Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TOKSIKOLOGI KLINIK

“STUDI KASUS KERACUNAN MAKANAN KALENG”

Disusun Oleh :

Nining kurniasih 3311151012

Febriyola Eka Putri I P B 3311151016

Patricia Jamlay 3311151017

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Secara umum keracunan makanan dapat terjadi apabila di dalam makanan


terdapat racun (toksin), baik kimiawi maupun intoksikasi. Sumbernya beragam.
Bisa dari racun jaringan tanaman, racun jaringan hewan, dan racun dari
mikroorganisme. Jelasnya, keracunan makanan dapat disebabkan oleh adanya
racun dari mikroorganisme yang mengontaminasi makanan, racun alamiah yang
terdapat dalam jaringan hewan atau tanaman, dan dari bahan kimia beracun yang
terdapat dalam makanan.

Keracunan makanan secara biologis disebabkan mengonsumsi bahan makanan


(tanaman) yang mengandung substansi beracun. Ada beberapa spesies jamur
beracun, seperti Amanita phalloides danA.virosa, yang dapat menyebabkan
kematian. Kasus ini pernah terjadi di daerah Tasikmalaya, ketika seorang kakek
yang memakan sup jamur kemudian meninggal dunia.

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah keracunan makanan adalah
dengan menggunakan standar higienis yang ketat. Secara estetika, makanan yang
baik adalah makanan yang jika disiapkan harus dalam kondisi higienis. Tujuan
higienitas makanan adalah untuk mencegah makanan terkontaminasi mikroba
penyebab keracunan makanan dan mencegah perbanyakan mikroba penyebab
keracunan pada makanan.

I.2 Tujuan

1. Mengetahui penyebab dari keracunan makanan kaleng yang terjadi


dimasyarakat.
2. Mengetahui efek atau dampak yang ditimbulkan dari keracunan makanan
kaleng.
3. Mengetahui mekanisme toksisitas dari senyawa penyebab keracuan.
4. Mengetahui cara penatalaksanaan keracunan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

II.1 Keracunan Makanan

Keracunan makanan adalah sebuah peristiwa dimana seseorang telah


mengkonsumi suatu makanan yang tercemar oleh racun. Keracunan dapat disebut
sebagai penyakit bawaan makanan. Racun yang muncul dapat terjadi karena
memang makanannya yang mengandung bahan beracun atau tercemar
kontaminasi racun dari luar. (Ridwanaz, 2012).

Keracunan makanan adalah kondisi yang muncul akibat mengonsumsi makanan


yang telah terkontaminasi oleh organisme menular, seperti bakteri, virus, dan
parasit. Selain itu bisa karena racun yang mereka keluarkan di makanan.
Kontaminasi dapat terjadi saat makanan sedang diproses atau dimasak dengan
tidak benar.

Keracunan makanan kaleng adalah kondisi dimana bila seseorang mengalami


gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri
atau racun yang dihasilkan oleh bakteri penyakit.

Keracunan makanan adalah timbulnya penyakit yang terjadi setelah


mengkonsumsi makanan yang mengandung racun, bahan beracun yang terbentuk
akibat pembusukan makanan dan bakter. Pada dasarnya racun tersebut merusak
semua organ tubuh manusia, tetapi paling sering terganggu adalah sistem
pencernaan dan persyarafan.( Arisman, 2008).

II.2 Kandungan Zat Makanan Kaleng

Berikut adalah beberapa zat yang terkandung dalam makanan kaleng (Kompas,
2014).
1. Botulinum

Makanan kaleng harus diwaspadai akan tumbuhnya bakteri Clostridium


botulinum yang dapat menyebabkan keracunan. Bakteri ini menghasilkan racun
botulin yang jika tertelan bersama makanan akan penyebab keracunan karena
bakteri bersifat obligat anaerob, pembentuk spora, Gram positif. Botulin bersifat
neurotoksin, dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian. Toksin botulin
tidak tahan pemanasan, untuk inaktivasi toksin tipe A perlu 5 – 6 menit pada
80 oC dan Tipe B 15 menit pada 90 oC. Untuk menghindari keracunan botulism,
makanan kaleng yang potensial mengandung botulin sebaiknya didihkan selama
15 menit sebelum dikonsumsi.

2. Nitrat

Zat ini biasa digunakan untuk mempertahankan warna dan aroma pada daging,
ikan, berserta produk olahannya. Penelitian Harvard pada tahun 2010
membuktikan 1,8 ounce asupan daging olahan per hari dapat meningkatkan risiko
serangan jantung hingga 42 persen dan penyakit diabetes tipe 2 hingga 19 persen.
Pada riset ini menggunakan hewan, peneliti membuktikan nitrat mengakibatkan
pengerasan pembuluh darah dan menurunkan toleransi pada gula. Menurut
American Cancer Society, nitrat juga diketahui sebagai penyebab kanker pada
hewan. Meski begitu, dampak buruk belum diketahui pasti apakah juga terjadi
pada manusia.

Guna menurunkan risiko terkena penyakit tersebut, sebaiknya hindari terlalu


sering mengkonsumsi daging olahan seperti sosis, bacon, burger dan sejenisnya.
Peneliti Harvard menyarankan, batasi konsumsi daging olahan cukup sekali
seminggu untuk meminimalkan risiko.

3. Merkuri

Ketakutan pada merkuri menyebabkan banyak orang menolak konsumsi ikan laut.
Padahal dengan kandungan asam lemak omega 3, hidangan ikan tidak layak
dilewatkan.
Pemerintah Amerika bahkan mengeluarkan peringatan pada kelompok berisiko,
misalnya wanita hamil, menyusui, dan anak, untuk menghindari beberapa jenis
ikan dengan kadar merkuri tinggi.

Keracunan merkuri mengakibatkan kebingungan, minim koordinasi gerakan,


berkunang-kunang, lemah otot, dan mengganggu perkembangan saraf pada anak.
Environmental Protection Agency (EPA) memperingatkan, “Derajat paparan
merkuri bergantung pada jumlah dan jenis ikan yang dimakan. Kunci penting
kesehatan per individu bergantung pada pola konsumsinya masing-masing.”

4. Bisphenol A (BPA)

BPA ditemukan dalam makanan kaleng dan berwadah plastik. Biasanya orang
terkespos BPA melalui pola makan. BPA bisa bercampur pada makanan dan
minuman, saat wadah tersebut dipanaskan.

Menurut National Institute of Environmental Health Sciences, BPA merupakan


pengganggu endokrin dan berperan penting dalam mengganggu keseimbangan
hormon, hingga menyebabkan kanker payudara dan prostat. BPA juga berperan
dalam jumlah sperma yang rendah, masalah tingkah laku, obesitas, diabetes tipe 2,
dan daya tahan tubuh yang lemah.

Menurut toksikologis Patricia Rosen, BPA menimbulkan ancaman kecil dalam


jumlah sedikit. Namun paparan yang terus menerus akan meningkatkan faktor
risiko. Sebagai pencegahan, Rosen menyarankan untuk membatasi konsumsi
makanan kalengan dan tidak memanaskan hidangan dalam wadah plastik.

5. Arsenik

Di Amerika, arsenik ditemukan secara alami dalam air tanah. Ketika arsenik
anorganik dalam jumlah cukup besar masuk ke dalam air atau tanah pertanian,
maka air yang diminum dan tanaman yang dihasilkan berbahaya bila dikonsumsi.
Menurut juru bicara American Academy of Nutrition and Dietetics, Heather
Mangieri, arsenik dalam air sejauh ini belum menimbulkan masalah. Biasanya
arsenik juga terbawa pada makanan atau minuman dan apabila dikonsumsi dalam
jumlah yang banyak dan waktu lama ia dapat menyebabkan kanker

6. Pewarna buatan

Riset yang dipublikasikan The Lancet pada November 2007 menemukan adanya
“efek yang merugikan” pada anak usia 3, 8, dan 9 tahun dari minuman serta
makanan yang menggunakan pewarna buatan. Riset yang dilakukan peneliti asal
Southampton University ini menemukan, kecanduan pewarna buatan
meningkatkan hiperaktivitas pada anak. Sebuah meta-analysis yang
diterbitkan American Academy of Child and Adolescent Psychology pada Januari
2012 juga menemukan adanya hubungan, antara pewarna buatan dengan
ADHD (attention deficit hyperactivity disorder). Riset tersebut memperkirakan 8
persen anak dengan ADHD memiliki gejala yang berhubungan dengan pewarna
makanan.

7. Pemanis buatan

Sama seperti pewarna buatan, pemanis buatan ini mengandung aneka bahan
berbahaya seperti aspartame, sucralose, saccharin, dan acesulfame potassium yang
bisa mempengaruhi kesehatan.

8. BHA

BHA atau juga disebut Butylated hydroxyanisole biasa digunakan untuk


menstabilkan rasa dan membuatnya lebih awet. Environmental Working Group
mengategorikan bahan ini sebagai bahan yang sangat berbahaya bagi manusia
karena dapat menyebabkan kanker.

II.3 Tanda dan Gejala Keracunan Makanan Kaleng

Tanda dan gejala keracunan makanan kaleng :

 Gejala dimulai 18-24 jam setelah makan makanan beracun.


 Gangguan penglihatan (inkoordinasi otot-otot mata, penglihatan ganda)
 Ketidak mampuan menelan
 Kesulitan bicara
 Tanda-tanda paralisis bulber (bulber paralisis)
 Berjalan progresif.
 Kematian karena paralisis pernafasan atau berhentinya jantung
 Gejala GIT tidak menonjol
 Tidak ada demam
 Lelah, lesu, dan vertigo
 Mulut kering, mata sayu
 Diare, nyeri perut,

1. Tingkat Kesadaran pasien

Tingkat Kesadaran merupakan petunjuk penting untuk mengetahui beratnya


keracunan yang dialami oleh penderita. Derajat tingkat keracunan didalam
toksikologi dibagi dalam beberapa tingkat berdasarkan kesadaran pasien :

 Keracunan Tingkat 1 : Penderita mengantuk tetapi masih sadar dan


mudah di ajak berbicara
 Keracunan Tingkat 2 : Penderita dalam keadaan sopor, tetapi dapat
dibangunkan dengan rangsangan minimal seperti panggilan atau
digoyangkan lengannya.
 Keracunan Tingkat 3 : Penderita dalam keadaan soporkoma dan
hanya bereaksi terhadap rangsangan maksimal seperti dengan menggosok
tulang dada dengan keras menggunakan kepalan tangan.
 Keracunan Tingkat 4 : Penderita dalam keadaan koma dan tidak ada
reaksi sedikitpun terhadap rangsangan seperti diatas. ini merupakan
tingkat yang lebih parah dan mengancam keselamatan jiwa.

2. Gejala Respirasi penderita keracunan/apneu

Pada banyak kasus keracunan seringkali adanya hambatan pada jalan nafas
yang dapat menyebabkan kematian, ini merupakan hal yang wajib dan salah
satu cara menolong orang keracunan yaitu dengan memastikan jalan nafas
tetap terbuka dan bersihkan/ keluarkan / bebaskan jalan nafas nya jika
memang ada hambatan.

3. Tekanan darah dan jantung/henti jantung

Syok terjadi karena depresi dan berkurangnya curah jantung dan terkadang
berhentinya denyut jantung

4. Sebagian penderita keracunan mengalami kejang

Kejang ini merupakan pertanda terhadap adanya respon dari SSP atau medula
spinalis atau hubungan saraf-saraf otot. Selain itu beberapa gejala
keracunan yang lain adalah Retensio urin, Diare, Mual-muntah dan adanya
kerusakan ginjal dan hati yang dibuktikan dengan tes laboratorium.

II.4 Penatalaksanaan

Penderita keracunan makanan kaleng (botulisme) harus segera dibawa ke rumah


sakit. Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil
pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat diagnosis.

Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan (Terapi Sehat, 2009) :

1. Perangsangan muntah; mengusahakan agar penderita muntah dengan cara


menekan langit-langit tenggorokan dengan jadi melalui mulut. Setelah
muntah, beri tablet norit. Bila perlu berikan nafas buatan.
2. Pengosongan lambung melalui lavase lambung
3. Pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.

Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan. Tanda-tanda vital
(tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur secara rutin.
Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang intensif dan
dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah mengurangi
angka kematian karena botulisme, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang
menjadi 10%. Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.

Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat


memperlambat atau menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih lanjut,
sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan. Antitoksin
diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian ini pada
umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah terjadinya gejala.
Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi.

II.5 Pencegahan

Menurut Terapi Sehat tahun 2009, Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan
dapat tetap hidup selama beberapa jam pada proses perebusan. Tetapi toksinnya
dapat hancur dengan pemanasan, Karena itu memasak makanan pada suhu 80°
Celsius selama 30 menit, bisa mencegah foodborne botulism. Memasak makanan
sebelum memakannya, hampir selalu dapat mencegah terjadinya foodborne
botulism. Tetapi makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, bisa
menyebabkan botulisme jika disimpan setelah dimasak, karena bakteri dapat
menghasilkan toksin pada suhu di bawah 3° Celsius (suhu lemari pendingin).

Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan kaleng


yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya penyok atau
bocor, harus segera dibuang.Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi
madu karena mungkin ada spora di dalamnya. Toksin yang masuk ke dalam tubuh
manusia, baik melalui saluran pencernaan, udara maupun penyerapan melalui
mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu,
makanan yang mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera dibuang. Hindari
kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera setelah mengolah
makanan.
BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Studi Kasus Keracunan Makanan

Satu keluarga terdiri ibu dan tiga anak serta seorang keponakannya di Desa
Cipambuan Kecamatan Babakan Madang keracunan usai menyantap makanan
ikan dalam kemasan kaleng, Kamis (23/8). Ibu dan anak ini lalu dilarikan ke RS
PMI Bogor.

Mereka itu: Maryam, 40, bersama tiga anaknya, Cinta,10, Ratna,8, Saniya, dan
Rifal,2, sedangkan keponakannya Ratna,8. “Kini kondisi kelimanya berangsur-
angsur membaik. Mereka menyantap makanan ikan kaleng yang sudah
kadaluarsa,” ujar seorang staf medis RS PMI Bogor.

Sekitar pk.06:00, Maryam memasak sarden buat sarapan anak dan keponakanya.
Sebelumn ikan dalam kemasana itu dia beli di warung sekitar rumahnya. Tanpa
membaca batas waktu yang boleh dimakan, ibu tiga anak ini tetap memasaknya.

“Setelah menyantap makanan itu mendadak putri bungsunya Rafil merasa


kepalanya pusing lalu disusul dengan muntah-muntah,” ujar Maman, kerabatnya
di RS PMI Bogor.

Kejadian serupa dialami ketiga kakaknya dan sepupunya kemudian Ny. Maryam,
ibunya. Beruntung saat itu sang suami Suwardi yang sebelumnya dinas malam
sudah pulang. Melihat kondisi istri, anak dan keponakannya mual-mual dan
muntah, membuat Suwardi bergegas melarikannya ke klinik terdekat.

Lantaran minimanya peralatan dan persediaan obatnya, kelima korban keracunan


ini lalu dirujuk ke RS PMI Bogor. “Alhamdulillah besok mereka sudah
diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah berangsur membaik,” ujar Maman.
(iwan).
III.2 Gejala Yang Ditimbulkan Botulinum

Gejalanya terjadi tiba-tiba, biasanya 18-36 jam setelah toksin masuk, tapi dapat
terjadi 4 jam atau paling lambat 8 hari setelah toksin masuk. Makin banyak toksin
yang masuk, makin cepat seseorang akan sakit. Pada umumnya, seseorang yang
menjadi sakit dalam 24 jam setelah makan makanan yang tercemar, akan
mengalami penyakit yang sangat parah.

 Gejala pertama biasanya berupa mulut kering, penglihatan ganda,


penurunan kelopak mata dan ketidakmampuan untuk melihat secara fokus
terhadap objek yang dekat. Refleks pupil berkurang atau tidak ada sama
sekali.
 Pada beberapa penderita, gejala aawalnya adalah mual, muntah, kram
perut dan diare. Pada penderita lainnya gejala-gejala saluran pencernaan
ini tidak muncul, terutama pada penderita wound botulism.
 Penderita mengalami kesulitan untuk berbicara dan menelan.
Kesulitan menelan dapat menyebabkan terhirupnya makanan ke dalam
saluran pernafasan dan menimbulkan pneumonia aspirasi. Otot lengan,
tungkai dan otot-otot pernafasan akan melemah. Kegagalan saraf terutama
mempengaruhi kekuatan otot.
 Pada 2/3 penderita infant botulism, konstipasi (sembelit) merupakan gejala
awal. Kemudian terjadi kelumpuhan pada saraf dan otot, yang dimulai dari
wajah dan kepala, akhirnya sampai ke lengan, tungkai dan otot-otot
pernafasan.
 Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh. Masalah yang
ditimbulkan bervariasi, mulai dari kelesuan yang ringan dan kesulitan
menelan, sampai pada kehilangan ketegangan otot yang berat dan
gangguan pernafasan.

III.3 Mekanisme Toksisitas Botulinum

Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa berakibat fatal, yang
disebabkan oleh keracunan toksin (racun) yang diproduksi oleh Clostridium
botulinum. Toksin ini adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan
kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan berat pada
saraf, maka racun ini disebut neurotoksin.
Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :

 Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang


tercemar
 Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar
 Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang
tercemar.

Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan


memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya.
Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan panas juga dapat
membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium Botulinum
dalam mendapatkan Host. Toksin botulinum mempunyai persamaan struktur dan
fungsi dengan toksin tetanus. Kedua-duanya adalah neurotoksin tetapi toksin
botulinum mempengaruhi sistem saraf periferi karena memiliki afiniti untuk
neuron pada persimpangan otot syaraf. Toksin ini disintesis sebagai rantai
polipeptid tunggal (150,000 dalton) yang kurang toksik. Walau bagaimanapun
setelah dipotong oleh protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A,
50,00 dalton) dan rantai berat (subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh
ikatan dwisulfida. Subunit A merupakan toksin paling toksik yang diketahui.
Toksin botulinum ialah sejenis endopeptidase yang menghalang pembebasan
asetilkolin pada pertemuan antara otot dengan saraf (myoneural junction). Ia
adalah spesifik untuk bagian ujung saraf tepi/periferi pada tempat di mana neuron
motor merangsang otot. Toksin ini bertindak seperti toksin tetanus dan
memecahkan synaptobrevin, mengganggu pembentukan (dan pembebasan)
vesikel yang mengandungi asetilkolin. Sel yang terpapar gagal membebaskan
neurotransmiter (asetilkolin). Apabila otot tidak menerima isyarat daripada saraf,
ia tidak akan berkontraksi (contract). Ini menyebabkan paralisis (lumpuh) sistem
motor. Selama pertumbuhan C. Botulinum memproduksi sedikitnya tujuh racun
yang berbeda, termasuk neurotoxin, enterotoxin, dan haemotoxin, termasuk
beberapa racun yang dikenal paling berpotensial. Dalam kasus tertentu, satu strain
dapat memproduksi lebih dari satu tipe racun.

Botulinum toxin terutama mempengaruhi sekeliling sistem syaraf, khususnya:

 Ganglionic synapses
 Post-ganglionic parasympathetic synapses
 Myoneural junction, akhir syaraf dimana syaraf bergabung dengan otot
dan dimana racun memblok syaraf terminal gerak (motor nerve terminals)

Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang


digunakan oleh sel – sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dan
yang mana digunakan oleh sel sel syaraf untuk berkomunikasi dengan otot. Racun
botulism mengakibatkan characteristic flaccid paralysis dengan memecah satu
dari tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan neurotransmitter hal ini
memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan sel-sel syaraf untuk
berkomunikasi.

Dengan terblokadenya syaraf terminal oleh racun, syaraf tidak dapat mengirim
sinyal kepada otot untuk berkontraksi. Pasien mengalami kelemahan atau
kelumpuhan, biasanya dimulai dengan muka/wajah, kemudian tenggorokan, dada
dan lengan. Ketika diaphragma dan otot dada terkena pengaruhnya, bernafas
menjadi sulit, terhambat atau sepenuhnya lumpuh. Di beberapa kasus, pasien mati
akibat asphyxia /sesak dada. Racun botulinum beraksi dengan mengikat
presynaptically kepada lokasi yang dikenal memiliki afinitas tinggi didalam
terminal syaraf cholinergic dan menurunkan pelepasan acetylcholine,
menyebabkan efek blokade syaraf otot. Mekanisme ini digunakan sebagai dasar
untuk pengembangan racun ini sebagai alat terapi.

Recovery terjadi ketika proximal axonal bertunas dan terjadi reinnervation otot
dengan pembentukan pertemuan syaraf – otot (neuromuscular junction) yang
baru. Tipe racun botulinum dan lokasi target
 BTX-A dan BTX-E memecah synaptosome-associated protein (SNAP 25),
sebuah protein membran presynaptic dibutuhkan untuk penggabungan dari
neurotranmitter yang mengandung vesikel.

 BTX-B,BTX-D, dan BTX-F memecah vesicle-associated membrane


protein (VAMP), juga dikenal dengan synaptobrevin.
 BTX-C beraksi dengan memecah syntaxin, sebuah target protein
membran.

III.4 Penatalaksanaan Keracunan

i) Pengobatan

 Penderita botulisme harus segera dibawa ke rumah sakit.


Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil pemeriksaan
laboratorium untuk memperkuat diagnosis.
 Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan:
 perangsangan muntah
 pengosongan lambung melalui lavase lambung
 pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.

 Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan. Tanda-tanda


vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur
secara rutin.
 Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang intensif
dan dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah
mengurangi angka kematian karena botulisme, dari 90% pada awal tahun
1900 sekarang menjadi 10%.Mungkin pemberian makanan harus dilakukan
melalui infus.
 Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat
memperlambat atau menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih
lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan.
 Antitoksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
Pemberian ini pada umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam
setelah terjadinya gejala. Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada
bayi, karena efektivitasnya pada infant botulism masih belum terbukti.

ii) Pencegahan

 Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan dapat tetap hidup selama
beberapa jam pada proses perebusan. Tetapi toksinnya dapat hancur dengan
pemanasan, Karena itu memasak makanan pada suhu 80° Celsius selama 30
menit, bisa mencegah foodborne botulism.
Memasak makanan sebelulm memakannya, hampir selalu dapat mencegah
terjadinya foodborne botulism. Tetapi makanan yang tidak dimasak dengan
sempurna, bisa menyebabkan botulisme jika disimpan setelah dimasak, karena
bakteri dapat menghasilkan toksin pada suhu di bawah 3° Celsius (suhu
lemari pendingin).
 Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan
kaleng yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya
penyok atau bocor, harus segera dibuang.
Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu karena mungkin
ada spora di dalamnya.
 Toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran
pencernaan, udara maupun penyerapan melalui mata atau luka di kulit, bisa
menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu, makanan yang mungkin sudah
tercemar, sebaiknya segera dibuang.
Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera
setelah mengolah makanan (medicastore)
BAB IV

KESIMPULAN

Keracunan makanan adalah sebuah peristiwa dimana seseorang telah


mengkonsumi suatu makanan yang tercemar oleh racun. Keracunan dapat disebut
sebagai penyakit bawaan makanan. Racun yang muncul dapat terjadi karena
memang makanannya yang mengandung bahan beracun atau tercemar
kontaminasi racun dari luar. Keracunan makanan kaleng adalah kondisi dimana
bila seseorang mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi makanan
yang terkontaminasi bakteri atau racun yang dihasilkan oleh bakteri penyakit.
Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan kaleng
yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya penyok atau
bocor, harus segera dibuang.Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi
madu karena mungkin ada spora di dalamnya. Toksin yang masuk ke dalam tubuh
manusia, baik melalui saluran pencernaan, udara maupun penyerapan melalui
mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu,
makanan yang mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera dibuang. Hindari
kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera setelah mengolah
makanan (medicastore)
DAFTAR PUSTAKA

Soemirat, Juli. 2003. “Toksikologi Lingkungan”. Bandung. Gadjah Mada


University Press.

Priyanto. 2009. “Tokdikologi, Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian


Resiko”. Jakarta. LESKONFI Press.

Palar, Heryando. 2004. “Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat”. Jakarta.


Rineka Cipta.

http://poskotanews.com/2012/08/23/ibu-tiga-anak-dan-keponakan-keracunan-
ikan-kaleng/

Anda mungkin juga menyukai