PEMBAHASAN
HOSPES
TEMPAT INFEKSI
Enterocytozoon bieneusi
epitel
usus
halus,
epithel
Encephalitozoon cuniculi
Encephalitozoon hellem
epitel
kornea,
konjungtiva,
dan
polip
hidung,
halus
sampai
ginjal.
Encephalitozoon intestinalis
manusia
epitel
usus
ginjal,
mata
dan
kandung empedu.
Trachipleistophora hominis
manusia
otot
skelet,
epithel
otot
jantung,
kornea,
ginjal,
nasofaring.
Trachipleistophora
manusia
anthropophthera
otak,
ginjal,
jantung,
Pleistophora spp
manusia, ikan
otot skelet
manusia
stroma kornea
Nosema ocularum
manusia
stroma kornea
Microsporidium ceylonensis
manusia
stroma kornea
corneum)
Microsporidium africanum
manusia
stroma kornea
spora
(sporogoni).
Merogoni
dan
sporogoni
berbeda
di
antara
spesies Microsporidia yang menginfeksi manusia. Merogoni dan sporogoni E.bieneusi terjadi
dalam sitoplasma sel hospes, sedangkan pada Encephalitozoon spp., terjadi di dalam vakuol
parasitoforus. Sporoplasma yang masuk ke dalam sel hospes akan bermultiplikasi dan
berkembang biak dengan cara kariokinesis menjadi meron berinti banyak. Meron berinti banyak
dengan cara belah pasang. Membran sel meront membentuk sporon. Sporon membelah dan
membentuk sporoblas. Pada akhir sporogoni, sporoblas akan mengalami sitokinesis (pembelahan
sel yang lambat) dan menghasilkan spora matang. Sel hospes yang terinfeksi pecah dan
mengeluarkan spora. Spora yang dikeluarkan dapt menginfeksi sel lain di sekitarnya atau ke
lingkungan melalui tinja, urin atau sekresi saluran pernapasan. Infeksi E.bieneusiterutama
berlokasi pada usus halus, walaupun traktus bilier dapat terkena. Tempat infeksi kedua yang
sering adalah ginjal, hati, sinus dan otak. Infeksi terjadi dengan menelan atau inhalasi spora,
transplasental atau melalui trauma.
Gambar 2. Skema daur hidup
E.bieneusi adalah pathogen intestinal yang lebih sering ditemukan pada pasien AIDS; terutama
menginfeksi enterosit usus halus (yeyunum dan duodenum) dan sel epitel saluran empedu.
Parasit kemudian bereplikasi dan meyebabkan atrofi vili, hyperplasia kripta, inflitrasi
mononuclear. Selain itu juga terjadi malabsorbsi D-xylose dan aktifitas enzim disakaridase
menurun. E.bineusi juga dapat menginfeksi sel epitel duktus pankreatikus. Gejala klinis yang
sering ditemukan pada mikrosporidiosis yang disebabkan oleh E.bieneusi danE.intesitinal adalah
diare . Diare yang disebabkan olehMicrosporidia pada orang yang imunokompeten bersifat selflimiting. E.bieneusi merupakan penyebab diare kronis pada pasien AIDS dan juga sering
menyebabkan kolangitis atau kolesistitis.
Encephalitozoon spp menginfeksi usus halus yang mengakibatkan peradangan dan kerusakan sel
usus. Parasit ini kemudian menyebar dan menginfeksi hampir setiap organ yang menimbulkan
lesi fokal dan granulomatosa. Pada pasien AIDS dengan jumlah CD4+ < 100 sel/l darah sering
menimbulkan diare kronis, malabsorpsi disertai demam, anoreksia, berat badan menurun.
Infeksi Encephalitozoonpada saluran napas bagian atas dapat menimbulkan gambaran patologi
rhinitis, sinusitis dan polip hidung. E.intestinalismerupakan Microsporidia kedua tersering yang
menginfeksi manusia setelah E.bieneusi dan juga dapat menginfeksi kolon. Infeksi
dengan Encephalitozoon dan Trachipleistophora
sppdapat
menimbulkan
sinusitis,
keratokonjungtivitis.
Pada
pasien
HIV, keratokonjungtivitis
dapat
maupun
kornea,
tidak
seperti
infeksi
dengan Vittaforma
corneum dan N.ocularumyang dapat menimbulkan infeksi stroma kornea yang dalam bahkan
dapat terjadi ulkus kornea. Spesies lain yang dapat menimbulkan keratokonjungtivitis
adalah T.hominis , M.ceylonensis dan M.africanum.
Diagnosis
Microsporidia pada umumnya berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop cahaya atau elektron,
metode molekuler dan uji serologi. Berbagai spesimen klinis yang dapat digunakan untuk
diagnosis mikrosporidiosis adalah : tinja, urin, sputum, bilasan bronkoaveolar, sekresi nasal,
cairan serebrospinal dan biopsi jaringan. Pada pasien dengan Mikrosporidiosis diseminata,
sebaiknya spesimen urin selalu diperiksa. Spora mikrosporidia sering dikeluarkan secara
periodik, maka untuk pemeriksaan urin sebaiknya urin 24 jam. Pemeriksaan 3 tinja dalam sehari
selama 3 hari perlu untuk menetapkan diagnosis mikropsoridiosis. Aspirasi duodenum juga dapat
digunakan untuk diagnosis infeksi intestinal.
ii.
Pengobatan
Albendazol untuk untuk Microsporidia invasive terutama genus Encephalitozoon. Kerja
albendazol menghambat polimerisasi mikrotubul selama pembelahan inti sehingga mencegah
pemisahan kromosom. Dengan demikian pembelahan parasit dihambat dan mempunyai efek
parasitosid. Pada infeksi E.intestinalis albendazol diberikan dengan dosis 400 mg, 2 kali sehari
selama 2-4 minggu atau 1-2 bulan, sedangkan pada infeksi E.cuniculi diberikan 2 x 400 mg per
hari selama 3-4 minggu. Dosis albendazol untuk anak 15 mg/kg berat badan per hari diberikan 2
kali sehari selama 2-4 minggu. Relaps dapat terjadi 1-2 bulan setelah pemberian albendazol
selama 4 minggu. Albendazol pada binatang bersifat teratogenik, sehingga sebaiknya dihindari
pada ibu hamil dan menyusui.
Fumagillin merupakan antibiotik yang diproduksi oleh jamur Aspergillus fumigates. Jika
diberikan secara sistemik dengan dosis 20 mg 3 kali sehari selama 2 minggu efektif untuk infeksi
E.bieneusi dan secara topical dapat mengobati keratokonjungtivitis yang disebabkan oleh
Encephalitozoon spp. Pasien yang mendapat fumagillin sebaiknya dimonitor hitung sel darah
selama terapi dan hitun platelet setiap hari. Pengobatan dihentikan bila hitung platelet turun di
bawah 75.000/mm3. Pemeriksaan dilakukan setiap bulan untuk mengetahui adanya relaps.
Itrakonazol, metronidazol, isetionat propamidin topical digunakan untuk infeksi epitel kornea.
iii.
Epidemiologi
Parasit
dapat
hidup
di
air
pada
suhu
40C
selama
lebih
dari
tahun.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada
Encephalitozoon,
dapat
Nosema,
menginfeksi
yaitu Enterocytozoon,
Trachipleistophora,
manusia
Pleistophora,
yang
umumnya
berdasarkan
ditimbulkannya
pemeriksaan
dengan
mikroskop cahaya atau elektron, metode molekuler dan uji serologi. Berbagai spesimen klinis
yang dapat digunakan untuk diagnosis mikrosporidiosis adalah : tinja, urin, sputum, bilasan
bronkoaveolar, sekresi nasal, cairan serebrospinal dan biopsi jaringan.
3.2 Saran
Diharapkan teman-teman mahasiswa keperawatan untuk dapat memahami materi yang disajikan
dalam laporan ini. Sehingga dapat bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan kelak nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Sutanto, Inge dkk. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Mikrosporidiosis: Sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh kelompok tertentu protozoa yang
spora bentuk (Microsporidia) misalnya Encephalitozoon, Enterocytozoon, Nosema, Pleistophora,
Trachipleistophora, Vittaforma, Enterocytozoon bieneusi, Enterocytozoan) Septata) intestinalis). Protozoa
menyerang dan hidup di dalam sel host.Spora rilis ke dalam saluran pencernaan di mana mereka
dikeluarkan dan dapat menginfeksi hewan lain. Infeksi ini sering tanpa gejala pada orang sehat tetapi
dapat menyebabkan gejala serius yang mempengaruhi berbagai bagian tubuh pada orang
immunocompromised. (http://www.rightdiagnosis.com/m/microsporidiosis/basics.htm)
Mikrosporidiosis adalah parasitosis disebabkan oleh Microsporidia (protozoa parasit). Kejadian tahunan
mikrosporidiosis tidak diketahui dan distribusi geografis Microsporidia masih harus didefinisikan. Pasien
imunodefisiensi (orang dengan HIV, dan pasien yang telah mengalami transplantasi sumsum tulang atau
organ) merupakan target utama. Hasil infeksi pada diare kronis yang menyebabkan penurunan berat badan
yang parah. Microsporidia adalah parasit eukariotik uniseluler tanpa mitokondria dan bertanggung jawab
untuk infeksi oportunistik. Microsporidia secara ketat parasit intraseluler. Tahap awal aseksual proliferasi
(merogony) diikuti dengan tahap mensosialisasikan (sporogoni) yang mengarah ke pengembangan
spora. Spora kecil (1 sampai 3 pM tergantung pada spesies) merupakan bentuk yang paling tahan dan
menyebarkan dan ditandai dengan filamen kutub, yang memungkinkan mereka untuk melubangi dinding sel
dan menyuntikkan bahan nuklir. Mereka mengembangkan terutama dalam sel usus tetapi juga dapat
berkembang pada adiposit, sel epitel dan sel darah.Beberapa genera telah dilaporkan pada manusia, di
antaranya Encephalitozoondan Enterocytozoon adalah yang paling umum. Kontaminasi mungkin terjadi
setelah menelan spora yang terkandung dalam air atau makanan. Kontaminasi interhuman langsung juga
kemungkinan. Diagnosa didasarkan pada identifikasi spora melalui pengujian laboratorium. Diferensial
diagnosis termasuk genera lain dari Microsporidia. Pengobatan dengan Albendazole adalah ditoleransi
dengan baik dan sukses, kecuali untuk pasien dengan infeksi Enterocytozoon bieneusi,yang hanya fumagillin
efektif
tetapi
hematotoxic. Prognosis
bisa
berat
pada
(http://www.orpha.net/consor/cgi-bin/OC_Exp.php?lng=en&Expert=2552)
pasien
imunodefisiensi.