Disusun oleh:
Kelas : Studi Fiqih - E
PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................2
C. Tujuan makalah ...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perbankan Syari’ah........................................................................3
B. Akad Wadi’ah..................................................................................................4
C. Akad Mudharabah............................................................................................6
D. Akad Musyarakah............................................................................................8
A. Kesimpulan......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Perbankan Syari’ah?
2. Apa pengertian Akad Wadi’ah?
3. Apa pengertian Akad Mudharabah?
4. Apa pengertian Akad Musyarakah?
5. Bagaimana prinsip pada akad Wadi’ah, Mudharabah dan Musyarakah??
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Perbankan Syari’ah
2. Untuk mengetahui pengertian Akad Wadi’ah dalam Perbankan Syari’ah
3. Untuk mengetahui pengertian Akad Mudharabah dalam Perbankan
Syari’ah
4. Untuk mengetahui pengertian Akad Musyarakah dalam Perbankan
Syari’ah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pemikiran dan aktivitas ekonomi syari’ah di Indonesia akhir abad ke-20 lebih
berorientasi pada pendirian lembaga keuangan dan perbankan syari’ah.
Perkembangan sistem perbankan syari’ah dalam kerangka Dual Banking System
memberikan alternatif lain dalam perbankan yang semakin lengkap bagi
masyarakat Indonesia, hal ini dikarenakan perbankan syari’ah merupakan sistem
perbankan yang memberikan konsep saling menguntungkan bagi kedua belah
pihak, didukung dengan keanekaragaman produk-produknya yang dilakukan
secara transparan sehingga adil bagi kedua belah pihak.
3
meliputi kelembagaannya, kegiatan usaha dan cara serta proses dalam
menjalankan kegiatan usahanya.
Kata syari’ah dalam versi bank syari’ah di Indonesia adalah aturan perjanjian
berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain yang menyimpan dana
dan pembiayaa kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.
Konsep ekonomi syari’ah di dalamnya terakumulasi nilai-nilai, prinsip-prinsip,
teori-teori serta kaidah-kaidah ekonomi syari’ah yang pada muaranya akan
diterapkan ke dalam pelbagai bentuk lembaga ekonomi berbasis agama Islam.
Mulai dikenalnya sistem syari’ah dalam perbankan syari’ah oleh masyarakat
Indonesia dan karena Bank Syari’ah layaknya bank umum konvensional dapat
juga melayani seluruh aktivitas perbankan sebagaimana umunya, yaitu lembaga
perantara keuangan dimana menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
B. Akad Wadi’ah
4
c. Syafi’iah: al-wadi’ah adalah sesuatu harta benda yang disimpan ditempat
orang lain untuk dipeliharakan
d. Hanabilah: suatu harta yang diserahkan kepada seseorang untuk
memeliharanya tanpa adanya ganti rugi
e. Ulama Fiqh Kontemporer: al-Wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak
ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
Beberapa landasan syariah dalam praktik akad Waqiah :
QS. An-Nisa: 58
َف ِإْن َأِم َن َبْعُض ُك ْم َبْعًض ا َفْل ُي َؤ ِّد ا َّل ِذ ي ا ْؤ ُتِم َن َأَم ا َن َت ُه َو ْل َي َّت ِق ال َّل َه
ۗ َر َّبُه
Artinya : Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya
5
boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi’ah yad
dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta
titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
C. Akah Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka
bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka
menjalankan suatu usaha, berdagang atau berjihad di jalan Allah, Mudharabah
disebut juga qiraadh, berasal dari kata al–qardhu yang berartial-qath’u (sepotong),
karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan
dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya
Sedangkan menurut istilah fiqih, Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja
sama usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi
modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi
antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
Dalam fiqih Islam mudharabah merupakan salah satu bentuk kerjasama antara
rab al-mal (investor) dengan seorang pihak kedua (mudharib) yang berfungsi
sebagai pengelola dalam berdagang. Istilah mudharabah oleh ulama fiqh Hijaz
menyebutkan dengan Qiradh. Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti
memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya
adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usaha4 . Secara
terminologi, para Ulama Fiqh mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh dengan :
“Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang)
untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama
dan dibagi menurut kesepakatan”. Mudharib menyumbangkan tenaga dan
waktunya dan mengelola kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak.
Salah satu cirri utama dari kontrak ini adalah bahwa keuntungan, jika ada, akan
dibagi antara investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati
sebelumnya. Kerugian, jika ada, akan ditanggung sendiri oleh si investor.
Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk saling
membantu antara rab al-mal (investor) dengan mudharib. Ibn Rusyd dari
6
madzhab Maliki menyatakan bahwa di perbolehkannya akad mudharabah
merupakan suatu kelonggaran yang khusus. Meskipun mudharabah tidak secara
langsung disebutkan oleh al-Qur’an atau Sunnah, namum ia adalah sebuah
kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam, dan bentuk perdagangan
semacam ini terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai tulang
punggung perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh.
Dasar hukum yang biasa digunakan oleh para Fuqaha tentang kebolehan
bentuk kerjasama ini adalah :
Firman Allah dalam Surah al- Muzzammil ayat 20 dan al-Baqarah ayat 198 :
... َو َآَخ ُر وَن َيْض ِرُبوَن ِفي اَأْلْر ِض َيْبَتُغوَن ِم ْن َفْض ِل هَّللا
Artinya : “....dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia
Allah....”.
Dan Al-muzammil ayat 20 :
7
2. Jenis usaha.
3. Keuntungan.
4. Shighot (pelafalan transaksi)
5. Dua pelaku transaksi, yaitu pemilik modal dan pengelola.
Prinsip mudharabah dalam pengumpulan dana perbankan syariah diplikasikan
dalam bentuk Tabungan mudharabah. Tabungan Mudharabah merupakan
simpanan yang hanya dapat ditarik dengan cara cara tertentu yang disepakati.
Tabungan ini akan dikelola dengan mempergunakan prinsip mudharabah
mutlaqah dimana pengelolaan dana sepenuhnya diserahkan kepada
mudharib.Tabungan Mudharabah ini tidak dapat diambil sewaktu waktu karena
merupakan investasi yang diharapkan akan memberikan keuntungan, oleh karena
itu dana hanya dapat ditarik setelah akad berakhir.
D. Akad Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian
keuntungan secara bagi hasil. Menurut Dewan Syariah Nasional MUI
mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian
berdasarkan kontribusi dana. Para mitra bersama – sama menyediakan dana untuk
mendanai suatu usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan
maupun yang baru. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas at
au asset non kas.
Syirkah berarti sharing ‘berbagi’, dan didalam terminologi fikih Islam dibagi
dalam dua jenis:
a. Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu
kepemilikan bersama dua pihak atau lebih dari suatu properti.
b. Syirkah al-‘aqd atau syirkah ‘ukud atau syirkah akad, yang berarti
kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak bersama atau usaha
komersial bersama. Syirkah al- ‘aqd sendiri ada empat (Madzhab
8
Hambali memasukkan syirkah mudharabah sebagai syirkah al-‘aqd yang
kelima), satu yang disepakati dan tiga yang diperselisihkan, yaitu:
Syirkah al-amwal atau syirkah al-‘Inan, yaitu usaha komersial bersama
ketika semua mitra usaha ikut andil menyertakan modal dan kerja, yang
tidak harus sama porsinya, kedalam perusahaan. Para ulama sepakat
membolehkan bentuk syirkah ini.
Syirkah al-mufawwadhah, yaitu usaha komersial bersama dengan syarat
adanya kesamaan pada penyertaan modal, pembagian keuntungan,
pengelolaan modal, dan orang. Madzhab Hanafi dan Maliki
membolehkan bentuk syirkah ini. Sementara itu madzhab Syafi’i dan
Hambali melarangnya karena secara realita sukar terjadi persamaan
pada semua unsurnya, dan banyak mengandung unsur gharar atau
ketidakjelasan.
Syirkah al-a’mal atau syirkah Abdan, yaitu usaha komersial bersama
ketika semua mitra usaha ambil bagian dalam memberikan jasa kepada
pelanggan. Jumhur (mayoritas) ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki
dan madzhab Hambali, membolehkan bentuk syirkah ini. Sementara
itu, madzhab Syafi’i melarangnya karena madzhab ini hanya
membolehkan syirkah modal dan tidak boleh syirkah kerja.
Syirkah al-wujuh adalah usaha komersial bersama ketika mitra tidak
mempunyai investasi sama sekali. Mereka membeli komoditas dengan
pembayaran tangguh dan menjualnya tunai. Madzhab Hanafi dan
Hambali membolehkan bentuk syirkah ini, sedangkan madzhab Maliki
9
o Q.S An Nisa ayat 12
َٰذ
َفِإْن َك ا ُنوا َأْك َثَر ِم ْن ِل َك َفُه ْم ُش َر َك ا ُء ِف ي ال ُّث ُلِث ۚ ِم ْن َبْع ِد
ۗ َو ِص َّيٍة ُيو َص ٰى ِب َه ا َأْو َدْي ٍن َغ ْيَر ُم َض ا ٍّر ۚ َو ِص َّيًة ِم َن ال َّلِه
َو ال َّلُه َع ِل ي ٌم َح ِل ي ٌم
Artinya : Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka
mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang
dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun.
o Ijma’
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al Mughni mengatakan bahwa “Kaum
muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global
walaupun terdapat perbedaan pendapat dari beberapa elemennya”.
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
AFiqhus Sunnah, karya Sayid Sabiq III/220, dan Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal
Kitabil „Aziz,karya „Abdul, Azhim bin Badawi al-Khalafi al-Fiqhu al-Islami wa
Adillatuhu, Wahbah Zuhaily
Neni Sri Imaniyati, Aplikasi Sistem Bagi Hasil Dalam Simpanan Nasabah pada
Bank Syari’ah, (Fakultas Hukum Unisba untuk Indonesia, 2012), hal 59
Neni Sri Imaniyati, Aplikasi Sistem Bagi Hasil Dalam Simpanan Nasabah pada
Bank Syari’ah, (Fakultas Hukum Unisba untuk Indonesia, 2012), hal 61
Saleh, Marhamah, Wadiah, Rahn dan Qardh : materi kuliah, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Wiroso, Penghimpunan dana dan Distribusi Hasil Usaha bank Syariah, Penerbit
Garsindo Jakarta, 2005
12