Anda di halaman 1dari 47

Trematoda Darah

KELOMPOK 11 B
Farmakoterapi IV

1. Siti Inelza R. (1611013006)


2. Amerta Nugraha C. (1611013008)
3. Imanuddin Rabbani (1611013010)
4. Tiara (1611013012)
5. Mochammad Taqwim (1611013014)

FARMASI-UNIVERSITAS ANDALAS
Trematoda Darah
(Schistosoma)
PENDAHULUAN
 Trematoda darah adalah salah
satu trematoda yang habitanya di
dalam darah, trematoda darah
merupakan trematoda yang
termasuk golongan
anhermaprodit (organ genital
terpisah).
 Penyakit yang disebabkan oleh trematoda darah yaitu
schistosomiasis.
 Schistosomiasis atau disebut juga demam keong
merupakan penyakit parasitik yang disebabkan
oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus
Schistosoma.
 Secara epidemiologi penularan schistosomiasis tidak
terpisahkan dari faktor perilaku atau kebiasaan
manusia. Pada umumnya, penderita schistosomiasis
adalah mereka yang mempunyai kebiasaan yang
tidak terpisahkan dari air. Seringnya kontak
dengan perairan atau memasuki perairan yang
terinfeksi parasit Schistosoma menyebabkan
meningkatnya penderita schistosomiasis di dalam
masyarakat
PENYEBAB
Schistosoma japonicum
Schistosoma mansoni
Schistosoma haematobium
KLASIFIKASI
 Kingdom :Animalia
 Filum : Platyhelminthes
 Kelas :Trematoda
 Ordo : Strigeiformes
 Famili : Schistosomatidae
 Genus : Schistosoma
 Spesies : - Schistosoma japonicum
- Schistosoma mansoni
- Schistosoma haematobium
MORFOLOGI dan REPRODUKSI

1. Schistosoma japonica
2. Schistosoma monsoni
3. Schistosoma
haemstobium
MORFOLOGI CACING DARAH
(Schistosoma sp)
Secara umum
 Cacing dewasa non hermaprodit (jenis kelamin cacing jantan
dan betina terpisah)
 Ukuran cacing jantan : panjang ±10 mm, lebar ±1 mm
 Ukuran cacing betina : panjang ±20 mm, lebar ±0,25 mm
 Mempunyai 2 buah batil isap Intestinal coecum bersatu pada
bagian posterio
 Cercaria mempunyai ekor bercabang dua dan dapat
menginfeksi hospes dengan jalan menembus kulit (bentuk
infektif) tanpa melalui metaserkaria
 Cacing jantan mempunyai sebuah saluran (lekukan)
memanjang di sebelah ventral badan yang dibentuk oleh
lipatan kedua tepi lateral badan ke arah ventral dimana
terdapat cacing betina, celah ini disebut dengan canalis
gynecophorus
Ciri-ciri Umum Telur Schistoma sp
 Telur berbentuk oval
 Telur tidak mempunyai operculum
 Mempunyai spina atau duri yang berbeda-
beda tiap spesies
(Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s
Clinical Parasitology. Michigan : Lea &
Febiger)
Schistosoma japonicum
TELUR
BENTUK : BULAT AGAK
LONJONG DNG
TONJOLAN DI
BAGIAN
LATERAL DEKAT
KUTUB
UKURAN : 100 x 65 µm
TELUR BERISI EMBRIO
TANPA OPERKULUM
SERKARIA
Schistosoma sp
EKOR BERCABANG
Morfologi S. japonicum
Telur S.japonicum
Telur S.japonicum
Telur S. japonicum
S. japonicum jantan dan betina
Morfologi S. mansoni
Telur S. mansoni
Telur S. mansoni
INANG ANTARA Schistosoma
mansoni

Biomphalaria sp
Telur S. mansoni dlm usus
Telur S. mansoni pada jaringan usus (pd lapisan
mukosa dan submukosa)
Morfologi S. haematobium
Telur S. haematobium
Telur S. haematobium
INANG ANTARA Schistosoma
haematobium

Bulinus
sp
Telur S. haematobium pada jaringan kandung
kencing, terlihat telur terkalsifikasi
Lokasi S. haematobium dlm Plexus V. vesicalis
S. haematobium S. mansoni S. japonicum

Cacing jantan
Ukuran 10-15 x 1 mm 10 x 1 mm 12-20 x 0.5 mm
Kutikula Tuberkula halus Tuberkula kasar Tidak bertuberkel
Testis 4-5, berkelompok 8-9, deret zig-zag 6-7, berderet

Cacing betina
Ukuran 20 X 0.25 mm 14 x 0.25 mm 26 x 0.3 mm.
Ovarium Posterior pertengahan Anterior pertengahan Pertengahan badan
badan badan
Telur dalam uterus 20-30 butir 1-3 butir 50 butir atau lebih
Sekum yang menyatu Panjang (menyatu di Terpanjang(menyatu di Pendek(menyatu di
pertengahan badan) anterior perte-ngahan posterior perte-ngahan
badan) badan)
Hospes perantara Bulinus (Physopsis dan Biomphalaria dan Oncomelania hupensis
Planorbarius) Australorbis
Hospes Definitif Manusia Manusia Manusia & hewan
Babon Babon domestik
Penyebaran Geografis Afrika, Timur Tengahd & Afrika dan Amerika Selatan Timur Jauh (Oriental)
Timur Dekat
Habitat Pleksus vena vesikalis dan Plexus mesenterikus Plexus mesenterikus
prostatika daerah sigmoidorektal daerah ileocaecalis (v.
(v. mesenterika inferior mesenterika superior dan
dan cabang-cabangnya cabang-cabangnya)
Siklus hidup
 Siklus hidup Schistosoma japonicum dan Schistosoma mansoni
sangat mirip.
 Secara singkat, telur dari parasit dilepaskan dalam tinja dan
jika mengalami kontak dengan air mereka menetas menjadi
larvayang berenang bebas, yang disebutmiracidia .
 Larva kemudian harus menginfeksi keong dari genus Oncomelania
seperti jenis lindoensis Oncomelania dalam satu atau dua hari.
 Di dalam keong, larva mengalami reproduksi aseksual melalui
serangkaian tahapan yang disebut sporocysts.
 Setelah tahap reproduksi aseksual, cercaria yang dihasilkan dalam
jumlah besar, yang kemudian meninggalkan keong dan harus
menginfeksi inang vertebrata yang cocok.
 Setelah cercaria menembus kulit tuan rumah kehilangan ekornya
dan menjadi sebuah schistosomule, Cacing kemudian bermigrasi
melalui sirkulasi, berakhir di pembuluh darah mesenterika dimana
mereka kawin dan mulai bertelur.
 Setiap pasangan desposits sekitar 1500 - 3500 telur per hari dalam
dinding usus. Telur menyusup melalui jaringan dan terdapatdalam
tinja
Mekanisme infeksi cacing schistosoma
PATOGENITAS
 Keadaan patologis yang ditimbulkan oleh
schistosomiasis sering berupa pembentukan
granuloma dan gangguan terhadap organ
tertentu.
 Hal ini sangat berhubungan erat dengan
respon imun hospes.
 Respon imun hospes ini sendiri dipengaruhi
oleh faktor genetik, intensitas infeksi, sensitisasi in
utero terhadap antigen schistosoma dan status
co-infeksi.
(Renita , 2011)
GEJALA KLINIS
 Secara klinis schistosomiasis dapat dibagi
menjadi tiga stadium, yaitu :
Stadium I

Stadium II

Stadium III

(Nurwidayati Anis, 2015)


Stadium I
 Stadium I, dimulai sejak masuknya serkaria ke dalam kulit
sampai cacing menjadi dewasa, termasuk perpindahan
schistosomula (cacing Schistsoma muda) melalui paru – paru ke
sistem portal.
 Pada stadium ini dapat dibedakan menjadi tiga gejala, yaitu :
a. Gejala kulit dan alergi b. Gejala paru – paru c. Gejala toksemia

• Berupa ruam pada kulit, • Berupa batuk kadang


kemerahan dengan rasa disertai dahak, kadang • Mulai muncul antara
gatal dan panas di dengan sedikit minggu ke dua sampai
tempat serkaria masuk. bercampur darah. minggu ke delapan
Gejala ini timbul setelah infeksi.
beberapa jam setelah • Gejalanya berupa
infeksi. Gejala ini akan demam tinggi, lemah,
hilang dalam waktu 2-3 malaise, anoreksi,
hari. Setelah itu muncul mual, muntah, sakit
gejala alergi berupa kepala dan nyeri
demam, urtikaria serta tubuh, diare, sakit
pembengkakan. perut, hati dan limpa
membesar dan nyeri
pada perabaan.
(Nurwidayati Anis, 2015)
Stadium II
 Stadium II, dimulai saat peletakan telur dalam
pembuluh darah dan dikeluarkannya menembus
mukosa usus.
 Gejala berupa lemas, malaise, demam, berat badan
menurun, mulai terjadi pembengkakan hepar
(hepatomegali), pembengkakan limpa (spleenomegali).
 Gejala ini timbul pada 6-8 bulan setelah infeksi.

(Nurwidayati Anis, 2015)


Stadium III
 Stadium III, terjadi pada stadium lanjut, lebih dari
delapan bulan setelah infeksi.
 Kelainan berupa pembentukan jaringan ikat menetap
akibat terperangkapnya telur di jaringan hati.
 Gejala berupa sakit perut, disentri, pelebaran
pembuluh darah perut, pembengkakan / asites,
anemia.

(Nurwidayati Anis, 2015)


PENCEGAHAN
 Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara-
cara penularan dan cara pemberantasan penyakit ini.
 Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong
dengan membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan
mengeringkan dan mengalirkan air.
 Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh :
gunakan sepatu bot karet).
 Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang
terkontaminsai dengan cara segera keringkan kulit yang basah atau
mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.
 Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya
diambil dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat
untuk membunuh serkariannya.
 Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah
penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi
pelepasan telur oleh cacing.
 Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan
risiko penularan dan cara pencegahan
DIAGNOSIS
 Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur
di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi
rektum.
 Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis:
1. COPT (Circumoval precipitin test),
2. IHT (Indirect Haemagglutation test),
3. CFT (Complement fixation test),
4. FAT (Fluorescent antibody test) dan
5. ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay)
PENGOBATAN
 Adapun kriteria pemberian pengobatan schistosomiasis adalah
sebagai berikut:

Pengobatan
Pengobatan massal Pengobatan selektif
perorangan
• dilaksanakan bila • dilakukan bila • diberikan pada
prevalensi prevalensi di bawah 1 fasilitas pelayanan
skistosomiasis di %. Pengobatan kesehatan
desa > 1%. diberikan setiap 6 berdasarkan
Pengobatan ini bulan pada penduduk pemeriksaan klinis
dilaksanakan setiap 6 yang positif dan atau laboratorium.
bulan diberikan serumah.
kepada penduduk
umur 5 tahun ke atas.
Pada balita hanya
diberikan pada
individu yang positif.
Pengobatan ditunda
pada wanita hamil,
wanita menyusui dan
yang sakit berat.
Obat
1. Praziquantel
 Dosis 30 mg/kg BB/dosis diberikan 2 dosis
dalam satu hari, total 60 mg/kg/BB.
 Jarak pemberian dosis pertama dengan dosis
kedua adalah 4-6 jam. Obat diminum sesudah
makan.
 Efek samping antara lain, demam, sakit kepala,
pusing, mual, dan lain-lain
2. Emetin (Tartras emetikus)
 Pada tahun 1918 Chistopherson mengobati penyakit kala azar
dengan tartars emetikus. Tartars emetikus atau antimon kalium
tartrat dapat dikatakan sebagai obat schistosomisida yang cukup
efektif,
 akan tetapi mempunyai efek amping yang agak berat, antara lain:
mual, muntah, batuk, pusing, sakit kepala, nyeri pada tubuh,
miokarditis yang tampak pada EKG, bradi atau takikardia, syok dan
kadang-kadang mati mendadak.

3. Fuadin Stibofen, Reprodal, Neo-antimosan (Antimony-


bispyrocatechin-disulfonic-Na Compound)
 Obat ini pertama kali diperkenalkan di Mesir pada tahun 1929. Obat
ini merupakan trivalent antimony salt yang dapat disuntikkan secara
intramuscular sebagai larutan 7%.
 Efek sampingnya adalah syok, neuritis retrobulbar, skotoma sentralis
dan buta warna. Sering pula dilaporkan efek samping muntah-
muntah, tidak nafsu makan, nyeri tubuh, sakit kepala, reaksi alergi,
syok dan anuria.
Hasil penyembuhan adalah 40-47%.
4. Astiban TW 56 (Stibocaptate atau antimony-
dimercaptosuccinate, garam Na dan K)
 Obat ini diperkenalkan pada tahun 1954 oleh Friedheim
dkk., dengan angka penyembuhan pada infeksi
S.haematobium yang hampir mencapai 100%.
 Astiban diberikan secara intramuscular dalam bentuk
larutan 10%. Dosis tergantung dari beberapa faktor seperti:
umur, keadaan umum penderita, spesies parasit, pengobatan
perorangan atau masal dan pengobatan radikal atau
supresif.
 Dosis total untuk dewasa adalah 30-50 mg/kg berat badan,
dengan dosis maksimum 2,5 gram. Dosis total ini harus
dibagi dalam 5 kali suntikan. Pada anak-anak dengan berat
badan kurang dari 20 kg, dosis total adalah 40-60 mg/kg
berat badan.
 Efek samping hampir sama dengan obat antimon lainnya,
akan tetapi lebih ringan seperti pada pengobatan dengan
tartras emetikus.
DAFTAR PUSTAKA

Nurwidayati Anis. Strategi Pengendalian Hospes Perantara Schistosomiasis.


SPIRAKEL,Vol.7 No.2, Desember 2015: 38-45 Strategi Pengendalian Hospes
…(Anis Nurwidayati)DOI:10.22435/spirakel.v7i2.6128.38-45

Renita Selfi Rusjdi. SCHISTOSOMIASIS: Hubungan Respon Imun dan


Perubahan Patologi. Majalah Kedokteran Andalas No.2.Vol.35. Juli-Desember
2011
Pertanyaan
 1. Nindy : Diantara tiga spesies trematoda darah,
mana yang paling berbahaya ?
 2. Fiony : Pengobatan untuk penyakita akibat tiap
spesies berbeda/ sama ?
 3. Resty : Gejala klinis untuk masing-masing
spesies?
 4. Adi : Alasan pemberian rute IM pada penyakit
akibat trematoda darah?
 5. Nevi : Durasi pemberian obat dan apakah ada
resistensinya ?
 6. Isra : metode pemeriksan serologi yang spesifik
untuk diagnosis trematoda darah

Anda mungkin juga menyukai