Hidung menjamin proses pelembaban,penyaringan dan penghirupan udara. Bulu dan epitel rambut getar
berfungsi menyaring partikel-partikel yang masuk ke dalam hidung sedangkan mukosa akan menahan partikel-
partikel tersebut melalui tumbukan atau pengendapan sehingga alveolus selalu berada dalam keadaan steril
Mulut
Merupakan jalur kedua yang digunakan untuk proses penghirupan. Penghirupan melalui mulut
mempunyai efek samping terutama bila udara mengandung pertikel,sebab di mulut tidak ada penyaringan
partikel-partikel baik secara tumbukan atau pengendapan.
Trakea
Terdiri dari 16 atau 20 cartilago hyalin, yang pada permukaannya terdapat banyak sel kelenjar dan
selanjutnya trakea bercabang dua menjadi bronkus kanan dan kiri.
Bronkus
bronkus tertutup oleh lapisan epitel yang terdiri dari lapisan mukosa,silia (bulu getar),cairan berair
yang membasahi silia,sel cilia yang dipisahkan oleh sel-sel goblet pada mukosa,sel basal,membran.
Silia
Sel epitel berperan penting dalam pertahanan saluran napas dan silia tersebut bertugas mengeluarkan
getah bronkus dan cairan alveoler.
Getah bronkus
Getah bronkus bersifat hiperosmotik,terdiri dari elektrolit yang larut dalam air dengan konsentrasi yang
dinyatakan dalam mm/g. Secara anatomik sumber getah bronkus adalah kelenjar bronkus yang terdapat
pada trakea dan bronkus besar. Pengeluaran getah oleh kelenjar bronkus terjadi bila ada rangsangan vague
akibat refleks akson, dan sel-sel goblet akan mengeluarkan getah bila terjadi iritasi langsung.
Daerah pertukaran
Daerah pertukaran dimulai dari daerah transisi bronchiolus terminalis, dilanjutkan dengan
bronchiolus respiratorius dan kanal alveoli dan kantong alveoli, yang bersama-sama membentuk
satu unit fungsional acinus, kemudian membentuk suatu lobulus.
Ductuli alveolaris, panjangnya 2-3 mm memiliki suatu celah yang dibatasi oleh lubang alveoli.
Alveoli pulmonalis merupakan kantong kecil poliedrik berdiameter 0,1-0,3 mm yang bermuara
pada kanal alveoli melalui suatu daerah insersi yang tebal atau bourrelet alveoler
Dinding alveoli yang memisahkan alveoli dan kapiler pembuluh darah.
Penyerapan zat aktif pada saluran napas bertumpu pada perlintasannya melalui sawar yang
tebalnya 0,2-10 mikrometer, yang terdiri dari :
1. Sel penutup
2. Ayaman kapiler
3. Kerangka
4. Penyelubung alveoler
vaskularisasi
Pada jalan masuk lobule, arteriol paru terbagi
menjadi 2 percabangan bronkus, berperan pada
transpor senyawa untuk menerobos sawar sangat
karena pelarutannya yang sempurna. Waktu-lewat
darah dalam jaringan ini hanya beberapa detik dan
peredaran darah balik terjadi di lobule perifer.
persarafan
Persarafan meliputi :
Serabut - serabut saraf simpatik dan parasimpatik
menuju otot polos dari pembuluh darah dan
bronkus seperti kelenjar bronkus
Serabut – serabut saraf aferent, terutama peka pada
permukaan selaput dada dan bronkus.
Kelainan dan kerusakan saluran napas
Beberapa senyawa sintesis atau senyawa metabolit yang
mempengaruhi pernapasan dapat mengganggu anatomi dan
fisiologi paru, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan
aktivitas obat dalam sediaan aerosol.
Ditinjau dari sudut sitemnya, aerosol merupakan suatu sistem dispersi yang terdiri dari 2 fase,
yaitu :
Fase pendispersi (fase penyebar), berupa campuran udara dan gas.
Fase terdispersi (fase yang tersebar), umumnya berupa larutan dalam air.
Sediaan aerosol harus stabil, partikel - partikel tidak boleh membasahi dinding dan tidak boleh
melarut secara tak beraturan dalam cairan pendukungnya
Stabilitas sediaan aerosol dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :
Muatan partikel : tiap partikel aerosol memiliki muatan listrik
bertanda sama, dengan demikian pertikel-partikel tersebut
akan salingtolak menolak
kehalusan partikel : aerosol harus berbentuk kabut halus yang
kering dan memiliki gerak brown.
Penyebaran ukuran partikel
Perbandingan bobot jenis gas/cairan
Terdapat dua tipe aerosol,yaitu :
Aerosol sejati atau aerosol monodispersi, terdiri dari partikel-partikel yang sangat
halus,berdiameter 1 µm, dengan penyebaran ukuran partikel yang merata. Karena
ada gerak Brown maka aerosol jenis monodispersi sangat homogen. Jumlah zat
aktif yang terkandung dalam aerosol tersebut sangat kecil untuk dapat memberikan
efek sistemik setelah penyerapan melalui paru, tetapi karena penyebaran dan
penembusan partikel segera terjadi maka efek pada organ yang bersangkutan segera
terjadi.
Aerosol polidispersi, terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran yang lebih besar
dan beragam. Aerosol tipe ini lebih kurang stabil karena partikelnya berat dan
karena fenomena koalesen antara partikel-partikel kecil dengan yang besar.
Penembusan dan penahanan partikel ini jumlah pembawa zat aktif sangat
berpengaruh, dan setelah terjadi penyerapan setempat maka obat dapat memberikan
efek sistemik
EVALUASI BIOFARMASETIKA SEDIAAN
AEROSOL
Perjalanan Aerosol di dalam Tubuh
Pada keadaan aliran laminer, semua cairan turbulensi yaitu dengan melakukan irama pernapasan yang perlahan.
bergerak seperti gerakan piston dalam silinder. Jika cairan Diberi gaya yang cukup untuk melewati saluran
yang penuh dengan kelokan dan rintangan, maka aliran Laminer akan berubah menjadi aliran turbulen, cairan
akan berputar dan arah gerakan molekuler akan selalu berubah.
Suatu turbulensi yang kuat akan memperlambat pengaliran gas baik di bagian dalam maupun di bagian luar
Paru, dengan demikian terjadi penimbunan partikel partikel yang lebih dini di dalam saluran napas bagian atas.
Turbulensi pada percabangan bronkus tidak sama dengan turbulensi dalam saluran napas (dapat berisi mukus,
eksudat, tumor bahan asing). Penembusan aerosol untuk mengurangi keadaan
Kelembaban
Udara di bagian paru yang lebih dalam umumnya mengandung air sejumlah 44
g/m3. Aerosol mengandung kurang dari 44 g/m3. air dan jumlah ini akan bertambah saat
penghirupan dan akan menguap sesampainya di mukosa hingga tercapai
keseimbangan.
Pengaruh perubahan ukuran partikel aerosol pada 20-22 ̊ C dan dengan suatu
kelembaban relatif antara 40-100%. Hasilm penelitian membuktikan bahwa aerosol
dengan partikel yang tidak larut (ex: SiO2) tidak dipengaruhi oleh kelembaban,
sedangkan aerosol dengan partikel yang sedikit larut, diameternya dapat membesar
menjadi 1,35-1,55 kali, dan aerosol yang larut (NaCl) diameternya membesar 3-7 kali.
Suhu
Partikel akan bergerak dari bagian yang lebih panas ke bagian yang dingin.
Gerakan tersebut berbanding lurus dengan perubahan suhu dan diameter
partikel.
Jika aerosol yang dihirup pada suhu lebih rendah dibandingkan suhu
tubuh maka terlebih dulu partikel harus dipanaskan dan dilembabkan oleh
tubuh, dengan akibat makin besarnya ukuran partikel. Sebaliknya, jika suhu
aerosol dihirup pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu tubuh, maka
partikel akan didinginkan dulu dan air yang terkandung akan terkondensasi
pada permukaan epitel.
Tekanan
Sediaan aerosol dibuat sedemikian agar saat
dihirup tidak menyebabkan perubahan tekanan
pada permukaan paru. Sementara itu, terlihat pula
adanya efek setempat tertentu jika gas dihirup
sebelum penguapan total dosis yang diberikan.
Penangkapan atau Depo
Sekali partikel tertahan, maka zat aktif yang terlarut akan
memberikan efek. Pada tahap kedua ini, partikel aerosol akan
ditahan oleh epitel broncho-alveoli. Hanya sebagian partikel yang
diteruskan sedangkan bagian lainnya di tolak.
Mekanisme penahanan:
1. Tumbukan karena kelembaman
2. Pengendapan karena gaya tarik bumi
3. Difusi (gerakan brown).
Tumbukan karena kelembaman
Dikotomi (percabangan dua) yang berturutan dari saluran
napas menyebabkan terjadinya perubahan mendadak arah aliran
udara yang dihirup. Partikel-partikel cenderung mengikuti arah
lintasan semula dan selanjutnya membentur dinding saluran
napas. Tumbukan terutama terjadi pada permukaan hidung,
faring, dan segmen trakea-bronkus yang banyak percabangannya.
Pengendapan karena gaya tarik bumi
Depo yang terjadi karena pengendapan akibat gaya tarik bumi yang terjadi pada
bagian akhir dari bronkus (dimana laju pengaliran gas tinggal beberapa milimeter
sampai satu atau dua sentimeter tiap detik).
Ut =
g = gaya tarik bumi
d = diameter partikel
= bobot jenis udara
n = kekentalan udara
Jadi, pengendapan partikel berbanding terbali dengan laju pengaliran udara dan
berbanding lurus dengan bobot partikel.
Difusi (Gerak Brown)
Penahanan partikel tersebut berkaitan dengan ukuran saluran napas yang secara
bertahap semakin mengecil, frekuensi pembagian, jumlah dan besarnya sudut
percabangan yang dapat mempengaruhi depo.
Ditinjau dari fisiologik, perubahan irama pernapasan, kapasitas vital, volume
aliran atau adanya halangan bronkus merupakan parameter yang berpengaruh
pada terjadinya depo. Jika peningkatan volume disertai dengan peningkatan
irama pernapasan maka depo akan semakin kecil karena waktu transit
dipersingkat.
2. Faktor fisiko-kimia partikel
a. Ukuran partikel
ukuran partikel merupakan faktor yang sangat penting. Pada
aerosol monodispersi, partikel dengan ukuran 1-5µm dapat
menembus dan mengendap dalam alveoli. Partikel yang lebih
kecil dari 1µm tidak akan mengendap dan keluar saat ekspirasi.
Selain itu digunakan air mineral yang mengandug natrium atau sulfur, minyak atsiri alam,
alkohol yang cepat menguap, propilenglikol.
Untuk memperlambat proses penyerapan, penembusan partikel aerosol melintasi alveoli
dan untuk memperpanjang efek setempat dapat digunakan pelarut senyawa: minyak
tumbuhan, polivinilpirolidon dan asam p-aminobensoat
Sebalik nya untuk mempercepat ditambahkan bahan-bahan: hialuronidase dan surfaktan.
2. Aerosol tak larut atau aerosol serbuk
Bahan obat padat atau serbuk yang diberikan dalam bentuk aerosol. Serbuk harus
dilindungi dari kelembaban dengan penambahan bahan pelindung, sebagai bahan
pengencer yang diameternya mendekati diameter zat aktif sebagai fungsi dari luas
permukaan tapi perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya penyerapan zat aktif oleh
bahan pengencer.
Metode pemberian aerosol tak larut agak khusus, dua teknik pembuatan aerosol serbuk:
Terdiri dari larutan padat zat aktif dalam klorofluoro hidrokarbon dan disebarkan
dengan pemercik khusus, misalnya digunakan untuk mikrokristal isoprenalin dalam
generator aerosol
Serbuk berada dalam suatu gel, sehingga memungkinkan penderita dapat mengirup
partikel halus tanpa kesulitan
3. Bentuk sediaan bertekanan
Walaupun data elektivitas obat yang diberikan lewat jalur napas
belum tercantum di farmakope, namun nyatanya banyak digunakan sediaan
bertekanan yang mengandung zat aktif anti-radang, bronkodilator, vaksin
antibiotika dan lain-lain.
Sejumlah faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi aktivitas sediaan
bertekanan adalah:
Jenis gas pendorong
Tetapan dielektrik
Tekanan dan jumlah gas pendorong
Kekentalan sediaan
Tegangan permukaan
Bobot jenis campuran yang disemprotkan
Pelarut yang digunakan untuk larutan atau suspensi zat aktif
Keadaan zat aktif dalam campuran
Ukuran partikel zat aktif
Derajat hidratasi kristal zat aktif
Surfaktan dalam campuran
Bahan tambahan dalam sediaan
Lama pemakaian
Sediaan aerosol obat umumnya dipancarkan dengan bantuan
katup pembagi yang mengeluarkan suatu volume tertentu
setiap penekanan tombol, volume ini dapat dan harus
ditentukan dengan tepat (merupakan kelebihan dibandingkan
dengan bentuk sediaan lainnya), katup ini menyangga kunci
pemantik yang relatif panjang dan berperan ganda, yaitu
sebagai jerat untuk partikel-partikel besar dan memanasi
kembali sediaan saat kontak dengan mukosa.
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi
pembagian zat aktif dalam larutan atau suspensi yang
mengandung partikel zat aktif yang halus. Pada sediaan
yang mengandung bahan tambahan dalam sediaan akan
meningkatan ukuran partikel secara bertahap dan
mengubah depotnya dalam mukosa.
4. Zat aktif dalam sediaan aerosol.
Pemilihan bahan obat didasarkan atas prinsip berikut ini :
penggunaan bentuk aerosol hanya menguntungkan bila konsentrasi zat aktif saat kontak lebih besar dari konsentrasi setelah
pemberian lewat jalur pemberian lainnya.
zat aktif harus benar-benar beraksi pada permukaan saluran afas.
Oleh sebab itu zat aktif harus memenuhi dua syarat utama yaitu :
pelarutan zat aktif dalam cairan pembawa harus setinggi mungkin
aktivitas terapetik harus tampak pada dosis kecil, dengan kata lain dosis per oral juga kecil.
Zat aktif dengan posologi 24 jam dalam jumlah berbilang gram, bila diberikan dalam bentuk aerosol maka efektivitasnya lebih
rendah dibandingkan bila diberikan lewat oral, karena tidak mungkin untuk menyerbuk halus sejumlah besar bahan obat
hingga mencapai ukuran aktif.
Sebaliknya, obat dengan posologi 24 jam dalam jumlah miligram atau sentigram dapat diberikan dalam bentuk sediaan aerosol.
Dengan cara pemberian aerosol memungkinkan dicapainya konsentrasi pada titik tangkap yang lebih besar dibandingkan
konsentrasi yang dicapai bila obat diberikan melalui cara pemberian lainnya. Untuk bronkodilator, dosis efektif dengan
aerosol adalah 1/200 kali dibandingkan dengan dosis per oral. (isoprenalin) (183).
KESIMPULAN
Dari berbagai pokok bahasan yang telah diungkapkan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
-aerosol obat dicirikan oleh alat yang digunakan, yang selanjutnya menentukan ukuran partikel, tempat
permukaan penembusan obat dan jumlah zat aktif yang dilepaskan.
-harus diketahui atau ditentukan sebaik mungkin aktivitas zat aktif yaitu aksi setempat atau sistemik serta
laju peniadaan zat aktif dari bagian saluran napas yang berbeda agar dapat ditentukan kurva dosis dan
respons.
-Hal yang tidak dapat diabaikan adalah pemberian pendidikan pada penderita, karena pengobatan aerosol
akan berhasil bila digunakan dengan cara yang tepat, irama pernapasan perlahan dengan pernapasan
istirahat yang bersamaan dengan penghirupan obat.
efektivitas aerosol telah dibuktikan berhasil.
efek yang merugikan dari asap dan debu kini dapat dihindari dengan suatu 'pembersihan paru-paru dengan
“terapi semprot", hal ini sekarang menjadi keperluan dan semakin banyak obat baru yang dipasarkan
dalam bentuk aerosol, walau sejumlah peningkatan "curiste" dapat terjadi pada berbagai pengobatan
aerosol hangat.
THANK YOU