya pembesaran KGB leher, terutama pada level I,
II, dan III biasanya berhubungan dengan metastasis keganasan yang berasal dari
kelenjar saliva. Perlu ditanyakan pula mengenai kecepatan pertumbuhan, yang
berhubungan dengan grading keganasan dan besar tumor.8
Selain itu, harus ditanyakan mengenai fakto risiko tumor seperti radiasi pada
daerah kepala-leher, operasi yang pernah dilakukan pada kelenjar ludah dan penyakit
tertentu
yang
dapat
menimbulkan
pembengkakan
kelenjar
ini
10
fenotiazin,
diazepam,
dan
klordiazepoksid
dapat
menyebabkan
Pemeriksaan
radiologis
jarang
mengubah pendekatan terapi dan tidak dapat membedakan lesi jinak dan lesi ganas.
Baik CT scan maupun MRI memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang mirip untuk
mengevaluasi lokasi dan infiltrasi masa tumor dan dapat digunakan untuk evaluasi
keterlibatan jaringan yang lebih dalam dan kelenjar kontralateral. CT scan dan MRI
penting untuk approach pembedahan dan operabilitas tumor parotis pada lobus
profundus dan perluasan ke orofaring, serta metastasis pada KGB leher, ekstensinya,
kadang untuk melihat ekstensi ekstrakapsuler.8
Modalitas lain seperti ultrasonografi dan PET-CT juga tidak dapat
membedakan lesi jinak atau ganas, sehingga tidak memiliki fungsi diagnostik.
Scintigrafi kelenjar saliva dengan technetium memiliki akurasi yang besar untuk
diagnosis tumor Warthin.2
2.9.3 Fine Needle Aspiration Biopsy dan Open Biopsy
Kelenjar saliva mayor sangat mudah diakses sehingga merupakan target yang bagus
untuk FNAB. Teknik ini telah digunakan sejak lama dengan akurasi yang baik dan
11
telah dterima oleh ahli bedah dan patologis. FNAB diperlukan untuk evaluasi
preoperatif semua tumor parotis, karena diagnosis patologi sebelum pembedahan
diperlukan oleh ahli bedah dan pasien dalam menentukan rencana pembedahan.
Akurasi sitologi ditentukan oleh teknik pengambilan jaringan, dan pengalaman ahli
sitologi. Sensitifitas FNAB berkisar antara 58-96% dengan spesifitas antara 71-88%.
FNAB harus dilakukan sebagai langkah pertama dalam menentukan diagnosis
neoplasma.2
Open biopsy biasanya dihindari karena memiliki risiko perdarahan, implantasi
tumor ke jaringan lain serta infeksi lokal. Open biopsy hanya dilakukan pada tumor
ganas kelenjar saliva yang tidak operabel untuk menentukan strategi pengobatan
selanjutnya. Freezing biopsy diindikasikan untuk memastikan batas pembedahan.
Freezing biopsy dan FNAB memiliki kemiripan akurasi, dengan sensitivitas lebih
besar pada FNAB dan spesifisitas lebih besar pada freezing biopsy, sehingga kedua
metode tersebut saling melengkapi untuk diagnosis neoplasma.2 Metode freezing
biopsy juga memerlukan pengalaman ahli patologi mengingat banyaknya variasi dan
heterogenitas tumor dari kelenjar saliva.8
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Terapi pembedahan
Pilihan utama penatalaksanaan tumor kelenjar liur adalah bedah dengan mengangkat
tumor secara komplit. Sisa tumor dapat mengakibatkan terjadinya kekambuhan dan
sebagian dapat berubah menjadi ganas. Parotidektomi dengan perawatan saraf fasialis
dapat dilakukan pada kasus dimana tumor parotis berada pada daerah ekor parotis
atau superfisial dari saraf fasialis. Pada beberapa kasus kita juga tidak memerlukan
pengangkatan lobus parotis secara keseluruhan jika pada temuan operasi tumor dapat
diangkat secara
12
fasialis. Parotidektomi total diindikasikan pada tumor jinak yang mengenai kedua
lobus kelenjar parotis atau pada tumor ganas parotis.9
Parotidektomi superfisial adalah pengangkatan tumor parotis dengan
mengangkat seluruh lobus superfisial parotis baik dengan pengangkatan saraf fasialis
atau dengan perawatan saraf fasialis. Teknik operasi ini dilakukan pada tumor jinak
atau tumor dengan keganasan rendah yang hanya mengenai lobus superfisial dari
parotis. Parotidektomi superfisialis dapat dilakukan dengan mengangkat saraf fasialis
jika tumor mengenai saraf fasialis atau tanpa mengangkat saraf fasialis.9
Parotidektomi medial adalah pengangkatan tumor parotis dengan mengangkat
seluruh lobus profunda parotis baik dengan pengangkatan saraf fasialis atau dengan
perawatan saraf fasialis. Teknik operasi ini dilakukan pada tumor jinak atau tumor
dengan keganasan rendah yang hanya mengenai lobus profunda dari parotis.9
Parotidektomi subtotal ialah reseksi konservatif dalam pengangkatan tumor
kelenjar parotis dimana kelenjar yang diangkat kurang dari parotidektomi superfisial
atau medial atau diseksi saraf fasialis yang tidak komplit. Dengan pengangkatan
tumor dengan batas yang adekuat dengan jaringan normal, diharapkan kekambuhan
tidak terjadi dan fungsi fisiologis kelenjar dan saraf fasialis dapat dipertahankan,
komplikasi yang mungkin timbul dari pengangkatan kelenjar parotis dapat dikurangi.
Walaupun parotidektomi superfisial atau medial dengan perawatan saraf fasial
merupakan standar dalam pengangkatan tumor jinak parotis, namun berdasarkan
temuan operatif parotidektomi parsial atau subtotal dapat menjadi pilihan untuk
dilakukan. Pengangkatan lobus kelenjar parotis tidak diperlukan jika tumor
memungkinkan untuk diangkat secara komplit.9
Enukleasi adalah pengangkatan tumor tanpa melakukan pengangkatan
terhadap kelenjar parotis. Ini dapat dilakukan jika tumor memungkinkan terangkat
secara komplit. Biasanya dilakukan pada tumor yang ukurannya kecil, tumor yang
mempunyai kapsul atau pada tumor yang letaknya berada di daerah ekor dari kelenjar
parotis. Komplikasi yang ditimbulkan pada parotidektomi seperti kelumpuhan saraf
fasialis, dan sindroma Frey, akan bekurang dengan teknik enukleasi. Namun dipihak
lain angka kekambuhan akan meningkat dengan teknik enukleasi terutama jika terjadi
kerusakan kapsul, namun jika kapsul dapat dipertahankan angka kekambuhan ini
13
dapat ditekan bahkan lebih kecil dari 2%.Setiap pembedahan pengangkatan tumor
jinak parotis selalu dimulai dengan parotidektomi superfisial. Kemudian berdasarkan
temuan operasi dapat diperluas ke lobus medial jika diperlukan untuk mengangkat
tumor secara komplit.9
2.10.2 Terapi Adjuvant
a) Radioterapi
Secara umum keganasan primer pada kelenjar parotis resisten terhadap
radioterapi. Oleh karena itu, radioterapi umumnya diberikan pascabedah. Indikasi
pemberian radioterapi adjuvant adalah high grade tumor, tumor stadium lanjut
(T4), tumor yang telah menginfiltrasi kulit, tulang, jaringan lunak ekstra
glanduler, dan nervus serta tumor rekuren. Pembedahan tetap merupakan gold
standar terapi tumor parotis. Tidak ada laporan suatu studi randomized trial
dengan jumlah sampel yang besar, yang membandingkan pembedahan +
radioterapi dan pembedahan saja.8
b) Kemoterapi
Pemberian kemoterapi berbasis cisplatinum bersamaan dengan pemberian
radioterapi (concomittant chemo-radiation therapy), pada kanker lanjut lokal
yang inoperabel memberikan perbaikan survival sebanyak 8% dalam 5 tahun.
Pemberian
concomittant
chemo-radiation
therapy
dengan
menggunakan
Komplikasi Operasi
Komplikasi dari operasi kelenjar tiroid antara lain hematoma, infeksi, kelemahan
nervus fasialis sementara, transeksi nervus fasialis dan kelemahan otot wajah
permanen, fistula kelenjar air liur, mati rasa pada daerah wajah, mati rasa pada
telinga, yang berkaitan dengan transeksi nervus aurikuler, dan Freys syndrome.3
Fistula kelenjar liur merupakan komplikasi yang sering muncul setelah
dilakukan parotidektomi, dimana air liur akan berkumpul didaerah bekas operasi,
sehingga cairan yang terkumpul ini akan keluar melalui celah sehingga terbentuk
fistula. Kondisi ini biasanya akan berhenti sendiri karena air liur yang terkumpul
dapat diserap kembali atau dapat dihisap dengan menggunakan spuit.3
14
15