Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH SERTIFIKASI

PRODUK FARMASI

RESERTIFIKASI PRODUK HALAL

Disusun Oleh :

Hesti Nurlinda / 1613015135

Invita Robayani Safira / 1613015090

Irene Maydy / 1613015162

Kurnya / 1613015078

Maulidya / 1613015141

Meutia Ridha Saputri / 1613015105

Melinda / 1613015114

Selvy Jumiatul Astati / 1613015066

Sonnya Shandrisca / 1613015159

Tika Ristiani / 1613015129

Ulfah Nur Fadillah / 1613015111

Zayyin Wardiah / 1613015093

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
makalah tentang dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah sertifikat produk farmasi pada Program Studi Farmasi Universitas
Mulawarman Samarinda. Makalah ini disusun berdasarkan literatur yang terpercaya dan diakui.
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan Bahasa Indonesia yang sederhana, singkat,
padat dan jelas. Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat baik kepada penulis
maupun pembaca. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
menerima kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat baik kepada penyusun maupun kepada pembaca makalah ini.

Penyusun

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kehalalan produk merupakan aspek yang penting bagi umat Islam. Hal ini dikarenakan
konsumsi produk halal sangat erat kaitannya dengan kepatuhan seorang muslim kepada Allah
SWT. Allah SWT berfirman:
"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata
bagimu” (Q.S.Al-Baqarah 2: 168). Menurut Shabuni (2008), ayat tersebut berisi bahwa
semua manusia diperintahkan mengonsumsi produk yang Allah halalkan bagi mereka. Oleh
karena itu, ajaran Islam menaruh perhatian yang sangat tinggi dalam menentukan halal dan
haram suatu produk.
Produk halal merupakan produk yang dikonsumsi oleh bagian dalam tubuh seperti makanan,
minuman, obat-obatan, dan juga sesuatu yang digunakan bagian luar seperti kosmetik.
Produk halal tidak diperbolehkan mengandung bahan dan zat haram serta terbebas dari najis.
Kehalalan suatu produk berawal dari proses produksinya, karena produksi adalah awal dari
aktivitas ekonomi. Tanpa adanya produksi tidak akan ada aktivitas konsumsi, distribusi, dan
juga perdagangan (Iqbal 2016). Hal ini berarti termasuk tanggung jawab seorang produsen
untuk memproduksi produk yang sesuai dengan standar halal.
Setiap produsen diperintahkan mencantumkan bahan yang terkandung dalam produknya. Hal
ini sejalan dengan hak-hak konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) Pasal 4 yang diantaranya adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang atau jasa, terutama
agar tidak menimbulkan keraguan dan kekhawatiran dalam mengonsumsi produk yang sesuai
dengan keyakinannya. Termasuk untuk mencantumkan keterangan halal pada kemasan
adalah salah satu yang harus dicantumkan agar tidak menimbulkan keraguan konsumen
terkait kehalalan suatu produk.
Peraturan mengenai adanya keterangan halal dalam produk di Indonesia, dapat dilihat dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH). UU ini
telah mengatur secara jelas bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di
wilayah Indonesia wajib bersertifikasi halal pada tahun 2019. Pada dasarnya, jika produk
yang dijual tersebut adalah halal, maka wajib bersertifikat halal. Pelaku usaha yang telah
memperoleh sertifikat halal wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk, dibagian
tertentu dari produk, dan tempat tertentu pada produk.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengenalkan, menyebarluaskan informasi mengenai
jaminan produk halal, dan membantu dalam proses sertifikat halal tersebut adalah dengan
memberikan program sertifikasi halal gratis kepada para pelaku UMKM. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan jumlah produk halal di Indonesia, dan akan menjadi peluang pasar
Indonesia untuk mengambil potensi pasar halal dunia, mengingat potensi pasar halal dunia
sangat besar.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Halal dan Sertifikasi Halal


Halal artinya adalah diperbolehkan, sebaliknya haram adalah yang tidak
diperbolehkan dalam Islam, sedangkan haram adalah kebalikannya dari halal. Kaitannya
dengan hukum Islam dalam hal makanan dan minuman adalah, halal berarti boleh
diminum dan dimakan, serta makanan dan minuman yang haram berarti tidak boleh
diminum atau dimakan (Qardawi 2000). Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan
tentang makanan halal dan haram. Salah satunya yaitu surat Al-Baqarah ayat 173 yang
artinya:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang” (QS. Al- Baqarah:173)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa produk yang diharamkan pada pokoknya ada 4 kategori
sebagai berikut:
1. Bangkai, berarti binatang yang mati tanpa disembelih sesuai ketentuan Islam dan
dengan cara mati sendiri tanpa sebab campur tangan manusia. Namun ada 2
bangkai yang menjadi pengecualian yaitu bangkai ikan dan belalang.
2. Darah, sering pula diistilahkan dengan darah yang mengalir, meskipun darah
diharamkan ada pengecualian bagi darah yang menempel pada hewan yang
disembelih dengan nama Allah dan darah itu menempel pada daging atau kulit
hewan tersebut.
3. Daging Babi, ulama sepakat menyatakan bahwa semua bagian babi yang dapat
dimakan adalah haram, sehingga baik dagingnya, lemaknya, tulangnya, termasuk
produk-produk yang mengandung bahan tersebut, atau semua bahan yang dibuat
dengan menggunakan bahan-bahan tersebut sebagai salah satu bahan bakunya.
Alasan lain yang mungkin menjadi dasar diharamkannya babi adalah karena DNA
babi hampir sama dengan DNA manusia.
4. Binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Menurut Hamka
(1984), ini berarti juga binatang yang disembelih untuk yang selain Allah (dalam
arti semua makanan dan minuman yang ditujukan untuk sesajen). Semua bagian
bahan yang dapat dimakan dan produk turunan dari bahan ini juga haram seperti
yang berlaku pada babi.
Proses pembuatan suatu makanan, tidak bisa lepas dari pemilihan bahan makanan
dan penggunaan bahan-bahan makanan tambahan, apalagi dalam produk kemasan yang
hanya dapat dilihat dari keterangan komposisinya. Produsen wajib mencantumkan
komposisi produknya tersebut. Keterangan selain komposisi adalah keterangan halal atau
label halal. Indonesia dengan jumlah mayoritas masyarakatnya adalah Islam mewajibkan
pelaku usaha memiliki sertifikat halal.
Sertifikasi dan labelisasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan terhadap konsumen serta meningkatkan daya saing produk dalam negeri
dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional (Karim 2013). Sertifikat halal adalah
fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI melalui keputusan sidang komisi fatwa yang
menyatakan kehalalan suatu produk berdasarkan proses audit yang dilakukan LPPOM
MUI. Sebelum mendapatkan sertifikat halal suatu usaha atau perusahaan harus
melakukan sertifikasi halal terlebih dahulu. Menurut Iranita (2012), sertifikasi halal
didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui
apakah suatu barang yang diproduksi oleh perusahaan telah memenuhi ketentuan halal
atau tidak. Sebelum dapat mengajukan sertifikasi halal sebuah perusahaan atau usaha
harus dapat menerapkan sistem jaminan halal pada proses produksi produknya. Sitem
Jaminan Halal (SJH) adalah sistem manajemen terintegrasi yang disusun, diterapkan dan
dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumberdaya manusia dan
prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produksi halal. Hal ini sesuai
dengan persyaratan LPPOM MUI terkait penerapan sistem jaminan halal terhadap para
produsen yang akan mengajukan dan yang telah memperoleh sertifikat halal. LPPOM
adalah singkatan dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetika. LPPOM
adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh MUI dengan tugas mengaudit perusahaan yang
akan mendapatkan sertifikat halal. Sertifikat halal ini sebelum wajib halal tahun 2019
belaku selama dua tahun dan harus diperpanjang atau diresertifikasi jika masa berlakunya
habis.
2.2 Prosedur Sertifikasi Halal
a. Tata Cara Pemeriksaan (Audit) Pemeriksaan (audit) produk halal mencakup:
1. Manajemen produsen dalam menjamin kehalalan produk (Sistem Jaminan Halal).
2. Pemeriksaan dokumen-dokumen spesifikasi yang menjelaskan asal-usul bahan,
komposisi dan proses pembuatannya dan/atau sertifikat halal pendukungnya,
dokumen pengadaan dan penyimpanan bahan, formula produksi serta dokumen
pelaksanaan produksi halal secara keseluruhan.
3. Observasi lapangan yang mencakup proses produksi secara keseluruhan mulai
dari penerimaan bahan, produksi, pengemasan dan penggudangan serta penyajian
untuk restoran/catering/outlet.
4. Keabsahan dokumen dan kesesuaian secara fisik untuk setiap bahan harus
terpenuhi.
5. Pengambilan contoh dilakukan untuk bahan yang dinilai perlu.
b. Masa Berlaku Sertifikat Halal
Sertifikat Halal hanya berlaku selama 2 (dua) tahun, sedangkan untuk daging
yang diekspor Surat Keterangan Halal diberikan untuk setiap pengapalan.
c. Prosedur Perpanjangan Sertifikat Halal
1. Produsen harus mendaftar kembali dan mengisi formulir yang disediakan.
2. Pengisian borang disesuaikan dengan perkembangan terakhir produk.
3. Produsen berkewajiban melengkapi kembali daftar bahan baku, matrik produk
versus bahan serta spesifikasi, sertifikat halal dan bagan alir proses terbaru.
4. Prosedur pemeriksaan dilakukan seperti pada pendaftaran produk baru.
5. Perusahaan harus sudah mempunyai manual Sistem Jaminan Halal sesuai dengan
ketentuan prosedur sertifikasi halal di atas.
Gambar 1.1 Skema resertifikasi halal
DAFTAR PUSTAKA

Fajriani, Aini Nur. 2018. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sertifikasi Halal dan Dampak
Sertifikat Halal Terhadap Profit UMKM. Bogor : ITB.

MUI. 2016. Prosedur Sertifikasi Halal.Jawa Timur : LPPOM MUI.

Anda mungkin juga menyukai