Anda di halaman 1dari 71

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOL

KULIT BUAH JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C)


DENGAN METODE PEMERANGKAPAN DPPH
(1,1-DIPHENYL-2-PICRYLHYDRAZYL)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
RISNAULI SITINJAK
NIM 151524063

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOL
KULIT BUAH JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C)
DENGAN METODE PEMERANGKAPAN DPPH
(1,1-DIPHENYL-2-PICRYLHYDRAZYL)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
RISNAULI SITINJAK
NIM 151524063

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOL


KULIT BUAH JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C)
DENGAN METODE PEMERANGKAPAN DPPH
(1,1-DIPHENYL-2-PICRYLHYDRAZYL)

OLEH:
RISNAULI SITINJAK
NIM 151524063

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 04 Oktober 2017

Disetujui oleh
Pembimbing I, Panitia penguji,

Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.Sc., Apt.
NIP. 195108161980031002 NIP. 195006071979031001

Pembimbing II,

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.
NIP. 195401101980032001 NIP. 195108161980031002

Sri Yuliasmi, M.Si., Apt.


NIP. 198207032008122002

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt.


NIP. 195401101980032001

Medan, Oktober 2017


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195707231986012001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Kulit Buah Jeruk

Purut (Citrus hystrix D.C) dengan Metode Pemerangkapan DPPH (1,1-diphenyl-

2-picrylhydrazyl)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.,

selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis

selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Prof. Ginda Haro, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Tuty Roida Pardede,

M.Si., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis

dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-

saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga

penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt.,

selaku ketua penguji dan Ibu Sri Yuliasmi, M.Si., Apt., selaku anggota penguji

yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini dan Ibu Prof. Dr.

Rosidah, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu

staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis

selama masa perkuliahan hingga selesai. Penulis juga mempersembahkan rasa

terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga, Bapak Drs. Bakti Sitinjak, S.Pd.,
Ibu Kartini Manalu, S.Pd., dan kakak, abang serta adikku tercinta atas limpahan

kasih sayang, doa dan semangat yang tak ternilai dengan apa pun.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Farmasi Ekstensi

angkatan 2015 untuk kebersamaan dan dorongan semangatnya, serta semua pihak

yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga

selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Oktober 2017


Penulis,

Risnauli Sitinjak
NIM 151524063

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Risnauli Sitinjak


NIM : 151524063

Program Studi : S-1 Ekstensi Farmasi

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Kulit Buah
Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C) dengan Metode
Pemerangkapan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan

hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat

karena kutipan yang ditulis setelah disebutkan sumbernya didalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam

skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia

menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat

digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.

Medan, Oktober 2017


Yang Membuat Pernyataan

Risnauli Sitinjak
NIM 151524063
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOL
KULIT BUAH JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C)
DENGAN METODE PEMERANGKAPAN DPPH
(1,1-DIPHENYL-2-PICRYLHIDRAZYL)

ABSTRAK

Jeruk purut (Citrus hystrix D.C) merupakan salah satu jenis jeruk dari
famili Rutaceae yang mengandung flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan.
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan dan berperan dalam penyebab dari berbagai penyakit,
untuk menghindari dampak negatif dari radikal bebas dibutuhkan suatu
antioksidan. Antioksidan berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau
menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan
hidrogen atau elektron. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit buah jeruk purut lalu dibandingkan
dengan vitamin C sebagai kontrol positif.
Tahapan penelitian ini meliputi karakterisasi simplisia, skrining fitokimia,
ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96% serta uji aktivitas
antioksidan dengan metode pemerangkapan DPPH dengan menggunakan alat
spektrofotometri visibel. Metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH)
Scavenging Methode atau metode pemeragkapan DPPH, emerupakan metode
yang paling sederhana, cepat dan murah untuk mengukur kemampuan antioksidan
yang terdapat pada makanan, buah-buahan dan sayur-sayuran dalam meredam
radikal bebas.
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia kulit buah jeruk purut adalah
kadar air 7.99%, penetapan kadar sari larut dalam etanol 13.41%, penetapan kadar
sari yang larut dalam air 25.99%, penetapan kadar abu total 7.86%, penetapan
kadar abu yang tidak larut dalam asam 0.89%. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa simplisia kulit buah jeruk
purut mengandung senyawa kimia golongan flavonoid, glikosida, steroid/
triterpenoid dan tanin. Hasil uji aktivitas antioksidan diperoleh nilai IC50
(Inhibitory Concentration) dari ekstrak etanol kulit buah jeruk purut pada panjang
gelombang 516 nm adalah sebesar 146.06 µg/ml dan termasuk dalam kategori
sedang jika dibandingkan dengan vitamin C sebagai kontrol positif yang sangat
kuat.

Kata kunci: Antioksidan, radikal bebas, DPPH, ekstrak etanol, jeruk purut,
ANTIOXIDANT ACTIVITY TEST FROM ETHANOL
EXTRACT OF KAFFIR LIME FRUIT (Citrus hystrix D.C)
USING SCAVENGING METHOD OF DPPH
(1,1-DIPHENYL-2-PICRYLHIDRAZYL)

ABSTRACT

Kaffir lime (Citrus hystrix D.C) is one type of orange fruit family of
Rutaceae that contains flavonoids that function as antioxidants. Free radicals are
any molecules that contain one or more unpaired electrons and play a role in the
cause of various diseases, to avoid the negative effects of free radicals required an
antioxidant. Antioxidants serve to prevent oxidation or neutralize compounds that
have been oxidized by donating hydrogen or electrons. The purpose of this study
was to determine the antioxidant activity of ethanol extract of kaffir lime peel then
compared with vitamin C as a positive control.
The stages of this study include the characterization of simplicia,
phytochemical screening, the extraction was done by maceration with 96%
ethanol solvent and the antioxidant activity test by DPPH method of capture by
using visible spectrophotometric instrument. The method of 1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl (DPPH) Scavenging Method or DPPH method is the simplest,
quickest and cheapest method of measuring the antioxidant capabilities found in
foods, fruits and vegetables in reducing free radicals.
The result of characterization of simplicia of kaffir lime peel is water
content of 7.99%, determination of soluble sari content in ethanol 13.41%,
determination of water soluble sari 25.99%, determination of total ash content
7.86%, determination ash which is insoluble in acid 0.89%. The conclusion of this
research is the result of phytochemical screening showed that the simplicia of
kaffir lime fruit contains chemical compound of flavonoids, glycosides, steroids/
triterpenoids and tannins. The result of antioxidant activity test obtained from IC50
(Inhibitory Concentration) extract from ethanol extract of kaffir lime skin at 516
nm wavelength was 146.06 μg/ml and included in medium category compared to
vitamin C as a very strong positive control.

Keywords: Antioxidant, free radical, DPPH, ethanol extract, kaffir lime.


DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ........................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................... vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

ABSTRACT ..................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 3

1.3 Hipotesis .................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3

1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................... 3

1.6 Kerangka Pikiran Penelitian ....................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4

2.1 Uraian Tumbuhan ...................................................................... 4

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ...................................................... 4


2.1.2 Sinonim Tumbuhan ........................................................... 4

2.1.3 Nama Daerah ..................................................................... 4

2.1.4 Nama Asing ....................................................................... 5

2.1.5 Daerah Tumbuh ................................................................. 5

2.1.6 Morfologi Tumbuhan ......................................................... 5

2.1.7 Kandungan Kimia .............................................................. 5

2.1.8 Kegunaan ........................................................................... 5

2.2 Ekstraksi ..................................................................................... 6

2.3 Radikal Bebas ............................................................................ 8

2.3.1 Penyakit Degeneratif.......................................................... 9

2.4 Antioksidan ................................................................................ 11

2.4.1 Vitamin C ........................................................................... 14

2.4.2 Flavonoid ........................................................................... 15

2.5 Spektrofotometri Visibel ............................................................ 15

2.5.1 Instrumentasi Spektrofotometri Visibel ............................. 16

2.6 Metode Pemerangkapan 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl

(DPPH) ....................................................................................... 18

2.6.1 Pelarut ................................................................................ 19

2.6.2 Pengukuran Absorbansi-Panjang Gelombang ................... 19

2.6.3 Waktu Operasional (Operating Time) .............................. 20

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 21

3.1 Alat ............................................................................................. 21

3.2 Bahan .......................................................................................... 21

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan ...................................................... 22


3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ........................................ 22

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ...................................................... 22

3.3.3 Pembuatan Simplisia ......................................................... 22

3.4 Pembuatan Pereaksi ................................................................... 22

3.4.1 Pereaksi Bouchardat ....................................................... 22

3.4.2 Pereaksi Mayer ............................................................... 23

3.4.3 Pereaksi Dragendorf ....................................................... 23

3.4.4 Pereaksi Molish ............................................................... 23

3.4.5 Pereaksi Asam Klorida 2 N ............................................ 23

3.4.6 Pereaksi Asam Sulfat 2N ................................................ 23

3.4.7 Pereaksi Natrium Hidroksida 2N .................................... 23

3.4.8 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M ................................. 24

3.4.9 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ........................................ 24

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard....................................... 24

3.5 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ......................................... 24

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik .............................................. 24

3.5.2 Penetapan Kadar Air ...................................................... 25

3.5.3 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air .................. 25

3.5.4 Pemeriksaan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ......... 26

3.5.5 Penetapan Kadar Abu Total ............................................ 26

3.5.6 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Asam .............. 26

3.6 Skrining Fitokimia ..................................................................... 27

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid ..................................................... 27

3.6.2 Pemeriksaan Glikosida.................................................... 27


3.6.3 Pemeriksaan Steroid/ Triterpenoid ................................. 28

3.6.4 Pemeriksaan Flavonoid ................................................... 28

3.6.5 Pemeriksaan Tannin ........................................................ 28

3.6.6 Pemeriksaan Saponin ...................................................... 29

3.6.7 Pemeriksaan Antrakuinon ............................................... 29

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Jeruk Purut .................... 29

3.8 Pengujian Antioksidan dengan Spektrofotometer UV-


Visibel ......................................................................................... 30

3.8.1 Prinsip Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH .. 30

3.8.2 Pembuatan Larutan Blanko DPPH 0,5 mM .................... 30

3.8.3 Pembuatan Larutan Blanko Konsentrasi 40 µg/ml ......... 30

3.8.4 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ..... 30

3.8.5 Penentuan Operating Time.............................................. 30

3.8.6 Pembuatan Larutan Induk ............................................... 31

3.8.6.1 Pembuatan Larutan Induk Sampel Uji .............. 31

3.8.6.2 Pembuatan Larutan Induk Vitamin C .............. 31

3.8.7 Pembuatan Larutan Uji ................................................... 31

3.8.7.1 Pembuatan Larutan Sampel Uji ........................ 31

3.8.7.2 Pembuatan Larutan Uji Vitamin C................... 31

3.8.8 Analisis Persen Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH .. 32

3.8.9 Analisis Nilai IC50.......................................................... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 33

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan........................................................ 33

4.2 Hasil Karakterisasi Kulit Buah Jeruk Purut ................................ 33

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik ....................................... 33


4.2.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ........................................ 33

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ............................................................. 35

4.4 Hasil Ekstraksi ............................................................................ 37

4.5 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ........ 37

4.6 Hasil Penentuan Operating Time ................................................ 38

4.7 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Sampel Uji....................... 39

4.8 Hasil Analisis Nilai IC50 Sampel Uji .......................................... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 43

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 43

5.2 Saran …. ..................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 44


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Hubungan Antara Warna Dengan Panjang Gelombang Sinar


Tampak ............................................................................................. 17

4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristisasi Simplisia Kulit Buah Jeruk


Purut ................................................................................................. 34

4.2 Hasil Skrining Fitokimia .................................................................. 35

4.3Kategori Kekuatan Aktivitas Antioksidan ................................... 41


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Kimia Radikal Bebas DPPH ......................................... 18

2.2 Reaksi antara DPPH dengan Atom H dari Senyawa


Antioksidan ................................................................................ 18

4.1 Kurva Serapan Maksimum Larutan DPPH 40 ppm dalam


Metanol Secara Spektrofotometri .............................................. 38

4.2 Grafik Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit


Buah Jeruk Purut ....................................................................... 40

4.3 Grafik Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C ................... 41


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Bagan Kerja Penelitian ........................................................... 46

2 Surat Identifikasi Tumbuhan .................................................... 47

3 Hasil Makroskopik Kulit Buah Jeruk Purut .............................. 48

4 Hasil Mikroskopik Kulit Buah Jeruk Purut............................... 50

5 Alat Spektrofotometri UV-Visibel (UV 1800-Shimadzu) ........ 51

6 Hasil Pengukuran Data Spektrofotometri Visibel ..................... 52

7 Hasil Uji Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Jeruk Purut . 57

8 Hasil Uji Antioksidan Vitamin C .............................................. 62

9 Perhitungan Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Kulit Buah


Jeruk Purut ................................................................................ 67
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radikal bebas merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih elektron

yang tidak berpasangan yang secara normal dihasilkan dalam metabolisme sel.

Radikal bebas seperti molekul oksigen reaktif (ROS) dan molekul nitrogen reaktif

(RNS) yang bersifat reaktif dapat menimbulkan perubahan kimiawi dan

menimbulkan berbagai penyakit kronis dan degeneratif seperti inflamasi, penyakit

kardiovaskular dan kanker (Juanda, dkk., 2017).

Untuk menghindari dampak negatif dari radikal bebas maka diperlukan

antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mendonorkan proton

kepada senyawa radikal bebas, sehingga tidak terjadi reaksi lebih lanjut yang

berbahaya. Senyawa fenolat atau senyawa polifenol merupakan golongan senyawa

metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman yang bertanggungjawab

terhadap aktivitas antioksidan, antikanker, antiviral dan antiinflamasi (Juanda,

dkk., 2017).

Jeruk purut (citrus hystrix DC) merupakan salah satu jenis jeruk dari

famili Rutaceae. Penggunaan buah dan daun jeruk purut telah dikenal oleh

masyarakat sejak dahulu sebagai obat tradisional. Kulit buah jeruk purut

digunakan sebagai obat bisul, panas dalam, radang kulit, radang payudara, kulit

bersisik dan kulit mengelupas. Selain itu kulit buah jeruk purut digunakan untuk

penyedap masakan, pembuatan kue dan dibuat manisan Buah jeruk purut juga

sering digunakan dalam pengobatan magik (Copriady, dkk., 2005).


Jeruk purut mengandung flavonoid, karotenoid, limonoid dan mineral.

Flavonoid utama dalam jeruk adalah naringin, narirutin dan hesperidin yang

terdapat pada kulit buah dan bulir daging buah jeruk. Flavonoid berfungsi sebagai

antioksidan yang mampu menetralisir oksigen reaktif dan berkontribusi terhadap

pencegahan penyakit kronis seperti kanker (Andriana, dkk., 2013).

Berdasarkan penelitian Nathanael (2015) kulit jeruk purut memiliki

kandungan senyawa flavonoida, senyawa ini telah banyak diteliti dan diketahui

memiliki potensi sebagai senyawa antikanker, kandungan fenolik dan terpenoida

yang paling tinggi jika dibandingkan dengan bagian lainnya. Senyawa metabolit

yang terdapat pada kulit jeruk purut dapat diekstraksi menggunakan pelarut etanol

96% dan pnelitian sebelumnya menyatakan bahwa kulit jeruk purut memiliki

kandungan metabolit tertinggi pada ekstrak etanolik (Nathanael, 2015).

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Radical 1,1-diphenyl-

2-picrylhydrazyl (DPPH) Scavenging Method atau Metode pemerangkapan

radikal DPPH, merupakan metode yang paling sederhana, cepat dan murah untuk

mengukur kemampuan antioksidan yang terdapat pada makanan, buah-buahan

dan sayur-sayuran dalam meredam radikal bebas (Prakash, dkk., 2012).

Pada metode DPPH sebaiknya digunakan standard atau kontrol positif.

Standard yang umum digunakan adalah asam askorbat (vitamin C). Standard ini

digunakan untuk memastikan bahwa prosedur yang dilakukan telah sesuai dengan

metode (Molyneux, 2004).


Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk mengetahui aktivitas

antioksidan ekstrak etanol dari kulit buah jeruk purut dengan menggunakan

metode pemerangkapan DPPH(1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol kulit buah jeruk purut memiliki aktivitas

antioksidan?

2. Bagaimana aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah jeruk purut

jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan dari vitamin C?

1.3 Hipotesis

1. Golongan senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia kulit buah

jeruk purut adalah flavonoid, glikosida, tannin dan steroid/

triterpenoid.

2. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah jeruk purut termasuk

dalam kategori sedang dibandingkan dengan vitamin C.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam

simplisia kulit buah jeruk purut.

2. Untuk mengetahui sejauh mana kekuatan aktivitas antioksidan ekstrak

etanol kulit buah jeruk purut dibandingkan vitamin C.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, dapat diinformasikan kepada masyarakat bahwa

kulit buah jeruk purut mengandung antioksidan,sehingga masyarakat dapat

menjadikan kulit jeruk purut sebagai salah satu sumber antioksidan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, sinonim

tumbuhan, nama daerah, nama asing, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan

kegunaan dari tumbuhan.

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Menurut herbarium medanense (MEDA), sistematika tumbuhan jeruk

purut adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Rutales

Suku : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus hystrix D.C

2.1.2 Sinonim Tumbuhan

Citrus paeda Miq. (Dalimartha, 2000).

2.1.3 Nama Daerah

Sumatera: unte mukur, unte pangir (Batak), lemau purut, lemau sarakan

(Lampung), lemau puruik (Minangkabau), dema kafalo (Nias). Jawa: limau

purut, jeruk wangi, jeruk purut (Sunda, Jawa). Bali: jeruk linglang, jeruk purut.

Flores: mude matang busur, mude nelu. Maluku: munte kereng (Alfuru), usi ela

(Ambon), lemo jobatai, wama faleela (Halmahera) (Dalimartha, 2000).


2.1.4 Nama Asing

Kaffir lime leaf and zest (Inggris), bai magrut (Dalimartha, 2000).

2.1.5 Daerah Tumbuh

Jeruk purut bisa tumbuh pada daerah dengan ketinggian antara 0-1000

dpl. Jeruk tersebut bisa ditanam di daerah sangat basah atau daerah basah

(Hariana, 2008).

2.1.6 Morfologi Tumbuhan

Jeruk purut banyak ditanam orang di pekarangan atau di kebun-kebun.

Daunnya merupakan daun majemuk menyirip beranak daun satu. Tangkai daun

sebagian melebar menyerupai anak daun. Helaian anak daun berbentuk bulat telur

sampai lonjong, pangkal membundar atau tumpul, ujung tumpul sampai

meruncing, tepi beringgit, panjang 8-15 cm, lebar 2-6 cm, kedua permukaan licin

dengan bitnik bintik kecil berwarna jernih, permukaan atas warnanya hijau muda

atau hijau kekuningan, buram, jika diremas baunya harum. Bunganya berbentuk

bintang, berwarna putih kemerah-merahan atau putih kekuning-kuningan. Bentuk

buahnya bulat telur, kulitnya hijau berkerut, berbenjol-benjol, rasanya asam agak

pahit (Dalimartha, 2000).

2.1.7 Kandungan Kimia

Daun mengandung tannin 1,8%, steroid triterpenoid, dan minyak atsiri 1-

1,5%. Kulit buah mengandung saponin, tannin 1 %, steroid triterpenoid, flavonoid

dan minyak atsiri dengan kandungan sitrat 2-2,5% (Dalimartha, 2000).

2.1.8 Kegunaan

Daun jeruk purut berkhasiat stimulant dan penyegar. Kulit buah

berkhasiat stimulant, berbau khas aromatic, rasanya agak asin, kelat dan lama-
lama agak pahit. Jeruk purut digunakan untuk mengatasi influenza, badan terasa

lelah, rambut kepala yang bau (mewangikan kulit) serta kulit bersisik dan

mengelupas dan juga untuk badan letih dan lemah sehabis sakit berat

(Dalimartha, 2000).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari

jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-

bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan

tertentu (Depkes R. I, 2000).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan cara menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya

matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.

Pembagian ekstrak dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

i. Ekstrak cair: tidak lebih dari 5 bagian per sejuta.

ii. Ekstrak kental: tidak lebih dari 20 bagian per sejuta.

iii. Ekstrak kering: tidak lebih dari 25 bagian per sejuta (Depkes R. I,

1974).

Ekstrak kental adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan (Depkes R. I, 2000).

Menurut Depkes R. I (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering

digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:


A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapakali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Maserasi

yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik

sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi

penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses

perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap perendaman antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai

diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes R.I, 1995).

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur

lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50°C.
3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi

kontinyu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infudasi

Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 96°-98°C selama 15-20 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur ≥30°C pada waktu yang lebih lama (Depkes R. I, 2000).

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas terlibat dan berperan dalam

penyebab dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis,

jantung koroner, katarak, dan penyakit degenerasi saraf (Silalahi, 2006).

Radikal bebas yang terdapat dalam tubuh dapat berasal dari dalam

(endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Secara endogen, radikal bebas

terbentuk sebagai respon normal dari rantai reaksi respirasi (pernafasan) di dalam

tubuh. Sumber terbentuknya radikal bebas dalam bahan atau secara endogen

adalah enzim-enzim superoksidase dismutase (SOD), lipoksigenase, siklo-

oksigenase, enzim enzim pentransfer elektron. Secara eksogen, radikal bebas

diperoleh dari bermacam-macam sumber, antara lain polutan, makanan dan

minuman, radiasi, ozon, dan pestisida (residu pestisida) (Muchtadi, 2013).


Secara umum tahapan reaksi pembentukan radikal bebas sebagai berikut:

i. Inisiasi

RH + initiator → R●

ii. Propagasi

R● + O2 → ROO●

ROO● + RH → ROOH + R●

iii. Terminasi

R● + R● → RR

ROO● + R● → ROOR

Tahap inisiasi adalah tahap awal terbentuknya radikal bebas. Tahap

propagasi adalah tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi antara

suatu radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru. Tahap

terminasi adalah tahap akhir, terjadinya pengikatan suatu radikal bebas dengan

radikal bebas yang lain sehingga menjadi tidak reaktif lagi. Ketika proses tersebut

terjadi maka siklus reaksi radikal telah berakhir (Muchtadi, 2013).

2.3.1 Penyakit Degeneratif

Tanpa disadari dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas secara terus

menerus, baik melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan

gizi, dan akibat respons terhadap pengaruh dari luar tubuh seperti polusi

lingkungan, ultraviolet (UV), asap rokok dan lain-lain. Dari pernyataan ini dapat

diyakini bahwa dengan meningkatnya usia seseorang, pembentukan radikal bebas

juga makin meningkat. Secara endogenus, hal ini berkaitan dengan dengan laju

metabolisme seiring bertambahnya usia. Secara eksogenus, kemungkinan tubuh

terpapar dengan polutan juga semakin tinggi seiring dengan meningkatnya umur
seseorang. Kedua faktor tersebut secara sinergis meningkatkan jumlah radikal

bebas dalam tubuh (Winarsi, 2007).

Dengan meningkatnya usia seseorang, sel-sel tubuh mengalami

degenerasi, proses metabolisme teraganggu dan respons imun juga menurun.

Semua faktor ini dapat memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif. Oleh

sebab itu, tubuh kita memerlukan suatu substansi penting yakni antioksidan yang

dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredam

dampak negatifnya (Winarsi, 2007).

Kesetimbangan yang sehat antara radikal bebas dan antioksidan terdapat di

dalam tubuh, tetapi cara penentuan yang teliti belum ada. Bila aktivitas dari

radikal bebas lebih tinggi daripada kemampuan antioksidan, kondisi ini disebuat

oksidatif stress. Keadaan tekanan oksidatif ini akan bedampak negatif, yakni akan

merusak sel-sel normal dan biomolekul. Pemberian antioksidan menunjukkan

adanya pengaruh yang positif dan mengurangi risiko penyakit degeneratif

(Silalahi, 2006).

Vitamin E merupakan antioksidan, terutama menghalangi oksidasi lipida

dan mengurangi risiko penyakit jantung koroner, penyumbatan pembuluh darah

perifer dan stroke. Sebagai antikanker, vitamin E akan meningkatkan sistem

kekebalan tubuh dan menghambat pertumbuhan sel kanker. Khasiat lain adalah

memperlambat kemunduran fungsi otak dan berperan khusus untuk mengatasi

gangguan fungsi sistem saraf akibat tekanan oksidatif pada usia tua (Silalahi,

2006).

Vitamin C ternyata mampu mengurangi risiko kanker, juga akan

membantu regenerasi vitamin E dari bentuk teroksidasi. Beta karoten dapat


melindungi tubuh dan mencegah berbagai penyakit yakni menghambat

pertumbuhan sel kanker, mencegah serangan jantung, mencegah katarak,

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, mencegah dan mengobatai penyakit kulit.

Beta karoten terutama potensial sebagai penangkap superoksidase pada tekanan

oksigen yang rendah dan oleh karena itu mengurangi risiko kanker. Akan tetapi

beta karoten dapat menigkatkan risiko penyakit kanker pada perokok dan

peminum berat. Kombinasi dari ketiga vitamin antioksidan dengan antioksidan

phytochemicals dari sayur-sayuran dan buah-buahan menunjukkan sifat

sinergisme, tetapi proporsi dan dosis yang ideal dari kombinasi serta faktor-faktor

yang memengaruhi agar diperoleh hasil optimal perlu diteliti lebih mendalam.

Konsumsi banyak sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan flavonoid akan

menurunkan risiko kanker dan PJK (Silalahi, 2006).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada

molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi

berantai dari radikal bebas sehingga menjadi molekul yang netral (Muchtadi,

2013).

Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi 2 yaitu antioksidan

enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim

superoksidase dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan

non-enzimatis tersebut bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan

dalam tubuh. Terjadinya stress oksidatif dapat dihambat oleh kerja enzim-enzim

antioksidan dalam tubuh dan antioksidan non-enzimatik (Silalahi, 2016).


Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3

kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier.

1. Antioksidan primer (endogenus)

Antioksidan primer meliputi enzim superoksidase dismutase (SOD),

katalase dan glutation peroksidase (GSH-Px). Antioksidan primer disebut juga

antioksidan enzimatis. Suatu senyawa dapat dikatakan sebagai antioksidan primer

apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal,

kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa

yang lebih stabil. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah

pembentukan senyawa radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang

kurang reaktif.

Sebagai antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat pembentukan

radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi) kemudian

mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan dalam kelompok ini

disebut juga chain breaking antioxidant.

2. Antioksidan Sekunder (Eksogenus)

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan ekaogenus atau non-

enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut sistem pertahanan

preventif. Dalam sistem pertahanan ini terbentuknya senyawa oksigen reaktif

dihambat dengan dirusak pembetukannya. Antiokasidan ini dapat berupa

komponen non nutrisi dan nutrisi dari sayuran dan buah-buahan. Bekerja dengan

cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara
menangkapnya. Akibatnya radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen

seluler.

Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, karoten, flavonoid,

bilirubin dan albumin. Senyawa antioksidan non-enzimatis bekerja dengan cara

menangkap radikal bebas (free radical scavenger) kemudian mencegah reaktivitas

amplifikasinya. Ketika jumlah radikal bebas berlebihan, kadar antioksidan non-

enzimatik yang dapat diamati dalam cairan biologis menurun.

3. Antioksidan Tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA repair dan

metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan

biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).

Antioksidan pangan adalah suatu zat dalam makanan yang menghambat

akibat buruk dari efek senyawa oksigen yang reaktif (ROS,) senyawa nitrogen

yang reaktif (RNS) atau keduanya dalam fungsi fisiologis normal pada manusia.

Antioksidan dalam makanan dapat berperan dalam pencegahan berbagai

penyakit, meliputi penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, sebagian kanker,

dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan (Silalahi, 2006).

Oksidan biologis yang terbentuk melalui metabolisme ataupun radikal

bebas yang berasal dari luar seperti merokok, ozon, sinar ultraviolet dan bentuk

radiasi lain adalah zat-zat berbahaya. Radikal bebas dapat merusak biomolekul

dan mengubah fungsinya sehinggga zat-zat ini terlibat dalam penyakit-penyakit

akut dan kronis (Silalahi, 2006).

Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh

oksidatif akan lebih efektif jika mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan


yang kaya akan antioksidan dari berbagai jenis daripada menggunakan

antioksidan tunggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih

efektif daripada suplemen antioksidan yang diisolasi. Hal ini mungkin

dikarenakan oleh adanya komponen lain dan interaksinya dalam sayur-sayuran

dan buah-buahan yang berperan secara positif (Silalahi, 2006).

2.4.1 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai rumus molekul C6H8O6, titik

lebur lebih kurang 190°C, berbentuk serbuk atau hablur, warnanya putih atau

agak kuning, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan

kering stabil di udara dan cepat teroksidasi dalam larutan, mudah larut dalam air,

agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform, eter dan benzen.

Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Depkes

R. I, 1995).

Vitamin C merupakan suatu antioksidan penting yang larut dalam air.

Vitamin C mempunyai potensi sebagai antioksidan dengan mendonorkan

hidrogen dari gugus hidroksilnya kepada radikal bebas. Vitamin C juga dapat

meningkatkan kekebalan tubuh terhadap infeksi dan virus. Aktivitas sistem

kekebalan yang optimum memerlukan keseimbangan antara pembentukan radikal

bebas dan proteksi antioksidan (Silalahi, 2006).

Vitamin C merupakan antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas serta

mencegah kerusakan yang ditimbulkan molekul superoksida, peroksida, radikal

hidroksil dan oksigen singlet. Termasuk katalase dan peroksidase antioksidan

pencegah dan antioksidan pemutus ikatan yang mengikat radikal untuk mencegah

timbulnya radikal bebas dan reaksi propagasi berantai (Goodman, 2000).


Sebagai antioksidan,askorbat akan bereaksi dengan radikal superoksida,

hodrogen peroksida maupun radikal tokoferol membentuk asam

monodehidroaskorbat dan atau asam dehidroaskorbat. Bentuk tereduksinya dapat

diubah kembali menjadi asam askorbat oleh enzim monodehidroaskorbat

reduktase, yang ekuivalen dengan NADPH atau glutation tereduksi. Termasuk

katalase dan peroksidase antioksidan pencegah dan antioksidan pemutus ikatan

yang mengikat radikal untuk mencegah timbulnya radikal bebas dan reaksi

propagsi berantai Dehidroaskorbat ini selanjutnya dipecah menjadi tartarat dan

oksalat (Winarsi, 2007).

2.4.2 Flavonoid

Flavonoid memiliki sifat antioksidan. Senyawa ini berperan sebagai

penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Karena bersifat

sebagai reduktor, flavonoid dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap

radikal bebas (Silalahi, 2006).

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran dari flavonoid

yang berbeda golongan dan jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal.

Flavonoid pada tumbuhan terdapat dalam berbagai bentuk struktur molekul

dengan beberapa bentuk kombinasi glikosida. Untuk menganalisis flavonoid lebih

baik memeriksa aglikon yang telah terhidrolisis daripada dalam bentuk glikosida

dengan strukturnya yang rumit dan kompleks. Flavonoid dapat berkhasiat sebagai

antioksidan, antibakteri dan antiinflamasi (Harborne, 1984).

2.5 Spektrofotometri Visible

Spektrofotometer pada dasarnya terdiri dari sumber sinar monokromator,

tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau
pencatat. Spektrofotometri serapan merupakan metode pengukuran serapan

radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu (Depkes R. I, 1979).

Berdasarkan panjang gelombang spektrofotometri dibagi dua yaitu

spektrofotometri ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm, digunakan

untuk senyawa yang tidak berwarna dan spektrofotometri visibel (sinar tampak)

dengan panjang gelombang 400-750 nm, digunakan untuk senyawa yang

berwarna (Rohman, 2007).

2.5.1 Instrumentasi Spektrofotometri Visibel

Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiai

elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut spektrometer

atau spektrofotometer. Kompone-komponen pokok dari spektrofotometer

meliputi (1) sumber tenaga radiasi yang stabil, (2) sistem yang terdiri atas lensa-

lensa, cermin, celah-celah dan lain-lain, (3) monokromator untuk mengubah

radiasi menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal, (4) tempat

cuplikan yang transparan dan (5) detector radiasi yang dihubungkan dengan

system meter atau pencatat (Sastrohamidjojo, 1985).

Diagram sederhana dari spektrofotometer adalah sebagai berikut:

Sumber Mono Sel Detektor Meter


kromator penyerap atau
pencatat

i. Sumber lampu: lampu halogen atau tungsten digunakan untuk daerah

visible pada panjang gelombang antara 350-900 nm sedangkan lampu

wolfram digunakan untuk daerah 400-800 nm (Rohman, 2007).

ii. Monokromator: digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam

komponen-komponen panjang gelombangnya (Rohman, 2007).


iii. Optik-optik: dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber

sinar melewati dua kompartemen dan sebagaimana dalam

spektrofotometer berkas ganda (double beam) (Rohman, 2007).

iv. Detektor

Setiap detektor menyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah

tenaga tersebut untuk dapat diukur secara kuantitatif seperti sebagai arus

listrik (Sastrohamidjojo, 1985).

v. Meter atau pencatat

Setiap meter harus menghasilkan sinyal yang secara kuantitatif berkaitan

dengan tenaga cahaya yang mengenainya (Sastrohamidjojo, 1985).

Sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Warna sinar

tampak dapat diohubungkan dengan panjang gelombangnya. Sinar putih

mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar tampak.

Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat dipilih dari

sinar putih (sebagai contoh dengan alat prisma). Warna-warna yang dihubungkan

dengan panjang gelombang dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut

Tabel 2.1 Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak

Panjang gelombang Warna yang diserap Warna yang diamati/


(nm) warna komplementer
400-435 Ungu (lembayung) Hijau kekuningan
450-480 Biru Kuning
480-490 Biru kehijauan Oranye
490-500 Hijau kebiruan Merah
500-560 Hijau kekuningan Ungu (lembayung)
560-580 Hijau Merah anggur
580-595 Kuning Biru
595-610 Oranye Biru kekuningan
610-750 Merah Hijau kebiruan
Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm,

sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Warna sinar

tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya. Sinar putih

mengandung radiasi pada semua panjang gelombang tunggal. Warna

komplementer yang mempunyai makna sebagai berikut: jika salah satu komponen

warna putih dihilangkan (biasanya dengan absorpsi) maka sinar yang dihasilkan

akan nampak sebagai komplemen warna yang diserap (Rohman, 2007).

2.6 Metode Pemerangkapan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH)

Metode pemerangkapan radikal 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH)

adalah suatu metode sederhana yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan

antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode ini dapat digunakan untuk

sampel yang padat dan bentuk larutan. Prinsipnya adalah elektron ganjil pada

molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang

tertentu, berwarna ungu. Warna akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah

apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang

disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi

kesetimbangan kimia (Prakash dkk, 2012).

Struktur kimia radikal bebas DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Struktur kimia radikal bebas DPPH


DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena resonansi yang

dialaminya. Resonansi juga menyebabkan peningkatan kepekatan warna ungu

(Molyneux, 2004).

Ketika larutan DPPH dicampurkan dengan senyawa yang dapat

mendonorkan atom hidrogen, akan dihasilkan bentuk tereduksi dari DPPH dan

berkurangnya warna ungu (Molyneux, 2004). Reaksi antara DPPH dengan atom

H dari senyawa antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan

2.6.1 Pelarut

Metode pemerangkapan radikal 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH)

akan memberi hasil yang baik dengan menggunakan pelarut metanol atau etanol

dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai

antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.6.2 Pengukuran Absorbansi – Panjang Gelombang

Panjang gelombang maksimum yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang

maksimum untuk DPPH adalah 515-520 nm. Apabila pengukuran menghasilkan

tinggi puncak maksimum, maka itulah panjang gelombang yang digunakan

(Molyneux, 2004).
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk pemilihan

panjang gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara

suatu absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada

konsentrasi tertentu (Rohman, 2007).

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang

maksimal, yaitu:

• Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal Karena pada

panjang gelombang tersebut perubahan absorbansi untuk setiap satuan

konsentrasi adalah yang paling besar

• Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali (Rohman, 2007).

2.6.3 Waktu Operasional (Operating Time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan

warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil.

Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungnan antara waktu

pengukuran dengan absorbansi larutan (Rohman, 2007).

Pada saat awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang berwarna ini

meningkat sampai waktu tertentu hingga diperoleh absorbansi yang stabil.

Semakin lama waktu pengukuran, maka ada kemungkinan senyawa yang

berwarna tersebut menjadi rusak atau terurai sehingga intensitas warnanya turun

akibatnya absorbansinya juga turun. Karena alasan inilah maka untuk pengukuran

senyawa berwarna (hasil suatu reaksi kimia) harus dilakukan pada saat waktu

operasional (Rohman, 2007).


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental.

Penelitian meliputi pengumpulan dan penyiapan bahan, karakterisasi simplisia,

skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol kulit buah jeruk purut, pengujian

aktivitas antioksidan kulit buah jeruk purut dan vitamin C dengan metode

peredaman radikal bebas DPPH dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-

visible.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat-alat gelas laboratorium, blender

(National), cawan porselin, neraca kasar (Ohaus), krus , lemari pengering, neraca

analitik (Vibra), oven listrik (Strok), penangas air (Yenaco), rotary evaporator

(Heidolph VV 2000), seperangkat alat penetapan kadar air, spektrofotometer UV-

Visible (Shimadzu 1800), tanur.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit buah jeruk purut.

Bahan-bahan kimia lainnya yang berkualitas pro analisis adalah DPPH (Sigma),

vitamin C, produksi E-Merck: metanol, toluen, kloroform, isopropanol, benzen, n-

heksan, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, raksa (II)

klorida, bismut (III) nitrat, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, kalium iodida,

kloralhidrat, asam asetat anhidrida, natrium hidroksida, amil alkohol, natrium

sulfat anhidrat, serbuk magnesium. Bahan kimia berkualitas teknis; etanol 96%.
3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan kulit buah jeruk

purut dan identifikasi kulit buah jeruk purut, dan pembuatan simplisia kulit buah

jeruk purut.

3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Metode pengumpulan bahan kulit buah jeruk dilakukan secara purposif

yaitu tanpa membandingkan dengan bahan kulit buah jeruk yang sama dari daerah

lain. Bahan yang digunakan adalah kulit buah purut yang diperoleh dari pajak sore

Padang Bulan Medan.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense Fakultas MIPA

Universitas Sumatera Utara.

3.3.3 Pembuatan Simplisia

Buah jeruk purut dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, ditiriskan lalu

dikupas kulitnya,. Bagian kulit yang diambil yaitu mulai dari bagian kulit terluar

sampai dengan bagian kulit dalam yang berbatasan dengan buah. Kemudian kulit

ditimbang sebagai berat basah. Bahan ini kemudian dikeringkan di lemari

pengering hingga kering, yaitu ketika simplisia tersebut diremas akan hancur,

kemudian ditimbang sebagai berat kering. Simplisia kemudian disimpan pada

wadah yang terlindung dari sinar matahari.


3.4. Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling

secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling

hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes R. I, 1995).

3.4.2 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml,

pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10

ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes R. I, 1995).

3.4.3 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam

nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan

dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan

sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan

air suling hingga volume larutan 100 ml (Depkes R. I, 1995).

3.4.4 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N

hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes R. I, 1995).

3.4.5 Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes R. I, 1995).


3.4.6 Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai

100 ml (Depkes R. I, 1995).

3.4.7 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling

sebanyak 100 ml (Depkes R. I, 1995).

3.4.8 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam

air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml (Depkes R. I, 1995).

3.4.9 Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes R. I, 1995).

3.4.10 Pereaksi Kloralhidrat

Sebanyak 8 gram kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 10

ml air suling (Depkes R. I, 1995).

3.4.11 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrida dicampur dengan 1 bagian

asam sulfat pekat. Larutan pereaksi ini harus dibuat baru (Depkes R. I, 1995).

3.4.12 Larutan DPPH 0,5 mM

Sebanyak 19,7 mg DPPH ditimbang kemudian dilarutkan dalam metanol

hingga diperoleh volume larutan 100 ml.


3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut

dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total,

penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.

3.5 .1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan memperhatikan bentuk,

ukuran, bau, rasa dan warna simplisia kulit buah jeruk purut.

3.5.2 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi. Alat terdiri dari

labu alas bulat 500 ml, alat penampung dan pendingin, tabung penyambung dan

penerima 10 ml. Cara kerja: a. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat,

dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam.

Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air

dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. b. Penetapan kadar air

simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dimasukkan ke

dalam labu yang berisi toluen jenuh tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik

sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan

sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin

dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung

penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air

yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang

diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (v/b) (Depkes R. I, 1995).

3.5.3 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam

dengan 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air sampai 1 liter)

menggunakan labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18 jam. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan

sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan

dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air

dihitung dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan (Depkes R. I, 1995).

3.5.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam

dengan 100 ml etanol 95% menggunakan labu bersumbat sambil sesekali dikocok

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Sejumlah 20 ml filtrat

pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang

telah ditara dan dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar sari yang

larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes R. I, 1995).

3.5.5 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan.

Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu

600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot
tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes R. I,

1995).

3.5.6 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,

kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes R. I, 1995).

3.6 Skrining Fitokimia

Skirining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida,

glikosida, flavonoid, steroid/triterpenoid, saponin, tannin.

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit,

didinginkan dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung

reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.

Tabung I : ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan

menggumpal berwarna putih atau kuning

Tabung II : ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan

berwarna coklat atau jingga kecoklatan.

Tabung III : ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan

berwarna coklat sampai kehitaman


Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga

dari percobaan di atas (Depkes R. I, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 30 ml campuran

dari 7 bagian etanol 95% dengan 3 bagian air suling (7:3) dan 10 ml asam klorida

2N. Kemudiaan direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20

ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok,

didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol

dan kloroform (2:3), perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan

kemudiaan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500 C, sisanya dilarutkan

dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 ml

larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas

penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish,

lalu ditambahkan dengan perlahan-lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding

tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya

ikatan gula (glikon) atau glikosida (Depkes R. I, 1995).

3.6.3 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia ditimbang, dimaserasi dengan 20 ml

nheksan selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada

sisa ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat

(pereaksi Lieberman-Burchard), timbulnya warna biru atau biru hijau

menunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1984).


3.6.4 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditimbang, dilarutkan 100 ml air panas,

dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml

filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml

amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna

merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.6.5 Pemeriksaaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 ml air suling

lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan

diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%.

Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin

(Farnsworth, 1966).

3.6.6 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok

kuatkuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak

kurang dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes

asam klorida 2 N buih tidak hilang (Depkes R. I, 1995).

3.6.7 Pemeriksaan Antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditimbang, dicampur dengan 5 ml asam

sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen,

dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, kemudian kocok
dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan

benzene tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon (Depkes R. I, 1995).

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Jeruk Purut

Pembuatan ekstrak etanol kulit buah jeruk purut dilakukan dengan cara

maserasi. Prosedur pembuatan ekstrak: sebanyak 150 g serbuk simplisia

dimasukkan ke dalam bejana tertutup, dituangi dengan 1125 ml etanol 96%,

ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk.

Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai. Ampas dicuci dengan etanol 96%

secukupnya sehingga diperoleh 1500 ml maserat. Pindahkan dalam bejana tertutup

dan dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari kemudian di

enap-tuangkan. Maserat diuapkan dengan bantuan alat penguap vakum putar

sampai diperoleh ekstrak kental kemudian ekstrak dikeringkan dengan freeze

dryer (Depkes R. I, 1979).

3.8 Pengujian Antioksidan dengan Spektrofotometer UV- Visible


3.8.1 Prinsip Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi radikal bebas

DPPH dalam larutan metanol (sehingga terjadi perubahan warna DPPH dari ungu

menjadi kuning) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang memerangkap

radikal bebas 50%) sebagai parameter menentukan aktivitas antioksidan sampel

(Molyneux, 2004).

3.8.2 Pembuatan Larutan DPPH 0,5 mM

Timbang 20 mg DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl) kemudian

dilarutkan dalam methanol hingga volume 100 ml (Molyneux, 2004).


3.8.3 Pembuatan Larutan Blanko Konsentrasi 40 µg/ml

Larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) dipipet sebanyak 5 ml,

kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, lalu dicukupkan dengan

metanol sampai garis tanda untuk mendapatan konsentrasi 40 µg/ml (Molyneux,

2004)

3.8.4 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Larutan DPPH konsentrasi 40 µg/ml dihomogenkan dan diukur

serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm (Molyneux, 2004).

3.8.5 Penentuan Operating Time

Larutan DPPH konsentrasi 40 µg/ml, diukur serapannya untuk

menentukan operating time sampai menit ke-60 pada panjang gelomang serapan

maksimum yang telah diperoleh (Molyneux, 2004).

3.8.6 Pembuatan Larutan Induk

3.8.6.1 Pembuatan Larutan Induk Sampel Uji

Sebanyak 25 mg sampel uji (ekstrak kental) ditimbang, dimasukkan ke

dalam labu tentukur 25 ml dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan

dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm).

3.8.6.2 Pembuatan Larutan Induk Vitamin C

Sebanyak 25 mg serbuk vitamin C ditimbang, dimasukkan ke dalam labu

tentukur 25 ml dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan

metanol sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm).


3.8.7 Pembuatan Larutan Uji

3.8.7.1 Larutan Uji Ekstrak Kulit Jeruk

Larutan induk dipipet sebanyak 1,25 ml; 2,5 ml; 5 ml; 7,5 ml ke dalam

labu ukur 25 ml untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 50 ppm, 100 ppm, 200

ppm, 300 ppm kedalam masing-masing labu ukur ditambahkan 5 ml larutan

DPPH 0,5 mM (konsentrasi 40 ppm) lalu volumenya dicukupkan dengan metanol

sampai garis tanda. Diamkan selama 20 menit, lalu diukur serapannya

menggunakan spektrofotometer UV-visible, panjang gelombang 516 nm.

3.8.7.2 Larutan Uji Vitamin C

Larutan induk dipipet sebanyak 0,05 ml; 0,1 ml; 0,15 ml; 0,2 ml ke dalam

labu ukur 25 ml untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm,

8 ppm, kedalam masing-masing labu ukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5

mM (konsentrasi 40 ppm) lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai

garis tanda. Diamkan selama 60 menit, lalu diukur serapannya menggunakan

spektrofotometer UV-Visible, panjang gelombang 516 nm.

3.8.8 Analisis Persen Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH

Penentuan persen pemerangkapan radikal bebas oleh sampel uji, ekstrak

etanol kulit buah jeruk purut dengan vitamin C sebagai kontrol positif,

menggunakan metode pemerangkapan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-

picrylhydrazyl (DPPH), yaitu dihitung dengan rumus:

% inhibisi = A kontrol - A sampel x 100%


A kontrol

Keterangan: Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel

Asampel = Absorbansi sampel


3.8.9 Analisis Nilai IC50

Perhitungan yang digunakan dalam penentuan aktivitas pemerangkapan

radikal bebas adalah nilai IC50 (Inhibitory Concentration 50), nilai tersebut

menggambarkan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat memerangkap

radikal bebas sebesar 50%. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan

regresi dengan konsentrasi larutan uji (ppm) sebagai absis (sumbu x) dan nilai %

inhibisi (antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu y).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi yang dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA)

Universitas Sumatera Utara terhadap tumbuhan jeruk purut adalah Citrus hystrix

D.C. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 2 Halaman 48.

4.2 Hasil Karakteristisasi Kulit Buah Jeruk Purut

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik kulit buah jeruk purut dicirikan dengan

kepingan panjang atau berbentuk spiral, melengkung atau datar, keras, permukaan

luar berbenjol-benjol, parut gagang buah berupa lingkaran lebih menonjol.

Permukaan dalam lebih rata, warna putih dengan bercak kuning kecoklatan dan

bintik-bintik rongga minyak warna kehijauan berharis tengah lebih kurang 1 mm.

berkas patahan tidak berserabut. Hasil pemeriksaan makroskopik kulit buah jeruk

purut dapat dilihat pada Lampiran 3 Halaman 48.

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik kulit buah jeruk purut. Pada penampang

melintang kulit segar tampak kutikula, bagian sel epidermis, dibawah epidermis

terdapat, flavedo, albedo, berkas pembuluh, rongga minyak skizolisigen, dan

Kristal kalsium oksalat berbentuk prisma. Hasil pemeriksaan mikroskopik pada

serbuk kulit buah jeruk purut terdapat fragmen pengenal yaitu epidermis, albedo

dan trakea, flavedo. Hasil pemeriksaan makroskopik kulit buah jeruk purut dapat

dilihat pada Lampiran 4 Halaman 50.


Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia kulit buah jeruk purut memenuhi

persyaratan karakterisasi simplisia yang tertera pada Materia Medika Indonesia

Jilid VI. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dapat dilihat Tabel 4.1 di

bawah ini.

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristisasi simplisia kulit buah jeruk purut

No. Penetapan Hasil (%) Persyaratan


Kulit Buah Jeruk Karakterisasi
Purut Simplisia Menurut
MMI Jilid VI
1 Penetapan kadar air 7,99% <10%

2 Penetapan kadar sari yang 13,41 % >5%


larut dalam etanol
3 Penetapan kadar sari yang 25,99 % >22%
larut dalam air
4 Penetapan kadar abu total 7,86% <8%

5 Penetapan kadar abu yang 0,89% <1%


tidak larut dalam asam

Penetapan kadar air pada simplisia dilakukan untuk mengetahui jumlah air

yang terkandung dalam simplisia yang digunakan. Kadar air simplisia kulit buah

jeruk purut yaitu 7,99% memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia yaitu

tidak lebih dari 10%. Kadar air yang melebihi 10% dapat menjadi media yang

baik untuk pertumbuhan mikroba, keberadaan jamur atau serangga serta

mendorong kerusakan mutu simplisia (Depkes R. I, 1995).

Penetapan kadar sari larut air adalah untuk mengetahui kadar kimia

bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia, sedangkan kadar sari larut

dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol baik

senyawa polar maupun nonpolar. Hasil karakterisasi simplisia kulit buah jeruk

purut menunjukkan kadar sari yang larut dalam air sebesar 25,99 %, sedangkan
kadar sari larut dalam etanol 13,41% menunjukkan bahwa hasil memenuhi

persyaratan Materia Medika Indonesia (Depkes R. I, 1995).

Penetapan kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa

anorganik dalam simplisia misalnya Mg, Ca, Na dan K. Kadar abu tidak larut

asam untuk menunjukkan jumlah silikat. Penetapan kadar abu pada simplisia

menunjukkan kadar abu total sebesar 7,86% dan kadar abu tidak larut asam

sebesar 0,89% menunjukkan bahwa hasil memenuhi persyaratan Materia Medika

Indonesia (Depkes R. I, 1995).

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia dari simplisia menunjukkan bahwa kulit jeruk

purut berpotensi memiliki aktivitas antioksidan karena mengandung golongan

senyawa polifenol seperti flavonoid, glikosida, steroid/triterpenoid dan tannin.

Senyawa-senyawa tersebut bertindak sebagai penangkap radikal bebas karena

gugus hidroksil yang dikandungnya dapat mendonorkan hydrogen kepada gugus

radikal bebas sehingga menjadi tidak radikal. Hasil pemeriksaan skrining

fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia

No Pemeriksaan Hasil
1 Alkaloida -
2 Flavonoid +
3 Glikosida +
4 Antrakuinon -
5 Saponin -
6 Tannin +
7 Steroid/ triterpenoid +

Keterangan: (+): mengandung golongan senyawa


(-): tidak mengandung golongan senyawa
Pemeriksaan alkaloid dinyatakan positif jika sekurang-kurangnya

terbentuk endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang

digunakan (Depkes R. I, 1995).

Pemeriksaan flavonoid dinyatakan positif apabila dengan penambahan

etanol, serbung seng, asam klorida pekat terjadi warna merah intensif dalam waktu

2-5 menit; dengan penambahan etanol, serbuk magnesium dan asam klorida pekat

terjadi warna merah jingga sampai merah ungu; dengan penambahan aseton pekat,

serbuk halus asam borat, serbuk halus asam oksalat dan kemudian diamati di

dengan sinar ultraviolet 366 nm maka larutan berfluoresensi kuning intensif

(Farnsworth, 1966).

Pemeriksaan glikosida dinyatakan positif apabila dengan penambahan

asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat terjadi warna biru atau hijau (reaksi

Liebermann-Burchard); dengan penambahan pereksi Molish akan terbentuk cincin

berwarna ungu pada batas cairan (Depkes R. I, 1995).

Pemeriksaan antrakinon dinyatakan positif apabila dengan penambahan

asam sulfat dan benzene menunjukkan warna kuning pada filtrat dan pada lapisan

benzene dengan penambahan natrium hidroksida menunjukkan warna merah pada

lapisan air dan tidak berwarna pada lapisan benzene (Depkes R. I, 1995).

Pemeriksaan saponin dinyatakan positif apabila dengan pengocokan

menggunakan air panas selama 10 detik terbentuk buih yang mantap selama tidak

kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm dan pada penambahan asam klorida

buihnya tidak hilang (Depkes R. I, 1995).


Pemeriksaan tannin dinyatakan positif apabila dengan penambahan pereksi

besi (III) klorida 1% menghasilkan warna biru atau hijau kehitaman (Farnsworth,

1966).

Pemeriksaan steroid/ triterpenoid dinyatakan positif apabila dengan

pereaksi Liebermann-Burchard menghasilkan warna biru atau biru hijau

menunjukkan adanya steroid dan jika menghasilkan warna merah muda atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1984).

Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa simplisia kulit buah jeruk

purut, memiliki potensi sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan alami dari

tumbuhan, diantaranya senyawa polifenol yang dapat berupa golongan flavonoid.

Senyawa-senyawa tersebut bertindak sebagai penangkap radikal bebas karena

gugus hidroksil yang dikandungnya dalam hal ini disebut reduktor sehingga dapat

mendonorkan ion ataupun atom hidrogen kepada molekul radikal bebas (Silalahi,

2006).

4.4 Hasil Ekstraksi

Hasil ekstraksi 350 g simplisia kulit buah jeruk purut dengan cara maserasi

menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 2650 L, diperoleh ekstrak etanol kulit

buah jeruk purut sebanyak 27,6254 g dengan nilai rendemen ekstrak sebesar

7,89%. Ekstrak yang diperoleh diuji aktivitas antioksidannya dengan metode

pemerangkapan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl).

4.5 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Hasil pengukuran serapan maksimum larutan DPPH 40 µg/ml dalam

methanol dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visible menunjukkan

bahwa larutan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) dalam metanol


menghasilkan serapan maksimum sebesar 0,94737 pada panjang gelombang 516

nm termasuk dalam kisaran panjang gelombang sinar tampak (400-800) nm). Dan

termasuk dalam rentang panjang gelombang DPPH (1,1-diphenyl-2-

picrylhydrazyl) yang berkisar antara 515-520 nm dengan warna violet gelap

(Molyneux, 2004; Rohman, 2007). Data hasil pengukuran panjang gelombang

maksimum dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Kurva serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol
secara spektrofotometri visible

4.6 Hasil Penentuan Operating Time

Operating time biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi

pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang

stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu

pengukuran dengan absorbansi larutan. Lama pengukuran metode DPPH menurut

beberapa literatur yang direkomendasikan adalah selama 60 menit (Rohman,


2007). Hasil operating time yang didapatkan dapat dilihat pada Lampiran 6

Halaman 52.

4.7 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan

Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit jeruk purut dengan

perbedaan konsentrasi menggunakan metode pemerangkapan DPPH (1,1-

diphenyl-2-picrylhydrazyl) yang diukur pada panjang gelombang maksimum 516

nm terlihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan uji maka semakin besar

persen peredamannya dimana terjadi penurunan nilai absorbansi DPPH pada saat

pengukuran dengan penambahan ekstrak etanol kulit buah jeruk purut dan vitamin

C, hal ini menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dalam memerangkap radikal

bebas DPPH. Hasil penurunan nilai absorbansi dan persen pemerangkapan DPPH

oleh masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 6 Halaman 57.

.Penurunan nilai absorbansi terjadi karena larutan uji memerangkap DPPH

dan pemerangkapan terjadi Karena senyawa yang bereaksi sebagai penangkap

radikal yang mereduksi DPPH. Reaksi ini diamati dengan adanya perubahan

warna dari ungu menjadi kuning ketika electron ganjil dari radikal bebas.

Keberadaan antioksidan dalam ekstrak tumbuhan akan menetralisasi radikal

dengan menyumbangkan electron kepada DPPH menghasilkan warna dari ungu

menjadi kuning atau intensitas warna ungu larutan menjadi berkurang (Molyneux,

2004).
4.8 Hasil Analisis Nilai IC50 Sampel Uji

Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah jeruk purut

diperoleh persamaan garis regresi dengan cara memplot konsentrasi larutan uji

dengan persen peredaman DPPH, dimana konsentrasi sampel sebagai absis dan

nilai persen peredaman sebagai ordinat yaitu Y= 0,2954 X + 6,862 dengan nilai

koefisien korelasi 0,9744 dimana derajat asosiasi koefisien korelasi yang kuat

menurut buku Morton tahun 2009 berada di rentang 0,8-1,0. Dari persamaan

tersebut dapat diperoleh nilai IC50 ekstrak etanol kulit buah jeruk purut sebesar

146,03µg/ml termasuk dalam kategori sedang yaitu berada di rentang 101-150

µg/ml. Grafik hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah jeruk purut

dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut

Gambar 4.2 Grafik hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah jeruk
purut

Hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C diperoleh persamaan garis regresi

dengan cara memplot konsentrasi larutan uji dengan persen peredaman DPPH,

dimana konsentrasi sampel sebagai absis dan nilai persen peredaman sebagai

ordinat yaitu Y = 11,0485 X + 1,702 dengan nilai keofisien korelasi 0,9978


dimana derajat asosiasi koefisien korelasi yang kuat menurut buku Morton tahun

2009 berada di rentang 0,8-1,0. Dari persamaan tersebut dapat diperoleh nilai

IC50 vitamin C sebesar 4,3714 µg/ml termasuk dalam kategori sangat kuat yaitu

berada di <50 µg/ml. Grafik hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C dapat dilihat

pada Gambar 4.3 berikut

Gambar 4.3 Grafik hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C

Ekstrak etanol kulit buah jeruk purut memiliki aktivitas antioksidan

kategori sedang dibandingkan dengan vitamin C sebagai kontrol positif yang

termasuk dalam kategori sangat kuat. Kategori kekuatan aktivitas antioksidan

dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Kategori kekuatan aktivitas antioksidan

No. Kategori Konsentrasi (µg/ml)


1. Sangat kuat <50
2. Kuat 50-100
3. Sedang 101-150
4. Lemah 151-200
Kemampuan sampel uji dalam memerangkap DPPH (1,1-diphenyl-2-

picrylhydrazyl) sebagai radikal bebas dalam larutan metanol dengan nilai IC50

(konsentrasi sampel uji yang mampu memerangkap radikal bebas sebesar 50%)

digunakan sebagai parameter untuk menentukan aktivitas antioksidan sampel uji

(Prakash dkk, 2012).

Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit jeruk ditentukan oleh

senyawa-senyawa antioksidan yang dapat larut (terekstraksi) dalam pelarut seperti

senyawa golongan fenol, flavonoid, dan vitamin C.

Namun, dapat dilihat bahwa ekstrak etanol kulit buah jeruk yang

dikeringkan memiliki aktivitas antioksidan yang sedang dibandingkan dengan

vitamin C sebagai kontrol. Dalam hal ini vitamin C memiliki aktivitas antioksidan

yang sangat kuat.. Hal ini disebabkan adanya cahaya dan proses pengeringan pada

kulit buah jeruk yang menyebabkan teroksidasi/ terurainya senyawa yang bersifat

sebagai antioksidan dan juga dikarenakan vitamin C yang merupakan senyawa

murni sedangkan ekstrak etanol kulit buah jeruk purut masih berupa campuran

senyawa.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa simplisia kulit jeruk purut

mengandung senyawa kimia golongan flavonoid, tannin, glikosida dan

steroida.

2. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit buah jeruk

purut dengan menggunakan spektrofotometer visible pada panjang

gelombang 516 nm menunjukkan kekuatan antioksidan kategori sedang

dibanding aktivitas antioksidan vitamin C (kontrol positif) yang sangat

kuat.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi

komponen kimia yang terkandung dalam kulit buah jeruk purut.


DAFTAR PUSTAKA

Andriana, H., Hamidah dan Moehammadi, N. (2013). Uji Efektivitas Ekstrak


Kulit Buah Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) dan Jeruk Kalamondin
(Citrus Mitis Blanco) Sebagai Biolarvasida Nyamuk Aedes aegypti L.
Media Jurnal Biologi FST. 1(1): 2

Copriady, J., Yasmi, E dan Hidayati. (2005). Isolasi dan Karakterisasi Senyawa
Kumarin dari Kulit Buah Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C). Jurnal
Biogenesis. 2 (1): 13-14

Dalimartha, S. (2000). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid II. Cetakan I.


Jakarta: Trubus Agriwidya. Halaman 31-32.

Depkes, R. I. (1974). Ekstra Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Halaman 311.

Depkes, R. I. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 772.

Depkes, R. I. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 81-84.

Depkes, R. I. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.


Cetakan I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman
96-97.

Farnsworth, N. R. (1996). Biological and Phytochemical Screening of Plants.


Journal of Pharmaceutical Sciences Reviews Article. 55(3): 259

Goodman, S. (2000). Ester C-Vitamin C Generasi III. Diterjemahkan oleh


Muhilal dan Komari. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Halaman 141.

Harborne, J. B. (1984). Phytochemical methods. Metode Fitokimia Penuntun Cara


Modern Menganalisa Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Padmawinata, K
dan Soediro, I. Cetakan IV. Bandung: ITB Press. Halaman 147.

Hariana, H. A. (2008). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Cetakan V. Jakarta:


Penerbit Swadaya. Halaman 35-37.

Herbarium Medanense. (2017). Hasil Identifikasi Buah Jeruk Purut. Herbarium


Medanense (MEDA). Universitas Sumatera Utara.
Juanda, D., Budiana, W dan Ridwan, I. M. (2017). Penetapan Kadar Total Fenol
dan Aktivitas Antioksidan dari Jus Buah Lima Spesies Jeruk (Citrus sp.)
Jurnal Farmasi Galenika. 02(01): 37

Morton, R. F., Hebel, J. R dan McCarter, R. J (2009). Panduan Studi


Epidemiologi dan Biostatistika. Diterjemahkan oleh Apriningsih. Edisi V.
Jakarta: Penerbit EGC. Halaman 75.

Muchtadi, D. (2013). Antioksidan dan Kiat Sehat di Usia Produktif. Bandung:


Penerbit Alfabeta. Halaman 83.

Molyneux, P. (2004). The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl


(DPPH) for Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci Technol. 26(2):
212, 214-215.

Nathanael, J. (2015). Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus
hystrix) pada Sel Hela Cervical Cancer Cell Line. UAJY Repository. 69(4):
1-2

Prakash, D., Upadhyay, G., Gupta, C., Pushpangadan, P dan Singh, K. K (2012).
Antioxidant and Free Radical Scavenging Activities of Some Promising
Wild Edible Fruits. International Food Research Journal. 19(3): 1109-
1110

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit


Pustaka Belajar. Halaman 253-254.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Dasar-Dasar Spektroskopi. Cetakan I. Yogyakarta:


Penerbit Liberty Yogyakarta. Halaman: 39-41.

Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


Halaman 51, 52, 54.

Winarsi, H. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Potensi dan


Aplikasinya dalam Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman
12, 17.
Lampiran 1. Bagan Kerja Penelitian

Kulit jeruk purut

Dicuci, ditiriskan, dirajang dan ditimbang


sebagai berat basah
Dikeringkan dalam lemari pengering

Simplisia

Karakterisasi Skrining Fitokimia Ekstraksi


Simplisia
Dimaserasi
dengan etanol
Pemeriksaan 96%

simplisia terdiri Pemeriksaan


Maserat
dari : golongan

- Makroskopik senyawa yaitu : Diuapkan


dengan
- Mikroskopik - Alkaloid
rotary
- Penetapan kadar - Glikosida evaporator

air - Flavonoida
Ekstrak kental
- Penetapan kadar - Tannin

sari larut air - Saponin Dilakukan uji


- Penetapan kadar - Steroid/ aktivitas
triterpenoid
sari larut etanol antioksidan

- Penetapan kadar secara

abu total spektrofotometer


UV-Vis
Hasil
Lampiran 2. Surat Identifikasi Tumbuhan
Lampiran 3. Hasil Makroskopik Jeruk Purut

Tanaman Jeruk Purut

Kulit Jeruk Purut Segar


Lampiran 3. (lanjutan)

Simplisia Kulit Jeruk Purut

Serbuk Simplisia Kulit Jeruk Purut


Lampiran 4. Hasil Mikroskopik Kulit Buah Jeruk Purut

Penampang Melintang Kulit Buah Jeruk Purut

Mikroskopik Serbuk Kulit Buah Jeruk Purut


Lampiran 5. Alat Spektrofotometer UV-Visibel (UV 1800 - Shimadzu)
Lampiran 6. Hasil Pengukuran Data Spektrofotometri Visibel

Kinetics data print reports


Hasil Pengukuran Operating Time

Lampiran 6. (lanjutan)

Standard Table Report 05/08/2017 04:14:3

File Name:D:\document spectro\risna\8 mei sampel\8 mei sampell.pho


Standard
1.01

.
0.50

0.00
-
0.00 100.00 200.00 300.00
Conc.

Correlation Coefficient r2 = 0.97433

Sample ID Type Ex Conc 516 nm Wgt.Factor Comments


1 blanko 1 Standard 0.000 0.922 1.000
2 blanko 2 Standard 0.000 0.921 1.000
3 blanko 3 Standard 0.000 0.920 1.000
4 sampel A1 Standard 50.000 0.710 1.000
5 sampel A2 Standard 50.000 0.712 1.000
6 sampel A3 Standard 50.000 0.711 1.000
7 sampel B1 Standard 100.000 0.525 1.000
8 sampel B2 Standard 100.000 0.515 1.000
9 sampel B3 Standard 100.000 0.516 1.000
10 sampel C1 Standard 200.000 0.288 1.000
11 sampel C2 Standard 200.000 0.284 1.000
12 sampel C3 Standard 200.000 0.283 1.000
13 sampel D1 Standard 300.000 0.089 1.000
14 sampel D2 Standard 300.000 0.083 1.000
15 sampel D3 Standard 300.000 0.082 1.000
16

Hasil Pengukuran Serapan DPPH terhadap Antioksidan

Lampiran 6. (lanjutan)
Standart Table Report

Hasil pengukuran vitamin C

Anda mungkin juga menyukai