Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KAJIAN FATWA DSN MUI TENTANG BUNGA BANK DAN RIBA

(Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Fiqh Ekonomi dan Bisnis Islam)

Dosen Pengampu: Arsyil Azwar Senja, L.C., M.E.I.

Disusun Oleh:

1. Agus Wiyono (63010210129)


2. Rismalia Nanda Putri (63010210130)
3. Yasir Rahman Bachtiar (63010210137)
4. Niken Hapsari (63010210138)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Fatwa DSN MUI Tentang Bunga Bank dan Riba ini tepat pada waktunya dan tanpa
halangan apapun.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah


wawasan tentang segala hal mengenai fatwa DSN MUI tentang bunga bank dan riba
bagi penulis maupun para pembaca. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Arsyil Azwar Senja , L.C., M.E.I. selaku dosen mata kuliah Fiqh Ekonomi dan
Bisnis Islam yang telah memberikan tugas ini dan membimbing kami sehingga
kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami
tekuni.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Salatiga, 30 November 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

MAKALAH ....................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 5
C. TUJUAN MAKALAH .......................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
A. Pengertian Fatwa Bunga Bank dan Riba ........................................................... 6
B. Hukum Riba Dalam Islam ................................................................................... 7
C. Praktik Bunga Dalam Dunia Perbankan ............................................................ 8
D. Pendapat Para Ulama Mengenai Bunga Bank ................................................... 9
E. Fatwa MUI Tentang Bunga Bank ..................................................................... 10
BAB III............................................................................................................................. 13
A. KESIMPULAN ................................................................................................... 13
B. SARAN ................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai salah satu lembaga keuangan yang ada di Indonesia, bank mempunyai
peranan yang cukup vital dalam mengatur sirkulasi uang yang beredar di
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan fungsi bank secara umum yaitu menerima
simpanan uang, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang.1 istilah yang sering
dipakai dalam dunia perbankan adalah financial intermediary.
Dalam menghimpun dana dari masyarakat bank mempunyai tiga produk yang
lazim diterapkan di Indonesia yaitu produk tabungan, produk giro, dan produk
deposito. Adapun bank yang berprinsip syari’ah dalam usaha menghimpun dana
dari masyarakat, produk yang digunakan tidak jauh berbeda dengan yang ada pada
produk bank konvensional hanya saja prinsip yang digunakan tidak sama, yaitu
melalui simpanan giro (demand deposit) berdasarkan prinsip wadi’ah simpanan
deposito (time deposit) berdasarkan prinsip mudlȃrabah, dan tabungan (saving)
berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudlȃrabah. Perbedaan yang mendasar antara
kedua bank yang berbeda prinsip tersebut adalah terletak pada pemberian imbalan
atau jasa terhadap nasabah. Dalam menjalankan operasionalnya, bank konvensional
menggunakan sistem bunga (interest) sedangkan bank berdasarkan prinsip syari’ah
tidak menggunakan sistem bunga (interest) dalam menentukan imbalan atas dana
yang dititipkan oleh nasabah melainkan didasarkan pada prinsip bagi hasil (profit
sharing).
Sistem bunga bank yang ada di Indonesia saat ini telah menimbulkan polemik
bagi umat Islam akan status hukumnya. Tidak sedikit yang berkesimpulan bahwa
bunga pada bank konvensional adalah praktik riba di era modern. Menanggapi
keresahan umat Islam Indonesia itu, para Majlis Ulama Indonesia mengeluarkan
fatwa tentang bunga bank.

1
Andrianti dkk, Manajemen Bank Syariah (Implementasi teori dan praktek), Pasuruan : Penerbit
Qiara Media, 2019, hlm.3

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari fatwa bunga bank dan riba?
2. Bagaimana hukum riba dalam islam?
3. Bagaimana praktik bunga dalam dunia perbankan?
4. Bagaimana pendapat para ulama tentang bunga bank dan riba?
5. Bagaimana fatwa MUI tentang bunga bank dan riba?

C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui pengertian dari fatwa bunga bank dan riba
2. Untuk mengetahui hukum riba dalam islam
3. Untuk mengetahui praktik bunga dalam dunia perbankan
4. Untuk mengetahui Pendapat para ulama tentang bunga bank dan riba
5. Untuk mengetahui fatwa MUI tentang bunga bank dan riba

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fatwa Bunga Bank dan Riba


Fatwa atau ifta’ berasal dari kata afta, yang berarti memberikan penjelasan.
Secara definitif fatwa yaitu usaha memberikan penjelasan tentang hukum syara’
oleh ahlinya kepada orang yang belum mengetahuinya.2 Fatwa secara syariat
bermakna penjelasan hukum syariat atas suatu permasalahan dari permasalahan-
permasalahan yang ada, yang didukung oleh dalil yang berasal dari Al-Qur’an,
sunnah nabawiyyah, dan ijtihad.3
Secara umum,pengertian bunga bank adalah tambahan yang diberikan oleh
bank atas simpanan atau yang diambil oleh bank atas hutang. Riba secara bahasa
bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknik riba adalah
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Menurut Fatwa MUI, Bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi
pinjaman uang yang diperhitungkan dan pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan
pemanfaatan/hasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu, dan diperhitungkan
secara pasti di muka berdasarkan presentase. Sedangkan riba adalah tambahan
(ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang
diperjanjikan sebelumnya dan inilah yang disebut riba nasi’ah. Riba jenis kedua
yang disebut riba fadhl ialah pertukaran dua barang yang sejenis. Riba yang
dimaksud dalam fatwa ini adalah riba nasi’ah.
Hukum Bunga (Interest)

Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi
pada zaman Rasulullah SAW, baik riba nasi’ah maupun riba fadhl. Dengan
demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba
haram hukumnya. Praktek pembungaan uang ini banyak dilakukan oleh bank,
asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya maupun
individu.

2
Amir Ayarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta : Kencana, 2009), hlm.429
3
Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung: PT.Refika Aditama, 2011), hlm.212

6
B. Hukum Riba Dalam Islam
Pelarangan riba (prohibition of riba) dalam Islam secara tegas dinyatakan baik
dalam Alquran maupun Hadis yang diwahyukan secara berangsur-angsur seperti
halnya pengharaman khamar. Dalam perspektif ekonomi, pengharaman riba
setidaknya disebabkan empat faktor, yaitu:
1. Sistem ekonomi ribawi menimbulkan ketidakadilan. Karena pemilik modal
secara pasti akan dapat keuntungan tanpa mempertimbangkan hasil usaha yang
dijalankan oleh peminjam. Jika peminjam dana tidak memperoleh keuntungan
atau bangkrut usahanya, dia tetap membayar kembali modal yang dipinjamnya
plus bunganya. Dalam kondisi seperti ini, peminjam sudah bangkrut ibarat
sudah jatuh tertimpa tangga lagi dan tidak jarang penerapan bunga bukannya
membantu usaha kreditor, justru menambah persoalan baginya. Di sinilah
muncul ketidakadilannya.

2. Sistem ekonomi ribawi merupakan penyebab utama berlakunya


ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam. Keuntungan besar yang
diperoleh para peminjam yang biasanya terdiri dari golongan industri raksasa
(para konglomerat) hanya diharuskan membayar pinjaman modal plus
bunganya dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan keuntungan
yang mereka peroleh. Sementara bagi penabung di bank-bank umum terdiri
dari rakyat golongan menengah ke bawah tidak memperoleh keuntungan yang
seimbang dari dana yang mereka simpan di bank.

3. Sistem ekonomi ribawi akan menghambat investasi karena semakin tinggi


tingkat bunga maka semakin kecil kecenderungan masyarakat untuk
berinvestasi di sektor riil. Masyarakat lebih cenderung untuk menyimpan
uangnya di bank karena keuntungan yang lebih besar disebabkan tingginya
tingkat suku bunga.

4. Bunga dianggap sebagai tambahan biaya produksi. Biaya produksi yang tinggi
akan menyebabkan naiknya harga barang-barang (produk). Naiknya tingkat
harga, pada gilirannya akan mengundang terjadinya inflasi sebagai akibat
lemahnya daya beli masyarakat.4

4
Ummi Kalsum, 2014, Riba dan Bunga Bank Dalam Islam (Analisis hukum dan dampaknya
terhadap perekonomian umat), Jurnal Al-Adl (7) 2, hlm.70.

7
C. Praktik Bunga Dalam Dunia Perbankan
Disadari atau tidak, praktik riba banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari,
salah satunya yang terkait dengan bunga bank. Bunga bank adalah keuntungan yang
diambil oleh bank dan biasanya di tetapkan dalam bentuk persentase seperti 5%
atau 10% dalam jangka waktu bulanan atau tahunan terhitung dari jumlah pinjaman
yang diambil nasabah. Bunga bank digunakan oleh bank-bank konvensional
sedangkan bank syariah biasanya menggunakan istilah margin keuntungan. Bagi
bank konvensional, bunga bank menjadi tulang punggung untuk menanggung biaya
operasional dan menarik keuntungan. Selain itu bunga bank memiliki beberapa
manfaat bagi bank dan nasabah seperti berikut ini:
Pertama, bunga pinjaman merupakan balas jasa yang diberikan nasabah kepada
bank atas produk bank yang dibeli nasabah. Bunga Pinjaman, yaitu bunga yang
dibebankan kepada nasabah oleh bank khusus untuk nasabah yang memiliki
pinjaman di bank, contohnya adalah bunga kredit. Kedua, bunga simpanan adalah
harga yang harus dibayar bank kepada nasabah (yang memiliki simpanan), selain
itu bunga juga merupakan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (bagi
nasabah yang memperoleh pinjaman). Bunga Simpanan, yaitu bunga yang
diberikan sebagai balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank.
Contohnya adalah bunga tabungan dan bunga deposito.
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan
pendapatan bagi bank konvensional. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman
saling mempengaruhi satu sama lainnya. Ketika bunga simpanan tinggi, maka
secara otomatis bunga pinjaman ikut naik dan demikian pula sebaliknya.
Bunga bank termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran
Islam. Riba bisa saja terjadi pada pinjaman yang bersifat konsumtif, maupun
pinjaman yang bersifat produktif. Dan pada hakikatnya riba dalam bunga bank
memberatkan peminjam.
Meskipun hukum bunga bank sudah jelas, namun interpretasi tentang bunga
masih menuntut para pemikir dan beberapa organisasi masyarakat islam
memberikan pandangan masing-masing. Majelis Tarjih Muhammadiyah misalnya,
menurut lembaga ini, hukum tentang bunga bank dan riba dijelaskan bahwa Riba
hukumnya haram dengan nash sharih Alqur‟an dan As-Sunnah. Bank dengan
sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal. Adapun bunga
yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau

8
sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat (masih samar-
samar, belum jelas hukumnya sehingga butuh penelitian lebih lanjut). 5
Selanjutnya adalah Lajnah Bahsul Masa‟il Nahdhatul Ulama. Menurut lembaga
yang berfungsi dalam memberikan fatwa atas permasalahan umat ini, hukum bank
dengan praktek bunga di dalamnya sama seperti hukum gadai. Terdapat 3 pendapat
ulama sehubungan dengan masalah ini yaitu: pertama, hukumnya haram, sebab
termasuk utang yang dipungut secara rentenir. Kedua, hukumnya adalah Halal,
sebab tidak ada syarat pada waktu akad atau perjanjian kredit. Ketiga, hukumnya
adalah Syubhat (tidak tentu halal haramnya), sebab para ahli hukum berselisih
pendapat tentangnya. Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan
bahwa pilihan yang lebih berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni menyebut
bunga bank adalah haram. 6
Guna menghindari praktek riba pada bunga bank konvensional maka saat ini di
Indonesia sudah mulai banyak Bank Syariah sebagai pilihan umat Islam untuk
bertransasksi sesuai syariah Islam. Pada praktiknya, sebagai pengganti sistem
bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan berbagai macam cara yang
digunakan dalam akad kredit dan tentunya bersih dan terhindar dari hal-hal yang
mengandung unsur riba.

D. Pendapat Para Ulama Mengenai Bunga Bank

Bunga yang diharamkan adalah Bunga yang merupakan tanggungan pada


pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang
dipinjamkan. Kemudian apakah bunga termasuk riba, ada dua pendapat menurut
Ibn Taymiyah ; pertama, menurut ijma ulama di kalangan semua mazhab fiqh
bahwa bunga dengan segala bentuknya termasuk kategori riba. Dan kedua,
pendapat yang menyatakan bahwa bunga tidak termasuk kategori riba.
Beberapa tokoh berbeda pendapat tentang riba yang diharamkan adalah riba
yang bersifat adhafan muda‟afatan atau berlipat ganda. Pendapat ini dikemukakan
oleh Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad Asad, yang menafsirkan riba sebagai
usury yang berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang tinggi
dan bukan interest (bunga yang rendah). Adanya perbedaan penafsiran terhadap
interest dan usury ini membawa konsekuensi problem konseptual yang serius

5
Aminadin, Encang, and Khoirussoleh Al Bahri. "Penerapan Hukum Islam Terhadap Proses
Transaksi di Perbankan Syari‟ah." AL MUNAZHZHARAH 1.1 (2017): 56-75.
6
Abdul Salam, "Bunga Bank Dalam Perspektif Islam (Studi Pendapat Nahdlatul Ulama Dan
Muhammadiyah)." JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia) 3.1 (2016): 77-108.

9
sehingga timbul perbedaan pendapat terhadap kategori riba yang diharamkan. Jika
merujuk kepada pendapat tafsiran Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad Asad maka
bunga bank tidak termasuk riba yang diharamkan.
Muhammad Abduh, Muhammad Rashid Rida, Abd al-Wahab Khallaf, Mahmud
Shaltut Mereka berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah riba yang berlipat
ganda dan tidak termasuk riba yang kadarnya rendah.7 Mereka memahami sesuai
dengan konteks ayat riba yang mengharamkan riba yang berlipat ganda. Sanhuri
juga menganggap bahwa bunga yang rendah atas modal adalah halal atas dasar
kebutuhan. Ia menambahkan bahwa hukum harus menentukan batas-batas suku
bunga, metode pembayaran dan total bunga yang harus dibayar. Namun pendapat
terakhir ini mempunyai beberapa kelemahan, karena sepanjang sejarah tingkat
(kadar) suku bunga berbeda-beda (fluktuatif) mengikuti keadaan, baik dari segi
waktu dan tempat. Oleh karena itu sukar untuk menentukan tingkat suku bunga
yang tinggi atau yang rendah berdasarkan waktu dan tempat.
Pembenaran bunga atas dasar darurah dan hajjah adalah salah satu unsur penting
dalam perekonomian adalah bank, yang di dalamnya terkandung sistem bunga.
Bunga bank (interest) yang dianggap sama dengan riba akan sulit untuk dihentikan,
karena jika bank dilarang akan menimbulkan kemacetan ekonomi. Oleh karena itu,
dapat dikatakan kondisi semacam ini adalah darurat, yaitu membolehkan yang
dilarang atas dasar darurat sehingga tercipta suatu sistem yang tidak menimbulkan
kemacetan ekonomi. Akan tetapi konsep ini harus melihat kondisi riilnya apakah
termasuk kategori darurah dan hajah nya, semisal pada kondisi darurat tidak
terpenuhi karena menyimpan uang tidak mesti di bank atau pada saat ini, lembaga
keuangan syariah telah tersebarnya Lembaga-lembaga keuangan di Indonesia.8

E. Fatwa MUI Tentang Bunga Bank

Dalam kaitannya dengan bunga bank ini, sudah menjadi perdebatan dan wacana
oleh umat islam di seluruh dunia khususnya indonesia. Keberadaan status bunga
bank yang haram, halal, syubhatnya bleum jelas. Untuk menyikapi fenomena
tersebut, ditetapkanlah fatwa MUI nomor 1 tahun 2004 tentang bunga
(interest/Fa’idah).

Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional yang berkedudukan di


Jakarta telah mengeluarkan fatwa terkait bunga yang isinya adalah sebagai berikut:

7
Hisyam Ahyani dkk, Dialog Pemikiran Tentang Norma Riba, Bunga Bank, Dan Bagi Hasil Di
Kalangan Ulama, Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, (2020) (19) 2, 255
8
Ibid,hlm 256

10
a. Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 1 tahun 2004 tentang Bunga
(Interest/Fa’idah).
Memutuskan tentang :
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
1) Bunga )interest/fa’idah( adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi
pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa
mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo
waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya
berdasarkan persentase.
2) Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena
penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, dan
inilah yang disebut riba nasi’ah.

Kedua : Hukum Bunga (Interest)


1) Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang
terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian,
praktek pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram
hukumnya.
2) Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan
oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga
Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

Ketiga : Bermu’amalah dengan Lembaga Keuangan Konvensional.


1) Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan Lembaga Keuangan
Syari’ah dan mudah dijangkau, tidak dibolehkan melakukan transaksi
yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
2) Untuk wilayah yang belum ada kantor /jaringan Lembaga Keuangan
Syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga
keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/ hajat.(Majelis Ulama
Indonesia, 2004)

Dikeluarkarmya fatwa mengenai keharaman bunga bank oleh MUI


tersebut di atas, temyata mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat,
termasuk oleh ormas‐ormas Islam yang ada di Indonesia yang justru mempunyai
kecenderungan menolaknya.

Di antara empat produk hukum Islam yang ada (Kitab‐kitab fiqh, Fatwa‐
fatwa ulama, Keputusan‐keputusan Pengadilan Agama, dan Peraturan Perundang‐
undangan di Negara Muslim), fatwa memang merupakan produk hukum yang
bersifat tidak memaksa atau tidak mengikat sebagaimana halnya undang‐undang.

11
Terlebih lagi dalam konteks Indonesia sebagaimana telah diuraikan diatas,
penerapan hukum (syariat) Islam di Indonesia selama ini menghadapi tantangan
yang cukup berat, karena negara hukum Indonesia menganut aliran positivisme
yuridis: yakni bahwa yang bisa diterima sebagai hukum yang sebenarnya hanyalah
yang ditentukan secara positif oleh negara; atau hukum hanya bisa berlaku karena
hukum itu mendapatkan bentuk positifnya dari suatu instansi yang berwenang
(negara).9

Berkaitan dengan hal tersebut, MUI sendiri, Menanggapi pro dan kontra
yang mengiringi munculnya fatwa MUI tentang bunga bank ini, meminta agar
masyarakat tidak perlu resah sehubungan dengan dikeluarkannya fatwa MUI yang
mengharamkan bunga bank, karena fatwa tersebut bersifat fleksibel dan tidak
mengikat sehingga masyarakat tidak harus menarik dananya dari bank‐bank
konvensional. Dengan demikian walaupun secara tegas MUI menyatakan bahwa
hukum bunga bank (interest) adalah haram, namun masyarakat tetap diberikan
pilihan untuk mengikuti atau tidak fatwa tersebut.10

9
Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara (Yogyakarta: LkiS,
2001), hlm. 2
10
Yuliantin, Studi Tentang Penerapan Fatwa Bunga Bank Di Indonesia, Al-Risalah : Jurnal Kajian
Hukum Islam dan Sosial Kemasyarakatan, 2011 (11)2, hlm.138

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Fatwa MUI tentang bunga bank adalah riba, patut dihargai sebagai upaya
sosialisasi aktivitas perbankan berdasarkan perspektif keislaman. Namun,
keputusan untuk memilih penggunaan layanan jasa perbankan konversional atau
syariah tetap berada pada pihak nasabah. Dan hal yang wajar apabila sebagian besar
nasabah akan memilih layanan jasa perbankan atas dasar profesionalisme.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fatwa MUI tentang pengharaman
bunga bank, memang merupakan momentum yang sangat menentukan bagi
perkembangan perbankan syari’ah di tanah air. Namun mengingat sifat ataupun
karakteristik fatwa sebagai produk pemikiran hukum para ulama yang
kedudukannya tidak sekuat undang‐undang (hukum positif), perkembangan
perbankan syari’ah yang diidamkan, hanya mungkin dengan menindaklanjuti fatwa
tersebut, dengan tindakan‐tindakan kongkrit. Follow up atau tindak lanjut fatwa itu
sendiri, bukan semata tanggung jawab lembaga perbankan syari’ah ataupun insarn‐
insan yang terlibat langsung di dalamnya, melainkan tanggung jawab seluruh
komponen, termasuk pemerintah, dan para ulama, maupun lembaga‐lembaga
pendidikan, serta komponen‐komponen lainnya.

B. SARAN
Berdasarkan makalah yang kami buat tentang fatwa DSN MUI tentang bunga
bank dan riba di atas, tentunya masih terdapat banyak kekurangan dalam hal
orientasi materi maupun penulisan makalah.Dan kami juga mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan guna
pembelajaran dan juga penyusunan makalah untuk ke depannya.Kami mohon maaf
apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas,
dimengerti dan lugas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahyani, H. (2019). Dialog Pemikiran Tentang Norma Riba, Bunga Bank, Dan Bagi Hasil Di
Kalangan Para Ulama. Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam,
225.

Aminadin, E. a. (2017). Penerapan Hukum Islam Terhadap Proses Transaksi di Perbankan


Syariah. AL-MUNAZHZHARAH, 56-75.

Andriyanti. (2019). Manajemen Bank Syariah di Indonesia (Implementasi teori dan


praktek). Pasuruan: Qiara Media.

Ayarifuddin, A. (2009). Ushul Fiqih. Jakarta: Kencana.

Kalsum, U. (2014). Riba dan Bunga Bank Dalam Islam (Analisis hukum dan dampaknya
terhadap perekonomian umat). Jurnal Al-Adl, 70.

Mardani. (2011). Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia. Bandung: PT.Refika Aditama.

Marzuki wahid dan Rumadi. (2001). Fiqh Madzhab Negara. Yogyakarta: LkiS.

Salam, A. (2016). Bunga Bank Dalam Perspektif Islam (Studi Pendapat Nahdatul Ulama
dan Muhammadiyah). JESI (Juurnal Ekonomi Syariah Indonesia, 77-108.

Yuliantin. (2011). Studi Tentang Penerapan Fatwa Bunga Bank Di Indonesia. Al-Risalah :
Jurnal Kajian Hukum Islam, 138.

14

Anda mungkin juga menyukai