Anda di halaman 1dari 40

1

FARMAKOGNOSI II
Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)

Dosen: VilyaSyafriana, M.Si.

Penyusun:

- Mahran Muhammad Jaubah (16334079)

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAIN DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA 2019
2

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun Panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena

atas kehendak-Nyalah makalah Farmakognosi II yang membahas tentang

Kayu Secang ini dapat diselesaikan secara sistematis.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak terlalu banyak

mengalami kesulitan, karena dengan berbagai referensi yang didapatkan

oleh penyusun, tidak meminimkan pengetahuan para penyusun dalam

penyelesaian makalah. Selain itu, penyusun pun mendapatkan berbagai

bimbingan dari beberapa pihak yang pada akhirnya laporan ini dapat

diselesaikan.

Semoga dengan adanya makalah ini pula dapat menambah ilmu

pengetahuan Farmkognosi II, baik bagi para pembaca pada umumnya,

maupun bagi para penyusun khususnya.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Ibu

VilyaSyafriana, M.Si. yang telah memberikan kesempatan kepada kami

untuk menyusun makalah ini dengan baik. Dan pada Akhirnya kepada

Allah jualah penyusun mohon taufik dan hidayah, semoga usaha kami

mendapat manfaat yang baik. Serta mendapat ridho Allah SWT. Amin ya

rabbal alamin.

Jakarta, April 2019

Penyusun
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

I.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 4

I.1.2 Tujuan Percobaan ............................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6

1.2.1 Tahapan Pembuatan Simplisia ........................................................................ 8

II.1.1 Pengertian Ektraksi dan ektrak ...................................................................... 14

II.1.3 Metode – Metode Ektraksi ............................................................................. 18

BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................... 35

BAB IV PENUTUP .................................................................................................. 39

Kesimpulan ............................................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 40


4

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sejak zaman dahulu, tanaman sering digunakan sebagai obat.

Pada waktu itu orang belummengolahnya secara sempurna seperti pada

zaman sekarang ini. Pada saat itu orang hanya tahu suatu khasiat

tanaman berdasarkan dari cerita orang yang lebih tua seperti ibu ke

anaknya. Suatu tanaman obat sering mempunyai khasiat yang berbeda

dari tiap daerah.

Pada zaman sekarang ini orang kembali lagi menggeluti bahan

alam sebagai bahan penting dalam membuat obat. Para ahli sekarang ini

telah memulai meneliti kembali tanaman obat untuk mengetahui khasiat

yang lebih mendalam dari tanaman tersebut.

Di daerah-daerah pedalaman, banyak masyarakat yang masih

menggunakan tumbuh-tumbuhan yang mereka anggap mempunyai

khasiat untuk pengobatan beberapa penyakit tertentu, tanpa pengetahuan

dasar. Ada beebrapa kasus dimana masyarakat menggunakan suatu obat

yang ternyata setelah diketahui zat aktifnya melalui ekstraksi dan

identifikasi komponen kimia ternyata memberikan efek yang berlawanan.

Hal inu tentunya membahayakan bagi jiwa manusia.

Dari alasan tersebut diatas maka dianggap perlu pengetahuan

yang cukup untuk mengenal berbagai macam tumbuhan yang berkhasiat


5

obat mulai dari morfologi, kegunaan, prinsip-prinsip ekstraksi, isolasi dan

identifikasi komponen kimia yang terdapat dalam suatu simplisia

khususnya bagi seorang farmasis.

I.1.2 Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui tujuan tahapan proses pembuatan simplisia dan

pemanfaatanya (Caesalpinia sappan L)


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

1.1 Deskripsi Tanaman Secang (Caesalpinia sappan L.) Jambu biji

berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun

liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini

banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh

liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Jambu biji

berbunga sepanjang tahun (Hapsoh, 2011).

Klasifikasi tanaman Secang (Caesalpinia sappan L.) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Caesalpiniaceae

Genus : Caesalpinia

Spesies : Caesalpinia sappan L.

(Plantamor.com)
7

Gambar.1 Tanaman Secang (Koleksi Pribadi, 2017)

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan perdu dengan tinggi ± 6 m.

batangnya berkayu, bulat, hijau kecoklatan. Daun majemuk, menyirip

ganda, panjang 25-40 cm, anak daun 10-20 pasang, bentuk lonjong,

pangkal romping, ujung bulat, tepi rata, panjang 10-25 mm, lebar 3-11

mm, hijau. Secang mulai berbunga 1 tahun setelah ditanam dan biasanya

pada saat musim hujan, kemudian akan berbuah sekitar 6 bulan

kemudian. Sebagian besar tumbuhan ini tumbuh di daerah pegunungan

yang tanahnya liat dan berkapur pada dataran rendah dan sedang.

Secang merupakan tanaman yang tumbuh subur di negara Cina, India,

Malaysia, Myanmar, Thailand dan merupakan tanaman terkenal di negara

Indonesia, papua Nugini, Filipina, Pulau Solomon, Sri Lanka, Taiwan,

propinsi Cina dan US (Kemenkes RI, 2011).

1.2 Kandunngan Kimia Kayu Secang

Tanaman Secang kaya akan kandungan kimia dimana hasil uji ekstrak

secang menunjukkan adanya flavonoid, tanin dan fenolat. Selain itu, kayu
8

Secang juga mengadung brazilin yaitu senyawa penghasil warna merah

yang termasuk golongan flavonoid (Hastuti, 2014). Dalam penelitian

Widowati, 2011, hasil uji fitokimia ekstrak kayu Secang mengandung

terpenoid, fenol, triterpenoid, flavonoid, tanin, alkaloid,branzilin dan

saponin.

1.2.1 Tahapan Pembuatan simplisa Kayu secang

Tahap Pembuatan Simplisia

Tahap pembuatan simplisia meliputi:

1. Pengumpulan bahan

Dalam pengumpulan bahan, hal yang perlu diperhatikan adalah umur

tanaman, bagian tanaman pada waktu panen, dan lingkungan tempat

tumbuh.

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau

bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut

terbawa pada proses selanjutnya yang akan memengaruhi hasil akhir.

3. Pencucuian

Dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lainnya yang

melekat pada bahan simplisia. Air yang digunakan sebaiknya adalah air

yang mengalir yang bersumber dari air bersih, seperti PAM,air sumur,

atau mata air.

4. Perajangan
9

Perajangan tidak harus selalu dilakukan. Proses ini pada dasarnya

dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, jika ukuran simplisia

cukup kecil/tipis, proses ini dapat diabaikan.

5. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air sehingga

menjami mutu dalam penyimpanan, mencegah pertumbuhan jamur, dan

mencegah proses atau reaksi enzimatik yang dapat menurunkan mutu.

Factor yang penting dalam pengeringan adalah suhu, kelembapan dan

aliran udara (ventilasi). Sumber suhu dapat berasal dari sinar matahari,

baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam atau dapat pula

berasal dari suhu buatan dengan menggunakan oven.

Pengeringan bagian tanaman yang mengandung minyak atsiri atau

komponen lain yang termolabil hendaknya dilakukan pada suhu tidak

terlalu tinggi dengan aliran udara berlengas rendah secara teratur.

Simplisia yang mengandung alkoloida umumnya dikeringkan pada suhu

kurang dari 70oC.

Dalam pengeringan, simplisia hendaknya jangan ditumpuk terlalu

tebal agar penguapan dapat berlangsung dengan cepat dan tidak terjadi

proses pembusukan. Suhu yang tidak terlalu tinggi sering kali

menghasilkan warna simplisia yang lebih menarik. Sebagai contoh, suhu

awal pengeringan temulawak dengan panas buatan adalah 50o-55oC.

6. Sortasi kering
10

Tujuan sortasi kering adalah memisahkan bahan-bahan asing, seperti

bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran lain, yang masih ada,

dan tertinggal di simplisia kering.

7. Pengemasan

Pengemasan simplisia menggunakan wadah yang inert, tidak

beracun, dapat melindungi simplisia dari cemaran, dan mencegah

kerusakan.

8. Penyimpanan

Penyimpanan simplisia sebaiknya di tempat yang kelembapannya

rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan

serangga dan tikus. Simplisia nabati atau simplisia hewani harus

dihindarkan dari serangga, cemaran atau mikroba dengan penambahan

kloroform, CCl4, eter, atau pemberian bahan dengan cara yang sesuai

sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan.

9. Pemeriksaan mutu

Merupakan usaha untuk menjaga kestabilan mutu simplisia.

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau

penyerahan dari pengumpul/pedagang simplisia. Simplisia yang diterima

harus berupa simplisa murni dan memenuhi persyaratan umum untuk

simplisia. Simplisia yang bermutu adalah simplisia yang memenuhi

persyaratan Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia.

Pemeriksaan mutu simplisia meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Kebenaran simplisia
11

Pemeriksaan kebenaraan simplisia dilakukan dengan cara

organoleptis, makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan organoleptis

dan makroskopis dilakukan dengan menggunakan indra manusia melalui

pengamatan terhadap bentuk, cirri-ciri luar, warna, dan bau simplisia.

Pemeriksaan mutu organoleptis sebaiknya dilanjutkan dengan mengamati

cirri-ciri anatomi histology terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.

b. Parameter nonspesifik

Parameter nonspesifik terkait dengan factor lingkungan dalam

pembuatan simplisia, seperti uji adanya pencemaran yang disebabkan

oleh pestisida, jamur, aflatoksin, logam berat, dan benda asing lainnya.

c. Parameter spesifik

Parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang terkandung

dalam tanaman. Pemeriksaan parameter spesifik meliputi:

· Parameter secara fisika, yang meliputi penetapan daya larut,

bobot jenis, rotasi optic, titik lebur, kadar air, sifat simplisia di bawah sinar

ultraviolet, pengamatan mikroskopis dengan sinar polarisasi, dan lain

sebagainya.

· Pemeriksaan secara kimia, yang meliputi pemeriksaan kualitatif

dan kuantitatif. Pemeriksaan yang bersifat kualitatif disebut identifikasi dan

umumnya berupa reaksi warna atau pengendapan. Sebelum,reaksi-reaksi

tersebut dilakukan, zat yang dikehendaki diisolasi terlebih dahulu. Isolasi

dilakukan dengan cara pelarutan, panyaringan, dan mikrosublimasi.

Pemeriksaan yang bersifat kuantitatif disebut penetapan kadar.


12

· Pemeriksaan secara biologi, yang umumnya bersifat penetapan

potensi zat berkhasiat

1.3 Maserasi

MaseraSi merupakan cara eksrtraksi yang sederhana. Istilah

maseration berasal dari bahasa laitin macere, yang artiya merendam jadi.

Jadi masserasi dapat diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah

halus dapat memungkinkan untuk direndam dalam mesntrum sampai

meresap dan melunakan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut

akan melarut.

Ekstrak adalah sediaan cair yang dibuat deangan cara m yaitu

direngekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan

air (non polar) atau setengah air , misalnya etanol encer, selama periode

waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian

(Depkes RI,1995).

Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan

cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari

pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk

kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didala sel dengan diluar sel.

Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdeak keluar dan diganti oleh

pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan


13

berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan

larutan diluar sel (Syamsuni,2006).

2.4 Brazilin

Brazilin adalah golongan senyawa yang memberi warna merah pada

secang dengan struktur C6H14O5 dalam bentuk kristal. Brazilin diduga

mempunyai efek anti-inflamasi dan anti bakteri (Staphylococcus aureus

danEscherichia coli).

Menurut Indriani (2003) Brazilin (C16H14O5) adalah kristal berwarna

kuning yang merupakan pigmen warna pada secang. Asam tidak

berpengaruh terhadap larutan brazilin, tetapi alkali dapat membuatnya

bertambah merah. Eter dan alcohol menimbulkan warna kuning pucat

terhadap larutan brazilin. Brazilin akan cepat membentuk warna merah ini

disebabkan oleh terbentuknya brazilein. Brazilin jika teroksidasi akan

menghasilkan senyawa brazilein yang berwarna merah kecoklatan dan

dapat larut dalam air.

Dikatakan oleh Holimesti (2009), bahwa eter dan alkohol akan

menimbulkan warna kuning pucat terhadap larutan brazilin. Sedangkan

apabila terkena sinar matahari maka brazilin akan dengan cepat

membentuk warna merah. Terjadinya warna merah ini disebabkan oleh

terbentuknya brazilein (C16H12O5). Brazilin termasuk ke dalam flavonoid

sebagai isoflavonoid.
14

Menurut Moon dkk (1992), berdasarkan aktivitas antioksidannya,

brazilin mempunyai efek melindungi tubuh dari keracunan akibat radikal

kimia.Selanjutnya Lim dkk (1997), membuktikan bahwa indeks

antioksidatif dari ekstrak kayu secang lebih tinggi daripada antioksidan

komersial (BHT atau BHA). Peneliti lain mengungkapkan bahwa brazilin

diduga mempunyai efek anti-inflamasi(Winarti dan Nurdjanah, 2005).

II.1.1 Pengertian Ekstraksi dan Ekstrak

Ekstraksi adalah proses pemisahan secara kimia dan fisika

kandungan zat simplisia menggunakan pelarut yang sesuai. Hal-hal yang

penting diperhatikan dalam melakukan ekstrasi yaitu pemilihan pelarut

yang sesuai dengan sifat-sifat polaritas senyawa yang ingin diekstraksi

ataupun sesuai dengan sifat kepolaran kandungan kimia yang diduga

dimiliki simplisia tersebut, hal lain yang perlu diperhatikan adalah ukuran

simplisia harus diperkecil dengan cara perajangan untuk memperluas

sudut kontak pelarut dan simplisia, tapi jangan terlalu halus karena

dikhawatirkan menyumbat pori-pori saringan menyebabkan sulit dan

lamanya poses ekstraksi (1).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga

memenuhi standar baku yang ditetapkan. Proses ekstraksi bahan atau


15

bahan obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori tentang penyarian.

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang

semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi

larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut (2).

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari

bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Secara umum terdapat

empat tujuan ekstraksi yaitu (1):

1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari

organisme. Dalam kasus ini prosedur yang telah dipublikasikan dapat

diikuti dan modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau

menyesuaikannya dengan kebutuhan pemakai.

2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,

misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia

sebetulnya dari senyawa ini, bahkan keberadaannya belum diketahui.

Dalam situasi seperti ini, metode umum yang digunakan untuk senyawa

kimia yang dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia

atau kromatografi yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tersebut.

3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan

tradisional dan biasanya dibuat dengan berbagai cara, misalnya

Tradisional Chinese Medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang

dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat.

Sifat senyawa yang diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan

cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrinning) dapat


16

timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih

secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk

mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus. Oleh

karena itu pemilihan metode ekstraksi yang sesuai untuk bioassay dan

juga untuk mengekstraksi sebanyak mungkin tipe senyawa kimia. Secara

umum hal ini dicapai dengan serangkaian pelarut, tetapi jumlah pelarut

yang digunakan harus dibatasi oleh skala program skrinning. Jika hanya

ada sedikit sampel yang diuji, dapat dibuat berbagai ekstrak dari sampel,

sedangkan dalam program skrinning skala besar yang mencakup ribuan

organisme

Proses yang terjadi selama proses ekstraksi:

1. Pembilasan senyawa-senyawa dalam simplisia keluar dari simplisia

2. Melarutnya kandungan senyawa kimia oleh pelarut keluar dari sel

tanaman melalui proses difusi dengan 3 tahapan (4):

a) penentrasi pelarut kedalam sel tanaman sehingga terjadi

pengembangan (swelling) sel tanaman.

b) proses disolusi yaitu melarutnya kandungan senyawa didalam pelarut.

c) difusi dari senyawa tanaman, keluar dari sel tanaman (simplisia).

Pertimbangan pemilihan metode ekstraksi didasarkan pada:

1. Bentuk/tekstur bahan yang digunakan

2. Kandungan air dari bahan yang diekstrasi

3. Jenis senyawa yang akan diekstraksi

4. Sifat senyawa yang akan diekstraksi (4).


17

II.1.2 Kriteria Pelarut

Kriteria pelarut / syarat-syarat pelarut, yaitu (3):

a) Selektif, dapat melarutkan semua zat wangi dengan cepat, sempurna,

dan sedikit mungkin melarutkan bahan lain (lilin, pigmen,senyawa

albumin).

b) Mempunyai titik didih yang rendah dan seragam.

c) Tidak larut dalam air.

d) Bersifat inert dan tidak mudah terbakar

e) Harga pelarut murah.

Macam-macam Pelarut

a. Pelarut Non Polar

Jenis pelarut non polar dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Pelarut Non Polar

Pelarut Rumus kimia Titik Didih Konst. Þ


Dielektrik
Heksana C6H14 690C 2,0 0,655 g/mL
Kloroform CHCL3 610C 4,8 1,498 g/mL
Toluena C6H5-CH3 1110C 2,4 0,867 g/mL
b. Pelarut Polar Aprotik

Jenis pelarut polar aprotik dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2 Pelarut Polar Aprotik

Pelarut Rumus Kimia Titik Konst. Þ


Didih Dielektrik
18

Diklorometana CH2Cl2 400C 9,1 1,326 g/mL


Dimetil CH5-5(=O)- 1890C 4,7 1,096 g/mL
sulfoksid CH3

c. Pelarut Polar

Jenis pelarut polar terdapat pada tabel 3

Tabel 3 Pelarut Polar

Pelarut Rumus Kimia Titik Konst. Þ


Didih Dielektrik

As. Asetat CH3COOH 1180C 6,2 1,049 g/mL


Etanol CH3-CH2-OH 790C 30 0,789 g/mL
Metanol CH3-OH 650C 33 0,791 g/mL
Air H-O-H 1000C 80 1,000 g/mL
Pada saat proses ekstraksi dapat juga digunakan pelarut universal

seperti metanol atau etanol hal ini dikarenakan metanol atau

etanolmerupakan pelarut yang baik untuk digunakan dalam suatu sampel

tanaman yang belum diketahui apakah zat aktif tersebut bersifat polar

ataupun non polar jadi digunakan metanol atau etanol yang bisa menarik

senyawa polar dan non polar.

II.1.3 Metode – Metode Ekstraksi

Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan,

bahan yang mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya

boleh dengan cara maserasi. sedangkan kulit dan akar sebaiknya di

perkolasi. untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan

cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan

dapat diekstrasi dengan metode soxhlet.


19

A. Hal Yang Penting Diperhatikan Dalam Ekstraksi

Pada umumnya untuk menghindari reaksi enzimatik dan hidrolisis,

maka dilakukan perendaman simplisia dalam alkohol yang mendidih untuk

mematikan jaringan simplisia. Alkohol secara umum sangat baik untuk

proses ekstraksi awal simplisia.

Proses ekstraksi dalam simplisia berdasarkan prinsip

kesetimbangan konsentrasi, apabila konsentrasi antara pelarut dan

simplisia telah setimbang maka pelarut akan jenuh dan tidak bisa menarik

kandungan kimia dalam simplisia oleh sebab itu dilakukan penambahan

pelarut baru dalam metode ekstrasi jenis tertentu.

Ekstrasi pada simplisia jaringan hijau (berklorofil), bila diekstraksi

ulang warna hijau hilang sempurna, maka diasumsikan seluruh klorofil &

senyawa yang berbobot rendah lainnya sudah terekstraksi seluruhnya.

Pertimbangan pemilihan metode ekstraksi didasarkan pada:

a) bentuk/tekstur bahan yang digunakan

b) kandungan air dari bahan yang diekstrasi

c) jenis senyawa yang akan diekstraksi

d) sifat senyawa yang akan diekstraksi

Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan,

bahan yang mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya

boleh dengancara maserasi. sedangkan kulit dan akar sebaiknya

di perkolasi. untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan


20

cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan

dapat diekstrasi dengan metode soxhlet.

B. Faktor Yang mempengaruhi Kesetimbangan Konsentrasi Dalam

Ekstraksi:

1. Perbandingan jumlah simplisia dan pelarut

2. Proses difusi sel yang utuh

3. Lama perendaman dan pengembangan simplisia

4. Kecepatan proses disolusi simplisia yang terintegrasi

5. Kecepatan terjadinya kesetimbangan

6. Suhu dan pH interaksi senyawa terlarut dan tidak larut

7. tingkat lipopilitas (kepolaran) (3).

C. Macam-macam Metode Ekstrasi

Terdapat banyak metode ekstraksi. Namun secara ringkas dapat

dibagi berdasarkan penggunaan suhu sehingga ada metode ekstraksi

dengan cara panas, serta dingin. Metode panas digunakan jika senyawa-

senyawa yang terkandung sudah dipastikan tahan panas.

Metode ekstraksi yang membutuhkan panas antara lain (1):

1) Dekok

Ekstraksi dilakukan dengan solven air pada suhu 90°-95°C selama 30

menit.

Gambar : Alat Dekok


21

2) Infus

Hampir sama dengan dekok, namun dilakukan selama 15 menit.

Gambar : Alat Infus

3) Refluks

Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan merendam

simplisia dengan pelarut/solven dan memanaskannya hingga suhu

tertentu. Pelarut yang menguap sebagian akan mengembung kembali

kemudian masuk ke dalam campuran simplisia kembali, dan sebagian ada

yang menguap.

Merupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih

pelarut tersebut, selama waktu tertentu dan sejumlah palarut tertentu

tertentu dengan adanya pendinginan balik (kondensor). Umumnya

dilakukan tiga kali sampai lima kali pengulangan proses pada residu

pertama agar proses ekstraksinya sempurna.

Keuntungan: digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang

memiliki tekstur kasar. Kerugian: butuh volume total pelarut yang besar

dan sejumlah manipulasi operator.


22

Prosedur :

Bahan + pelarut -> dipanaskan -> pelarut menguap -> pelarut yang

menguap didinginkan oleh kondensor -> jatuh lagi -> menguap lagi karena

panas -> dan seterusnya. Proses ini umumnya dilakukan selama 1 jam.

4) Soxhletasi

Mirip dengan refluks, namun menggunakan alat khusus yaitu

esktraktor Soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan

dengan refluks. Metode ini lebih hemat dalam hal pelarut yang digunakan.

Proses ekstraksi dimana sampel yang akan diekstraksi ditempatkan

dalam suatu timbel yang permeabel terhadap pelarut dan diletakkan di

atas tabung destilasi, dididihkan dan dikondensaasikan di atas sampel.

Kondesat akan jatuh ke dalam timbel dan merendam sampel dan

diakumulasi sekeliling timbel. Setelah sampai batas tertentu, pelarut akan

kembali masuk ke dalam tabung destilasi secara otomastis. Proses ini

berulang terus dengan sendirinya di dalam alat terutama dalam peralatan

Soxhlet yang digunakan untuk ekstraksi lipida. Sampel yang bisa diperiksa

meliputi pemeriksaan lemak, trigliserida, kolesterol.


23

Keuntungan: dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang

lunakdan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, digunakan

pelarut yang lebih sedikit dan pemanasannya dapat diatur. Kerugian:

karena pelarut didaur ulang, maka ekstrak yang terkumpul pada wadah

disebelah bawah terus menerus dipanaskan sehingga dapat

menyebabkan reaksi peruraian oleh panas. Bila dilarutkan dalam skala

besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih

yang terlalu tinggi, jumlah total senyawa yang diekstraksi akan melampaui

kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam

wadah dan membutuhkan volume pelarutyang lebih banyak untyk

melarutkannya.

5) Coque

Penyarian dengan cara menggodok simplisia menggunakan api

langsung. Hasil godokan setelah mendidih dimanfaatkan sebagai obat

secara keseluruhan (termasuk ampas) atau hanya digunakan hasil

godokannya saja tanpa menggunakan ampasnya.

6) Seduhan

Dilakukan dengan menggunakan air mendidih, simplisia direndam

dengan menggunakan air panas selama waktu tertentu (5-10 menit)

seperti halnya membuat teh seduhan.

7) Destilasi Uap Air


24

Destilasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk memisahkan

suatu substansi yang mudah menguap dari substansi yang lain yang

relatif tidak mudah menguap. Proses destilasi terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Mengubah substansi dalam bentuk uapnya

2. Memindahkan uap yang telah terbentuk

3. Mengkodensasikan uap yang terbentuk menjadi cairannya kembali.

Semua zat cenderung untuk melepaskan molekulnya dari

permukaan untuk menjadi bentuk uapnya. Kemampuan untuk melepaskan

molekul ini tergantung kepada tenaga kohesi dari senyawa yang

bersangkutan. Makin besar tenaga ini makin kecil kemampuan senyawa

tersebut untuk dapat melepaskan molekul dari permukaannya.

Apabila suatu cairan diletakkan dalam suatu wadah yang tertutup

(diisi tidak penuh), maka cairan tersebut melepaskan molekul-molekulnya

ke dalam ruangan yang ada di atasnya. Pada suatu saat jumlah molekul

yang meninggalkan permukaan cairan besarnya sama dengan jumlah

molekul yang kembali ke permukaan cairan. Dalam keadaan ini ruangan

tersebut dikatakan telah jenuh dengan uap dari cairan. Tekanan uap

dalam ruangan tersebut di katakan sebagai tekanan uap dari cairan yang

bersangkutan pada temperatur pengamatan.

Berdasarkan proses kerjanya penyulingan dapat digolngkan

menjadi 3 cara yaitu :

1) Penyulingan dengan air: Prinsip kerjanya adalah penyulingan diisi air

sampai volumenya hampir separuh, lalu dipanaskan. Sebelum air


25

mendidih sampel dimasukkan ke dalam ketel penyulingan, sehingga air

dan minyak atsiri menguap secra bersamaan ke dalam kondensor

pendingin dan mengalami pengembunan dan mencair kembali yang

selanjutrnya dilairkan ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak

atsiri dari air.

2) Penyulingan dengan air dan uap: Prinsip kerjanya adalah penyulingan

diisi air sampai pada batas saringan. Sampel diletakkan di atas saringan,

sehingga sampel tidak berhubungan langsung dengan air mendidih akan

tetapi akan berhubungan dengan uap air di mana air yang menguap akan

membawa partikel minyak atsiri dan dialirkan melalui pipa ke kondensor

sehingga terjadi pengembunan dan uap air bercampur minyak atsiri

tersebut akan mencair kembali dan selanjutnya dialirkan ke alat pemisah

untuk memisahkan minyak atsiri dan air.

3) Penyulingan dengan uap: Prinsip kerjanya pada dasarnya sama

dengan uap ketel dan ketel penyulingan terpisah. Ketel uap yang berisi air

dipanaskan, lalu uapnya dilairkan ke ketel penyulingan yang berisi

sampel, sehingga partikel-partikel minyak atsiri pada sampel akan terbawa

bersama uap menuju kondensor selanjutnya diembunkan kemudian

mencair dan mengalir ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak

atsiri dari air .

Metode ekstraksi cara

dingin sebagai berikut:


26

Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses

ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa

yang dimaksud akibat proses pemanasan. Ekstraksi dingin antara lain (2) :

1) MASERASI

Merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau

dengan pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metode ini

dengan cara merendam sampel dengan sekali-kali dilakukan pengocokan.

Pengocokan dapat dilakukan dengan menggunakan alat rotary shaker

dengan kecepatan sekitar 150 rpm. Umumnya perendaman dilakukan 24

jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Namun dari

beberapa penelitian melakukan perendama hingga 72 jam.

Selama proses perendaman,

cairan akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif. Kemudian zat aktif

akan larut dan karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di

dalam sel dengan yang di luar sel, maka

larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terus berulang

hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan antara larutan di

luar sel dengan larutan di dalam sel disebut difusi.

Metode maserasi dapat dilakukan modifikasi seperti berikut:

1) Modifikasi maserasi melingkar


27

Maserasi melingkar adalah penyarian yang dilakukan dengan

menggunakan cairan penyari yang selalu bergerak dan menyebar

(berkesinambungan) sehingga kejenuhan cairan penyari merata.

Keuntungan cara ini adalah :

a. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas

b. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam sehingga akan

memperkecil kepekatan setempat

c. Waktu yang diperlukan lebih pendek

2) Modifikasi maserasi digesti

Maserasi digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan

pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40 – 500C. Cara ini hanya dapat

dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan seperti :

a. Kekentalan pelarut berkurang yang dapat mengakibatkan

berkurangnya lapisan – lapisan batas

b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat sehingga pemanasan

tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan

c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan

berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan

berpengaruh pada kecepatan difusi

3) Modifikasi maserasi melingkar bertingkat

Maserasi melingkar bertingkat sama dengan masrerasi melingkar

tetapi pada maserasi melingkar bertingkat dilengkapi dengan beberapa


28

bejana penampungan sehingga tingkat kejenuhan cairan penyari setiap

bejana berbeda-beda.

4) Modifikasi remaserasi

Remaserasi adalah penyaringan yang dilakukan dengan membagi

dua cairan yang digunakan, kemudian seluruh serbuk simplisia

dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan

dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

5) Modifikasi dengan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang dapat berputar terus-menerus

waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam

maserasi dapat selesai.

2) PERKOLASI

Merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan

pelarut melalui bahan sehingga komponen dalam bahan tersebut tertarik

ke dalam pelarut. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain:

gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis,

adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Hasil perkolasi disebut

perkolat. Perkolasi banyak digunakan untuk mengekstraksi komponen dari

bahan tumbuhan. Pada proses perkolasi, terjadi partisi komponen yang

diekstraksi, antara bahan dan pelarut. Dengan pengaliran pelarut secara

berulang-ulang, maka semakin banyak komponen yang tertarik.


29

Kelemahan dari metode ini yaitu diperlukan banyak pelarut dan

waktu yang lama, sedangkan komponen yang didapat relatif tidak banyak.

Keuntungannya adalah tidak memerlukan pemanasan sehingga teknik ini

baik untuk substansi termolabil (yang tidak tahan terhadap panas).

3) SOXHLET

Adalah proses ekstraksi dimana sampel yang akan diekstraksi

ditempatkan dalam suatu timbel yang permeabel terhadap pelarut dan

diletakkan di atas tabung destilasi, dididihkan dan dikondensaasikan di

atas sampel. Kondesat akan jatuh ke dalam timbel dan merendam sampel

dan diakumulasi sekeliling timbel. Setelah sampai batas tertentu, pelarut

akan kembali masuk ke dalam tabung destilasi secara otomastis. Proses

ini berulang terus dengan sendirinya di dalam alat terutama dalam

peralatan Soxhlet yang digunakan untuk ekstraksi lipida. Sampel yang

bisa diperiksa meliputi pemeriksaan lemak, trigliserida, kolesterol.


30

II.1.4 Jenis-Jenis Ekstrak

Terdapat beberapa jenis ekstrak baik ditinjau dari segi pelarut yang

digunakan ataupun hasil akhir dari ekstrak tersebut (2).

1) Ekstrak Air: menggunakan pelarut air sebagai cairan pengekstraksi.

Pelarut air merupakan pelarut yang mayoritas digunakan dalam proses

ekstraksi. Ekstrak yang dihasilkan dapat langsung digunakan atau

diproses kembali seperti melalui pemekatan atau proses pengeringan.

2) Tinktur: sediaan cari yang dibuat dengan cara maserasai ataupun

perkolasi simplisia. Pelarut yang umum digunakan dalam proses produksi

tinktur adalah etanol. Satu bagian simplisia diekstrak dengan

menggunakan 2-10 bagian menstrum/ekstraktan.

3) Ekstrak cair: bentuk dari ekstrak cair mirip dengan tinktur namun telah

melalui pemekatan hingga diperoleh ekstrak yang sesuai dengan

ketentuan farmakope.

4) Ekstrak encer: dikenal sebagai ekstrak tenuis, dibuat seperti halnya

ekstrak cair. Namun kadang masih perlu diproses lebih lanjut.


31

5) Ekstrak kental: ekstrak ini merupakan ekstrak yang telah mengalami

proses pemekatan. Ekstrak kental sangat mudah untuk menyerap lembab

sehingga mudah untuk ditumbuhi oleh kapang. Pada proses industri

ekstrak kental sudah tidak lagi digunakan, hanya merupakan tahap

perantara sebelum diproses kembali menjadi ekstrak kering

6) Ekstrak kering (extract sicca): ekstrak kering merupakan ekstrak hasil

pemekatan yang kemudian dilanjutkan ke tahap pengeringan. Prose

pengeringan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu:

a. Menggunakan bahan tambahan seperti laktosa, aerosil

b. Menggunakan proses kering beku, proses ini mahal

c. Menggunakan proses proses semprot kering atau fluid bed drying

7) Ekstrak minyak: dilakukan dengan cara mensuspensikan simplisia

dengan perbandingan tertentu dalam minyak yang telah dikeringkan,

dengan cara seperti maserasi.

8) Oleoresin: merupakan sediaan yang dibuat dengan cara ekstraksi

bahan oleoresin (mis. Capsicum fructus dan zingiberis rhizom) dengan

pelarut tertentu umumnya etanol.

II.1.5 Rotary Evaporator

Evaporator adalah sebuah alat

yang berfungsi mengubah sebagian

atau keseluruhan sebuah pelarut dari

sebuah larutan dari bentuk cair

menjadi uap. Evaporator mempunyai


32

dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang

terbentuk dari cairan.

Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas,

bagian evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap), dan

pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam

kondenser (untuk diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya.

Hasil dari evaporator (produk yang diinginkan) biasanya dapat berupa

padatan atau larutan berkonsentrasi. Larutan yang sudah dievaporasi bisa

saja terdiri dari beberapa komponen volatil (mudah menguap). Evaporator

biasanya digunakan dalam industri kimia dan industri makanan. Pada

industri kimia, contohnya garam diperoleh dari air asin jenuh (merupakan

contoh dari proses pemurnian) dalam evaporator. Evaporator mengubah

air menjadi uap, menyisakan residu mineral di dalam evaporator. Uap

dikondensasikan menjadi air yang sudah dihilangkan garamnya. Pada

sistem pendinginan, efek pendinginan diperoleh dari penyerapan panas

oleh cairan pendingin yang menguap dengan cepat (penguapan

membutuhkan energi panas). Evaporator juga digunakan untuk

memproduksi air minum, memisahkannya dari air laut atau zat

kontaminasi lain (4).

Evaporator dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1.Submerged combustion evaporator adalah evaporator yang dipanaskan

oleh api yang menyala di bawah permukaan cairan, dimana gas yang

panas bergelembung melewati cairan.


33

2.Direct fired evaporator adalah evaporator dengan pengapian langsung

dimana api dan pembakaran gas dipisahkan dari cairan mendidih lewat

dinding besi atau permukaan untuk memanaskan.

3.Steam heated evaporator adalah evaporator dengan pemanasan stem

dimana uap atau uap lain yang dapat dikondensasi adalah sumber panas

dimana uap terkondensasi di satu sisi dari permukaan pemanas dan

panas ditranmisi lewat dinding ke cairan yang mendidih.

Terdapat beberapa bagian dari alat rotavapor ini, diantaranya (4):

1. Pendingin: berfungsi mendinginkan air yang akan dipompakan ke

kondensor.

2. Kondensor: kondensor berfungsi untuk mengubah uap menjadi

bentuk cair kembali.

3. Penangas/Waterbath: digunakan untuk memanasakan sampel

dengan suhu yang dapat diatur sesuai kebutuhan.


34

4. Pompa vakum

Digunakan untuk mengatur tekanan dalam labu, sehingga

mempermudah penguapan sampel.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan rotavapor:

1. Selang air serta tekanan in out tidak boleh tertukar.

2. Perhatikan petunjuk masing-masing alat, karena kemampuan alat

pompa vakum berbeda-beda.

3. Urutan pemasangan dan pengoperasian juga pelepasan serta

pengnonaktifan harus tertib.

4. Suhu pada waterbath harus disesuaikan dengan pelarut yang

digunakan.
35

BAB III

PEMBAHASAN

Tahap Pembuatan Simplisia

Tahap pembuatan simplisia meliputi:

1. Pengumpulan bahan

Dalam pengumpulan bahan, hal yang perlu diperhatikan adalah umur

tanaman, bagian tanaman pada waktu panen, dan lingkungan tempat

tumbuh.

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-

bahan asing lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada

proses selanjutnya yang akan memengaruhi hasil akhir.

3. Pencucuian

Dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lainnya yang melekat

pada bahan simplisia. Air yang digunakan sebaiknya adalah air yang

mengalir yang bersumber dari air bersih, seperti PAM,air sumur, atau

mata air.

4. Perajangan

Perajangan tidak harus selalu dilakukan. Proses ini pada dasarnya

dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, jika ukuran simplisia

cukup kecil/tipis, proses ini dapat diabaikan.


36

5. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air sehingga menjami

mutu dalam penyimpanan, mencegah pertumbuhan jamur, dan mencegah

proses atau reaksi enzimatik yang dapat menurunkan mutu. Factor yang

penting dalam pengeringan adalah suhu, kelembapan dan aliran udara

(ventilasi). Sumber suhu dapat berasal dari sinar matahari, baik secara

langsung maupun ditutupi dengan kain hitam atau dapat pula berasal dari

suhu buatan dengan menggunakan oven.

Pengeringan bagian tanaman yang mengandung minyak atsiri atau

komponen lain yang termolabil hendaknya dilakukan pada suhu tidak

terlalu tinggi dengan aliran udara berlengas rendah secara teratur.

Simplisia yang mengandung alkoloida umumnya dikeringkan pada suhu

kurang dari 70oC.

Dalam pengeringan, simplisia hendaknya jangan ditumpuk terlalu tebal

agar penguapan dapat berlangsung dengan cepat dan tidak terjadi proses

pembusukan. Suhu yang tidak terlalu tinggi sering kali menghasilkan

warna simplisia yang lebih menarik. Sebagai contoh, suhu awal

pengeringan temulawak dengan panas buatan adalah 50o-55oC.

6. Sortasi kering

Tujuan sortasi kering adalah memisahkan bahan-bahan asing, seperti

bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran lain, yang masih ada,

dan tertinggal di simplisia kering.

7. Pengemasan
37

Pengemasan simplisia menggunakan wadah yang inert, tidak beracun,

dapat melindungi simplisia dari cemaran, dan mencegah kerusakan.

8. Penyimpanan

Penyimpanan simplisia sebaiknya di tempat yang kelembapannya rendah,

terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga dan

tikus. Simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari

serangga, cemaran atau mikroba dengan penambahan kloroform, CCl4,

eter, atau pemberian bahan dengan cara yang sesuai sehingga tidak

meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan.

9. Pemeriksaan mutu

Merupakan usaha untuk menjaga kestabilan mutu simplisia. Pemeriksaan

mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau penyerahan dari

pengumpul/pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa

simplisa murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia.

Simplisia yang bermutu adalah simplisia yang memenuhi persyaratan

Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia. Pemeriksaan mutu

simplisia meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Kebenaran simplisia

Pemeriksaan kebenaraan simplisia dilakukan dengan cara organoleptis,

makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan organoleptis dan makroskopis

dilakukan dengan menggunakan indra manusia melalui pengamatan

terhadap bentuk, cirri-ciri luar, warna, dan bau simplisia. Pemeriksaan


38

mutu organoleptis sebaiknya dilanjutkan dengan mengamati cirri-ciri

anatomi histology terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.

b. Parameter nonspesifik

Parameter nonspesifik terkait dengan factor lingkungan dalam pembuatan

simplisia, seperti uji adanya pencemaran yang disebabkan oleh pestisida,

jamur, aflatoksin, logam berat, dan benda asing lainnya.

c. Parameter spesifik

Parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang terkandung

dalam tanaman. Pemeriksaan parameter spesifik meliputi:

· Parameter secara fisika, yang meliputi penetapan daya larut, bobot

jenis, rotasi optic, titik lebur, kadar air, sifat simplisia di bawah sinar

ultraviolet, pengamatan mikroskopis dengan sinar polarisasi, dan lain

sebagainya.

· Pemeriksaan secara kimia, yang meliputi pemeriksaan kualitatif dan

kuantitatif. Pemeriksaan yang bersifat kualitatif disebut identifikasi dan

umumnya berupa reaksi warna atau pengendapan. Sebelum,reaksi-reaksi

tersebut dilakukan, zat yang dikehendaki diisolasi terlebih dahulu. Isolasi

dilakukan dengan cara pelarutan, panyaringan, dan mikrosublimasi.

Pemeriksaan yang bersifat kuantitatif disebut penetapan kadar.

· Pemeriksaan secara biologi, yang umumnya bersifat penetapan

potensi zat berkhasiat


39

BAB IV

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami perubahan apapun dan kecuali dinyatakan lain berupa

bahan yang dikeringkan.

1.Pengumpulan bahan baku

2.Sortasi basah

3.Pencucian

4.Pengubahan bentuk

5.Pengeringa

6.Sortasi kering

7.Pengemasan dan Penyimpanan

8.Kayu secang Caesalpinia sappan merupakan kayu yang berkahsiat

untuk kesehatan dan dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami


40

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudjaji, Drs. 1986. Metode Pemisahan, UGM Press : Yogyakarta

2. Bucle, K.A, R.A Edwards, G.H Fleet, dan M Wotoon, 1987. Ilmu
Pangan. Alih Bahasa Harri Purnomo dan Adiono.UI Press.Jakarta

3. Departemen Kesehatan RI. 2004. Kajian Potensi Tanaman Obat.


Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan obat Tradisional.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

4. BPOM. 1995. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Dirjen


Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

5. Gunawan, Didik dan Sri mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam


(Farmakognosi) Jilid I. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai