Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI I

“ TAHAPAN PEMBUATAN SIMPLISIA”

Dosen Pengampu :
1. Dra. Ike Yulia Wiendarlina, M.Farm., Apt
2. Yulianita, M.Farm.
3. Novi Fajar Utami, M.Farm., Apt.
4. Merybet Tri R.H, M.Farm., Apt
5. Mindiya Fatmi, M.Farm., Apt
6. Cyntia Wulandari, M.Farm
7. Nadhira Nhestricia, MKM., Apt.
Asisten dosen :
1. Andhika Edvis
2. Juju Julianti
3. Riffa Kurnia Meidistiana
4. Rani Meilana Wulandari
5. Fany Yuliana

Jilan Qothrunnada Fijri


066119078
3-C

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Pembuatan Simplisia ini dengan baik meskipun masih terdapat banyak kekurangan. Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita dalam Mata Kuliah Farmakognosi. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik atau saran untuk perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi setiap orang yang
membacanya dan juga dapat berguna bagi kami sendiri maupun bagi orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenaan.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................................3
1.2 TUJUAN................................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
2.1 PENGERTIAN......................................................................................................................4
2.2 CARA PEMBUATAN...........................................................................................................4
BAB III................................................................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................................10
3.2 SARAN..................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli
yang mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel obat tradisional.
Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa
obat tradisional, fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau
yang dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam, yang
dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman. Indonesia sangat kaya akan
kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal sampai mineral tersimpat dalam
bumi pertiwi. Dijaman yang berkembang banyak Ilmuwan bahkan Mahasiswa dari berbagai
universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman obat.
Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan untuk obat tradisional dan belum
mengalami perubahan proses apa pun, kecuali proses pengeringan. Simplisia telah lama
dikenal masyarakat sebagai bahan dasar obat tradisional yang bermanfaat untuk mengobati
suatu penyakit tanpa menimbulkan efek samping apapun. Agar dapat bermanfaat dengan
optimal simplisia harus memenuhi syarat sebagai simplisia yang aman, berkhasiat dan
bermutu baik. Simplisia yang aman dan berkhasiat adalah simplisia yang tidak mengandung
bahaya bagi kesehatan serta simplisia yang masih mengandung bahan aktif yang berkhasiat
bagi kesehatan. Jenis simplisia sangat beragam, terutama simplisia jenis tumbuhan.
Simplisia jenis tumbuhan merupakan simplisia yang diambil daribagian tumbuhan yang
dapat dimanfaatkan seperti daun, bunga, buah,biji, rimpang, batang dan akar.

1.2 TUJUAN
 Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik sesuai dengan standar

3
BAB II

PEMBAHASAN
2 PENGERTIAN

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan
bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani
dan simplisia pelikan atau mineral.

1 . Jenis Simplisia

a.  Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara
spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.

b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

c.  Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya,


maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi
persyarata minimal tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh , antara lain
adalah :

1. Bahan baku simplisia.

2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.

3. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.

Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor
tersebut haus memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.

3 CARA PEMBUATAN
Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
A. PENGUMPULAN BAHAN BAKU
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada :
1. Bagian tanaman yang digunakan.

4
2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di


dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.

Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau


tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna,
alkaloid hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pemben
tukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua batang
mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun kadar
hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I dalam
pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat
tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh lain, tanaman
Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl daunnya. Kadar rninyak
atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai pada saat tanaman tepat
akan berbunga.

Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman


yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang dikumpulkan dan waktu
pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di samping waktu panen yang
dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contoh,
simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari. Dengan
demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar
matahari.

Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :

1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya
buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah
pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus cornrnunis).

2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering
dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan
pada buah seperti perubahan tingkat kekerasan misal labu merah (Cucurbita
n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam (Tarnarindus indica), kadar air buah,
misalnya belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk nipis (Citrui aurantifolia)
perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus), pare (Mornordica
charantia).

3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan


dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke
generatif. Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, sehingga

5
mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun pucuk ialah
kumis kucing (Orthosiphon starnineus).

4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang
diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang atau
batang yang menerima sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegiatan
asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal sembung (Blumea balsamifera).

5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan
pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu
pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan
antara lain menjelang musim kemarau.

6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan
pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas
tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).

7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan


pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam
keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat dilakukan dengan
tangan, menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini keterampilan
pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak tercampur dengan
bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk
memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya tidak
digunakan bila diperkirakan akan merusak senyawa aktif siniplisia seperti fenol,
glikosida dan sebagainya.

B. SORTASI BASAH

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan


asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun,
akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung
bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.

C. PENCUCIAN

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang


melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu kali dapat
menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak
tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal.
Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air
pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara
sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal
simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah
mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat

6
pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri
yang umumnya terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus,Micrococcus,
Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada simplisia akar, batang
atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah
mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada
permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak
memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.

D. PERAJANGAN

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.


Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang
tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1hari. Perajangan dapat dilakukan dengan
pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau
potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan,semakin cepat penguapan air,


sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga
dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh
karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe,kencur dan bahan
sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya
kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat
reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari
selama satu hari.

E. PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah


rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu
dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu
dalam sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan
selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu.

Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik
yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses
metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel.
Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950,
sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu
dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara
yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70 %
atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui bahwa
reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau


menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses

7
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan
simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia
kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara
pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni
bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini
dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan
yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air
permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan
tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan
selanjutnya. "Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di
bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara


pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C,
tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang
mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus
dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan
cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang
atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga
tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama
pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses
pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada
dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.

F. SORTASI KERING

     Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan 


simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-
bagian  tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill
ada dan  tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia
dibungkus untuk  kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini
dapat dilakukan dengan  atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering
jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang.
Demikian pula adanya partikel-partikel pasir,  besi dan benda-benda tanah lain yang
tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

G. PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN

Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor
luar dan dalam, antara lain :

1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan  perubahan


kimia pada simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan
sebagainya.

2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan


kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi  oksidasi dan perubahan ini dapat

8
berpengaruh pada bentuk  simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah
menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan sebagainya.

3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat  disebabkan
oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim,  polimerisasi, oto-oksidasi dan
sebagainya.

4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka  simplisia
secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian  airnya sehingga rnakin lama
makin mengecil (kisut).

5. Penyerapan air: Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila  disimpan


dalam wadah yang terbuka akan  menyerap lengas  udara sehingga menjadi
kempal basah atau mencair.

6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai  sumber,


misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak
yang tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).

7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada


simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupin oleh bentuk  dewasanya. Pengotoran
tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti
cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus kepompong, bekas
kulit serangga dan sebagainya.

8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia  dapat
berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia,
tetapi juga akan merusak  susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari 
kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu kesehatan.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia
merupakan bahan yang dikeringkan. Pembuatan simplisia secara umum meliputi
tahapan sebagai berikut :

 Pengumpulan bahan baku

 Sortasi basah

 Pencucian

 Perajangan

 Pengeringan

 Sortasi kering

 Penyimpanan dan pengepakan

3.2 SARAN
Hendaknya orang-orang yang memanfaatkan bahan simplisia sebagai obat
tradisional senantiasa memperhatikan kualitas, kebersihannya karena mungkin
saja bahan simplisia para pengumpul bahan simplisia memiliki mutu yang rendah

10
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,


Jakarta.

Anonim, !995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,


Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1987, Analisis Obat Tradisional, Jakarta,


Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

11

Anda mungkin juga menyukai