Anda di halaman 1dari 12

Undang – Undang Republik Indonesia

Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika

Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 1.


Defenisi Narkotika
“ Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun
semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan – golongan sebagaimana terlampir dalam undang – undang ini “

Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat 10.


“ Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi, termasuk
Narkotika dan alat Kesehatan “
Penjelasan dari tersebut, dimana pedagang besar farmasi harus memiliki minimal 1 orang
apoteker untuk dapat bertanggung jawab melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran, dimana akan dilaksanakan pelaporan terhadap BPOM dan Dinas kesehatan.

Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 11.


“ Industri Farmasi adalah Perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan
kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk narkotika “
Penjelasan dari tersebut, dimana industri farmasi harus memiliki minimal 3 apoteker, yaitu di QC, QA
dan produksi, untuk dapat bertanggung jawab terhadap proses produksi obat dari belum jadi menjadi
bahan jadi obat yang akan disalurkan ke pedagang besar farmasi, dan akan diuji terlebih dahulu oleh
pihak pihak analisis bahan obat.

Bab III Ruang Lingkup, Pasal 5


“ Pengaturan Narkotika dalam undang-undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/ atau
perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika “
Bab III Ruang Lingkup, Pasal 6 Ayat 1
“ Narkotika Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam : Narkotika Golongan
I, Narkotika Golongan II, dan Narkotika Golongan III “
Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan
Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan
Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.

Bab IV Pengadaan, Bagian keempat Penyimpanan dan Pelaporan,


Pasal 14 ayat 1
“ Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,
balai pengobatan, dokter, dan Lembaga Ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus “

Bab IV Pengadaan, Bagian keempat Penyimpanan dan


Pelaporan, Pasal 14 ayat 2
“ industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan Lembaga Ilmu
pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai
pemasukan dan atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya “

Bab VI Peredaran, Bagian Kesatu Umum Pasal 36 ayat 1


“ narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari
Menteri “

Bab VI Peredaran, Bagian Kesatu Umum Pasal 36 ayat 3


“ untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 harus melalui pendaftaran pada badan pengawas obat dan makanan “

Bab VI Peredaran, Bagian Kedua Penyaluran, Pasal 39 ayat 1


“ Narkotika hanya dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini “

Bab VI Peredaran, Bagian Kedua Penyaluran, Pasal 40 ayat 1


Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a) Pedagang Besar Farmasi
b) Apotek
c) Sarana, Penyimpanan sediaan Farmasi pemerintah tertentu, dan
d) Rumah Sakit

Bab VI Peredaran, Bagian Kedua Penyaluran, Pasal 40 ayat 2


Pedagang Besar Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada :
a) Pedagang Besar Farmasi tertentu lainnya
b) Apotek
c) Sarana Penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu
d) Rumah Sakit, dan
e) Lembaga Ilmu Pengetahuan

Bab VI Peredaran, Bagian Kedua Penyaluran, Pasal 40 ayat 3


Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika
kepada :
a) Rumah Sakit Pemerintah
b) Pusat Kesehatan Masyarakat, dan
c) Balai Pengobatan Pemerintah tertentu

Bab VI Peredaran, Bagian Ketiga Penyerahan, Pasal 43


Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh :
a) Apotek
Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada :
a. Rumah Sakit
b. Pusat Kesehatan Masyarakat
c. Apotek Lainnya
d. Balai Pengobatan
e. Dokter
f. Pasien
b) Rumah Sakit
c) Pusat Kesehatan Masyarakat
d) Balai Pengobatan, dan
e) Dokter
Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk :
a. Menjalankan praktik dokter dengan memberikan narkotika melalui suntikan
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan narkotika melalui
suntikan, atau
c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek
“ Rumah Sakit, apotek, Pusat Kesehatan Masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat
menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter “

Bab VIII Prekursor Narkotika, Bagian Kedua Penggolongan dan Jenis Prekursor Narkotika
Prekursor Narkotika digolongkan ke dalam Prekursor table I dan Prekursor table II

Anda mungkin juga menyukai