Anda di halaman 1dari 58

Ayu Novia K / 1413015002

Hesti Nurlinda / 1613015135


Invita Robayani Safira / 1613015090
Irene Maydy / 1613015162
M. Rahmat Hidayat / 1613015150
AEROSOL
Maulidya / 1613015141
Melinda / 1613015114
Meutia Ridha Saputri / 1613015105
Rendi Eko Saputro / 1613015033
Kelompok
Sonnya Shandrisca / 1613015159 2
Tika Ristiani / 1613015129
Ulfah Nur Fadillah / 1613015111
Zayyin Wardiah / 1613015093
ANATOMI DAN FISIOLOGI
SALURAN NAPAS
ANATOMI
 Daerah Konduksi  Daerah pertukaran
Daerah pertukaran secara anatomis
Daerah ini merupakan berhubungan dengan struktur acinus
seluruh saluran udara dari pulmonalis yang sebagian atau seluruh
strukturnya beraveoli. Daerah pertukaran
trakea sampai bronchiolus tersebut berupa kanal-kanal (BR1, BR2,
terminalis yang berperan BR3 dan kantong alveoler SA). Sesuai
dengan namanya, struktur tersebut
pada transfer gas ke daerah bertugas melaksanakan pertukaran udara
pertukaran. antara alveolus dan pembuluh darah.
FISIOLOGI
DAERAH KONDUKSI
 Hidung

Hidung menjamin proses pelembaban,penyaringan dan penghirupan udara. Bulu dan epitel rambut getar
berfungsi menyaring partikel-partikel yang masuk ke dalam hidung sedangkan mukosa akan menahan partikel-
partikel tersebut melalui tumbukan atau pengendapan sehingga alveolus selalu berada dalam keadaan steril
 Mulut

Merupakan jalur kedua yang digunakan untuk proses penghirupan. Penghirupan melalui mulut
mempunyai efek samping terutama bila udara mengandung pertikel,sebab di mulut tidak ada penyaringan
partikel-partikel baik secara tumbukan atau pengendapan.
 Trakea

Terdiri dari 16 atau 20 cartilago hyalin, yang pada permukaannya terdapat banyak sel kelenjar dan
selanjutnya trakea bercabang dua menjadi bronkus kanan dan kiri.
 Bronkus
bronkus tertutup oleh lapisan epitel yang terdiri dari lapisan mukosa,silia (bulu getar),cairan berair
yang membasahi silia,sel cilia yang dipisahkan oleh sel-sel goblet pada mukosa,sel basal,membran.

 Silia
Sel epitel berperan penting dalam pertahanan saluran napas dan silia tersebut bertugas mengeluarkan
getah bronkus dan cairan alveoler.
 Getah bronkus

Getah bronkus bersifat hiperosmotik,terdiri dari elektrolit yang larut dalam air dengan konsentrasi yang
dinyatakan dalam mm/g. Secara anatomik sumber getah bronkus adalah kelenjar bronkus yang terdapat
pada trakea dan bronkus besar. Pengeluaran getah oleh kelenjar bronkus terjadi bila ada rangsangan vague
akibat refleks akson, dan sel-sel goblet akan mengeluarkan getah bila terjadi iritasi langsung.
Daerah pertukaran
Daerah pertukaran dimulai dari daerah transisi bronchiolus terminalis, dilanjutkan dengan
bronchiolus respiratorius dan kanal alveoli dan kantong alveoli, yang bersama-sama membentuk
satu unit fungsional acinus, kemudian membentuk suatu lobulus.
 Ductuli alveolaris, panjangnya 2-3 mm memiliki suatu celah yang dibatasi oleh lubang alveoli.
 Alveoli pulmonalis merupakan kantong kecil poliedrik berdiameter 0,1-0,3 mm yang bermuara
pada kanal alveoli melalui suatu daerah insersi yang tebal atau bourrelet alveoler
 Dinding alveoli yang memisahkan alveoli dan kapiler pembuluh darah.

Penyerapan zat aktif pada saluran napas bertumpu pada perlintasannya melalui sawar yang
tebalnya 0,2-10 mikrometer, yang terdiri dari :
1. Sel penutup
2. Ayaman kapiler
3. Kerangka
4. Penyelubung alveoler
vaskularisasi
Pada jalan masuk lobule, arteriol paru terbagi
menjadi 2 percabangan bronkus, berperan pada
transpor senyawa untuk menerobos sawar sangat
karena pelarutannya yang sempurna. Waktu-lewat
darah dalam jaringan ini hanya beberapa detik dan
peredaran darah balik terjadi di lobule perifer.
persarafan
Persarafan meliputi :
 Serabut - serabut saraf simpatik dan parasimpatik
menuju otot polos dari pembuluh darah dan
bronkus seperti kelenjar bronkus
 Serabut – serabut saraf aferent, terutama peka pada
permukaan selaput dada dan bronkus.
Kelainan dan kerusakan saluran napas
Beberapa senyawa sintesis atau senyawa metabolit yang
mempengaruhi pernapasan dapat mengganggu anatomi dan
fisiologi paru, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan
aktivitas obat dalam sediaan aerosol.

Contoh obat-obat tersebut yang digunakan dalam pengobatan


mikroba, tuberkulosa, kanker, tumor, penyakit obstruktif, dan
alergi.
Definisi dan sifat sediaan aerosol
Aerosol merupakan dispersi butiran cairan yang sangat halus di dalam udara dan berdiameter
rata-rata 5 mikrometer.

Ditinjau dari sudut sitemnya, aerosol merupakan suatu sistem dispersi yang terdiri dari 2 fase,
yaitu :
 Fase pendispersi (fase penyebar), berupa campuran udara dan gas.
 Fase terdispersi (fase yang tersebar), umumnya berupa larutan dalam air.

Sediaan aerosol harus stabil, partikel - partikel tidak boleh membasahi dinding dan tidak boleh
melarut secara tak beraturan dalam cairan pendukungnya
Stabilitas sediaan aerosol dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :
 Muatan partikel : tiap partikel aerosol memiliki muatan listrik
bertanda sama, dengan demikian pertikel-partikel tersebut
akan salingtolak menolak
 kehalusan partikel : aerosol harus berbentuk kabut halus yang
kering dan memiliki gerak brown.
 Penyebaran ukuran partikel
 Perbandingan bobot jenis gas/cairan
Terdapat dua tipe aerosol,yaitu :
 Aerosol sejati atau aerosol monodispersi, terdiri dari partikel-partikel yang sangat
halus,berdiameter 1 µm, dengan penyebaran ukuran partikel yang merata. Karena
ada gerak Brown maka aerosol jenis monodispersi sangat homogen. Jumlah zat
aktif yang terkandung dalam aerosol tersebut sangat kecil untuk dapat memberikan
efek sistemik setelah penyerapan melalui paru, tetapi karena penyebaran dan
penembusan partikel segera terjadi maka efek pada organ yang bersangkutan segera
terjadi.
 Aerosol polidispersi, terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran yang lebih besar
dan beragam. Aerosol tipe ini lebih kurang stabil karena partikelnya berat dan
karena fenomena koalesen antara partikel-partikel kecil dengan yang besar.
Penembusan dan penahanan partikel ini jumlah pembawa zat aktif sangat
berpengaruh, dan setelah terjadi penyerapan setempat maka obat dapat memberikan
efek sistemik
EVALUASI BIOFARMASETIKA SEDIAAN
AEROSOL
Perjalanan Aerosol di dalam Tubuh

Dengan alat penyemprot, partikel-partikel aerosol alan menempuh


jalur tertentu yang berbeda dnegan jalur perjalanan zat aktif yang
diberikan dengan cara lainnya dan jalur tersebut tergantung cara
pemberian aerosol.

INI NTAR GRAFIK + PENJELASAN


Introduction

INI NTAR GRAFIK + PENJELASAN


What is Earth Day?
Dari skema tersebut maka dapat diringkas bahwa
perjalanan sediaan aerosol terbagi menjadi 4 tahap:
1. Transit atau penghirupan
2. Penangkapan atau depo
3. Penahanan dan pembersihan
4. Penyerapan
Transit dan Penghirupan
Aerosol memulai perjalanan dari alat generator sampai titik
fikasisinya di epitel pernapasan. Tetesan aerosol mula-mula
mencapai cavum bucallis, kemudian menuju trakea, bronkus,
bronkiolus, kanal alveoli dan akhirnya ke alveoli paru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan partikel
adalah ukuran partikel, pernapasan dan laju pengaliran udara,
jenis aliran, kelembaban, suhu dan tekanan.
Ukuran Partikel
Cara Pernapasan dan Laju Pengaliran Udara
Pernapasan normal terjadi antara 12-15 daur per menit dan volume
udara inspirasi dan ekspirasi adalah sekitar 500 mL dengan laju
pengaliran 22-25 liter/menit. Peningkatan laju inspirasi dapat membawa
serta partikel-partikel berukuran besar ke dalam alveoli pulmoner yang
secara normal telah dihentikan dalam saluran napas bagian atas dan hal
itu terjadi akibat perubahan turbulensi arus dan gerak partikel.
Sebaliknya perlambatan ritme napas akan memperbesar waktu tinggal
partikel dan akibatnya terjadi peningkatan retensi aerosol.
Aliran gas: laminer atau turbulen

Pada keadaan aliran laminer, semua cairan turbulensi yaitu dengan melakukan irama pernapasan yang perlahan.
bergerak seperti gerakan piston dalam silinder. Jika cairan Diberi gaya yang cukup untuk melewati saluran
yang penuh dengan kelokan dan rintangan, maka aliran Laminer akan berubah menjadi aliran turbulen, cairan
akan berputar dan arah gerakan molekuler akan selalu berubah.
Suatu turbulensi yang kuat akan memperlambat pengaliran gas baik di bagian dalam maupun di bagian luar
Paru, dengan demikian terjadi penimbunan partikel partikel yang lebih dini di dalam saluran napas bagian atas.
Turbulensi pada percabangan bronkus tidak sama dengan turbulensi dalam saluran napas (dapat berisi mukus,
eksudat, tumor bahan asing). Penembusan aerosol untuk mengurangi keadaan
Kelembaban
Udara di bagian paru yang lebih dalam umumnya mengandung air sejumlah 44
g/m3. Aerosol mengandung kurang dari 44 g/m3. air dan jumlah ini akan bertambah saat
penghirupan dan akan menguap sesampainya di mukosa hingga tercapai
keseimbangan.
Pengaruh perubahan ukuran partikel aerosol pada 20-22 ̊ C dan dengan suatu
kelembaban relatif antara 40-100%. Hasilm penelitian membuktikan bahwa aerosol
dengan partikel yang tidak larut (ex: SiO2) tidak dipengaruhi oleh kelembaban,
sedangkan aerosol dengan partikel yang sedikit larut, diameternya dapat membesar
menjadi 1,35-1,55 kali, dan aerosol yang larut (NaCl) diameternya membesar 3-7 kali.
Suhu
Partikel akan bergerak dari bagian yang lebih panas ke bagian yang dingin.
Gerakan tersebut berbanding lurus dengan perubahan suhu dan diameter
partikel.
Jika aerosol yang dihirup pada suhu lebih rendah dibandingkan suhu
tubuh maka terlebih dulu partikel harus dipanaskan dan dilembabkan oleh
tubuh, dengan akibat makin besarnya ukuran partikel. Sebaliknya, jika suhu
aerosol dihirup pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu tubuh, maka
partikel akan didinginkan dulu dan air yang terkandung akan terkondensasi
pada permukaan epitel.
Tekanan
Sediaan aerosol dibuat sedemikian agar saat
dihirup tidak menyebabkan perubahan tekanan
pada permukaan paru. Sementara itu, terlihat pula
adanya efek setempat tertentu jika gas dihirup
sebelum penguapan total dosis yang diberikan.
Penangkapan atau Depo
Sekali partikel tertahan, maka zat aktif yang terlarut akan
memberikan efek. Pada tahap kedua ini, partikel aerosol akan
ditahan oleh epitel broncho-alveoli. Hanya sebagian partikel yang
diteruskan sedangkan bagian lainnya di tolak.
Mekanisme penahanan:
1. Tumbukan karena kelembaman
2. Pengendapan karena gaya tarik bumi
3. Difusi (gerakan brown).
Tumbukan karena kelembaman
Dikotomi (percabangan dua) yang berturutan dari saluran
napas menyebabkan terjadinya perubahan mendadak arah aliran
udara yang dihirup. Partikel-partikel cenderung mengikuti arah
lintasan semula dan selanjutnya membentur dinding saluran
napas. Tumbukan terutama terjadi pada permukaan hidung,
faring, dan segmen trakea-bronkus yang banyak percabangannya.
Pengendapan karena gaya tarik bumi
   Depo yang terjadi karena pengendapan akibat gaya tarik bumi yang terjadi pada
bagian akhir dari bronkus (dimana laju pengaliran gas tinggal beberapa milimeter
sampai satu atau dua sentimeter tiap detik).
Ut =
g = gaya tarik bumi
d = diameter partikel
= bobot jenis udara
n = kekentalan udara
Jadi, pengendapan partikel berbanding terbali dengan laju pengaliran udara dan
berbanding lurus dengan bobot partikel.
Difusi (Gerak Brown)

Aerosol dapat dipengaruhi oleh Gerak Brown yang


ditimbulkan tumbukan molekul gas dengan partikel yang
tersuspensi dalam udara. Gerakan ini akan mendorong partikel
unutk melintasi aliran gas dan hal itu akan memperbesar
deponya.
Laju penahanan atau depo karena difusi yang disebabkan oleh
gerak brown umumnya sebanding dengan jumlah partikel yang
tersuspensi dalam udara, luas permukaan, muatan ion, perubahan
suhu dan waktu istirahat antara gerakan-gerakan pernapasan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penahanan
partikel
1. Anatomi dan fisiologi saluran napas

Penahanan partikel tersebut berkaitan dengan ukuran saluran napas yang secara
bertahap semakin mengecil, frekuensi pembagian, jumlah dan besarnya sudut
percabangan yang dapat mempengaruhi depo.
Ditinjau dari fisiologik, perubahan irama pernapasan, kapasitas vital, volume
aliran atau adanya halangan bronkus merupakan parameter yang berpengaruh
pada terjadinya depo. Jika peningkatan volume disertai dengan peningkatan
irama pernapasan maka depo akan semakin kecil karena waktu transit
dipersingkat.
2. Faktor fisiko-kimia partikel
a. Ukuran partikel
ukuran partikel merupakan faktor yang sangat penting. Pada
aerosol monodispersi, partikel dengan ukuran 1-5µm dapat
menembus dan mengendap dalam alveoli. Partikel yang lebih
kecil dari 1µm tidak akan mengendap dan keluar saat ekspirasi.

ini grafik jangan lupha yeah


b. Muatan partikel
Partikel-partikel kecil yang tidak bermuatan jarang
mengendap dipermukaan hidung dan pharynx, namun
bila partikel tersebut bermuatan akan akan menyebabkan
depo pada lubang hidung dan hidung.
Depo ini disebabkan oleh penolakan muatan listrik
dari partikel berdiameter 0,7µm.
 c. Bobot jenis partikel
Stabilitas sediaan aerosol berkaitan erat dengan pengaruh
bobot jenis terhadap laju pengendapan. Morrow membuktikan
bahwa suatu partikel dengan diameter 0,5µm dan bobot jenis 10
g/cm³ memiliki laju pengendaoan yang sama dengan laju
pengendapan partikel berdiameter 2µm dan bobot jenis 1 g/cm³.
Aerosol untuk pengobatan umumnya memiliki bobot jenis 2-
3 g/cm³.
d. Bobot jenis gas pendorong
semakin tinggi bobot jenisnya maka semakin
nyata pengaruh “pembawa” gas terhadap partikel
yang tersuspensi
3. Penanganan dan pembersihan
Setelah pengkapan zat aktif yang dihirup dari aerosol maka
partikel akan tertahan dipermukaan tempat depo. Aktivitas
partikel aerosol ditentukan oleh laju pelarutan dan difusi
melintasi selaput mukosa.
Mekanisme pembersihan berbeda tergantung pada sistem
aerosol yaitu aerosol yang larut dalam air atau cairan biologis
serta aerosol yang tidak tidak larut dalam cairan biologis.
4. Penyerapan
Bahan yang dihirup dalam bentuk aerosol akan terikat dalam saluran nafas
dan selanjutnya diserap oleh mukosa saluran. Jadi untuk bahan dalam jumblah
yang sangat besar, kadarnya didalam darah dan air kemih perlu ditentukan.
a. Penyerapan di hidung
Luas permukaan dihidung adalah 80 cm². aerosol yang diberikan melalui
hidung sebagian ditahan oleh bulu-bulu hidung dan mukosa permukaan. Zat
aktif dapat diserap harut terlarut dan berdifusi dengan cepat melintasi selaput
mukosa.
b. Penyerapan dimulut
Luas permukaan penyerapan pada bagian dalam mulut dan
pharyxn adalah sekitar 75 cm². penyerapan zat aktif terjadi
dengan berdifusi dalam bentuk tak terionkan, misalnya
nitrogliserin, testosteron,desoksi-kortikosteron, isoproterenol
dan alkaloid dapat diserap dengan baik. Barbiturat, protein
bermolekul besar(insulin) dan heparin sedikit sekali diserap.
c. Penyerapan ditrakea
air maupun larutan garam(saline) tidak dapat diserap pada daerah trakea.
Beberapa bahan laryt lemak seperti barbital, tiopental, stirknin, dan kurare.
d. Penyerapan dibronkus
pada permukaan bronkus banyak terdapat oto polos yang sangat peka terhadap
beberapa senyawa iritan, sehingga dapat menyebabkan aktivitas lokal bronkodilator.
Saat pemberian senyawa vasodilator, bronkus akan mengalami dilatasi sehingga
efek sistemik dapat dihindari
Sistem bronkus paru memiliki 2 tipe reseptor andregenik yaitu reseptor α yang
terdapat dipembuluh darah bronkus dan reseptor β yang terdapat dalam oto bronkus.
e. Penyerapan Alveoler
Merupakan suatu tempat penyerapan yang sangat istimewa
karna permukaannya yang luas dan letaknya sangat dekat
dengan jaringan kapiler.
Penyerapannya dipengaruhi oleh senyawa terlarut yaitu
komponennya dapat berupa ion atau molekul dengan ukuran
tertentu dan bahan yang dihirup dapat terikat pada komponen
surfaktan alveoli & Partikel larut serta partikel tak larut
Hipotesa partikel hipotesa tentang pertikel interstitiel yang
mekanismenya berkaitan dengan 3 hal yang masih dapat
berubah :
1. Proses elaborasi, komposisi dan peremajaan surfaktan
2. Keadaan peremajaan sel epitel alveoli
3. Sitogenesis komponen
PENYERAPAN DI SALURAN CERNA
Partikel yang berhenti di permukaan hidung atau mulut akan menembus kedalam
saluran cerna setelah penelanan pertama atau penelanan kedua pada tahan epurasi paru.
Sulit di perkirakan jumlah total yang diserap melalui saluran cerna setelah pemakaina
aerosol, dan sulit meniadakan kemungkinan adanya penyerapan melalui saluran cerna.
Tergantung pada tempat penyerapan diameter partikel aerosol sangat berperan pada proses
penyerapan tersebut.
Untuk memberikan aktivitas pengobatan yang sama,dosis zat aktif dalam aerosol kecil
dibandingkan dosis dalam bentuk sediaan lainnya. Perbedaan ini sangat jelas pada aerosol
murni .
Aerosol murni dengan partikel berukuran mikrometer,memberikan aksi pada
permukaan paru yang lebih dalam. Aerosol polidispersi dapat menyebabkan aksi setempat
dan aksi sistemik pada tubuh.
EVALUASI KETERSEDIAAN HAYATI
Pada aerosol dengan efek sistemik adalah mungkin untuk memprakirakan aktivitas farmakologik atau
terapetik atau menentukan kadar obat dalam darah dan membandingkannya dengan kadar yang di dapat dari
cara pemberian intravena atau jika mungkin cara pemberian lainnya.
Terapi aerosol pada efek setempat , ukuran partikel sangat mempengaruhi kerja obat pada permukaan
alveoli atau broncchiolus terminalis
Studi ketersediaan hayati relatif dengan membandingkan berbagai formulasi yang berbeda untuk
memilih formula yang lebih aktif secara setempat,efeknya lebih lama,lebih spesifik,lebih cepat,sebagai fungsi
dari ukuran partikel yang harus sehomogen mungkin.
Sebelum melakukan penilaian tentang ketersedaiaan hayati,sediaan aerosol perlu diketahui beberapa
parameter zat aktif,yaitu :
1. Stabilitas fisiko kimia dan stabilitas terapetik dari partikel aerosol yang halus
2. Daerah depo dan perannya untuk menghasilkan efek terapetik yang sesuai dan terukur
3. Laju penerapan metabolisme dan atau pembersihan untuk menghindar efek sekunder
4. Pengaruh bahan tambahan sediaan dalam sedaan terhadap partikel
 Subyek hewan
Pada penelitian yang menggunakan subyek hewan harus hati-hati dalam menarik kesimpulan dan menghubungkannya
dengan manusia karena perbedaan anatomi fisiologi antara dua spesies,walaupun bebersps peneliti menunjukksn adanya
persamaan kurva depo antara hewan pengerat kecil dan manusia. Sebagai contoh adalah pengukuran sifat reologi lapisan
normal yang hampir tidak dapat dilaksanakan karena pada kenyataannya tidak mungkin mengambil sejumlah cuplikan yang
cukup untuk pengukuran. Sebaliknya pada penderita bronkitis kronis,lapisan mukosa sangat tebal sehingga menghambat
gerakan silia dan cuplikan mukosa dapat diambil untuk selanjutnya diteliti. Hal ini selalu dilakukan pada penelitian
ketersediaan hayati.
 Subyek manusia
Berbagai masalah timbul pada penelitian dengan subyek manusia yang berkaitan dengan penentuan aktivitas setempat
atau sistemik zat aktif dalam sediaan aerosol . Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
 Jumlah aerosol yang di hirup
 Jumlah zat aktif yang terikat dan atau terserap
Penentuan jumlah aerosol yang terikat dan atau terserp dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
 Pengukuran konsentrasi zat aktif dalam aerosol juga konsentrasi yang terdapat dalam udara ekspirasi serta yang tertahan
dalam tubuh penderita
 Studi radiologi pencacahan zat aktif yang kedap cahaya atau yang berlabel
 Evaluasi kada obat dalam darah atau efek farmakologi
 Evaluasi perubahan sifat alir getah bonkus secara insitu atau lendir
untuk menafsirkan setiap hasil penelitian yang berkaitan dengan
farmakokinetik digunakan beberapa model saluran napas yang dapat
menggambarkan depo, pembersihan dan model yang khusus digunakan untuk
bahan toksik (pencemar) atau bahan radioaktif. Yang lebih sederhana adalah model
satu kompartemen yang mengabaikan adanya partikel dalam saluran dan partikel
yang tertinggal pada saluran napas, tergantung pada jenis aerosol yang dibersihkan.
Bila diperlukan dapat dibuat model saluran napas dengan mempertimbangkan pengaruh ukuran
partikel terhadap nasib aerosol dalam tubuh. Di antara model-model tersebut yang paling terkenal adalah
model dari TASK GROUP dan LUNG DYNAMICS. Partikel aerosol yang tertimbun merupakan fungsi
dari diameter aerodinamik dari bobot rerata (DMM)
Saluran napas dibagi menjadi 3 kompartemen yaitu :
 Kompartemen nasopharynx (NP)
 Kompartemen percabangan trakea-bronkus (TB) yang keduanya mempunyai ruang-rugi
 Kompartemen paru (bronkiolus, kanal alveoli dan alveoli). Masing-masing memiliki laju pembersihan
tertentu
Model skematik saluran napas tertera pada gambar dibawah ini
Baru-baru ini Laros dkk mengungkapkan dua metode baru untuk menyatakan perjalanan senyawa yang dihirup dan
didasarkan atas anatomi dan fisiologi yaitu :
1. MAMILUM atau model paru makromigrasi yang menghubungkan saluran napas dengan saluran tubuh lainnya.
2. MIMILUM atau model paru mikromigrasi yang merupakan saluran penting bagi lewatnya zat aktif sampai ke dinding
saluran dimana ia akan tersimpan dan menuju reseptor
MAMILUM tersebut digambarkan pada gambar dibawah ini :
 MIMILUM menjelaskan perlintasan melalui dinding saluran napas pada berbagai daerah yang
berbeda seperti halnya mekanisme pada daerah membran (pelarutan, penghancuran partikel)
demikian pula misalnya intervensi makrofag alveoler
Proses Evaluasi Biofarmasetik
Evaluasi ketersediaan hayati aerosol pada manusia
mempunyai beberapa kesulitan yang berkaitan
dengan:
 Pemilihan subjek percobaan (sakit/sehat),
 Efek partikel aerosol (sistemik atau setempat),
 Pembuatan partikel yang homogen diameternya
Proses selanjutnya yang lebih penting adalah
menyatakan efektifitas pengobatan aerosol
Tahap pertama adalah pemilihan Tahap kedua adalah pemilihan alat
bagian saluran napas yang akan untuk pembuatan sediaan aerosol
dicapai oleh zat aktif untuk sedemikian hingga diperoleh
memberikan aksi setempat atau diameter partikel yang diinginkan.
untuk dan selanjutnya Selain itudipertimbangkan resiko
menghasilkan efek sistemik. hidratasi partikel yang higroskopis
Pemilihan tersebut tergantung pada: dan depo prematur. Dilengkapi
 Sifat pengobatan dari zat aktif, dengan cara pemberian karena harus
 Diameter partikel aerosol
dihindari terjadinya depo yang tidak
dikehendaki dalam saluran napas.
Tahap ketiga adalah Tahap keempat adalah
penelitian in vivo pada evaluasi pada subjek
hewan (anjing misalnya) manusia. Keadaa pemberian
untuk meramalkan dan penghirupan partikel
toksisitas dan reaksi yang harus tepat. Ritme
samping yang mungkin pernapasan juga harus
terjadi setelah pemberian ditentukan sebagai fungsi
zat aktif dalam aerosol. dari aksi yang diharapkan
Ketersediaan hayati absolut dari zat aktif harus dievaluasi
setelah pemberian intravena baik dengan pemberian
sekaligus atau tetes per tetes. Jika sukar dilaksanakan maka
evaluasi dilakuka setelah pemberian per oral/lingual dan
evaluasi kadar obat dalam darah atau efek farmakologinya.
Tahap akhir ini diikuti dengan studi etercampuran-obat dan
stabilitas zat aktif dalam bentuk terpilih.
Pengaruh formulasi terhadap ketersediaan
hayati aerosol
1. Larutan
Pelarut yang sering digunakan dalam sediaan aerosol:
 Air suling steril, didapar atau tidak
 Larutan NaCl isotonik atau larutan glukose isotonik

Selain itu digunakan air mineral yang mengandug natrium atau sulfur, minyak atsiri alam,
alkohol yang cepat menguap, propilenglikol.
Untuk memperlambat proses penyerapan, penembusan partikel aerosol melintasi alveoli
dan untuk memperpanjang efek setempat dapat digunakan pelarut senyawa: minyak
tumbuhan, polivinilpirolidon dan asam p-aminobensoat
Sebalik nya untuk mempercepat ditambahkan bahan-bahan: hialuronidase dan surfaktan.
2. Aerosol tak larut atau aerosol serbuk
Bahan obat padat atau serbuk yang diberikan dalam bentuk aerosol. Serbuk harus
dilindungi dari kelembaban dengan penambahan bahan pelindung, sebagai bahan
pengencer yang diameternya mendekati diameter zat aktif sebagai fungsi dari luas
permukaan tapi perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya penyerapan zat aktif oleh
bahan pengencer.
Metode pemberian aerosol tak larut agak khusus, dua teknik pembuatan aerosol serbuk:
 Terdiri dari larutan padat zat aktif dalam klorofluoro hidrokarbon dan disebarkan
dengan pemercik khusus, misalnya digunakan untuk mikrokristal isoprenalin dalam
generator aerosol
 Serbuk berada dalam suatu gel, sehingga memungkinkan penderita dapat mengirup
partikel halus tanpa kesulitan
3. Bentuk sediaan bertekanan
Walaupun data elektivitas obat yang diberikan lewat jalur napas
belum tercantum di farmakope, namun nyatanya banyak digunakan sediaan
bertekanan yang mengandung zat aktif anti-radang, bronkodilator, vaksin
antibiotika dan lain-lain.
Sejumlah faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi aktivitas sediaan
bertekanan adalah:
 Jenis gas pendorong
 Tetapan dielektrik
 Tekanan dan jumlah gas pendorong
 Kekentalan sediaan
 Tegangan permukaan
 Bobot jenis campuran yang disemprotkan
 Pelarut yang digunakan untuk larutan atau suspensi zat aktif
 Keadaan zat aktif dalam campuran
 Ukuran partikel zat aktif
 Derajat hidratasi kristal zat aktif
 Surfaktan dalam campuran
 Bahan tambahan dalam sediaan
 Lama pemakaian
Sediaan aerosol obat umumnya dipancarkan dengan bantuan
katup pembagi yang mengeluarkan suatu volume tertentu
setiap penekanan tombol, volume ini dapat dan harus
ditentukan dengan tepat (merupakan kelebihan dibandingkan
dengan bentuk sediaan lainnya), katup ini menyangga kunci
pemantik yang relatif panjang dan berperan ganda, yaitu
sebagai jerat untuk partikel-partikel besar dan memanasi
kembali sediaan saat kontak dengan mukosa.
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi
pembagian zat aktif dalam larutan atau suspensi yang
mengandung partikel zat aktif yang halus. Pada sediaan
yang mengandung bahan tambahan dalam sediaan akan
meningkatan ukuran partikel secara bertahap dan
mengubah depotnya dalam mukosa.
4. Zat aktif dalam sediaan aerosol.
 Pemilihan bahan obat didasarkan atas prinsip berikut ini :
 penggunaan bentuk aerosol hanya menguntungkan bila konsentrasi zat aktif saat kontak lebih besar dari konsentrasi setelah
pemberian lewat jalur pemberian lainnya.
 zat aktif harus benar-benar beraksi pada permukaan saluran afas.

Oleh sebab itu zat aktif harus memenuhi dua syarat utama yaitu :
 pelarutan zat aktif dalam cairan pembawa harus setinggi mungkin
 aktivitas terapetik harus tampak pada dosis kecil, dengan kata lain dosis per oral juga kecil.

 
Zat aktif dengan posologi 24 jam dalam jumlah berbilang gram, bila diberikan dalam bentuk aerosol maka efektivitasnya lebih
rendah dibandingkan bila diberikan lewat oral, karena tidak mungkin untuk menyerbuk halus sejumlah besar bahan obat
hingga mencapai ukuran aktif.  
Sebaliknya, obat dengan posologi 24 jam dalam jumlah miligram atau sentigram dapat diberikan dalam bentuk sediaan aerosol.
Dengan cara pemberian aerosol memungkinkan dicapainya konsentrasi pada titik tangkap yang lebih besar dibandingkan
konsentrasi yang dicapai bila obat diberikan melalui cara pemberian lainnya. Untuk bronkodilator, dosis efektif dengan
aerosol adalah 1/200 kali dibandingkan dengan dosis per oral. (isoprenalin) (183).
KESIMPULAN
Dari berbagai pokok bahasan yang telah diungkapkan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :  
 -aerosol obat dicirikan oleh alat yang digunakan, yang selanjutnya menentukan ukuran partikel, tempat
permukaan penembusan obat dan jumlah zat aktif yang dilepaskan.  
 -harus diketahui atau ditentukan sebaik mungkin aktivitas zat aktif yaitu aksi setempat atau sistemik serta
laju peniadaan zat aktif dari bagian saluran napas yang berbeda agar dapat ditentukan kurva dosis dan
respons.
 -Hal yang tidak dapat diabaikan adalah pemberian pendidikan pada penderita, karena pengobatan aerosol
akan berhasil bila digunakan dengan cara yang tepat, irama pernapasan perlahan dengan pernapasan
istirahat yang bersamaan dengan penghirupan obat.
efektivitas aerosol telah dibuktikan berhasil.  
efek yang merugikan dari asap dan debu kini dapat dihindari dengan suatu 'pembersihan paru-paru dengan
“terapi semprot", hal ini sekarang menjadi keperluan dan semakin banyak obat baru yang dipasarkan
dalam bentuk aerosol, walau sejumlah peningkatan "curiste" dapat terjadi pada berbagai pengobatan
aerosol hangat.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai