Anda di halaman 1dari 24

Perkembangan Baru dalam Teknologi Vaksin Virus

Oleh Djoko Yuwono Pusat Penelitian Penyakit Menular

RINGKASAN

Dalam makalah ini dikemukakan beberapa jenis vaksin yang terdapat di pasar bebas dan beberapa upaya untuk menghasilkan vaksin baru yaitu dengan metoda kombinasi; formulasi dan pengembangan bioteknologi. Vaksin kombinasi adalah vaksin yang merupakan kombinasi dart beberapa jenis vaksin yang sudah ada, dikembangkan dengan tujuan mengurangi cara pemberian vaksin yang berulang kali. Vaksin formulasi, yaitu vaksin yang menggunakan adjuvan dan dosis vaksin yang telah diperbaiki. Tujuannya untuk membuat vaksin mempunyai masa kerja lama , sehingga efektivitas vaksinasi akan meningkat, hanya dengan memberikan dosis tunggal. Vaksin rekayasa genet*, yaitu: vaksin yang dihasilkan dengan teknik rekombinan, disebut juga vaksin packed DNA, menggunakan sejenis vektor, dan diekspresikan dengan sistem ekspresi tertentu. Vaksin polinukleotida, disebut vaksin naked DNA merupakan suatu terobosan baru dalam teknologi vaksin, khususnya vaksin virus, yaitu dengan memanfaatkan teknologi transfer gen. Dikemukakan pula respon imun yang dihasilkan oleh berbagai jenis vaksin tersebut, balk respon imun selular ataupun respon imun humoral.

Media Litbangkes Vol. V No. 02/19951

PENDAHULUAN ELAKUKAN pencegahan


penyakit lebih penting W daripada meiakukan pengobat an, demikianlah
ungkapan dengar

kesehatan. Adapun cara pencegahan penyakit infeksi yang telah terbukti paling efektif, baik ditinjau dart segi biaya ataupun intervensinya terhadap kesehatan masyarakat adalah dengan vaksinasi. Di lain pihak, sejarah telah membuktikan bahwa penelitian dan pengembangan teknologi vaksin sudah memasuki suatu era teknologi modern yang mempunyai nilai khusus. Katakanlah telah memasuki era teknologi molekular terutama jika dibandingkan dengan pada saat pertama kali Edwin Jenner menemukan vaksin cacar pada tahun 1798.

yang sering kita dalam dunia

Dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah diketahui adanya beberapa jenis vaksin baru yang sudah mendapatkan hak Iisensinya di berbagai negara untuk dipakai dalam vaksinasi rutin, antara lain termasuk vaksin rekombinan

Media Litbangkes Vol. V No. 02/19952

Hepatitis B, vaksin Haemophilus influenzae tipe B, ataupun vaksin Hepatitis A. Beberapa jenis vaksin iagi akan diberi hak Iisensinya antara lain : vaksin Varicella, vaksin Pneumokokus dan vaksin Japanese encephalitis. Di dalam pembuatan vaksin paling tidak ada tiga jenis teknologi yang sedang dikembangkan, yang jika berhasil, akan merupakan suatu revolusi dalam penggunaan dan pembuatan vaksin. Tiga jenis teknologi yang sedang dikembangkan di

beberapa akademik laboratorium vaksin adalah :


1.

institusi dan industri

jenis

Teknik kombinasi vaksin yang beds' Iebih dart satu

Strategi formulasi barn (dalam cara penyerapan dan perhakaian ajuvan) 3. Sistem baru penggunaan vektor ( vektor hidup dan vaksin polinukleotida). merupakan suatu tinjauan pustaka tentang perkembangan teknologi rekayasa vaksin virus yang sangat pesat dewasa
Artikel ini ini.

Media Litbangkes Vol. V No. 02/19953

RT./AUL

Media Litbangkes Vol. V No. 02/1995

11

JENIS VAKSIN MENURUT TEKNOLOGI PEMBUATANNYA


1.

embrio ayam.
1.

Vaksin

(live attenuated vaccine). Merupakan vaksin yang dihasilkan dengan cara melemahkan virus dan mengadaptasi pertumbuhan pada suhu tertentu (33C atau 35C). Merupakan modifikasi vaksin yang pertama kali dikembangkan oleh E. Jenner yang mengembangkan vaksin cacar dari cowpox. Contoh lain misalnya vaksin polio oral Sabin yang dihasilkan dengan cara mengkultur poliovirus attenuated pada kultur jaringan ginjal kera; vaksin campak (Schwarz) yang diproduksi dengan mengkuttur virus campak attenuated pada sel fibroblast

hidup

Vaksin inaktif (killed vaccine). Merupakan vaksin yang diha:;!kan dengan menginaktifkan virus dalam larutan forrnai;n (0,2% formalin selama 1 jam pada suhu 37C). Misalnya vaksin polio Salk, vaksin campak Edmonton. Vaksin jenis ini sudah banyak ditinggalkan orang, sebab efek sampingnya yang kurang menyenangkan.. Vaksin kombinasi. Mempakan vaksin yang dibuat dengan tujuan mengurangi banyaknya suntikan yang diberikan kepada anak yang divaksin. Semula anak-anak yang divaksin mendapatkan tiga sampai empat kali suntikan untuk beberapa macam vaksin dalam satu kali

3.

Media Litbangkes Vol. V No. 02/19955

kunjungan. Vaksin kombinasi biasanya berisi lebih dari dua jenis antigen. Lebih dari 10 tahun telah dilakukan imunisasi dengan 3 jenis vaksin misalnya: Diphteria, Pertusis dan Tetanus (DPT); Measles, Mumps dan Rubella (MMR); Vaksin Polio oral Sabin yang terdiri dari 3 tipe poliovirus yang berbeda. Kombinasi vaksin telah menimbulkan adanya prinsip teori yang mengatakan bahwa vaksin itu memiliki efektivitas yang tetap balk diberikan secara tersendiri ataupun dalam bentuk suatu kombinasi. Beberapa jenis vaksin kombinasi yang terdapat di pasaran dewasa ini antara lain: Kombinasi DPT (Diphteria Pertusis Tetanus) dengan HBV (Hepatitis B) atau

dengan vaksin Polio inaktif dengan tujuan memberikan rangsangan kekebalan selular pada bayi. Kombinasi vaksin Hepatitis A dengan vaksin Pneumokokus konjugat. Kombinasi vaksin MMR (Mumps Measles Rubella) dengan vaksin Varicella. Kombinasi memang sangat kompleks namun apabila program ini berhasil, akan mengurangi banyaknya suntikan yang diberikan kepada bayi dalam satu kali kunjungan.

Media Litbangkes Vol. V No. 02/19956

vaksin akan 4. Formulasi vaksin barn. dibebaskan sesuai Merupakan vaksin dengan vaksinasi yang dibuat dengan secara konvensional meningkatkan yaitu dengan interval dosisnya sehingga 1, 3 dan 4 bulan. dapat diberikan Dengan demikian dengan satu kali dapat dikurangi suntikan saja. Antigen banyaknya suntikan dibuat sebagai suatu yang diberikan kapsul (susuk) yang kepada anak yang dibungk oleh mengo besam divaksin. dibebas ke jaringan, Formulasi lain adalah kan dilakukan dengan dengan menggunakan cara vaksinasi jenis adjuvan bare konvensional yang yang dapat diberikan berulang menstimulasi kali dengan interval kekebalan humoral waktu dan kekebalan selular. tertentu. Misalnya Penggunaan jenis pemberian vaksinasi adjuvan bare ini konvensional dengan misalnya liposom, interval 1 bulan; 3 bentuk emulsi, atau bulan dan 4 bulan, immune stimulating dengan menggunakan complex akan bentuk mikrosfer menggantikan yang berbeda-beda, kedudukan adjuvan besamya vaksin yang yang telah dikenal dibebaskan akan lama, misalnya dapat diatur sesuai adjuvan garam dengan aluminium, yang kini komposisi diketahui bersifat mikrosfemya dan kurang meningkatkan

Media Litbangkes Vol. V No. 02/19957

imunogenisitas antigen. Penelitian yang masih perlu dilakukan adalah tentang sifat toleran terhadap jenis adjuvan barn tersebut.
5.

Vaksin Subunit. Adalah suatu komposisi vaksin yang menipakan perkembangan dari vaksin inaktif, vaksin ini mengandung beberapa epitop dari suatu antigen. Dihasilkan dengan cara membuat peptida sintetik yang mirip dengan komposisi antigen tersebut. Contohnya adalah vaksin subunit SPf 66 terhadap malaria atau vaksin Ty-21 terhadap

DNA, menggunakan plasmid (minikromosom bakten) sebagai vektor dan diekspresikan pada berbagai sistem ekspresi misalnya pada bakteri Escherichia toll atau pada sistem ekspresi baculovirus pada sel serangga.
5.

Vaksin

Rekombinan.

Salmonella

typhi.

Pembuatan subunit vaksin dapat juga dilakukan dengan cara rekayasa rekombinan

Merupakan vaksin yang menggunakan virus sebagai vektor. Dibuat dengan cara menyisipkan gen yang mengkocle epitop tertentu pada plasmid, kemudian ditransfeksikan ke dalam suatu virus (virus Vaksinia), sehingga terjadi suatu virus rekombinan. Virus rekombinan ini dipakai sebagai vektor gen yang mengekspresikan

Media Litbangkes Vol. V No. 02/19958

ARTIKEL

Media Litbangkes Vol. V No. 02/1995

11

epitop tertentu dari suatu antigen tadi pada sel mamalia. Virus rekombinan akan menghasilkan antibodi spesifik terhadap virus vektor serta gen dari epitop yang disisipkan. Komposisi ini disebut sebagai vaksin packed DNA. Mungkin di sinilah kelemahan bentuk vaksin ini, sebab infeksi virus vektor juga dapat menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki. Gambar di bawah ini menunjukkan skema pembuatan vaksin rekombinan.

pfasmid rekombinan DNA accinla

DNA
vacctrua

c vaccinia
urator

virus vaccinla
salskai

Gambar-1. Cara pembuatan vaksin rekombinan yang menggunakan virus vaksinia sebagai vektor, yang diekspresikan pada sel mamalia (Dikutip dari : Moss, B. Science,. 1991 : 252, 1662-67)
7.

Vaksin polinuideotida. Merupakan suatu bentuk rekombinan, komposisi antara

Media Litbangkes Vol. V No. 02/199510

plasmid dengan genom virus yang y sangat konser (tidak berubah). Komposisi ini disebut sebagai vaksin naked DNA. Menurut cara introduksinya vaksini ini disebut sebagai teknologi transfer gen, diberikan dengan menginjeksikan plasmid rekombinan secara intra muskular. Kemungkinan merupakan suatu terobosan teknologi vaksin di masa depan. Metoda ini dikembangkan oleh Ulmer, JB, dick (1993) yang menginjeksikan suatu plasmid yang telah disisipi suatu gen yang membawa kode epitop nukleoprotein (NP) virus influenza strain A/PR/8/34 (H1N1) ke dalam otot mencit. Hasilnya temyata mencit tersebut dapat mencegah infeksi

dosis letal virus influenza strain virulen pada mencit (A/HK/68 H3N2). Temyata dalam tubuh mencit yang diinjeksi dengan NP-DNA tidak saja terjadi efek CTL (Cytotoxicity T Limphocytes) yang spesifik, tapi juga dihasilkan antibodi ( IgG) spesifik yang bersifat protektif, balk tertiadap strain homolog ataupun heterolog. Vaksin bentuk ini masih dalam tingkat percobaan pada hewan (mencit BALB/c). Gambar di bawah ini menunjukkan mekanisme kerja teknologi transfer gen pada vaksin NP-DNA tertiadap virus influenza.

ve kt

Media Litbangkes Vol. V No. 02/199511

or pl as mi d

Gambar-2. Mekanisme kerja teknologi transfer gen pada vaksin NP-DNA terhadap virus influenza.

0 gen nuk leo promoter RSV.

(Dikutip dart: Gumucio JJ., Hepatology, 1993:18, 696702.) RESPON IMUN YANG DITIMBULKAN OLEH VAKSIN

protein

,t0)

ea C) transkrips T Ipettnotaingan proteo s o m i is m su

:41\
n u i r u k i r p r o t e i n m R N A molekul
v

eel Iimfosit CDS+ sitotoksik

Pada umumnya tujuan akhir pernberian vaksin adalah untuk menciptakan days proteksi terhadap infeksi virus dengan cara pembentukan antibodi netralisasi spesifik terhadap antigen yang dipaparkan di dalam tubuh. Vaksin-vaksin konvensional (live attenuated ataupun' vaksin inaktif) bekerja dengan cara melibatkan sistem kekebalan humoral, yaitu dengan

Media Litbangkes Vol. V No. 02/199512

mempresentasikan antigen yang telah diproses di dalam makrofag (oleh MHC-II) kepada sel Th (CD4+), sehingga sel Th (CD4+) dapat mengenali bentuk antigen. Kemudian sel Th (CD4+) bekerjasama dengan sel B akan memproduksi antibodi spesifik. Pada dewasa ini tujuan akhir vaksinasi tidak saja produksi antibodi spesifik di dalam tubuh, namun

juga perangsangan limfosit Tc (CD8+) agar sistem kekebalan selular menjadi aktif sehingga dapat melisiskan (menguraikan) sel target. Gambar berikut ini (Gambar 3) melukiskan mekanisme fagositosis antigen, pencernaan intraselular sampai ekspresinya ke pada limfosit Th (CD4+) atau Tc (CD8+)

Media Litbangkes Vol. V No. 02/199513

ARTIKEL

Media Litbangkes Vol. V No. 02/1995

11

MC I

hitiC II

GOO
DL

rstikulum endoplastrik

Gambar-3. Skematik pengolahan antigen dan presentasi antigen lewat jalur endogen dan eksogen.

hidup, dapat menimbulkan infeksi seperti infeksi virus secara alami. Misalnya vaksin polio oral yang dapat menimbulkan IgA sekretorik di dalam usus (merupakan salah satu keungulan vaksin polio oral), selain itu dapat menginterferensi virus polio strain ganas. Sedangkan vaksin inaktif poliomyelitis tampaknya kurang mendapat perhatian lagi, karena memerlukan dosis yang tinggi agar Iebih efektif. Namun penggunaan vaksin inaktif polio masih dianjurkan terutama untuk memberikan stimulasi terhadap kekebalan selular (sel Tc). Penelitian Ulmer, JB. dkk. 1992, membuktikan adanya proteksi terhadap infeksi strain heterolog ataupun homolog virus influenza pada mencit BALE/c.

(Dikutip dart Long EQ. Immunology Today, 1989. 10:7 (18)). VAKSIN ATTENUATED VERSUS VAKSIN INAKTIF Keunggulan vaksin

Media Litbangkes Vol. V No. 02/199515

Mencit BALBIc terlebih dahulu diinjeksi intra muskular dengan vaksin plasmid NP-DNA terhadap virus influenza strain A/PR/8/34 (H1N1). Kemudian, setelah 8 minggu di-challenge dengan dosis letal virus influenza strain virulen pada mencit A/HK/68 (H3N2).

Hasilnya menunjukkan bahwa baik secara selular ataupun humoral mencit yang diinjeksi plasmid NPDNA masih tetap bertahan hidup dibandingkan dengan mencit kontrolnya. Teknologi transfer gen ini tampaknya merupakan teknologi yang menjanjikan di masa depan. Akan tetapi masih diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui efek samping dari vaksin naked-DNA (NP-DNA), mengingat sifat plasmid yang dapat keluar masuk di dalam sel bakteri. lni berarti bahwa plasmid (NP-DNA) juga akan bebas keluar masuk di dalam sel tubuh, yang berakibat dapat menginfeksi jenis sel lain selain sel otot. Pengembangan vaksin Hepatitis C

Media Litbangkes Vol. V No. 02/199516

terbentur pada masalah tidak terjadinya proteksi terhadap reinfeksi HCV dan antibodi netralisasi yang terbentuk ternyatahanya bersifat homotipik. Untuk memberikan proteksi terhadap reinfeksi HCV yang heterotipik, perlu dirancang suatu vaksin yang bersifat multivalen. Metoda ini tampaknya akanbanyak mengalami kendala oleh karena sifat keragaman genetik dari virus Hepatitis C. Berpedoman kepada keberhasilan vaksin polinukleotida (plasmid NP-DNA) terhadap virus influenza, maka dianjurkan untuk merancang suatuvaksin polinukleotida yang dapat merangsang terbentuknya respon

imun selular dan respon imun humoral secara bersamaan terhadap infeksi berbagai genotip HCV. Kekebalan selular mengaktifkan sel Tc (CD8+), dengan target sitolisis dan kekebalan humoral mengaktifkan sel Th (CD4+) yang menghasilkan antibodi netralisasi bersifat protektif baik homolog ataupun heterolog. PENUTUP Telah dikemukakan mengenai beberapa jenis vaksin menurut teknologi pembuatannya dan reaksi kekebalan yang. ditimbulkan serta berbagai masalah yang dihadapi. Apabila kelak pengembangan vaksin ini berhasil dilakukan maka bukan tidak mustahil bahwa vaksin

Media Litbangkes Vol. V No. 02/199517

yang diberikan pada umur anak yang sama di masa datang dapat diberikan dalam satu kali suntikan saja. Teknologi molekular juga memungkinkan untuk memberikan

satu jenis vaksin yang mengandung beberapa jenis epitop.

Bersambung ke halaman........ 11

Media Litbangkes Vol. V No. 02/199518

ARTIKEL

Media Litbangkes Vol. V No. 02/1995

11

persawahan bertingkat yang juga terdapat di daerah penelitian3. Anopheles aconitus di daerah penelitian lebih banyak menggigit di luar rumah daripada di dalam rumah, hal ini sesuai dengan penelitian Barodji dkk. di 4 Kabupaten Jepara . ini dalam kaitannya sebagai vektor JE kurang diperhatikan sebab tidak ditemukan peternakan babi balk di dalam maupun di sekitar kawasan hutan. dikenal sebagai spesies hutan daerah pegunungan tidak ditemukan di daerah penelitian sebab di kawasan hutan jati tersebut tidak ditemukan mata air dan anak sungai yang merupakan habitat spesies tersebut atau mungkin populasi

spesies tersebut sangat rendah sehingga tidak tertangkap sementara selama penelitian tidak dilakukan larva survei. KESIMPULAN Dari penangkapan nyamuk yang dilakukan di kawasan hutan jati yang sebagian daerahnya merupakan lahan persawahan diperoleh 9 spesies Anopheles, 8 spesies Culex, 4 spesies Aedes, 2 spesies Armigeres, 1 spesies Malaya dan 1 spesies Uranotaenia.

Anopheles maculatus yang

Media Litbangkes Vol. V No. 02/1995

11

DAFTAR PUSTAKA
1.

Stoyanovich, C.J. and H.G. Scoot., (1966).

Illustrated key to mosquitoes of Vietnam. US


Department of Health Education and Welfare Public Health Service. Communicable Disease Centre. Atlanta, Georgia. 30333.
1. 4.

2.

Odum, E.P. (1971). Fundamental of Ecology. Philadelphia WB Saunderds, 104 - 161. Sundararaman, S. and R.M. Siran., (1957). Vector
of malaria in Mid Java. Indian

Jakarta : Dit Jend. PPM dan PLP : 76 hal. 2. Van Peenen, P.F.D. S.W. Joseph et al. (1975).

Boewono dan Nadi Suwasono, (1992). Fauna Anopheles di daerah endemis malaria Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Bull. Penelit. Kesehat. 20 (3) : 34 - 42. Indonesia. Departemen Kesehatan RI., (1990). Pedoman pemberantasan malaria (entomologi).

J. Malariol., 11 : 321 - 328.


3.

Japanese Encephalitis Virus from pigs and mosquitoes in Jakarta, Indonesia. Trans Roy. Soc.
Trap. Med. Hyg. 69 (15) : 477 479.

Barodji;

Damar

Tri

Media Litbangkes Vol. V No. 02/1995

11

Media Litbangkes Vol. V No. 02/1995

11

Perkembanga n ..... .
Sambungan dari hal ... 6 Yang mungkin menjadi masalah adalah kontroversi antara respon imunologi yang dihasilkan, yaitu apakah kita akan tetap berpedoman pada vaksin konvensional dengan respon imun humoral di mana sel Th (CD4+) akan menstimulasi sel B untuk menghasilkan antibodi spesifik yang bersifat homolog. Ataukah memilih jenis vaksin polinukleotida yang dapat menimbulkan respon imun selular dan humoral bersama-sama dan memberikan kekebalan yang bersifat heterolog. Sebagai contoh terhadap

vaksin influenza keunggulan vaksin polinukleotida sudahterbukti. Namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masih belum terjawab.

Media Litbangkes Vol. V No. 02/1995

11

DAFTAR PUSTAKA
1.

Moss B. (1991)Vaccinia

virus: A Tool for Research and Vaccine Development.. Science : 252.


p.1662-1667.

1.

2.

Ellis RW. et al (1994). New Vaccine Technologies. JAMA. 271. 929-931. Ulmer JB. et ai. (1993) Heterologous Protection Against Influenza by Injection DNA encoding a Viral protein.: Science ;259. 1745-49.
Michell ML. et al (1993).

2.

3.

1.

Recombinant of Hepatitis B surface Antigen as a carrier of Human Immunodefficiency Virus epitopes. Research Virology : 144. 263-257. Long EO, et al (1989). Intracellular traffic and antigen processing. Immunology Today, 1989:10;7, 232-234. .Farci P, et al (1992). Lack of Protective immunity against reinfection with Hepatitis C virus. Science : 258, 135-40.

Media Litbangkes Vol. V No. 02/1995

11

Anda mungkin juga menyukai