Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TENTANG PROSEDUR SERTIFIKASI HALAL

GOOD MANUFACTURING PRODUCT

(GMP)

Oleh :

Restika Hati Tanjung

11161163

3 fa4

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG 2018/2019


BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Halal adalah sebuah konsep aturan prinsip agama Islam, yang digunakan untuk
menyatakan bahwa sesuatu hal diijinkan atau dilarang untuk dikonsumsi oleh Muslim dengan
dasar dari Al-Qur’an, hadist, atau ijtihad (kesepakatan ulama) (Salehudin, 2010). Konsep halal
diberikan apresiasi yang tinggi karena produk halal dianggap sebagai produk yang lebih sehat,
lebih bersih, dan lebih lezat (Burgmann, 2007). Konsep halal ini tidak hanya populer di antara
Muslim, tetapi juga di masyarakat dunia secara umum dan mulai diterapkan pada berbagai jenis
produk seperti pada makanan, minuman, obat-obatan, toiletries, kosmetika, dan bahkan pada
penerapan ilmu keuangan (Lada dkk., 2009).
Perintah untuk menggunakan hanya yang halal dan tidak menyentuh barang yang haram
bagi umat Muslim telah tertuang jelas dalam kitab suci AlQur’an. Allah SWT berfirman, “Wahai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.” (Al-Qur’anul Karim, Al-Baqarah, 2:168). Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasululloh
SAW, “Perkara yang halal itu jelas dan yang haram 2 itu jelas, sedangkan diantara keduanya
terdapat perkara-perkara yang tersamar (meragukan) dan banyak orang tidak mengetahuinya.
Maka siapa yang menghindari perkara-perkara yang meragukan, iapun telah membersihkan
kehormatan dan agamanya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara-perkara yang meragukan,
iapun bisa terjerumus dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang menggembala di
sekitar tempat terlarang dan nyaris terjerumus di dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Thayyarah (2013) mengemukakan bahwa terdapat lebih banyak lagi ayat dalam Al-Qur’an
yang berisi larangan memakan bahan makanan tertentu, yang secara luas diterapkan dalam
konsumsi makanan, minuman, obat-obatan, maupun kosmetika
. Halal dan baik merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam pangan yang
dikonsumsi, dimana halal merupakan pemenuhan dari segi syariah dan sedangkan baik dari segi
mutu, kesehatan, gizi, dan organoleptik. Untuk menyediakan makanan yang baik, berbagai sistem
dan peraturan telah distandarkan dan diimplementasikan, seperti GMP (Good Manufacturing
Practices), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), ISO 9001 (Sistem Jaminan Mutu),
ISO 22000 (Sistem Jaminan Keamanan Pangan), serta sanitasi dan higiene. Sedangkan yang
menyangkut sistem kehalalan, perkembangannya baru beberapa tahun terakhir ini. Mengkonsumsi
pangan haram akan memberikan banyak dampak yang tidak baik bukan hanya menimbulkan
penyakit secara fisik melainkan juga penyakit secara mental/spiritual.
Imam Al-Gazali juga mengungkapkan bahwa memakan harta/sesuatu yang haram dapat
menggelapkan hati. Hal ini karena makanan yang haram atau yang syubhat itu akan mengeraskan
dan menggelapkan hati, mengekang seluruh anggota badan dari berbuat yang baik dan beribadat,
dan senantiasa menjadikannya cinta kepada dunia. (Al-Gazali 2002, 28)
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latak belakang diatas, maka hal yang akan dibahas adalah :
1.Bagaimana mekanisme sertifikasi halal kedepan, utamanya setelah terbentuk BPJH ?
2. Apakah LPPOM MUI masih tetap eksis ?
3. Bagaimana sertifikasi sediaan farmasi ?

C. TUJUAN PENELITIAN

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Sertifikasi halal merupakan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat islam. Didalamnya tertulis fatwa MUI yang
menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat islam dan menjadi syarat
pencantuman labeb halal dalam setiap produk pangan,obat-obatan dan kosmetika. Tujuan
pelaksanaan sertifikat halal pada produk pangan termasuk produk farmasi seperti obat-
obatan dan kosmetika (LPPOM) MUI sebagai lembaga otonom bentukan MUI yang
bertugas untuk meneliti,mengkaji,menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk
baikm pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman dikonsumsi baik
dari segi kesehatan dan dari sisi agama slam yakni halal atau baik dikonsumsi umat
muslim khusunya di wilayah Indonesia,selain itu juga memberikan rekomendasi,
merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat.
Sertifikat halal dapat digunakan untuk pembuatan label baik produk yang bersangkutan
dengan mengikuti prosedur Departemen kesehatan. Selain itu, yang harys diperhatikan
pada sertifikasi halal yang telah diberikan adalah :
 Sertifikat halal yang sudah berakhir masa berklakunya termasuk fotokopinya
tidak boleh digunakan kembali atau dipasang untuk maksud-maksud tertentu.
 Jika sertifikat hilang,pemegang harus segera melaporkannya ke LPPOM-MUI.

Prosedur sertifikasi halal,sebagai berikut :


 Pada tahap awal produsen mengisi formulir yang disediakan LPPOM-MUI.
 Formulir pengajuan dibedakan tiga macam produk : makanan dan minuman
olahan, usaha restoran dan hewan potong.
 Surat pengajuan sertifkasi harus dilampiri sistem mutu,termasuk panduan mutu
dan prosedur baku pelaksanaan.
 Kemudian setelah produsen menandatangani pernytaan ketersediaan menerima
tim pemeriksa (audit) dariLPPOM MUI dan memberikan contoh produk termasuk
bahan baku,bahan penolong dan bahan tambahan produk untuk diperiksa.
 Pada tahap ini pengusaha wajib memperlihatkan semua dokumen asli yang dapat
dijadikan jaminan atas kehalalan produk yang diajukan, dan memberikan
fotokopinya kepada LPPOM MUI.
 Kemudian surat pengajuan sertifikasi halal dan formulir yang sudah diisi lengkap
beserta seluruh lampirannya dikembalikan ke LPPOM MUI.
 Kelengkapan dokumen akan diperiksa oleh LPPOM MUI . jika tidak lengkap,
LPPOM MUI akan mengembalikan seluruh dokumen untuk dilengkapi produsen.
 Setelah persyaratan dokumen lengkap,dilakukan audit ke lokasi produsen oleh
LPPOM MUI.
 Berikutnya hasil dievaluasi dan memenuhi syarat halal, akan diproses sertifikasi
halalnya.
 Hal yang harys diperhatikan adalah jika ada perubahan dalam pengunaan bahan
baku, melapor ke LPPOM MUI untuk mendapatkan persetujuan atau pernyataan
‘ketidakberatan menggunakannya’.
 Sertifikat halal berlaku selama setahun, kucuali untuk daging impor sertifikasi
halal hanya berlaku selama pengapalan.
 Dua bulan sebelum berakhir masa kadaluarsa sertifikat, LPPOM MUI akan
mengirim surat pemberitahuan kepada produsen.
 Satu bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, produsen harus
mendaftar kembali untuk mendapatkan sertifikat tahun berkutnya.
 Bagi produsen yang tidak memperbaharui sertifikasi halal, untuk tahun berikutnya
tidak diizinkan lagi menggunakan label halal dan akan diumumkan diberita
berkala LPPOM MUI.
 Pada saat berakhir masa berlakunya sertifikat,produsen harus segera
mengembalikan sertifikat halal kepada LPPOM MUI.
Syarat kehalalan produk, sebagai berikut :
 Sertifikasi halal yang dikeluarkan LPPOM MUI menyatakan kehalalan suatu produk
sesuai dengan syariat islam.
 Yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi kehalalan susai
syariat islam ,yaitu :
1. Tidak mengandung babi atau produk-produk turunanya serta tidak menggunakan
alcohol sebagai bahan dengan sengaja.
2. Daging dari hewan halal yang disembelih menurut syariat islam.
3. Minuman yang tidak beralkohol.
4. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan dan pengolahan tidak
digunakan untuk babi atau barang haram lainnya. Semuanya harus lebih dahulu
dibersihkan (disucikan) dengan tata cara menurut syariat islam.
Wewenang BPJPH

Menurut UU no.33 tahun 2014,sebagai berikut :

 Merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH


 Menetapkan norma, standar,prosedur, dan kriteria JPH
 Menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label hala pada produk
 Melaukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri.
 Melakukan sosialisasi,edukasi, dan publikasi produk halal.
 Melakukan akreditasi terhadap LPH
 Melakukan registrasi auditor halal
 Melakukan pengawasan terhadap JPH
 Melakukan pembinaan auditor halal
 Melakukan kerjasama dengan lembaga dalam dan luar negeri dipnyelengaraan JPH.
Tiga Institusi terlibat :

1) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama

2) Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Didirikan oleh Universitas, Yayasan/ Perkumpulan Islam

3) Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Kerjasama BPJPH dan MUI (Pasal 10) yaitu sebagai berikut :


1) Sertifikasi Auditor Halal
2) Penetapan Fatwa Kehalalan Produk
3) Akreditasi LPH

Siapa yang mendirikan LPH (Pasal 12)


1) Pemerintah dan/atau masyarakat dapat mendirikan LPH.
2) LPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kesempatan yang sama dalam
membantu BPJPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk.
Syarat Mendirikan LPH (Pasal 13) :
1) Memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya;
2) Memiliki akreditasi dari BPJPH;
3) Memiliki auditor halal paling sedikit 3 (tiga) orang; dan
4) Memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki
laboratorium.

Syarat Auditor Halal (Pasal 14) :


1) Diangkat dan diberhentikan oleh LPH.
2) Memenuhi syarat :
a) Warga Negara Indonesia
b) Beragama Islam
c) Minimal S1 (Bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi)
d) Memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam
e) Mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan
f) Memperoleh sertifikat dari MUI.

Tugas Auditor Halal (Pasal 15) :


a) Memeriksa dan mengkaji Bahan yang digunakan;
b) Memeriksa dan mengkaji proses pengolahan Produk
c) Memeriksa dan mengkaji sistem penyembelihan
d) Meneliti lokasi Produk
e) Meneliti peralatan, ruang produksi, dan penyimpanan;
f) Memeriksa pendistribusian dan penyajian Produk;
g) Memeriksa sistem jaminan halal Pelaku Usaha
h) Melaporkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kepada LPH.
2. Tentang LPPOM MUI

Pembentukan LPPOM MUI didasarkan atas mandat dari Pemerintah/negara agar Majelis Ulama
Indonesia (MUI) berperan aktif dalam meredakan kasus lemak babi di Indonesia pada tahun
1988. LPPOM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 untuk melakukan pemeriksaan dan
sertifikasi halal.

Untuk memperkuat posisi LPPOM MUI menjalankan fungsi sertifikasi halal, maka pada tahun
1996 ditandatangani Nota Kesepakatan Kerjasama antara Departemen Agama, Departemen
Kesehatan dan MUI.

Nota kesepakatan tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Keputusan Menteri Agama
(KMA) 518 Tahun 2001 dan KMA 519 Tahun 2001, yang menguatkan MUI sebagai lembaga
sertifikasi halal serta melakukan pemeriksaan/audit, penetapan fatwa, dan menerbitkan sertifikat
halal.

Dalam proses dan pelaksanaan sertifikasi halal, LPPOM MUI melakukan kerjasama dengan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM), Kementerian Agama, Kementerian
Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif serta sejumlah perguruan Perguruan Tinggi di Indonesia antara lain Institut Pertanian
Bogor (IPB), Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka, Universitas Djuanda, UIN, Univeristas
Wahid Hasyim Semarang, serta Universitas Muslimin Indonesia Makasar.

Sedangkan kerjsama dengan lembaga telah terjalin dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN),
Kadin Indonesia Komite Timur Tengah, GS1 Indonesia, dan Research in Motion (Blackberry).
Khusus dengan Badan POM, sertifikat halal MUI merupakan persyaratan dalam pencantuman
label halal pada kemasan untuk produk yang beredar di Indonesia.

Kini, dalam usianya yang ke-29 tahun, LPPOM MUI menjadi Lembaga Sertifikasi Halal Pertama
dan Terpercaya di Indonesia serta semakin menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga
sertifikasi halal yang kredibel, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pada Tahun 2017
dan 2018 LPPOM MUI memperoleh Sertifikat Akreditasi SNI ISO / IEC 17025 : 2008 untuk
Laboratorium Halal dan SNI ISO / IEC 17065 : 2012 dan DPLS 21 untuk Lembaga Sertifikasi
Halal dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Sistem sertifikasi dan sistem jaminan halal yang dirancang serta diimplementasikan oleh
LPPOM MUI telah pula diakui bahkan juga diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal luar
negeri, yang kini mencapai 42 lembaga dari 25 negara.
SEDIAAN FARMASI

Bahan Aktif Farmasi (Active Pharmaceutical Ingredient) adalah zat atau bahan yang digunakan
dalam pembuatan sediaan farmasi yang memberikan aktivitas farmakologi pada sediaan farmasi
tersebut, atau Zat yang memberikan aktivitas farmakologi atau efek langsung pada diagnosis,
penyembuhan, mitigasi, pengobatan atau pencegahan suatu penyakit atau yang mempengaruhi
struktur dan fungsi tubuh.
Bahan Eksipien adalah bahan-bahan selain bahan aktif farmasi yang terdapat dalam sediaan
farmasi dan telah dievaluasi keamanannya yang digunakan dalam suatu sistem penghantaran
obat untuk:
 Membantu dalam proses manufaktur sediaan farmasi.

 Melindungi, mendukung atau meningkatkan stabilitas, ketersediaan hayati atau keberterimaan


pasien.
 Membantu dalam identifikasi sediaan farmasi
 Meningkatkan sifat keamanan dan keefektifan sediaan selama penyimpanan atau penggunaan.
JENIS EKSIPIEN FARMASEUTIK

Tujuan penggunaan obat.


a. Melengkapi unsur-unsur yang kurang dalam tubuh (vitamin, mineral, hormon, protein, gula,
dll)
b. Mencegah suatu penyakit atau infeksi (vaksin)
c. Melawan dan membunuh agen penginfeksi (antibiotika, antibakteri, anti parasit, dll)
d. Blokade/menghalangi sementara fungsi normal organ tubuh (anestetika dan kontrasepsi)
e. Koreksi terhadap suatu fungsi fisiologi organ yang terganggu (disfungsi, hipofungsi dan
hiperfungsi)
f. Detoksifikasi racun dalam tubuh ( antidotum)
g. Membantu dalam diagnosis (senyawa radio opaque)
h. Meningkatkan performa tubuh (doping pada atlet olahraga).

KESIAPAN INDUSTRI FARMASI DALAM PRODUKSI HALAL


Menyiapkan perangkat sertifikasi halal untuk obat seperti:
• Standard/persyaratan obat halal (Sistem Manajemen Halal) oleh pihak yang berwenang (BP
JPH bekerja sama dengan pihak lain yang berkepentingan).
• Menerapkan konsep Halal by Design bagi Industri farmasi
• Melatih Penyelia Halal di Industri Farmasi
• Menyediakan Buku Indeks Bahan Aktif dan Eksipien Halal

PEDOMAN PRODUKSI OBAT HALAL


 Pedoman Produksi Obat Halal secara khusus belum ada (masih menggunakan SISTEM
JAMINAN HALAL/HAS 23000-MUI)
 Pedoman tsb seharusnya dibuat dan dikembangkan melalui suatu konsensus oleh suatu
Komite yang dibentuk BP JPH, yang terdiri atas produser, user, konsumen, regulator nasional di
bidang Farmasi, Kementerian terkait dan BP JPH.
 Pedoman harus terkait dan dapat mengadopsi sebagian atau seluruhnya pedoman produksi
obat halal internasional yang sudah berlaku.
 Pedoman harus kompatibel dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

PEDOMAN UMUM PRODUKSI OBAT HALAL


1. Semua bahan yang digunakan dalam produksi (bahan aktif, eksipien, bahan tambahan, bahan
penolong dan bahan kemasan) tidak berasal atau turunan dari bahan haram.
2. Bahan atau produk obat tidak bercampur atau terkontaminasi dengan bahan haram atau najis
yang berasal dari bahan tambahan, bahan penolong dan dari fasilitas produksi.
3. Fasilitas produksi, penyimpanan dan transportasi bahan tidak bercampur dengan bahan yang
haram dan najis
4. Bahan yang berasal dari khewan harus berasal dari khewan halal yang disembelih dengan cara
yang sesuai dengan syariah Islam.
5.Bahan yang berasal dari mikroba harus berasal dari mikroba yang medium pertumbuhannya
tidak mengandung bahan yang berasal dari babi atau turunannya. Jika berasal dari bahan haram
dan najis yang bukan babi, maka harus dilakukan pensucian yang sesuai syariah (tathhir syar’an).
6. Bahan yang berasal dari mikroba rekombinan tidak boleh menggunakan gen yang berasal dari
gen babi atau manusia.
7. Bahan yang berasal dari bahan haram bukan babi, dapat digunakan jika dihasilkan dari proses
transformasi kimiawi dan biotransformasi menggunakan enzim atau mikroba (proses Istihalah).
8. Bila menggunakan etanol, maka tidak berasal dari alkohol produksi industri khamr (minuman
beralkohol). Kadar alkohol pada produk akhir tidak membahayakan pemakai atau lingkungan
sesuai dengan pertimbangan dari akhlinya.
9. Bahan padat yang berasal dari hasil samping industri khamr boleh digunakan asal telah
dilakukan pemisahan dan pensucian. Sedangkan bahan padatnya boleh digunakan setelah
dilakukan proses transformasi kimiawi atau biotransformasi.
10. Fasilitas produksi hanya digunakan untuk produksi bahan atau produk halal saja , yang
dilengkapi dengan cara pencegahan kontaminasi bahan yang haram.

TITIK KRITIS KEHALALAN SEDIAAN FARMASI

Titik Kritis Kehalalan Sediaan Farmasi


SKEMA SERTIFIKASI HALAL
BAB 3
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai