(GMP)
Oleh :
11161163
3 fa4
A. LATAR BELAKANG
Halal adalah sebuah konsep aturan prinsip agama Islam, yang digunakan untuk
menyatakan bahwa sesuatu hal diijinkan atau dilarang untuk dikonsumsi oleh Muslim dengan
dasar dari Al-Qur’an, hadist, atau ijtihad (kesepakatan ulama) (Salehudin, 2010). Konsep halal
diberikan apresiasi yang tinggi karena produk halal dianggap sebagai produk yang lebih sehat,
lebih bersih, dan lebih lezat (Burgmann, 2007). Konsep halal ini tidak hanya populer di antara
Muslim, tetapi juga di masyarakat dunia secara umum dan mulai diterapkan pada berbagai jenis
produk seperti pada makanan, minuman, obat-obatan, toiletries, kosmetika, dan bahkan pada
penerapan ilmu keuangan (Lada dkk., 2009).
Perintah untuk menggunakan hanya yang halal dan tidak menyentuh barang yang haram
bagi umat Muslim telah tertuang jelas dalam kitab suci AlQur’an. Allah SWT berfirman, “Wahai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.” (Al-Qur’anul Karim, Al-Baqarah, 2:168). Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasululloh
SAW, “Perkara yang halal itu jelas dan yang haram 2 itu jelas, sedangkan diantara keduanya
terdapat perkara-perkara yang tersamar (meragukan) dan banyak orang tidak mengetahuinya.
Maka siapa yang menghindari perkara-perkara yang meragukan, iapun telah membersihkan
kehormatan dan agamanya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara-perkara yang meragukan,
iapun bisa terjerumus dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang menggembala di
sekitar tempat terlarang dan nyaris terjerumus di dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Thayyarah (2013) mengemukakan bahwa terdapat lebih banyak lagi ayat dalam Al-Qur’an
yang berisi larangan memakan bahan makanan tertentu, yang secara luas diterapkan dalam
konsumsi makanan, minuman, obat-obatan, maupun kosmetika
. Halal dan baik merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam pangan yang
dikonsumsi, dimana halal merupakan pemenuhan dari segi syariah dan sedangkan baik dari segi
mutu, kesehatan, gizi, dan organoleptik. Untuk menyediakan makanan yang baik, berbagai sistem
dan peraturan telah distandarkan dan diimplementasikan, seperti GMP (Good Manufacturing
Practices), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), ISO 9001 (Sistem Jaminan Mutu),
ISO 22000 (Sistem Jaminan Keamanan Pangan), serta sanitasi dan higiene. Sedangkan yang
menyangkut sistem kehalalan, perkembangannya baru beberapa tahun terakhir ini. Mengkonsumsi
pangan haram akan memberikan banyak dampak yang tidak baik bukan hanya menimbulkan
penyakit secara fisik melainkan juga penyakit secara mental/spiritual.
Imam Al-Gazali juga mengungkapkan bahwa memakan harta/sesuatu yang haram dapat
menggelapkan hati. Hal ini karena makanan yang haram atau yang syubhat itu akan mengeraskan
dan menggelapkan hati, mengekang seluruh anggota badan dari berbuat yang baik dan beribadat,
dan senantiasa menjadikannya cinta kepada dunia. (Al-Gazali 2002, 28)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latak belakang diatas, maka hal yang akan dibahas adalah :
1.Bagaimana mekanisme sertifikasi halal kedepan, utamanya setelah terbentuk BPJH ?
2. Apakah LPPOM MUI masih tetap eksis ?
3. Bagaimana sertifikasi sediaan farmasi ?
C. TUJUAN PENELITIAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sertifikasi halal merupakan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat islam. Didalamnya tertulis fatwa MUI yang
menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat islam dan menjadi syarat
pencantuman labeb halal dalam setiap produk pangan,obat-obatan dan kosmetika. Tujuan
pelaksanaan sertifikat halal pada produk pangan termasuk produk farmasi seperti obat-
obatan dan kosmetika (LPPOM) MUI sebagai lembaga otonom bentukan MUI yang
bertugas untuk meneliti,mengkaji,menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk
baikm pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman dikonsumsi baik
dari segi kesehatan dan dari sisi agama slam yakni halal atau baik dikonsumsi umat
muslim khusunya di wilayah Indonesia,selain itu juga memberikan rekomendasi,
merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat.
Sertifikat halal dapat digunakan untuk pembuatan label baik produk yang bersangkutan
dengan mengikuti prosedur Departemen kesehatan. Selain itu, yang harys diperhatikan
pada sertifikasi halal yang telah diberikan adalah :
Sertifikat halal yang sudah berakhir masa berklakunya termasuk fotokopinya
tidak boleh digunakan kembali atau dipasang untuk maksud-maksud tertentu.
Jika sertifikat hilang,pemegang harus segera melaporkannya ke LPPOM-MUI.
2) Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Didirikan oleh Universitas, Yayasan/ Perkumpulan Islam
Pembentukan LPPOM MUI didasarkan atas mandat dari Pemerintah/negara agar Majelis Ulama
Indonesia (MUI) berperan aktif dalam meredakan kasus lemak babi di Indonesia pada tahun
1988. LPPOM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 untuk melakukan pemeriksaan dan
sertifikasi halal.
Untuk memperkuat posisi LPPOM MUI menjalankan fungsi sertifikasi halal, maka pada tahun
1996 ditandatangani Nota Kesepakatan Kerjasama antara Departemen Agama, Departemen
Kesehatan dan MUI.
Nota kesepakatan tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Keputusan Menteri Agama
(KMA) 518 Tahun 2001 dan KMA 519 Tahun 2001, yang menguatkan MUI sebagai lembaga
sertifikasi halal serta melakukan pemeriksaan/audit, penetapan fatwa, dan menerbitkan sertifikat
halal.
Dalam proses dan pelaksanaan sertifikasi halal, LPPOM MUI melakukan kerjasama dengan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM), Kementerian Agama, Kementerian
Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif serta sejumlah perguruan Perguruan Tinggi di Indonesia antara lain Institut Pertanian
Bogor (IPB), Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka, Universitas Djuanda, UIN, Univeristas
Wahid Hasyim Semarang, serta Universitas Muslimin Indonesia Makasar.
Sedangkan kerjsama dengan lembaga telah terjalin dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN),
Kadin Indonesia Komite Timur Tengah, GS1 Indonesia, dan Research in Motion (Blackberry).
Khusus dengan Badan POM, sertifikat halal MUI merupakan persyaratan dalam pencantuman
label halal pada kemasan untuk produk yang beredar di Indonesia.
Kini, dalam usianya yang ke-29 tahun, LPPOM MUI menjadi Lembaga Sertifikasi Halal Pertama
dan Terpercaya di Indonesia serta semakin menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga
sertifikasi halal yang kredibel, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pada Tahun 2017
dan 2018 LPPOM MUI memperoleh Sertifikat Akreditasi SNI ISO / IEC 17025 : 2008 untuk
Laboratorium Halal dan SNI ISO / IEC 17065 : 2012 dan DPLS 21 untuk Lembaga Sertifikasi
Halal dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Sistem sertifikasi dan sistem jaminan halal yang dirancang serta diimplementasikan oleh
LPPOM MUI telah pula diakui bahkan juga diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal luar
negeri, yang kini mencapai 42 lembaga dari 25 negara.
SEDIAAN FARMASI
Bahan Aktif Farmasi (Active Pharmaceutical Ingredient) adalah zat atau bahan yang digunakan
dalam pembuatan sediaan farmasi yang memberikan aktivitas farmakologi pada sediaan farmasi
tersebut, atau Zat yang memberikan aktivitas farmakologi atau efek langsung pada diagnosis,
penyembuhan, mitigasi, pengobatan atau pencegahan suatu penyakit atau yang mempengaruhi
struktur dan fungsi tubuh.
Bahan Eksipien adalah bahan-bahan selain bahan aktif farmasi yang terdapat dalam sediaan
farmasi dan telah dievaluasi keamanannya yang digunakan dalam suatu sistem penghantaran
obat untuk:
Membantu dalam proses manufaktur sediaan farmasi.