Anda di halaman 1dari 14

TEORI BUNGA DAN BAGI HASIL

Tugas ini untuk memenuhi mata kuliah: Teknik Perhitungan Bagi Hasil, Margin dan
Sewa

Dosen pengampu: Rudi Hartono, M.S.I

Disusun Oleh:

Saud Al Faisal (2031072)


Yessi Ilmandra (2031088)
Puja Dwi Cahya (2031089)
Devri Julian (2031103)
Muhammad Maulana Azizi (2031105)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
IAIN SAS BANGKA BELITUNG
TAHUN 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Bunga dan Bagi Hasil”
ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari Bapak Rudi Hartono, M.S.I pada mata kuliah Teknik Perhitungan Bagi Hasil,
Margin dan Sewa, program studi Perbankan Syariah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Sarang Mandi, 16 September 2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank memiliki fungsi sebagai tempat penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat
dan untuk masyarakat. Dalam dunia perbankan di Indonesia kita mengenal dua jenis bank
yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah. Bank selain memberikan keuntungan bagi
nasabah juga pastinya memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri.
Inilah yang akhirnya memunculkan sistem bagi keuntungan antara bank dan nasabah. Seperti
yang diketahui bahwa salah satu perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
ialah terletak pada sistem bagi keuntungan.
Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil, sementara Bank Konvensional
menerapkan sistem bunga. Islam mendorong praktik bagi hasil, sementara Bank
Konvensional menerapkan sistem bunga. Islam mendorong praktik bagi hasil serta
mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana,
namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata.
Sistem bagi hasil yang diterapkan di bank syariah merupakan suatu konsep yang baru
diluar konsep bunga yang cenderung tidak mencerminkan keadilan, karena memberikan
diskriminasi terhadap pembagian keuntungan maupun kerugian kepada pelaku ekonomi.
Prinsip bagi hasil ini dibangun atas dasar adanya pelarangan riba, larangan gharar, tuntutan
bisnis yang halal, resiko bisnis ditanggung bersama dan transaksi ekonomi yang berlandaskan
pada pertimbangan untuk memenuhi rasa keadilan. Riba merupakan salah satu transaksi
ekonomi yang secara riil dijalankan dan berkembang di masyarakat. Riba adalah bentuk
transaksi yang dilarang dalam Islam dan bersinggung langsung dengan praktik perbankan
konvensional.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori bunga dan bagi hasil?
2. Apa saja perbedaan bunga dan bagi hasil?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana teori bunga dan bagi hasil.
2. Untuk mengetahui apa saja perbedaan bunga dan bagi hasil.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Bunga
1. Pengertian Bunga Bank 
Bunga Bank adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang
diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan / hasil pokok
tersebut, berdasarkan tempo waktu dan diperhitungkan secara pasti dimuka berdasarkan
persentase yang ditentukan oleh pihak yang memberikan pinjaman. Bunga bank dapat
diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional
kepada nasabah yang membeli atau yang menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan
sebagai harga yang harus di bayar oleh nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang hams
di bayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman. 1 Bagaimana panda
ngan Islam tentang bunga? Di dalam Al-Qur'an hanya di sebut pasal "riba". Arti
sesungguhnya kata riba adalah “surplus”, kelebihan atau tambahan. Menurut penulis modern
perkataan riba diartikan “pemerasan”, sebagai termasuk istilah riba.2 Dr. Moh. Hatta yang
alim ulama dan juga seorang ahli ekonomi menyebutkan bahwa pantangan memungut bunga
pinjaman bagi keperluan konsumsi dan dapat membenarkan pemungutan bunga pinjaman
untuk barang-barang produksi guna melakukan usaha, karena bunga merupakan bagian dari
keuntungan.3

Salah satu ayat tentang riba, Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 278-280:

ِّ َ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو َذ ُروا َما بَقِ َي ِمن‬
َ‫الربَا ِإن ُكنتُم ُّمْؤ ِمنِين‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.

Secara mendunia bahwa bunga mengandung unsur riba telah menjadi kesepakatan global,
diantaranya;

 Sidang OKI, menyatakan bahwa praktek bank dengan sistem bunga adalah tidak
sesuai syariah.
 Mufti mesir, sejak tahun 1900-1998, memutuskan bahwa bunga bank termasuk riba.
 Konsul Kajian Islam Dunia, mei 1965 tidak ragu sedikitpun bahwa praktik
pembungaan adalah haram. 

1
Kasmir, Bank dan Lembaga lainnya (edisi baru), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 121
2
Kaslan Tohir, Pengantar Ekonomi Tentang Uang-Kredit-Bank, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1970),
hlm. 59
3
Dr. Moh. Hatta, Fasal-Fasal Ekonomi II, (Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1958), hlm. 215
Di Indonesia, beberapa fatwa juga sudah mendukung;

 Majelis Tarjih Muhammadiyah, 2005, menyatakan bahwa bunga bank haram


 Lajnah Batshul Masa’il Nu, 1982, mengharamkan Tetapi memang secara nasional,
bahkan dunia, aset bank dengan praktek bunga (konvensional) masih terus banyak dan
berkembang.

Total aset bank di Indonesia sampai akhir 2018 mencapai 8.000 Trilyun, Sedangkan bank
syariah baru mencapai 451 Trilyun, masih kalah dengan aset individu bank BRI, BCA dan
Mandiri. Sehingga Bank konvensional memiliki aset 17 kali lipat dari Bank Syariah, atau
porsi Bank Syariah hanya sekitar 5,6% saja dari aset Perbankan di Indonesia. Walaupun
memang secara pertumbuhan bank syariah tumbuh mencapai 43% sedangkan bank
konvensional hanya diangka 12%.  Yang ingin kita kritisi adalah betapa masif nya sistem
bunga yang masih beredar di negara kita ini, yang tentu saja akan berakibat terhadap
kebersihan perputaran harta yang ada di negara bahkan di rumah tangga kita masing masing.4

Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada dua macam bunga yang diberikan kepada
nasabahnya yaitu:5

a. Bunga simpanan

Bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang
menyimpan uangnya di bank, Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank
kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro bunga tabungan dan bunga deposito.

b. Bunga pinjaman

Bunga Pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang
hams dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank, Sebagai contoh bunga kredit. Kedua
macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan mendapatkan bagi bank.
Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan
bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah, Baik bunga simpanan
maupun bunga pinjaman masing- masing saling mempengaruhi saat sama lainnya. Sebagai

4
Rury Febrianto, https://bmtberingharjo.com/teori-bunga. Diakses pada tanggal 18 september 2022
5
Ibid, hlm. 125
contoh seandainya, bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga

terpengaruh ikui naik dan demikian sebaliknya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga

Seperti dijelaskan di atas, bahwa untuk menentukan besar kecilnya suku bunga
simpanan dan pinjaman sangat dipengaruhi oleh keduanya. artinya baik bahwa sim-
panan maupun pinjaman saling mempengaruhi disamping pengaruh faktor-faktor
lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan bunga secara garis
besar dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Keuntungan Dana

Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka


yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku
bunga simpanan secara otomatis akan meningkatkan pula bunga pinjaman, Namun apabila
dana yang disimpan banyak sementara permoho- nan simpanan sedikit maka bunga simpanan
akan turun.

b. Persaingan

Dalam memperebutkan dana simpanan, maka di samping faktor promosi, yang


paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing, Dalam arti jika
untuk bunga simpanan rata-rata 16 persen maka, jika membutuhkan dana cepat
sebaiknya bunga pinjaman kita naikkan di atas bunga pesaing misalnya 16 persen, Namun
sebaliknya untuk bunga pinjaman kita harus di bawah bunga pesaing.

c. Kebijaksanaan pemerintah

Dalam arti baik untuk bunga simpanan bunga pinjaman kita tidak boleh melebihi yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah.

d. Target laba yang diinginkan

Sesuai dengan target laba yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar (spread)
maka bunga pinjaman ikut besar dan sebaliknya.
e. Jangka waktu

Semakin panjang jangka waktu pinjaman. maka akan semakin tinggi bunganya, hal
ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa mendatang. Demikian pula sebaliknya
jika pinjaman berjangka pendek, maka. Bunganya relatif lebih rendah.

f. Kualitas jaminan

Semakin likuid jaminan yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang
dibebankan dan sebaliknya, Sebagai Contoh jaminan sertifikat deposito berbeda dengan
jaminan sertifikat tanah.

g. Produk yang kompetitif

Maksudnya adalah produk yang dibiayai laku dipasaran untuk produk yang
kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang
kurang kompetitif.

h. Hubungan baik

Biasanya menggolongkan nasabahnya antara nasabah yang utama (primer) nasabah


biasa (sekunder), Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang
bersangkutan terhadap bank, Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik
dengan pihak bank, sehingga dalam penentuan suku bunganyapun berbeda dengan nasabah
biasa.
i. Jaminan pihak ketiga

Dalam hal ini pihak yang memberi jaminan kepada penerima kredit, Biasanya jika
nihak yang memberikan jaminan bonafid baik dari segi kemampuan membayar, nama baik
maupun loyalitas terhadap bank, maka bunga yang dibebankan juga berbeda.

Teori bunga dalam sejarah perkembangannya mengalami perubahan dan


perkembangan, teori yang baru pada umumnya melengkapi dan memperbaiki teori yang
sudah ada. Teori bunga dapat dibedakan menjadi 3 kelompok:
1) Non moneter, menekankan kekuatan-kekuatan riil jangka panjang sebagai faktor yang
menentukan tingkat bunga (akhir merkantilisme tahun 1930)
2) Moneter, menekankan pada faktor moneter sebagai penentu tingkat bunga yaitu” loanable
funds theory” dan “liquidity preference theory”
3) Post Keynesian, yang mensintesekan kedua pendekatan yang disebutkan diatas,
dikembangkan oleh J.R. Hicks.

B. Teori Bagi Hasil


1. Pengertian Bagi Hasil
Bagi hasil adalah adalah sebagai suatu sistem yang meliputi pembagian hasil usaha
antara pemodal dan pengelola dana pembagian hasil usaha.6 Untuk menentukan tingkat
pembagian hasilnya, BMT akan menghitung setiap bulan atau setiap periode perhitungan
pendapatan usaha. Nisbah merupakan proporsi pembagian hasil. Begitu pula dalam
pembiayaan bagi hasil. Debitur harus melaporkan pembukuan usahanya sehingga dapat
diketahui nilai bagi hasilnya.7
Sistem Bagi Hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya
pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih.
Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada
masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus
ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi
bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi
dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Nisbah ini akan diterapkan dalam akad atau perjanjian. Sebelum akan ditandatangani,
nasabah atau anggota dapat menawar sampai pada tahap kesepakatan. Hal ini tentunya
berbeda dengan sistem bunga, yakni nasabah selalu pada posisi pasif dan dikalahkan, karena
pada umumnya bunga menjadi kewenangan pihak bank. Kesempatan tentang nishbah ini
selanjutnya tertuang dalam akad. Atas dasar laporan dari nasabah, manajemen BMT akan

membuat perhitungan bagi hasilnya sesuai dengan nishbah tersebut . Bagi keuntungan atau
bagi hasil merupakan ciri utama bagi lembaga keuangan tanpa bunga. Penentuan bagi hasil
berdasarkan surat An Nisa ayat 29, artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

6
Ahmad Ifham, Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2015), hlm. 45
7
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm.
21
Konsep nisbah hasil usaha dalam sistem perekonomian islam harus ditentukan pada
awal berlakunya kontrak kerjasama (akad), sesuai dengan peruntukan masing-masing sesuai
kesepakatan. Misalnya, nisbah itu ialah 40:60, berarti bagi hasil yang diperoleh akan
dibagikan sebanyak 40% kepada pemilik modal (shahib al mal) dan 60% kepada pengelola
dana (mudharib).8 Cara seperti ini menggambarkan sistem ekonomi islam yang berpola
kerjasama (partnership) yang sangat berbeda dengan sistem ekonomi konvensional yang
berasaskan bunga dan menganut hubungan antara kreditur dan debitur.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah
terdiri dari dua sistem, yaitu:
1) Profit Sharing   
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus
ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika
total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal
ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima
atas hasil usaha yang telah dilakukan. Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya
merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal
dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak
bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai
nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan
ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh
ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih
payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. Keuntungan yang didapat dari hasil usaha
tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-
biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa
negatif, artinya usaha merugi, positif  berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi
biaya-biaya, dan nol artinya antara  pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang
dibagikan adalah keuntungan  bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas
pengurangan total cost terhadap total revenue.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah
terdiri dari dua sistem, yaitu:
2) Revenue Sharing   
8
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), hlm. 112
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue
yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share  yang
berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau
pendapatan. Revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank
adalah  jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa
atas  pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank. 
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari
penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank
pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil
penerimaan bank. Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan
istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan
pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Lebih jelasnya revenue
sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh
pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya- biaya yang telah dikeluarkan
untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan
bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang
digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.
2. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam transaksi syariah dapat dilakukan dalam 2
akad, yaitu mudharabah dan musyarakah.
a. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuaindengan kesepakatan. Dalam
pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing  pihak memberikan kontribusi dana (atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan. Contohnya, Yessi akan membuka usaha tetapi kekurangan dana
maka si Yessi akan melakukan pinjaman kepada bank syariah dengan akad bagi hasil
musyarakah dimana bank sebagai pemberi modal dan si Yessi sebagai pengelola sekaligus
pemberi modal.

 b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)


Mudharabah adalah kerjasama usaha antara dua orang dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian
ditanggung oleh pemilik modal. Contohnya misalkan si Devri ingin membuka usaha warung
tapi si Devri tidak memiliki modal untuk membuka bisnis warungnya. Maka si Devri
melakukan pinjaman kepada bank syariah sebesar 20 juta untuk modal usahanya dengan
perjanjian bagi hasil, yaitu si Devri sebagai pengelola modal akan mendapatkan keuntungan
seesar 60% dan bank syariah sebagai pemberi modal akan mendapatkan keuntungan sebesar
40% dengan jangka pengembalian 1 tahun.

1) Mudharabah muthlaqah, adalah bentuk kerjasama antara kerjasama shahibul maal


dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu dan daerah bisnis.

2) Mudharabah Muqayyadah, dalam hal ini mudharib dibatasi oleh batasan usaha,
waktu atau tempat kerja usaha.9

C. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil10

Secara umum, bunga identik dengan sistem bank konvensional. Sementara itu, bagi
hasil identik dengan sistem bank syariah.

Bunga Bagi Hasil

9
Trisadini P. Usanti, Abd. Shomad, “Transaksi Bank Syariah”, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), hlm.
13
10
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba
Empat, 2013), hlm. 4
a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad a. Penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi
dengan asumsi harus selalu untung. hasil ditetapkan pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b. Besarnya persentasi berdasarkan pada b. Besarnya rasio bagi hasil adalah
jumlah uang (modal) yang diinginkan. berdasarkan nisbah terhadap besarnya
keuntungan yang diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap seperti yang c. Besarnya bagi hasil bergantung pada
dijanjikan tanpa pertimbnagan apakah proyek keuntungan proyek/usaha yang dijalankan.
yang dijalankan oleh pihak nasabah untung Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung
atau rugi. bersama oleh kedua belah pihak.
d. Jumlah pembayaran bunga tidak d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
meningkat, sekalipun jumlah keuntungan dengan peningkatan jumlah pendapatan.
berlipat atau keadaan ekonomi sedang
booming (meledak).
e. Eksistensi bunga diragukan oleh semua e. Tidak ada yang meragukan keabsahan
agama , termasuk Islam. sistem bagi hasil.

Uraian diatas secara jelas menunjukkan bahwa Islam mengharamkan bunga (riba) dan
menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan
mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam
investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan hal itu mengandung unsur
ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko
karena adanya persentae suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya moda

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang
berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau yang menjual
produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus di bayar oleh nasabah (yang
memiliki simpanan) dengan yang hams di bayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang
memperoleh pinjaman. Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada dua macam bunga yang
diberikan kepada nasabahnya yaitu:

a. Bunga simpanan

b. Bunga pinjaman

Bagi hasil adalah adalah sebagai suatu sistem yang meliputi pembagian hasil usaha
antara pemodal dan pengelola dana pembagian hasil usaha. Untuk menentukan tingkat
pembagian hasilnya, BMT akan menghitung setiap bulan atau setiap periode perhitungan
pendapatan usaha. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan
syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:

1) Profit Sharing 
2) Revenue Sharing

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ifham, Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2015), hlm. 45
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press,
2004), hlm. 21
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), hlm. 112
Rury Febrianto, https://bmtberingharjo.com/teori-bunga. Diakses pada tanggal 18 september
2022
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Salemba Empat, 2013), hlm. 4

Kasmir, Bank dan Lembaga lainnya (edisi baru), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
hlm. 121
Kaslan Tohir, Pengantar Ekonomi Tentang Uang-Kredit-Bank, (Jakarta: PT Gunung Agung,
1970), hlm. 59
Trisadini P. Usanti, Abd. Shomad, “Transaksi Bank Syariah”, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2013), hlm. 13
Dr. Moh. Hatta, Fasal-Fasal Ekonomi II, (Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1958),
hlm. 215

Anda mungkin juga menyukai