Anda di halaman 1dari 46

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SENGKUANG

(Dracontomelon dao) SEBAGAI LARVASIDA ALAMI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Predikat Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan

Disusun oleh:
ENDAH ERMALIAH RAMLAN
17111024170045

FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI


PROGRAM STUDI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2019

i
Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Sengkuang (Dracontomelon dao)
sebagai Larvasida Alami

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Predikat Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan

Disusun oleh:
ENDAH ERMALIAH RAMLAN
17111024170045

FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI


PROGRAM STUDI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2019

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwr.wb

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

dan rahmat serta hidayah-nya, Saya dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis

Ilmiah yang merupakan rangkaian program belajar tahap akhir di Program Studi

DIII Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Kalimantan Timur. Penelitian ini berjudul “Efektivitas Ekstrak Etanol Daun

Sengkuang (Dracontomelondao) Sebagai Larvasida Alami”.

Saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak yang

sudah membimbing, mendukung, membantu, dan memotivasi saya dalam

pembuatan Proposal Karya Tulis Ilmiah.Oleh karena itu, tidak ada rangkaian dan

untaian kata indah yang dapat saya sampaikan selain terima kasih sedalam-

dalamnya yang ditujukan kepada:

1. BapakProf.Dr. Bambang Setiaji, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Kalimantan Timur.

2. Bapak Ghozali MH, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan

Farmasi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.

3. Ibu RatnaYuliawati SKM, M.Kes(Epid), selaku Ketua Program Studi DIII

Kesehatan Lingkungan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.

v
4. Bapak Deny Kurniawan, S. Hut., MP selaku Dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing dan memotivasi saya dalam

penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Ibu Ratna Yuliawati SKM, M.KesEpid, selaku Dosen Penguji yang telah

meluangkan waktu untuk saya dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah

ini.

6. Kedua Orang tua Saya yang tidak henti-hentinya mendo’akan saya, kasih

sayang yang tak pernah usai, memberikan cinta yang indah untuk saya.

Tidakbisasayaungkapkandengan kata indah, selain berdo’a kembali yang

terbaik untuk kalian.

7. Serta teman-teman DIII Kesehatan Lingkungan Angkatan 2016 yang selalu

saling menyemangati, membantu dan memotivasi satu sama lain agar

kelakakan lulus bersama, Aamiin.

Mungkin hanya ini yang dapat saya ungkapkan, semoga Allah SWT

memberikan balasan yang baik bagi semua pihak yang sudah mendukung saya

dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah, kurang dan lebihnya dalam penulisan ini

saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Wassalamu’alaikumwr.wb

Samarinda, 25 Februari 2019

Penyusun

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN…………………………….…………………….ii

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................vi

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...x

DAFTAR TABEL………………………………………………………..…….xiv

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah………………………………………………...……….4

C. Ruang lingkup Penelitian………………………………………………….4

D. Tujuan Penelitian………………………………………………………….4

E. Manfaat Penelitian……………...…………………………………………4

F. Sistematika Penulisan……………………..……………………………….5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Risalah Jenis Sengkuang (Dracontomelon dao)……..……..……………..9


1. Klasifikasi Dracontomelon dao.............................................................9

2. Habitat dan Persebaran………………………………..…..…….........10

3. Kegunaan Dracontomelon dao………………………..…..…………10

B. Ekstraksi……………………………………………………………...…..11

1. Cara Dingin……………………………………………………..……11

vii
2. Cara Panas………………………………………………………...….11

C. Fitokimia…………………………………………………………………12

1. Senyawa alkaloida……………………………………………………13

2. Senyawa triterponoid dan steroida……………………...……………13

3. Saponin……………………………………………………………….15

4. Flavonoid……………………………………………………………..15

5. Tannin…………………………………………………..…………....17

D. Larva…………………..…………...…………………………………….17

E. Larvasida…………………………………………………………………19

1. Syarat larvasida………………………………...……………………20

2. Klasifikasi Larvasida……………………………...…………………21

F. Faktor yang Mempengaruhi Kematian Larva………………………...….21

G. Lethal Concentration-50 (LC50)………………………………………...23

a. Uji Pendahuluan………………………………………………..……24

b. Uji Lanjutan………………………………………………………….24

H. Kerangka Teori…………...…………………………………………..…..25

I. Kerangka Konsep……...……………...………………...…….......……..26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian……………………...……………………………………27

B. Tempat dan Waktu Penelitian…………...….…………………………....27

C. Populasi dan Sampel Penelitian………………...………………………..28

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional…………………………....28

E. Kriteria Objektif………………………...………………………………..29

viii
F. Alat dan Bahan…………………………………………………………...29

G. Prosedur Penelitian……………………………………………………….29

1. Ekstraksi……………………………………………………...……….30

2. Pengujian fitokimia……………………………………………………30

3. Pengujian Ekstrak Daun Dracontomelon dao

Terhadap Aktivitas Larva…………...……...….………………….......32

H. Metode Pengumpulan Data………………..……………………………….33

1. Data Primer……………………………………………………………….33

2. Data Sekunder……………………………………………………………33

I. Pengelolaan dan Analisis Data…………...…………………………………33

1. One Way Anova………………………………………………………….33

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

Tabel 3.2 Pohon Sengkuang (Dracontomelon dao)

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pohon Sengkuang (Dracontomelon dao)

Gambar 2 Kerangka Teori Penelitian

Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sengkuang (Dracontomelon dao (Blanco) Merr & Rofle) merupakan salah

satu jenis dari suku Anacardiaceae. Tanaman ini umumnya dikenal dengan

sebutan dahu. Di Kalimantan disebut dengan Sengkuang, atau disebut basoung di

Irian Jaya. Di Malaysia tanaman ini dikenal dengan unkawang atau saransab

(Lemmens,dkk.,1995). Jenis ini mempunyai beberapa sinonim yaitu

Dracontomelon mangiferum Blume, Daracontomelon edule (Blanco) Skeels,

Dracontomelon puberulum Miq, dan Dracontomelon sylvetre Blume. Jenis

tumbuhan ini tersebar di Cina, India, Myanmar, Thailand, Kamboja, Malaysia,

Filipina, Indonesia, New Guinea sampai ke Kepulauan Solomon. Tumbuhan ini

dapat dijumpai di hutan-hutan primer atau sekunder, di daratan rendah dengan

ketinggian 1000 m dpl di area yang curah hujannya cukup tinggi. Dracontomelon

dao dapat tumbuh pada tanah dengan drainase baik maupun buruk, terutama pada

tanah alluvial atau rawa-rawa. Di Kalimantan tumbuhan ini dapat dijumpai pada

tanah organol, tanah berhumus atau tanah podsolik merah-kuning.

Dracontomelon dao telah dilakukan mortalitas larva uji disebabkan adanya

kandungan senyawa kimia tumbuhan seperti alkaloid, terpenoid, flavonoid dan

tanin yang terkandung dalam ekstrak etanol daun Sengkuang. Senyawa-senyawa

tersebut merupakan senyawa kimia yang digunakan tumbuhan sebagai pertahanan

yang termasuk dalam metabolit sekunder atau aleokimia yang dihasilkan pada

1
jaringan tumbuhan serta dapat bersifat toksik serta dapat juga berfungsi sebagai

racun perut dan pernapasan (Yeni, 2008).

Apabila larva sudah memakan makanan yang mengandung senyawa

aleokimia toksik, maka larva tersebut tidak mencapai berat kritis menjadi pupa.

Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat menurunkan laju metabolisme dan

sekresi enzim pencernaan, sehingga energi untuk pertumbuhan larva berkurang,

dapat menyebabkan kematian larva karena memiliki kandungan aktif alkaloid,

saponin, flavonoid, trterpenoid dan tannin. (Nursal, 2005).

Kandungan senyawa kimia alkaloid yang terdapat dibagian biji, ranting,

daun, kulit kayu ini memiliki kadar alkaloid dalam tubumbuhan mencapai, 10-

15% yang dapat pula menjadi racun.

Kandungan saponin adalah racun yang masuk melalui bagian saluran

saluran pencernaan larva. Kandungan saponin yang bekerja dengan cara

menurunkan tegangan selaput mukosa yang nantinya dapat menyebabkan

kerusakan saluran pencerna larva sehingga mukosa ini dapat merusakorgan lain

pada larva yang dapat mengakibatkan kematian pada larva.

Senyawa kimia flavonoid mampu sebagai inhibitor yang berfungsi kuat

sebagai pernapasan. Flavonoid masuk ke dalam jaringan tubuh larva melalui

sistem pernapasan larva yang selanjutnya terjadi kelayuan pada sistem syaraf dan

sistem pernapasan yang menimbulkan efek pada larva tidak mampu bernapas dan

akhirnya larva mengalami kematian.

Senyawa Triterpenoid bekerja dengan cara mengikat sterol bebas pada

pencernaan makanan dan dimana sterol memiliki peran sebagai prekusor hormon

2
ekdison, sehingga terjadi penurunan jumlah sterol yang akan menggangu pada

proses pergantian pada kulit serangga, adapun Triterpenoid dapat menyebabkan

penurrunan pada aktivitas enzim perncernaan yang mempengaruhi pencernaan

makanan.

Tannin merupakan salah satu senyawa polifenol yang dapat menyebabkan

rasa pahit pada setiap bagian tanaman yang dapat masuk kedalam dinding tubuh

serta dapat menyebabkan gangguan pada otot larva. Pada larva akan mengalami

kerusakan pada otot gerak serta larva lambat dalam melakukan gerak. Tannin juga

dapat masuk kedalam tubuh melalui saluran pencernaan larva sehingga dapat

menyebabkan gangguan pencernaan protein pada usus larva sehingga dapat

menghilangkan enzim yang terdapat pada pencernaan sehingga kekurangan nutrisi

serta dapat mengakibatkan kematian.

Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa telah dilakukan penelitian

sebelumnya terdapat pada bagian daun dari pohon Sengkuang (Dracontomelon

dao) memiliki kemampuan sebagai larvasida alami. Penelitian ini dinilai strategis

guna mengkaji potensi pemanfaatan daun Dracontomelon dao sebagai larvasida

alami yang mampuh mematikan larva nyamuk.

3
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

Apakah dari ekstrak daun Dracontomelon dao dapat mempengaruhi aktivitas

larva nyamuk ?

C. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun yang dikaji dalam penelitian ini yaitu uji aktivitas biologis

terhadap larva. Sampel yang digunakan adalah daun dari pohon Sengkuang.

D. Tujuan Penelitian

Mengetahui efektifIitas larvasida alami pada konsentrasi 0,25%, 0,5%,

0,75%, 1% dan 1,25%

E. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai khasiat dari daun sengkuang

(Dracontomelon dao) sebagai larvasida alami.

2. Memperoleh senyawa khusus yang dapat memutus rantai

perkembangbiakan larva nyamuk.

4
F. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Ruang Lingkup Penelitian

D. Tujuan Penelitian

E. Manfaat Penelitian

F. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Risalah Jenis Sengkuang (Dracontomelon dao)

1. Klasifikasi Dracontomelon dao

2. Habitat dan Persebaran

3. Kegunaan Dracontomelon dao

B. Ekstraksi

1. Cara Dingin

2. Cara Panas

C. Fitokimia

1. Senyawa alkaloida

2. Senyawa triterponoid dan steroida

3. Saponin

4. Flavonoid

5. Tannin

5
D. Larva

E. Larvasida

3. Syarat larvasida

4. Klasifikasi Larvasida

F. Faktor yang Mempengaruhi Kematian Larva

G. Lethal Concentration-50 (LC50)

c. Uji Pendahuluan

d. Uji Lanjutan

H. Kerangka Teori

I. Kerangka Konsep

BAB III METODELOGI PENELITIAN

J. Jenis Penelitian

K. Tempat dan Waktu Penelitian

L. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

2. Sampel Penelitian

a. Kriteria Inklusi

b. Kriteria Ekslusi

M. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Kriteria Objektif

Alat dan Bahan

Prosedur Penelitian

4. Ekstraksi

6
5. Pengujian fitokimia

a. Identifikasi Alkaloid

b. Identfikasi Triterpenoid dan Steroid

c. Identifikasi Saponin

d. Identifikasi Flavonoid

e. Identifikasi karbohidrat

f. Identifikasi Tanin

6. Pengujian Ekstrak Daun Dracontomelon dao Terhadap Aktivitas Larva

Metode Pengumpulan Data

3. Data Primer

4. Data Sekunder

Pengelolaan dan Analisis Data Menggunakan One Way Anova

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Risalah Jenis Sengkuang (Dracontomelon dao)

Dracontomelon dao (nama setempat: Sengkuang, Urui, Singkuang,

Talanjap (Kalimantan), Terpati (Banda), Rau (Flores), Rahu, (Madura), Basuong

(Papua Barat), Gijubuk, Rahan, Rao (Jawa), Mabiro (Manado, Sulawasi)

merupakan pohon yang dikenal dengan nama umum (Inggris) dengan pohon

Argus, Kenari pasifik atau kenari papua Nugini. Pohon ini di kembangkan dari

biji serta dapat tumbuh tinggi hingga 36 m dengan diameter pohon mencapai 70-

100 cm berwarna coklat keabu-abuan dan kulit pohon yang yang bersisik. Daun

tersusun spiral hingga ke ujung batang dan berbentuk lanset. Daun muda berwarna

coklat hingga kuning. Bunga bersifat biseksual, berbau wangi, dengan panjang 7-

10 mm. Buah berbentuk bulat, berbiji dan memiliki 5 sel didalamnya. Buah muda

memiliki rasa yang masam. Biasanya digunakan untuk menambah rasa pada kari

daging di Thailand. Di Vietnam, Malaysia dan Papua Nugini bunga,buah dan

daun dapat dimakan sebagai sayuran (Lim,2012)

1. Klasifikasi Dracontomelon dao

Kingdom : Plantae

Divisi : Aingiospermae

Ordo : Sapindales Gambar 1. Pohon Sengkuang

(Dracontomelon dao)

8
Famili : Anacardiaceae

Genus : Dracontomelon

Spesies : Dracontomelon dao

2. Habitat dan Persebaran

Dracontomelon dao merupakan pohon yang terdapat pada hutan

primer dan sekunder maupun hutan semi di daerah tropis dengan curah hujan

tahunan rata-rata 1.800-2.900 mm dan di ketinggian 500-1000 m. Pohon ini

tersebar di daerah yang memiliki drainase yang baik, tanah liat dan berbatu,

tanah yang mengandung humus, organosol, podsolik, alluvial, di daerah rawa

dan sepanjang sungai. Dracontomelon dao merupakan spesies di india timur,

Kepulauan Andaman, Cina selatan, Myanmar, Indocina, Thailand,

Semenanjung Malaysia, Indonesia, Filipina, Papua Nugini, dan kepulauan

Solomon (Lim,2012).

3. Kegunaan Dracontomelon daoS

Secara ekonomi, Dracontomelon dao dimanfaatkan sebagai kayu

bakar, vinir, panel, furniture, kayu lapis, interior lantai, frame, kotak dan

korek api (Lim, 2012). Bagi masyrakat Dayak Benuaq di sekitar Hutan

Lindung Gunung Beratus, Kutai Barat, kulit pohon ini di gunakn sebagai

tanaman obat yang berkhasiat mengobati diare (Falah dkk, 2013). Penelitian

mengenai ekstrak methanol dari daun, batang, dan kulit akar pohon ini

memiliki aktifitas anti bakteri dan anti jamur (Hasanah dkk, 2011; Khan et

al., 2002).

9
B. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut tertentu. Proses

ekstraksi akan menghasilkan ekstrak, berupa ekstrak kental, ekstrak padat maupun

ekstrak cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan. Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut menurut

Depkes R.I. (2000) yaitu:

1. Cara dingin

a. Maserasi adalah proses penyaringan simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi adalah proses penyaringan simplisia dengan menggunakan alat

percolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature kamar. Proses

perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus

menerus sampai diperoleh perkolat.

2. Cara panas

a. Refluks adalah proses penyaringan simplisia dengan pelarut pada

temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut

terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

10
b. Digesti adalah proses penyaringan simplisia dengan pengadukan kontinyu

pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu 40-50˚C.

c. Sokletasi adalah proses penyaringan menggunakan pelarut yang selalu

baru, yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga

terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatife konstan dengan

adanya pendingin baik.

d. Infludasi adalah proses penyaringan dengan pelarut air pada temperatur

90˚C selama 15 menit.

e. Dekoktasi adalah proses penyaringan dengan pelarut air pada temperatur

90˚C selamag 30 menit.

C. Fitokimia

Fitokimia merupakan suatu disiplin ilmu yang bidang perhatiannya

adalah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk oleh tumbuhan meliputi

struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran

secara ilmiah dan fungsi biologisnya. Setiap tahap pengerjaan fitokimia

merupakan bagian intergral dari seluruh rangkaian pengerjaan dan merupakan

aspek yang berhubungan. Hasil setiap tahap berkaitan satu sama lain, oleh

karenanya harus dilakukan dengan cara yang tepat dan teknik yang benar.

Farnsworth (1966) menyatakan bahwa pemeriksaan kimia secara

kualitatif terhadap senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat pada simplisia

tumbuhan yang disebut juga fitokomia. Umumnya adalah uji yang dilakukan

untuk mengetahui senyawa organik yaitu seperti alkaloid, saponin, flavanoida,

triterpenoida dan steroida.

11
1. Senyawa alkaloida

Alkaloid bekerja dengan cara kondisi mengapung pada permukaan

bahan uji, alkaloid merupakan golongan zat metabolit sekunder pada

tumbuhan terbesar, sehingga saat ini telah dikenal kira-kira 5.500 jenis.

Alkaloida merupakan senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik

(Robinson,1991). Berdasarkan asam amino penyusunnya, alkaloid asiklis

yang berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis

fenilanin berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4-dihidrosifenilalanin.

Alkaloid indol yang berasal dari trifon.

Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari

tumbuh-tumbuhan. Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%.

Alkaloid kebanyakan bersifat racun, tetapi ada pula yang sangat berguna

dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa warna, sering kali

bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang

berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin dkk.,1994).

2. Senyawa triterpenoid

Triterpenoid dapat bekerja dengan cara mengikat sterol bebas dalam

pencernaan makanan dimana sterol berperan sebagai prekusor hormone

ekdison, sehingga dengan menurunnya jumlah sterol bebas akan mengganggu

proses pengantian kulit pada serangga, selain itu triterpenoid juga dapat

menyebabkan turunya aktivitas enzim pencernaan dan mempengaruhi proses

penyerapan makanan.

12
Triterpenoid yaitu senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30

asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik

leleh tinggi dan bersifat optis aktif. Senyawa triterpenoid dapat dibagi

menjadi empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin, steroid, dan

glikosida jantung (Harborne, 1987). Menurut Harborne (1987) bahwa

kandungan terpenoid/steroid dalam tumbuhan diuji dengan menggunakan

metode Liebermann-Bucchard yang nantinya akan memberikan warna jingga

atau ungu untuk terpenoid dan warna biru untuk steroid.Uji ini didasarkan

pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk warna oleh

H2SO4 pekat pada pelarut asetat glasial yang membentuk warna jingga.

Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti

siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah

cincin siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon kelamin, asam

empedu. Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid

yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan.

Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol terdapat pada hampir setiap

tumbuhan tinggi yaitu: sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Harborne,

1987; Robinson, 1995). Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:

1. Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol.

2. Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol

dan stigmasterol

3. Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi misalnya ergosterol

13
4. Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut spongeseol.

3. Saponin

Saponin merupakan racun yang masuk melalui saluran pencernaan larva.

Saponin bekerja dengan cara menurunkan teganggan permukaan seput

mukosa larva yang nantinya dapat meyebabakan rusaknya saluran pencernaan

larva sehingga dapat mempengaruhi pemenuhan nutrisi larva selain itu

rusaknya saluran cerna dapat secara langsung mempengaruhi organ lain larva

sehingga dapat menyebabkan kematian pada larva.

Menurut Harborne (1987), saponin adalah glikosida triterpen dan sterol.

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta

dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil

dalam air dan menghomolisis sel darah merah. Dari segi pemanfaatan,

saponin sangat ekonomis sebagai bahan baku pembuatan hormon steroid,

tetapi saponin kadang-kadang dapat menyebabkan keracunan pada ternak

(Robinson, 1995).

Saponin pada umumnya berasa pahit, larut dalam pelarut organik

seperti etanol dan kloroform, oleh karena senyawa ini merupakan glikosida

maka hidrolisisnya akan menghasilkan bagian uglikon dan bagian senyawa

gula.

4. Flavanoid

Flavonoid bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan. Falavonoid masuk

dalam tubuh larva melalui sistem pernapasan yang kemudian akan

menimbulkan kelayuan pada syaraf serta kerusakan pada sistem pernapasan

14
dan mengakibatkan larva tidak bisa bernapas dan akhirnya mati. Posisi tubuh

larva yang berubah dari normal bisa sebabkan oleh senyawa flavonoid akibat

cara masuknya yang melalui siphon sehingga mengekibatkan kerusakan

sehingga larva harus mensejajarkan posisisnya dengan permukaan air untuk

mempermudah dalam mengambil oksigen. Beberapa larva yang mati akibat

flavonoid akan mati mengapung di permukaan air dikarenakan larva berusaha

untuk mengambil oksigen namun sistem pernapasan larva sudah rusak.

Beberapa larva larva dalam penelitian juga menunjukkan hal yang sama larva

uji yang telah dipaparkan dengan bahan uji ditemukan mati dalam

menggunakanAC dengan kisaran ruangan yaitu 27˚C.

Flavonoid yaitu merupakan kelompok senyawa fenol terbesar yang

ditemukan di alam terutama pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini

merupakan produk metabolik sekunder yang terjadi dari sel dan terakumulasi

dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun (Robinson, 1995). Senyawa flavonoid

mempunyai kerangka dasar karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalam

konfigurasi C6 - C3 – C6.

Menurut Markham (1982), flavonoid merupakan senyawa polar

karena mempunyai gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula,

sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol,

butanol dan air. Flavonoid umumnya terikat pada gula sebagai glukosida dan

aglikon flavonoid. Uji warna yang penting dalam larutan alkohol ialah

direduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat. Diantara flavonoid hanya

flavalon yang menghasilkan warna merah ceri kuat (Harborne, 1987).

15
5. Tannin

Tannin yang merupakan senyawa polifenol yang menyebabkan rasa sepat

pada bagian tanaman dapat masuk melalui dinding tubuh dan menyebabkan

gangguan pada otot larva. Larva akan mengalami kelemahan pada otot gerak

dan gerakan larva menjadi melambat. Hal ini dapat terlihat pada saat

pengamatan pada larva uji yang dipaparkan dengan bahan uji konsentrasi

tertentu mengalami kelemahan. Selain itu tannin juga masuk melalui saluran

pencernaan larva yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan protein pada

usus larva dengan cara menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan

penyerapan makanan sehingga larva kekurangan nutrisi dan dapat berakhir

dengan kematian.

Senyawa tannin adalah senyawa astrigent yang memiliki rasa pahit dari

gugus polifenolnya yang dapat mengikat dan mengendapkan atau menyusutkan

protein. Modifikasi tannin selama ini berperan penting dalam pengawet kayu,

adsorben logam berat, obat-obatan, anti mikroba dan lain-lain. Menurut

Browning (1966) sifat utama tannin tumbuhan tergantung pada gugusan

phenolik –OH yang terkandung dalam tannin dan sifat kimia tersebut secara

garis besar dapat diuraikan sebagai berikut tannin memiliki sifat umum, yaitu

memiliki gugus phenol dan bersifat koloid, sehingga jika terlarut dalam air

bersifat koloid dan asam lemah.

Umumnya tannin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar dan akan

meningkat apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tannin akan larut

dalam pelarut organik seperti etanol, aseton dan pelarut organik lainnya. Sifat

16
fisik tannin seperti, umumnya tannin mempunyai berat molekul tinggi dan

cenderung mudah dioksidasu menjadi suatu polimer, sebagaian besar tannin

bentuknya amorf dan tidak mempunyai titik leleh. Warna tannin akan menjadi

gelap apabila terkena cahaya langsung atau dibiarkan pada udara terbuka.

Tannin mempunyai sifat atau daya bakterostatik, fungistatik dan merupakan

racun (Browning, 1966). Tannin yang juga merupakan senyawa polifenol yang

menyebabkan rasa sepat pada bagian tanaman dapat masuk melalui dinding

tubuh dan menyebabkan gangguan pada otot larva. Larva akan mengalami

kelemahan pada otot gerak dan gerakan larva menjadi melambat. Hal ini dapat

terlihat.

D. Larva

Larva adalah bentuk muda (juvenile) hewan yang perkembangannya

melalui metamorphosis, seperti pada serangga dan amfibia. Bentuk larva dapat

sangat berbeda dengan bentuk dewasanya, misalnya ulat dan kupu-kupu yang

sangat bebeda bentuknya. Larva umumnya memiliki organ khusus yang terdapat

pada bentuk dewasa dan juga tidak memiliki organ tertentu yang dimiliki pada

bentuk dewasa. Suatu tahapan hidup disebut larva apabila dalam bentuk itu

memiliki organ tertentu yang dimiliki aktivitas yang tinggi (khususnya dalam

bergerak dan mencari makanan).

Stadium larva biasanya berlangsung 6-8 hari. Larva nyamuk mempunyai

ciri-ciri antara lain adanya corong udara pada segmen terakhir, pada segmen

abdomen tidak di temukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (palmatus

hairs), pada corong udara terdapat pectan, sepasang rambut serta jumbai akan di

17
jumpai pada corong (siphon), setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb

scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1 sampai 3, bentuk individu dari comb scale

seperti duri, sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan

adanya sepasang rambut di kepala (Ditjen, 2002).

Ada 4 tingkatan (instar) larva nyamuk, masing-masing tingkatan

mempunyai ciri-ciri dan ketahanan yang berbeda. Tingkatan larva tersebut adalah:

1. Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 atau 1-2 hari setelah

telur menets, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan coong

pernapasan pada siphon belum jelas.

2. Larva instar II berukuran 2,5-3,5 mm atau 2-3 hari setelah telur

menetas, duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.

3. Larva instar III berukuran 4-5 mm atau -4 hari setelah telur menetas,

duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat

kehitaman.

4. Larva instar IV berukuran paling besar yaitu 5-6 mm atau 4-6 hari

setelah telur menetas, dengan warna kepala gelap.

E. Larvasida

Larvasida merupakan salah satu jenis dari golongan insektisida yang

dispesifikasikan untuk membunuh larva. Larvasida yang termasuk insektisida

biologis, seperti larvasida mikroba yaitu Bacillus sphaericus dan Bacillus

thuringiensis. Larvasida yang termasuk peptisida, seperti abate (temephos),

methoprene, minyak, dan monomolcular film. Larvasida meliputi pemakaian

peptisida pada habitat perkembangbiakan untuk membunuh larva nyamuk.

18
Penggunaan larvasida dapat mengurangi penggunaan keseluruhan peptisida dalam

program pengendalian nyamuk.

1. Syarat Larvasida

Banyak bahan kimia yang dapat membunuh larva, tetapi syarat-syarat

agar suatu bahan kimia dapat digunakan sebagai larvasida. Suatu larvasida

harus dipilih berdasarkan efesiennya, ekonomisnya, dan keamananya pada

pengguna dan organisme non-target. Karakteristik dari suatu zat kimia yang

diinginkan untuk dapat menjadi larvasida yang layak digunakan adalah

sebagai berikut :

a) Toksisitas tinggi terhadap larva nyamuk

b) Kerja yang cepat dan persisten

c) Didapatkan dengan mudah dan biaya yang murah

d) Aman dan mudah untuk ditrasportasikan dan digunakan

e) Efektif pada kondisi cuaca apapun

f) Kualitas penyebaran yang baik di dalam air

g) Efektif secara primer terhadap larva dan kemungkinan terhadap telur,

pupa, dan nyamuk dewasa

h) Efektif pada jenis air apa pun dimana larva dapat tumbuh (polusi, asam,

basa, keruh)

i) Tidak toksik terhadap mahluk hidup non-target (manusia, makanan,

tumbuh-tumbuhan, ternak, ikan pemakan larva, dan serangga air

pemakan larva)

j) Efektif ketika diberikan dalam dosis yang rendah (WHO, 2002).

19
2. Klasifikasi Larvasida

Larvasida nyamuk dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan senyawa

yang terkandung kimianya yaitu inorganik, organik alami, dan organik

sintetik. Pengklasifikasian lain dari suatu insektisida adalah berdasarkan

caranya memasuki tubuh serangga, dimana racun perut dimakan dan

diabsorbsi dari sistem pencernaannya; racun kontak berpenetrasi dari dinding

tubuhnya; dan racun pernafasan (fumigant) memasuki tubuh serangga dari

spirakel atau pori nafas (WHO, 2002).

Racun sintetik yang digunakan saat ini adalah organoklorin,

organofosfat, karbamat, dan piretroid. Organoklorin tidak hanya bekerja

sebagai racun neuromuskular, tetapi juga sebagai racun perut, beberapa

lainnya sebagai fumigant. Contoh insektisida organoklorin adalah

metoksiklor, klorden, heptaklor, dan toksafen. Organofosfat memiliki

mekanisme kerja menginhibisi kolinensterase sehingga mengahmbat trasmisi

dari implus saraf. Organofosfat sering digunakan sebagai larvasida. Contoh

organofosfat adalah malathion, parathion, temefos, diazion, dan klorpirifos

(WHO, 2002). Racun organik alami yang terkenal adalah Piretrum. Piretrum

merupakan suatu senyawa aktif dari ekstraksi Chrysanthemum nerariaefolium

(Asteraceae) yang menjadi awal pembuatan sintesis turunan-turunan piretroid

(De Luna et al., 2005).

F Faktor yang Mempengaruhi Kematian Larva

Suhu air juga dapat mempengararuhi kematian larva. Larva yang hidup di

dalam air yang bersuhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan

20
respirasi serta menurunkan jumlah oksigen terlarut dalam air, sehingga

mengakibatkan larva akan mati karena kurangnya oksigen. Oksigen terlarut dalam

air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi kedalam air. Makin tinngi

kenaikan suhu air, maka sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya. (Wardana,

1995 ; Kristanto 2002). Dan larva nyamuk akan berhenti sama sekali atau mati

bila suhu kurang dari 10 ˚C atau lebih dari 40 ˚C.

pH dapat mempengaruhi kandungan air dalam tubuh larva, sehingga

keaktivan larva terganggu. Daya adaptasi larva terhadap lingkungan (asam-basa)

lemah, sehingga responnya pun akan berbeda-beda. Respon larva terhadap

lingkungan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhannya. Menurut Edney

(1957), adanya ion-ion tertentu yang berlebihan (misalnya ion K+) akan

mempengaruhi syaraf, sedangkan adanya ion Na+ yang berlebihan akan

mempengaruhi banyaknya air di dalam tubuh larva. Keadaan lingkungan di air

yang asam juga dapat mempengaruhi anatomi tubuh larva sehingga

perkembangan larva secara tidak langsung akan terganggu. Derajat keasaman

(pH) air merupakan faktor yang sangat menentukan kematian larva pada Ph < 3

dan >12 (Clark TM.,et all, 2004).

Adanya suhu tinggi dan kelembaban yang rendah dapat memperpendek

umur larva. Karena adanya gangguan terhadap proses respirasi larva sehingga

larva akan mati (Suroso, 2001). Fathi, et al (2005) menjelaskan bahwa daya tahan

hidup larva yang rendah lebih disebabkan oleh proses metabolisme yang lambat

akibat temperature dan kelembaban yang rendah sehingga dapat mengakibatkan

kematian larva.

21
G Lethal Concentration-50 (LC50)

Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan

tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk

pemantauan rutin suatu limbah. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat racun

akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu

singkat. Suatu senyawa kimia disebut bersifat racun kronis jika senyawa tersebut

dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu panjang (karena kontak yang

berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit) (Pradipta, 2007).

Ada tiga cara utama bagi senyawa kimia untuk dapat memasuki tubuh,

yaitu melalui paru-paru (pernapasan), mulut, dan kulit. Melalui ketiga

rutetersebut, senyawa yang bersifat racun dapat masuk ke aliran darah, dan

kemudian terbawa kejaringan tubuh lainnya. Yang menjadi perhatian utama dalam

toksisitas adalah kuantitas atau dosis senyawa tersebut. Sebagian besar senyawa

yang berada dalam bentuk murninya memiliki sifat racun (Toksik). Sebagai

contohnya adalah senyawa oksigen yang berada pada tekanan parsial 2 atm adalah

bersifat toksik. Konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi dapat merusak sel

(Pradipta 2007).

LC50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang

menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat dietsitimasi

dengan grafik dan perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya

LC50 48 jam, LC50 96 jam sampai waktu hewan uji dan maksud serta tujuannya

maka uji toksisitas diklasifikasikan sebagai berikut (Rossiana, 2006) :

22
Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term

bioassay), jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka

panjang (long term bioassay).

Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan,

yaitu uji hayati statik (static bioassay),pengertian larutan (renewal bioassay),

mengelir (flow trough bioassay). Klasifikasi dan maksud tujuan penelitian adalah

pemantuan uji kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia,

penetuan toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme uji. Untuk

mengetahui nilai LC-50 digunakan uji statistik.

Ada dua tahapan dalam penelitian (Rossiana), 2006), yaitu :

a. Uji pendahuluan

Untuk menentukan batas kritis konsentrasi yaitu konsetrasi yang dapat

menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan kematian terkecil

mendekati 50%.

b. Uji lanjutan

Setelah diketahui batas kritis, selanjutnya ditentukan konsentrasi akut

berdasarkan segi logaritma konsentrasi ( Rossiana, 2006)

23
H. Krangka Teori

Krangka teori merupakan uraian dari definisi-definisi terkait dengan

permasalahan yang akan dikjadikan sebagi tujuan dalam melakuakan penelitian

(Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka teori pada penelitian ini digambarkan

Sebagi berikut :

Daun (Dracontomelon dao)

Ekstraksi Etanol

Senyawa :

1.Alkaloid
Fitokimia
2.Triterpenoid

3.Saponin

4.Flavanoid
Larvasida
5.Tanin

Larutan LC50

Efektifitas ekstrak daun


Dracontomelon dao

Gambar 2 Kerangka Teori Penelitian Efektivitas Ekstrak Etanol Daun

Dracontomelon dao sebagai Larvasida alam

24
I. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalalah suatu uraian dan visualisme hubungan atau

kaitan antara konsep lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel

lainnya dari masalah yang ada yang akan diukur atau diteliti ( Notoatmojo, 2010).

Efektivitas Ekstrak Etanol


sebagai Larvasida alami

Larvasida alami

0,25 % 0,5 % 0,75 % 1% 1,25 % Kontrol Kontrol


(+) (-)
Abate

Larva 25 ekor

Ph
Suhu
Didalam 100 ml air
Kelembaban
Lingkungan
LC50

Efektivitas Ekstrak daun


Dracontomelon dao

Keterangan : : Yang tidak diteliti

: Yang akan diteliti

Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian Efektivitas Ekstrak Etanol Daun

Dracontomelon dao sebagai Larvasida Alami

25
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat eksperimental

laboratorium dengan menggunakan penelitian quasi ekperimental design.

Efektivitas dan nilai LC50.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium KimiaFakultas Kehutanan,

Universitas Mulawarman, Samarinda Laboratorium Biologi Universitas

Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda. dan di rumah yang beralamat

Jalan Gatot Subroto Samarinda Adapun waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel

3.1. Tabel 3.1 Waktu Penelitian

Bulan
No Uraian Kegiatan
Jan Feb Maret April Mei

1 Observasi Lapangan

2 Proposal

3 Konsultasi

4 Ujian Proposal

5 Perbaikan Proposal

6 Penelitian

7 Konsultasi

8 Penyusunan KTI

9 Ujian KTI

26
C. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah larva instar III

2. Sampel penelitian

a. Kriteria inklusi

1) Larva sehat instar yang telah mencapai instar III

2) Larva bergerak aktif

b. Kriteria Ekslusi

1) Larva yang telah berubah menjadi pupa ataupun nyamuk dewasa.

2) Larva yang mati sebelum perlakuan.

3) Besar sampel

Besar sampel 25 ekor larva nyamuk instar III. Di letakkan dalam 8

kontainer yang masing-masing berisi 25 ekor larva

D. Variabel penelitian dan Definisi Operasional

Tabel 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel Skala
No Definisi Operasional
penelitian data

Sediaan pekat yang diperoleh


Ekstrak etanol daun
1 dengan mengekstaraksi zat aktif Interval
dracontomelon dao
dari daun Dracontomelon dao

Jumlah larva nyamuk yang mati

2 Kematian Larva akibat terpaparnya larva dangan Ratio

ekstrak etanol

27
Ekstarak etanol Dracontomelon dao

dibuat dengan konsentrasi 0,25%,


Efektifitas ekstrak
0,5%, 0,75%, 1% dan 1,25%.
etanol daun
3 Menentukan konsentrasi yang Ratio
Dracontomelon
terendah yang mampu mematikan
dao
50-100% Larva yang diamati

selama 24 jam.

E. Kriteria objektif

Ekstrak etanol daun Dracontomelon dao dinyatakan efektif membunuh

larva nyamuk 50% dengan konsentrasi 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1% dan 1,25%.

F. Alat dan bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, oven,

shaker, rotary evaporator, botol vial, beaker glass, kertas wrapping, pipet tetes,

beaker glass, gelas plastik, gelas ukur, stopwatch dan mikropipet. Sedangkan

bahan yang digunakan adalah daun Dracontomelon dao, etanol, larutan

dragengoff , larutan HCL pekat dan HCL 1%, larutan Libermann-Burchadd,

larutan NaOH 1%, larutan Molisch larutan asam asetat pekat, larva nyamuk dan

air.

G. Prosedur penelitian

Penelitian sebelumnya, dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap pertama

ekstraksi, tahap kedua pengujian fitokimia, dan disini peneliti akan melanjutkan

pada tahap pengujian aktivitas biolarvasida terhadap ekstrak daun Dracontomelon

dao dengan menggunakan konsetrasi persen yaitu dari 0,25% sampai 1,25% .

28
1. Ekstraksi

Isolasi senyawa dari daun Dracontomelon dao dilakukan dengan metode

maserasi bertingkat. Sebanyak 300 gr daun Dracontomelon dao dimaserasi

dengan pelarut n-heksana selama 1 x 24 jam dan di shaker serta dilakukan

perulangan hingga jernih. Maserat yang diperoleh kemudian disaring dengan

menggunakan kertas saring. Residu hasil maserasi kemudian ditambahkan pelarut

etil asetat, di shaker selama 1 x 24 jam dan dilakukan perulangan hingga jernih

kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Hal yang sama juga

dilakukan pada pelarut etanol. Hasil ekstraksi kemudian dipekatkan dengan rotary

evaporator pada suhu 30-40 °C (Harborne, 1987).

2. Pengujian fitokimia

Isolasi senyawa aktif merupakan hasil maserasi daun batang

Dracontomelon dao kemudian dilakukan penapisan fitokimia dengan metode

reaksi warna. Uji warna :

a) Identifikasi Alkaloid

Identifikasi dilakukan dengan menggunakan pereaksi dragendorff

dengan tahapan kerja analisis berikut ini (Kokate et al, 2001). Sebanyak 5

ml ekstrak yang telah dilarutkan dengan aseton ditambahkan 2 ml HCl

pekat, kemudian dimasukkan 1 ml larutan Dragendroff. Perubahan warna

larutan menjadi jingga atau merah mengindikasikan bahwa ekstrak

mengandung alkaloid.

29
b) Identifikasi triterpenoid dan steroid

Identifikasi dilakukan dengan menggunakan anhidrida asam asetat dan

asam sulfat pekat yang disebut pereaksi Liebermann-Burchard. Pada

pengujian ini 10 tetes asam asetat anhidrid dan 2 tetes asam sulfat pekat

ditambahkan secara berurutan kedalam 1 ml fraksi aktif (sampel uji).

Selanjutnya sampel uji dikocok dan dibiarkan beberapa menit. Reaksi yang

terjadi diikuti dengan perubahan warna, apabila terlihat warna merah dan

ungu maka uji dinyatakan positif untuk triterpenoid dan apabila terlihat

warna hijau dan biru maka uji dinyatakan positif adanya steroid (Harborne,

1987).

c) Identifikasi Saponin

Pengujian dilakukan dengan memasukkan sebanyak 10 ml air panas

kedalam 1 ml fraksi aktif (sampel uji), selanjutnya larutan didinginkan dan

dikocok selama 10 detik. Terbentuknya buih mantap selama kurang lebih 10

menit dengan ketinggian dari 1 cm sampai 10 cm dan tidak hilang bila

ditambahkan 1 tetes HCl 2N menandakan bahwa ekstrak yang diuji

mengandung saponin (Harborne, 1987).

d) Identifikasi Flavonoid

Identifikasi dilakukan dengan menambahkan beberapa tetes NaOH

1% kedalam 1 ml fraksi aktif (contoh uji). Munculnya warna kuning yang

jelas pada larutan ekstrak dan menjadi tidak berwarna setelah penambahan

asam encer (HCl 1%) mengindikasikan adanya flavonoid (Kokate et al,

2001).

30
e) Identifikasi Karbohidrat

Identifikasi adanya kandungan karbohidrat dilakukan dengan

menggunakan pereaski Molisch. Reaksi diawali dengan memasukkan 1 tetes

pereaksi Molisch kedalam fraksi aktif kemudian larutan dikocok,

selanjutnya melalui dinding tabung ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat.

Apabila terbentuk cincin ungu diantara 2 lapisan maka uji dapat

disimpulkan positif mengandung karbohidrat (Harborne, 1987).

f) Identifikasi Tanin

Pengujian dilakukan dengan memasukkan 10 ml larutan ekstrak ke

dalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan timbal asetat (CH₃COO)₂Pb

1%. Tanin dinyatakan positif apabila pada reaksi terbentuk endapan kuning

(Kokate, 2001).

3. Pengujian Ekstrak Daun Dracontomelon dao terhadap Aktivitas larva

Larva nyamuk yang dijadikan sebagai bahan uji, dikumpulkan dan mencari

tempat berkembangbiaknnya larva yaitu di tempat-tempat penampungan air,

seperti air jernih atau air yang sedikit terkontaminasi, got atau selokan, air tawar

atau air payau dan sawah kemudian dikumpulkan dan diidentifikasi yang

digunakan hanya instar III saja. Pada tahap instar III dan siap digunakan dalam

pengujian. Tujuh kontainer plastik akan disiapkan untuk pengujian, dimana Lima

kontainer digunakan untuk sampel dan satu kontainer sebagai kontrol positif

dengan menggunakan abate, satu kontainer sebagai kontrol negatif. Sampel akan

dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi, yaitu 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1%, dan

1,25%. Ekstrak daun dari masing-masing fraksi tersebut akan dimasukkan ke

31
dalam kontainer plastik yang berbeda. Setelah itu akan dimasukkan 25 ekor larva

uji. Hal ini akan dilakukan 3 kali pengulangan untuk larva uji

Untuk kontrol, ke dalam kontainer plastik akan dimasukkan 1 ml etanol lalu

ditambahkan air sampai volume 100 ml. Kemudian 25 ekor larva uji akan

dimasukkan ke dalam larutan tersebut. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali

pengulangan. Pengamatan yang akan dilakukan 6 jam pertama selang 1 jam dan

24 jam. Setelah diperoleh data, maka akan dilakukan analisis untuk konsentrasi

kematian (LC50).

H. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer

Data diperoleh dari hasil pengamatan dan perhitungan jumlah kematian larva

selama percobaan.

2. Data sekunder

Data yang diperoleh dari literatur atau kepustakaan yang ada hubungannya

dengan penulisan Karya Tulis Ilmiah.

I. Pengolahan dan Analisis Data

Hasil pengamatan yang telah dilakukan, kemudian dilakukan uji analisis

dengan menggunakan metode (One Way) ANOVA, Untuk mengetahui adanya

perbedaan antara perlakuan yang diberikan maka digunakan analisis one way

ANOVA, tetapi bila sebaran data tidak normal atau varians data tidak sama dapat

dilakukan uji alternatif yaitu Kruskal-Wallis. Uji ini bertujuan untuk mengetahui

paling tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok perlakuan. Apabila pada uji

32
tersebut didapatkan hasil yang signifikan (bermakna) yaitu p<0,05 maka

dilakukan analisis post-hoc untuk ANOVA satu arah adalah Bonferroni

sedangkan uji Kruskal-Wallis adalah Mann-Whitney.

33
DAFTAR PUSTAKA

A.Bana, Sri Wahyuni. Dkk. 2016. Studi Etnobotani Tumbuhan Obat Pada
Masyarakat Kaili Rai di Desa Taripa Kecamatan Sindue Kabupaten
Donggala Sulawasi Tengah. JurnalBiocelebes, Vol. 10 No.2. 2016

Browning, B.L. 1966. Methods of Wood Chemistry.Vol I, II. Interscience


Publishers. New York.

Falah,F,Sayektiningsih, Tri dan Noorcahyati. 2013. Keragaman Jenis dan


Pemanfaatan Tumbuhan Berkhasiat Obat Oleh Masyarakat Sekitar
Hutan Lindung Gunung Beratus Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam.Vol 10 No. 1 (1-18)

Farnsworth,Norman R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of


Plants.J. Pharm. Sci. 55:3, 225-157.

Kuspradini, Harlinda, dkk. 2016. Aktivitas Antioksidan dan Anti bakteri Daun
Pometia Pinnata. Jurnal Jamu Indonesia (2016) 1(1):26-34

Kusumo, Andidkk. 2016. Struktur Vegetasi Kawasan Hutan Alam dan Hutan
Rerdegradasi di Taman Nasional Tesso Nilo. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol
14 Issue 1: 19-26 (2016).

Kokate, 2001.Analisis Fitokimia danGc-Ms Daun Ungu Kuning( Eupatorium


Odoratum L.F ) Sebagai Bahan Obat Aktif.

Lenny,S.2006. Senyawa Terpenoiddan Steroid. Karya Ilmiah. Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Medan. pp: 3-17

Lim, T.K. 2012.Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants. Volume 1, Fruits.


Springer. London. New York

Lubis, Lestari. 2017. Krateristik dan Isolasi Senyawa Saponin dari Ekstrak Etanol
Daun Situduh Langit ( Erigeronsumatrensis Retz). Skripsi. Universitas
Sumatra Utara, Medan

Niken A.S, Maria Andreina. 2017. Uji Toksisitas Ekstrak Tanaman Ageratum
conyzoides L. Sebagai Insektisida Terhadap Mortalitas Hama Ulat Kubis
(Plutellaxylostella L.). Skipsi.Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. 2010. MetodologiPenelitianKesehatan, Jakarta: RinekaCipta

34
35

Anda mungkin juga menyukai