Anda di halaman 1dari 14

ECONOMIC VALUE OF TIME

Dosen Pengampu: Ernawati, M.E

Disusun oleh:

1. Inang Putriani ( 10319012 )


2. Rian Febriansyah ( 10319026 )

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM ( STEI ) AL-FURQON

FAKULTAS EKONOMI ISLAM

KOTA PRABUMULIH

2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Economic Value Of Time” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Manajemen Perbankan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Ernawati, M.E selaku
dosen pada mata kuliah Manajemen Perbankan. yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Prabumulih, Maret 2022

( Kelompok 4 )

i
DAFTAR PUSTAKA

JUDUL ........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik Keuangan Syariah .................................................................... 2
B. Konsep Time Value of Money dan Cost of Capital ....................................... 3
C. Kritik atas konsep Time Value of Money ...................................................... 6
D. Konsep Economic Value of Time (EVT)....................................................... 7
E. Economic Value of Time dan Teori akad dalam islam................................... 8
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN ......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keuangan merupakan hal penting dalam kehidupan ekonomi. Ekonomi
adalah suatu aktivitas mengelola uang dalam rangka untuk memenuhi
krbutuhan hidup. Oleh karena itu, masalah keuangan ini perlu mendapatkan
perhatian secara serius. Keberhasilan pengelolaan keuangan sangat ditentukan
oleh prinsip yang digunakan. Islam telah memberikan prinsip-prinsip dasar
dalam mengelola uang dan modal, baik untuk aktivitas bisnis maupun
investasi.
Sekarang ini, banyak perkembangan baru yang terkait dalam bidang
ekonomi, seperti masalah mata uang, pola transaksi perdagagan, dan
sebagainya. Sebagaimana perkembangan instrument keuangan yang dibahas di
dalam buku ini, kesemuanya adalah hal baru yang perlu dikaji. Seperti halnya
dalam bidang atau transaksi pasar modal. Terkait dengan aktivitas di dalam
pasar modal, banyak aspek yang perlu dicermati.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Karakteristik Kuangan Syariah?
2. Apa saja konsep Economic Value of Time (EVT)?
3. Apa saja Economic Value of Time dan Teori akad dalam islam?

C. Tujuan Masalah
1. Menegetahui dan memahami Karakteristik keuangan syariah
2. Mengetahui dan memahami konsep dari Economic Value of Time (EVT)
3. Mengetahui dan memahami Economic Value of Time dan Teori akad dalam
islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Keuangan Syariah


Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah di Indonesia
dalam dasarwasa belakagan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti
perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah,
obligasi sayriah, pengadaian syariah, leasing syariah, Baitul Mal wat Tamwil
(BMT). Demikian pula sector riil, seperti hotel syariah, Multi Level Marketing
Syariah. Disektor social (voluntary) bermunculan pengembangan konsep,
seperti: zakat profesi, zakat produktif, wakaf produktif dan wakaf uang, dan
sebagainya. Pertanyaannya adalah mengapa lembaga-lembaga tersebut
bermunculan?1
Salah satu jawabannya adalah bahwa dalam praktik lembaga dan system
keuangan konvensional mengandung beberapa aspek yang bertentangan
dengan ajaran islam yang berhubungan dengan keuangan. Oleh karena itu,
sudah selayaknya kalau ada upaya membangun suatu konstruksi sistem dan
lembaga keuangan syariah. Di samping itu, sistem dan lembaga keuangan
syariah memiliki karakteristik yang tidak ada dalam sistem dan lembaga
keuangan konvensional. Adapun karakteristik (sistem dan lembaga) keuangan
syariah adalah:
1. Dijalankan berdasarkan prinsip syariah
2. Implementasi prinsip ekonomi islam dengan ciri-ciri:
a) Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya.
b) Tidak mengenal konsep “time value of money”
c) Uang sebagai alat tukar bukan komuditi diperdagangkan
3. Beroperasi atas dasar bagi hasil.
4. Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
5. Tidak menggunakan ”bunga” sebagai alat untuk memperoleh
pendapatan
6. Azas utamanya adalah: kemitraan, keadilan, transparansi dan universal.

1 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN Yogyakarta, 2011. Hlm. 86.

2
7. Tidak membedakan secara tegas sector moneter dan sector riil,
namundapat melakukan transaksi-transaksi sector riil.
Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, jelas bahwa system, prosedur
mekanisme, dan teknik keuangannya adalah berbeda antara keuangan syariah
dengan keuangan konvensional.

B. Konsep Time Value of Money dan Cost of Capital


Konsep time value of money muncul karena adanya anggapan uang
disamakan dengan barang yang hidup (sel hidup). Sel yang hidup, untuk satuan
waktu tertentu dapat menjadi lebih besar dan berkembang. Konsep ini
kemudian ditolak oleh para ekonom islam dengan alasan economic value of
time. Hakikat waktu itu sama, yaitu 24 jam sehari. Factor yang menentukan
nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu, sehingga
karenanya, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama, dan ras secara
sunnatullah, ia akan mendatkan keuntungan dunia.2
Dalam ekonomi konvensional, time value of money didefinisikan sebagai :
a dolar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today
can be invested to get a return. Ada dua alasan yang mendasari konsep time
value of money, yakni: Presence of inflation (adanya inflansi), dann preference
present consumption to future consumtion (konsumsi hari ini lebih disukai dari
pada konsumsi pada waktu akan dating). Kedua istilah tersebut dikenal juga
dengan istilah teori bunga abstinence (penundaan konsumsi) dan time
preference theory (saat ini lebih berharga dari masa akan dating).3 Apabila
inflansi dijadikan alasan sebagai akibat adanya Time Value of Money dalam
system ekonomi atau keuangan. Inflansi yang diartikan naiknya harga barang
dalam waktu tertentu tidak semata diakibatkan oleh bunga (sebagai kompensasi
opportunity cost), inflamsi dapat terjadi karena produsen mengambil
keuntungan semakin meningkat, disamping itu di akibatkan oleh factor-faktor
lain. Penentuan bunga sebagai factor penentu inflansi adalah suatu tindakan

2 Muhammad (ed), Bank Sayri’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Hlm.32
3 Muhammad, Dasar-dasar Kuangan Iskami, Yogyakarta: UII Press, 2004. Hlm. 72, sebagaimana dibahas pada halaman
50 bab 4.

3
menyederhanakan masalah atau konsep. Tindakan ini hanya menguntungkan
sebelah pihak, tidak mau merugi. Padahal setiap tindakan (ekonomi maupun
non ekonomi) akan mengandung hasil dan rugi (return and risk). Konsekuensi
ini harus ditanggung bersama oleh pihak-pihak yang bersinggungan (transaksi).
Sebab, dalam ekonomi islam, penggunaan sejenis discount rate dalam
menentukan harga mu’ajjal dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan: pertama,
jual beli dan sewa menyewa adalah sector riil yang menimbulkan economic
value added (nilai tambah ekonomis). Kedua, tetahannya hak si penjual (uang
pembayaran) yang telah melasanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau
jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.
Uang dengan sendirinya tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah
yang memiliki nilai ekonomi. Dengan catatan bahwa waktu tersebut memang
dimanfaatkan secara baik. Dengan adanya nilai waktu tersebut, maka kemudian
dapat diukur dengan istilah atau batasan-batasan ekonomi.4 Pembahasan
mengenai Time Value of Money dan Cost of Capital tidak dapat dilepaskan
dengan konsep diskonto. Konsep diskonto sangat penting dalam analisis teori
modal dan investasi. Konsep time value of money atau disebut ekonom sebagai
Positive Time Preference menyebutkan bahwa nilai komoditi pada saat ini
lebih tinggi dibandingkan nilainya di masa depan. Konsep yang dikembangkan
oleh Von Bhom-Bawerk dalam capital and Interest dan Positive Theory of
Capital memang menyebutkan bahwa positive time preference merupakan
pola ekonomi yang normal, sistematis, dan rasional. Diskonto dalam Positive
Time Preference ini biasanya didasarkan pada, atau paling tidak berhubungan
dengan tingkat bunga (Interest Rate).5
Terdapat perbedaan pendapat dalam hal ini, yang bearti belum terdapat
kesepakatan. Tetapi ada penyingkapan yang cukup sama terhadap teori Positive
Time Preference, yaitu bahwa teori tersebut tidak bias diasumsikan begitu juga
saja diterima secara menyeluruh di kalangan ekonom. Perbedaan pendapat
terjadi pada saat suatu rate tertentu digunakan sebagai fator diskonto. Ahli
yang satu menganggap dilarang karena islam tidak membolehkan riba. Di

4 Muhammad, Dasar-dasar Kuangan Iskami, Yogyakarta: UII Press, 2004. Hlm. 72


5 Ibid, hlm. 73

4
pihak lain, ditemukan adanya praktik penjualan dalam bentuk Bai’as-salam
dan Bai’mu’ajjal yang ternyata tidak dilarang dalam islam. Dalam praktik
penjualan yang demikian, harga komoditi boleh berbeda dengan harga spot-nya
dengan adanya bentuk pengakuan time value of money atau adanya tingkat
diskonto.6
Shabir F. Ulgener membolehkan interest rate dipakai sebagai factor
diskonto. Menurut Ulgener yang diperlukan adalah pembedaan interenst
sebagai suatu surplus (riba) dengan interest sebagai factor penghitungan
efesiensi ekonomi. Anas Zarqa sendiri menyebutkan diskonto didasari oleh
opportunity cost untuk efesiensi, karena ekonomipun sepakat bahwa
mengabaikan diskonto akan menyebabkan hilangnya efisiensi, padahal islam
menghendaki efisiensi melalui pelarangan ishraf (sesuatu yang berkebihan).
Hanya saja dalam hal ini Zarqa tidak mau menggunakan interest rate sebagai
factor diskonto. Sebab, kalau kemudian diskonto membuat interest (bunga)
harus pula diterima, sudah semestinya yang demikian itu ditolak. Sebagaimana
Zarqa mengatakan:7
Since no real investment in an economy can be undertaken without facing
risk, cash flow of such investment should be discounted not by riskless interest
rate, but by true opportunity cost.
Pendapat yang menentang penggunaan rate sebagai factor diskonto adalah
disampaikan oleh M. Akram Khan (1992). Ia menolak konsep Positive Time
Prefference. Sebab, penerimaan konsep diskonto dapat mendorong legitimasi
interest (bunga) dan mambuka pintu belakang bagi masuknya kembali riba.
Sedangkan argument tentang efisiensi adalah ditentukan oleh factor
penentunya, misalnya: proses manajerial, sehingga factor diskonto bukan
merupakan penentu suatu efisiensi. Lebih lanjut Akram tidak menyebut
opportunity cost yang dikandung oleh factor diskonto sebagai cost of capital.
Oleh karena itulah, maka Vogel dan Hayes (1998) menyimpulkan bahwa
sampai saat ini konsep time value of money tidak ditolak sepenuhnya dalam
hokum islam (fiqh).

6 Muhammad, Dasar-dasar Kuangan Iskami, Yogyakarta: UII Press, 2004. Hlm. 74


7 Ibid, hlm. 75

5
C. Kritik atas Konsep Time Value of Money
Dalam ekonomi konvensional Time Value of Money didefinisikan sebagai
“a dollar is worth more than a dollar in the future because a dollar today can
be invested to get areturn”. Definisi ini tidak akurat karena setiap investasi
selalu mempunyai peluang atau kemungkinan untuk mendapat hasil positif,
negative, atau impas. Itu sebabnya dalam teori keuangan, selalu dikenal
hubungan antara risk return.8
Ada dua alasan dari ekonomi konvensional terhadap teori Time Value of
Money, yaitu:
1. Presence of inflation
2. Preference present consumption to future consumption
Alasan pertama tidak dapat diterima karena tidak lengkap kondisinya.
Dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflansi dan deplasi. Bila
keberadaan inflasi menjadi alasan adanya Time Value of Money, maka
seharusnya keberadaan deflasi juga harus menjadi alasanya adanya negative
time value of money. Dengan demikian, selama itu hanya ada satu kondisi saja
(inflasi) yang diakomodasi oleh teori time value of money. Sedangkan kondisi
deflasi diabaikan.9 Alasan mengenai ketidak pastian return dalam usaha.
Dalam ekonomi konvensional, penerapan time value of money tidak senaif
yang dibayangkan, misalnya dengan mengabaikan ketidak pastian return yang
akan diterima. Bila unsur ketidak pastian return ini dimasukan, ekonomi
konvesioonal menyebut kompensasinya sebagai discount rate. Jadi istilah
discount rate lebih bersifat umum dibandingkan istilah interest rate.10
Jadi, dalam ekonomi konvensional, ketidakpastiam return dikonvensi
mrnjadi suatu kepastian melalui premium for uncertainty. Dalam setiap
investasi tentu selalu ada probabilitas untuk mendapat positive return, negative
return, dan no return. Adanya probsbilitas inilah yang menimbulkan
ketidakpastian. Probabilitas untuk mendapat negative return dan no return
yang dipertukarkan dengan sesuatu yang pasti yakni premium for uncertainty.

8 Vogel Frank E. And Samuel L. Hayes, 1998, Islamic Law and Finance: Triligiion, Risk and Return, The Hague: Kluwer
Law International, 1998. Hlm. 76
9 Aswath Damadoran, Corporate Finance,: Theory and Practice 2, New York: John Wiley & Sons, 2001. Hlm. 78.
10 Ibid, hlm. 78

6
D. Konsep Economic Value of Time (EVT)
Perkembangan teori keuangan islam telah megemuka. Namun, analisis
munculnya teori keuangan islam tersebut mengandung polemic. Polemic
tersebut berhubungan dengan malasah riba. Hal yang harus dijelaskan tentang
teori Time Value of Money dalam kaitannya dengan permasalahan riba dalam
pandangan islam, dan teori economic value of time yang dibenarkan menurut
pendapat islam.11
Teori tersebut dikembangkan pada abad ke-7 masehi. Pada saat
digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai
alat tukar disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk
dikembangkan selama periode itu, sehingga hubungan debitur/kreditur yang
muncul bukan karena akibat transaksi dagang langsung, namun jelas
merupakan transaksi “permintaan uang”. Sejak teori keuangan islam lebih
dekat dengan standar emas hampir pasti masyarakat. Muslim lebih mudah ragu
apakah masalah keuangan dunia saat ini disebabkan oleh tidak dipakainya lagi
standar emas atau sejenisnya.12
Landasan atau keadaan yang digunakan oleh ekonomi konvensional inilah
yang ditolak dalam ekonomi syari’ah yaitu kedaan al-ghunmu bi al-ghurni
(mendapatkan hasil tanpa memperhatikan suatu risiko) dan al-kharaj bi la
dhamam (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan biaya).13
Dalam ekonomi islam, penggunaan sejenis discount rate dalam
menentukan harga bai’mu’ajjal dapat digunakan. Hal ini dibenarkan karena:
1. Jual beli dan sewa menyewa adalah sector riil yang menimbulkan
economic value added (nilai tambah ekonomi).
2. Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah
melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga
ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.
Ajaran islam medorong pemeluknya untuk selalu menginvestasikan
tabungannya. Di samping itu, dalam melakukan investasi tidak menurut secara

11 Qs. Al-Baqarah (2): 282.


12 Qs. At-Taubah (9): 60
13 T.E. Gemilang dan R.A.A. Karim, : “Islam and Social Accounting”, Journal of Business Finance & Accounting 13, (1)
Spring. 1986, p. 188.

7
pasti akan hasil yang akan dating. Hasil investasi di masa yang akan dating di
pengaruhi banyak factor, baik factor yang dapat diprediksikan maupun tidak.
Factor-faktor yang dapat diprediksikan atau dihitung sebelumnya adalah:
berapa banyak modal, berapa nisbah yang disepakati, berapa kali modal dapat
diputar. Sementara factor yang efeknya tidak dapat dihitung secara pasti atau
sesuai dengan kejadian adalah return (perolehan usaha).

E. Economic Value of Time dan Teori Akad dalam Islam


Gambaran hokum islam mengenai prinsip-prinsip keuangan syari’ah
adalah tercakup dalam bentuk aqad dan bentuk instrument keuangan. Dua hal
ini akan memberi jalan bagi akademis maupun investor yang ingin konsisten
menggunakan prinsip islam dalam menilai instrument investasi yang terdsedia
di pasar modal. Berdasarkan prinsip-prinsip dasar di atas, para akademisi
maupun investor tidak serta merta menolak atau memodifikasi instrument
keuangan yang ada. namun demikian, masih ada peluang untuk melakukan
perbaikan dan bukan dan bahkan inovasi keuangan, maupun memberikan
tawaran-tawaran baru instrument keuangan untuk kesejahteraan dan
kemanfaatann yang lebih luas. Ikatan. Hubungan ikatan dagangan. hubungan
ikatan dagang dan keuangan dalam islam diatur dengan hukum fiqh muamalat.
Fiqh muamalat membedakan wa.ad dengan aqad.14
Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak dengan pihak lain. Wa;ad
hanya mengikat satu pihak, yaitu pihak memberi janji berkewajiban untuk
melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul
kewajiban apa-apa terhadap pihak lain. 15
Akad adalah ikatan kontrak dua pihak yang telah bersepakat. Hal ini bearti
di dalam akad masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban
mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Akad telah
disepakati secara rinci dan spesifik tentang terms and condition-nya. Di dalam
fiqh muamalat, pembahasan akad berdasarkan segi ada atau tidak adanya
kompensasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

14 Qs. At-Takatsur: 1-5


15 Qs. Luqman: 34

8
1. Akad tabarru (Tabarru berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang
artinya kebaikan) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut
transaksi nirlaba atau transaksi tidak mengambil untung. Dengan kata
lain, aqad tabarru pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk
mencari keuntungan komersil. Tujuan diterapkannya aqad tabarru
adalah untuk aktivitas tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan.
Dalam akad tabarru pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya.
2. Akad tijarah (bearti perdagangan = aktivitas mencari uang) adalah
segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction.
Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu
tersipat komersil. Di dalam menjalankan investasi, hasil atau
keuntungan kadang dapat dipastikan dan kadang tidak dapat
dipastikan.oleh karena itu, berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang
diperolehnya, akad tijarah dapat bagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a) Natural certainty Contracts atau kontrak yang secara akamiah
memberikan hasil pasti adalah kontak yang dilakukan oleh kedua
belah pihak untuk saling mempertukarkan asset yang dimilikinya,
karena itu objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) harus
ditetapkan diawal akad dengan pasti, baik jumlahnya, mutunya,
harganya, dan waktu penyerahannya.
b) Natural Uncertainty Contracts atau kontrak yang secara alamiah tidak
memberikan hasil pasti. Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak
yang terjadi jika pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan
asetnya (baik real asset maupun financial assets) menjadi satu
kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan. Di sisni, keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama. Karena itu, kontrak ini tidak memberikan
kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya.

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep Time Value
of Money dilator belakangi oleh adanya anggapan hilangnya pemilik modal
akan biaya kesempatan, pada saat ia meminjamkan uang kepada pihak lain.
Sehingga pemilik modal membebankan nilai persentase tertentu sebagai
kompensasinya kepada peminjam.
Oleh karena itu, pemanfaataneaktu itu bukan saja harus efektif dan
efisien, namunjuga harus didasari dengan keimanan. Oleh karena interest rate
tidak digunakan dalam keuangan islam, maka dua hal penting dalam kaitan
dengan kontrak keuangan dalam islam yang berkaitan dengan waktu adalah:
1. Seberapa kali perputaran uang dari waktu ke waktu (velocity of
money) dan
2. Biaya yang digunakan untuk menyelesaikan proyek (cost recovery)
dari waktu ke waktu.
Berdasarkan dua hal ini, maka pengembangan formula untuk Ecobomic
Value of Time harus menjadikan komponen tersebut dan memperhatikan jenis
kontrak keuntungan yang digunakan: 1. Apakah kontraknya natural certainty
contract atau, 2. Apakah kontraknya menggunakan natural uncertainty
contract. Dua jenis kontrak ini menuntut formula yang berbeda satu dengan
lainnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abod, Sheikh Ghazali Shikh, Syed Omar Syed Agil, dan Aidit Hj. Ghazali, e.d,
An Introduction to Islamic finance, Kuala Lumpur: Quill Pub., 1992.
Adiwarman A. Karim, “Makro Ekonomi Islam”, Modul Kuliah Ekstra Kurikuler
Shari’ah Economic Forum Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta: 2021
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: Rajawali
Press, 2008
Aswath Damodaran, Corporate Finance: Theory and Practice 2, New York: John
Wiley & Sons, 2001.
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margn pada Bank
Syari’ah, Yogyakarta: UII Press, 2008.
Suad Husnan, Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka
Panjang), Yogyakarta: BPFE, 2000.
T.E, Gemilang dan R.A.A. Karim, “Islam and Social Accounting”, Journal of
Busines Finance & Accounting 13, (1) Spring, 1986, p. 188.
Vogel Frank E. And Samuel L. Hayes, 1998, Islamic Law And Finance : The
Religion Risk and Return, The Hague: Kluwer Law International, 1998.

Anda mungkin juga menyukai