Anda di halaman 1dari 25

PERBANKAN SYARIAH

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi


Tugas Mata Kuliah Manajemen Perbankan Syariah
Pada Program Studi Manajemen Haji dan Umrah

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Andis Febrian, SEI., MM

Disusun Oleh Kelompok 2/MHU 3B


Hafiz (3622034)
Jerry Alfajri (3622042)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, Sholawat dan Salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
dengan mengucapkan Allohummaa sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali
Muhammad yang menjadi panutan kita sampai akhir zaman, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Perbankan Syariah Penulisan makalah ini
dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen
Perbankan Syariah pada Program Studi S1 Manajemen haji dan umrah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek
Bukittinggi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini, sejak tahap awal
sampai dengan tahap akhir, tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua yang
dengan sabar menyemangati dan mendoakan penulis, sehingga makalah ini dapat
selesai.
Doa dan harapan penulis kepada semua pihak yang telah memberikan
dorongan, bantuan, bimbingan, petunjuk, dan arahan yang bermanfaat tersebut,
semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta
menjadi amal jariyah yang berguna diakhirat kelak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari sisi
materi maupun tehnik penulisan. Masih banyak hal-hal yang harus dibenahi. Untuk
itu penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi 15-September-2023

2
Penulis,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................…… 2


DAFTAR ISI ..................................................................................................…… 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................…… 4


A. Latar Belakang ........................................................................…… 4
B. Rumusan Masalah ...................................................................…… 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................…… 6
A. Pengertian bank syariah ...........................................................…… 6
B. Sejarah dan perkembangan bank syariah di indonesia..............…… 8
C. Perbedaan bagi hasil dan bunga................................................…… 11
D. Perbedaan bank konvensional dan bank syariah........................…… 13
BAB III PENUTUP .....................................................................................…… 23
A. Kesimpulan .............................................................................…… 23
B. Saran ........................................................................................…… 23

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan sistem perbankan dunia telah mengalami transformasi yang
signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Salah satu inovasi penting yang muncul
adalah Perbankan Syariah, yang merupakan sebuah alternatif unik dalam dunia
keuangan global. Perbankan syariah berakar pada prinsip-prinsip etika Islam dan
menawarkan pendekatan yang berbeda dalam menjalankan aktivitas perbankan.
Sistem perbankan konvensional seringkali dihadapkan pada masalah-
masalah etis dan keuangan yang menjadi penyebab terjadinya krisis keuangan global.
Sebagai alternatif, Perbankan Syariah menawarkan solusi yang berfokus pada
transparansi, keadilan, dan keberlanjutan. Prinsip-prinsip syariah dalam perbankan
mencakup larangan riba (bunga), larangan investasi dalam industri yang diharamkan,
serta prinsip berbagi risiko dan keuntungan antara bank dan nasabah.
Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di
dunia, telah menjadi salah satu pusat pertumbuhan Perbankan Syariah yang paling
signifikan. Namun, pemahaman yang mendalam tentang sistem ini masih menjadi hal
yang penting untuk diperluas. Oleh karena itu, penulisan makalah ini bertujuan untuk
menggali lebih dalam mengenai konsep, perkembangan, dan dampak Perbankan
Syariah dalam konteks Indonesia, serta melihat bagaimana sistem ini berkontribusi
terhadap inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian bank syari’ah ?
2. Seperti apa sejerah dan perkembangan bank syari’ah di Indonesia ?

4
3. Apa perbedaan bunga dan bagi hasil ?
4. Apakah perbedaan bank syari’ah dan bank konversial.
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penulis merumuskan tujuan penulisan
sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian bank syariah.
2. Mengetahui sejarah dan perkembangan bank syariah di Indonesia.
3. Memahami perbedaan bagi hasil dan bunga.
4. Memahami perbedaan bank syariah dan bank konvensional

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syariah


Menurut undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan pengertian bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam yaitu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam
khususnya yang menyangkat tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara
bermuamalat itu menjauhi praktk-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur riba
untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan. Selain itu pengertian bank Syariah adalah institusi keuangan yang
memiliki hukum, aturan dan prosedur sebagai wujud dari komitmen kepada prinsip
syariah dan melarang menerima dan membayar bunga dalam proses operasi yang
dijalankan.
Secara umum bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu,
menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman
uang.Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan
dengan akad yang sesuai dengan syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam
sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta,
meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta
melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW.
Dengan demikian fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit,

6
menyalurkan dana dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan Islam bahkan sejak zaman Rasulullah SAW.1
Bank sebagai lembaga intermediasi dengan fungsi utama menghimpun dana
masyarakat yang mengalami surplus kepada pihak yang membutuhkan dalam bentuk
kredit atau pembiayaan dalam bank syariah. Dalam penghimpunan dana perbankan
memberikan bunga (bank konvensioanl) atau bagi hasil pada perbankan syariah.
Bunga atau bagi hasil yang diberikan kepada pemilik dana tersebut bersumber dari
pandapatan bank.
Bank syariah merupakan lembaga intermediasi keuangan (financial
intermediary institution) yang kegiatan operasionalnya bebas dari unsur-unsur yang
dilarang oleh islam, yaitu Maisir, Gharar, Riba, Ryswah, dan Bathil. Dengan
demikian berbeda dengan bank konvensional yang kegiatan operasionalnya
menggunakan prinsip bunga yang oleh sebagian besar ulama dikatakan sama dengan
riba. Sistem perbankan Islam berbeda dengan sistem perbankan konvensional, karena
sistem keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan subsistem dari suatu sistem
ekonomi Islam yang cakupannya lebih luas.Oleh karena itu perbankan Islam tidak
hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun dituntut secara
sungguh-sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syariah.
Tujuan dari pendirian bank-bank Islam umumnya adalah untuk
mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, Syariah
dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang
sterkait agar umat terhindar dari hal-hal yang bersifat maisir dan riba. Prinsip utama
yang dianut oleh bank Islam adalah, larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi,
menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh
keuntungan yang sah menurut syariah, menumbuh kembangkan zakat.

B. Sejarah Dan Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia

1
Rahmat Ilyas, “Manajemen Permodalan Bank Syariah,” BISNIS : Jurnal Bisnis Dan Manajemen
Islam 5, no. 2 (2018): 323, https://doi.org/10.21043/bisnis.v5i2.3017.

7
Indonesia sebagai sebuah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia baru
pada akhir-akhir abad XX ini memiliki bank-bank yang mendasarkan pengelolaannya
pada prinsip syariah. Pada awal-awal berdirinya negara Indonesia perbankan masih
berpegang pada sistem konvensional atau sistem bunga bank (interest system).
Pada tahun 1983 dikeluarkan kebijakan berkaitan dengan pem- berian
keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk bunga nol persen. Hal ini terus
berlangsung paling tidak hingga dikeluarkannya paket kebijakan Oktober 1988 (Pakto
88) sebagai kebijakan deregulasi di bidang perbankan yang memperkenankan
berdirinya bank-bank baru.
Secara kelembagaan bank syariah pertama kali yang berdiri di Indonesia adalah
Bank Muamalat Indonesia (BMI), kemudian baru menyusul bank-bank lain yang
membuka jendela syariah (islamic window) dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Melalui islamic window ini, bank-bank konvensional dapat memberikan jasa pembia-
yaan syariah kepada para nasabahnya melalui produk-produk yang bebas dari unsur
riba (usury), gharar (uncertainty), dan maysyir (speculative) dengan terlebih dahulu
membentuk Unit Usaha Syariah (UUS). UUS adalah unit kerja di kantor pusat bank
umum konvensio- nal yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah
dan atau unit syariah.2
Sedangkan secara yuridis di tataran undang-undang dimulai pada tahun 1992
dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan
yang memuat ketentuan-ketentuan yang secara implisit memperbolehkan pengelolaan
bank berdasarkan prin- sip bagi hasil (profit and loss sharing), terutama melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil. Kemudian dipertegas lagi melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
yang merupakan amandemen dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992. Dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ini secara tegas membedakan bank
berdasarkan pada pengelolaannya terdiri dari bank konvensional dan bank syariah,
baik itu bank umum maupun bank perkreditan rakyat. Adanya undang-undang ini
2
Ghofur abdul Anshori, PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA (Yogyakarta: UGM PRESS, 2018).

8
juga sekaligus menghapus Pasal 6 PP No. 72/1992 yang melarang adanya
dual banking system. Dalam periode 1992 sampai dengan 1998, terdapat hanya satu
bank umum syariah dan 78 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang telah
beroperasi. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang
memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan
syariah, serta kemudian disusul oleh keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia
untuk dapat pula menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah, menyebabkan
industri perbankan syariah berkembang lebih cepat.
Setelah di undangkannya Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998,
perkembangan bank syariah di Indonesia semakin pesat, yaitu ditandai dengan
berdirinya bank syariah buru dengan sistem dual banking (dual banking system)
antara lain, Bank IFI yang membuka cabang Syariah pada tanggal 28 Juni 1999, Bank
Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti (BSB), anak
perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian lima cabang baru berupa cubang syariah
dari PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Pada bulan Februari 2000, tercatat di
Bank Indonesia bank-bank yang membuka cabang syariah, yakni: Bank Niaga, Bank
BTN, Bank Mega, Bank BRI. Bank Bukopin, BPD Jabar, dan BPD Aceh.
Dengan demikian, legalisasi kegiatan perbankan syariah melalui Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagai- mana yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2004, merupakan jawaban atas permintaan masyarakat yang
membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menye- diakan jasa
perbankan keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Bank Umum Syariah, BPRS, serta UUS hanya dapat didirikan jika telah
mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. Persetujuan Bank Indonesia tersebut
meliputi 2 (dua) tahap, yaitu persetujuan prin- sip dan izin usaha. Persetujuan prinsip
adalah persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank Berdasarkan Prinsip

9
Syariah. Setelah persetujuan prinsip diberikan oleh Bank Indonesia maka tahap
selanjutnya adalah izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
usaha Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.

Perkembangan terakhir muncul konsep office chanelling, yang intinya


menyatakan bahwa bank-bank konvensional diperbolehkan membuka counter-
counter syariah dalam operasional usahanya. Dalam rangka menghindari
tercampurnya dana antara dana konven- sional dengan dana syariah, maka dilakukan
pemisahan atas dana-dana yang ada melalui pembedaan penutabukuan (sistem
akuntansi). Dengan demikian, maka para pengguna jasa bank tidak perlu khawatir
atas dananya. Hanya saja menurut pendapat penulis adanya office chaneling ini
hendaknya hanya sifatnya sementara, sebelum dibentuknya kantor cabang atau kantor
cabang pembantu baru dari bank yang bersangkutan.

Mengenai office chaneling ini telah diatur dalam PBI Nomor 8/3/PBI/2006
tentang Office Channeling, yang intinya diatur sebagai berikut:
1. Kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan Kantor Cabang Konvensional
dan atau Kantor di bawah Kantor Cabang Konvensional untuk dan atas nama
Kantor Cabang Syariah pada bank yang sama.
2. Pembukaan Layanan Syariah harus:
a. Dicantumkan dalam rencana bisnis bank
b. Dalam satu wilayah kerja kantor bank Indonesia dengan kantor cabang
syariah induknya.
c. Menggunakan pola kerja sama antar kantor cabang syariah dengan kantor
cabang konvensional/kantor cabang pembantu konvensional
d. Menggunakan sumber daya manusia bank sendiri yang memiliki
pengetahuan mengenai produk dan oprasionl bank syariah
3. Memiliki pencatatan dan pembukuan yang terpisah dengan kantor cabang
konvensional/pembantu cabang konvensional dimana layanan syariah berada

10
4. Laporan keuangan layanan syariah digabungkan ke kantor cabang syariah
induknya pada hari yang sama.

Adapun visi dari pengembangan perbankan syariah di Indonesia adalah


terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi
prinsip kehati-hatian serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui
kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka keadilan,
tolong menolong, dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat.

Dalam Peraturan Bank Indonesia dikatakan bahwa bank konvensional dapat


melakukan konversi menjadi bank syariah, tetapi tidak sebaliknya bank syariah tidak
diperbolehkan dikonversi menjadi bank konvensional, bahkan bank konvensional
yang telah menjadi bank syariah juga dilarang mengkonversikan lagi menjadi bank
konvensio- nal. Dengan demikian tujuan akhir dan ideal dari sistem perbankan di
Indonesia menurut pendapat Penulis sebenarnya mengarah pada pengembangan bank
syariah. Kemudian diharapkan agar RUU Perbankan Syariah yang ada dapat segera
disempurnakan dan disahkan, sehingga Perbankan Syariah mempunyai landasan
hukum yang semakin kokoh dan jelas.

C. Perbedaan bunga dan bagi hasil

Bagi hasil adalah bentuk return (perolehan kembaliannya) dari kontrak


investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan
kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik
perbankan syariah. Metode bagi hasil itu ada dua system, yaitu sebagai berikut :3

1. Bagi untung (profit sharing).


Adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya
pengolahan dana.
3
Deni Yanuar and Siti Ita Rosita, “Studi Komparatif Sistem Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Dan
Sistem Bunga Kredit Pinjaman,” Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan 1, no. 3 (2013): 215–20,
https://doi.org/10.37641/jiakes.v1i3.246.

11
2. Bagi hasil (revenue sharing).
Adalah bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan.

Sedangkan Suku bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi


pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan
pemanfaatan atau hasil pokok tersebut berdasarkan tempo waktu dan diperhitungkan
secara pasti dimuka berdasarkan persentase. Bagi bank yang menjalankan
operasionalnya secara konvensional dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan
oleh bank kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Dalam kegiatan
bank konvesional ada macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu :

1. Bunga simpanan, merupakan biaya dana yang dikeluarkan kepada nasabah.


2. Bunga kredit atau pinjaman, merupakan pendapatan yang diterima nasabah.
Dari penjelasan di atas dapat diperoleh beberapa perbedaan antara sistem bagi
hasil dengan sitem bunga :
a) Bagi hasil.
 Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
 Besarnya pembagian keuntungan (bagi hasil) ditentukan dari nisbah
dikalikan jumlah keuntungan yang diperoleh.
 Bagi hasil tergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan.
 Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan
jumlah pendapatan.
 Pelunasan pinjaman lebih awal tidak akan mendapat denda atau penalti
b) Bunga.
 Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi
harus selalu untung.
 Besarnya bunga yang diterima ditentukan dari persentase bunga
dikalikan dengan saldo pinjaman.

12
 Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah usaha yang dijalankan oleh nasabah untung atau rugi.
 Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah
keuntungan yang dialami nasabah sedang meningkat atau keadaan
ekonomi sedang booming.
 Pelunasan pinjaman lebih awal dari tanggal jatuh tempo akan
mendapat denda atau penalti.

D. Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional

1. Bank Konvensional
Penerapan bank konvensional sejatinya sudah ada semenjak zaman Romawi,
Yunani dan Babilonia. Aplikasi perbankan dimasa itu sangat sangat urgen di dalam
lalu lintas perdagangan. Awal mulanya dijalankan perbankan hanya terbatas kepada
tukar-menukar uang saja. Kemudian praktek tersebut di kemudian hari tambah
berkembang menjadi usaha menerima setoran tabungan dari masyarakat, menitipkan
uang ataupun memberikan pinjaman uang dengan kemudian mengambil bunga
pinjaman dari peminjam.
Masa bank konvensional modern dimulai sejak abad ke 16 di , Belgia Inggris,
dan Belanda. Si waktu itu tukang emas mau menerima uang logam (emas dan perak)
untuk dijadikan tabunggan. Tanda bukti tabungan emas ini ditunjukkan dengan surat
deposito yang disebut goldmith’s note. Dalam perkembangan selanjutnya goldmith’s
note ini digunakan sebagai alat pembayaran. Para tukang emas mulai mengeluarkan
goldmith’s note yang tidak didukung dengan cadangan emas atau perak dan diterima
sebagai alat pembayaran yang sah dalam transaksi bisnis. Inilah cikal bakal
munculnya uang kertas modern. Pihak-pihak yang terlibat dalam zaman ini adalah
konsumen, produsen serta pedagang, raja-raja serta aparatnya, organisasi gereja yang

13
membutuhkan jasa perbankan untuk melancarkan kegiatannya. Dari derkriptif sejarah
perbankan konvensional di atas, dapat diketahui bahwa ada keterkaitan yang erat
antara mekanisme perbankan yakni sebagai lembaga perantara (intermediary
institusion) antara debitur dan kreditur dalam hal penyaluran dan penarikan dana dari
masyarakat dengan prinsip dan mekanisme bunga. Kedua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan, ketika membicarakan prinsip dan mekanisme perbankan konvensional.4
Sebagaimana disebutkan di dalam UU Nomor. 7 1992, Di Indonesia bank
dibedakan menjadi 2 jenis bank dengan masing-masing usahanya yaitu:
a. Bank Umum
Menurut ketentuan pasal usaha bank umum meliputi :
 Mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan,
sertifikat deposito, simpanan giro, deposito berjangka, dan atau
bentuk lainnya yang disamakan dengan itu.
 Menyalurkan kredit.
 Membuat surat pengakuan hutang.
 Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.
 Meminjam dana dari, menempatkan dana pada, atau meminjamkan
dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi
 Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Perkreditan Rakyat
Menurut ketentuan pasal 13 LTU Nomor 7 tahun 1992 tentang usaha
perbankan, usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi :

4
Yusriadi, “Bank Syariah Dan Konvensional (Suatu Analisis Perbedaan Dan Prinsip-Prinsipnya),”
SYARAH : Jurnal Hukum Islam 11, no. 2 (2022).

14
 Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabunngan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
 Memberikan kredit.
 Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah.
 Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan
pada bank lain.

2. Bank Syariah
Praktek perbankan dalam Islam telah ada sejak lama para pengusaha muslim
telah mengenal usaha penukaran uang (Money changer), yang dalam sejarah Islam
dikenal dengan sarraf dan adanya siftajah yakni sejenis letter of credit atau kertas
pembayaran (bill of exchange) menandakan telah dikenal operasional transper dana
(remmitance) dalam masyarakat muslim. Pengharaman bunga dalam mekanisme
perbankan Islam menyebabkan bisnis mereka tidak mampu bersaing dengan pebisnis
lain yang non muslim yang menerapkan bunga yang tinggi. menyebabkan bisnis
mereka tidak mampu bersaing dengan pebisnis lain yang non muslim yang
menerapkan bunga yang tinggi.
Prinsip-prinsip nilai dan mekanisme-mekanisme operasional dari satu sistem
perbankan tertentu akan membedakannya dengan perbankan lain. Dalam perbankan
Islam, internalisasi nilai-nilai syariah dan operrasional perbankan dapat dilihat dari
produk-produk maupun jasa layanan yang ditawarkan perbankan syariah.

15
Secara garis besar, produk-produk dan jasa layanan perbankan syariah dapat
dogolongkan berdasarkan prinsip-prinsip akad sebagai berikut Internalisasi nilai-nilai
syari’ah dalam operasional perbankan dapat dilihat dari produk-produk maupun jasa
layanan yang ditawarkan perbankan syari’ah. Secara garis besar, produk-produk dan
jasa layanan perbankan syari’ah dapat digolongkan berdasarkan prinsip-prinsip akad
sebagai berikut:
a. Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository/ al- Wadi ’ah)
Dalam tradisi fiqh Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan
nama al-wadi’ah, yang dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Landasan
hukum al-wad'i’ah antara lain adalah Q.S. an-Nisa : 58.
Dua jenis al-wadi ’ah adalah:
1. Al-wadi 'ah yad al-amanah, Dalam akad ini pihak penyimpan tidak
bertanggung-jawab terhadap kerusakan atau kehilangan barang yang
disimpan, yang tidak diakibatkan oleh perbuatan atau kelalaian
penyimpan. Selain itu pihak penyimpan tidak boleh menggunakan dan
memanfaatkan uang ataupun barang yang dititipkan, tetapi harus
benar-benar menjaga sesuai kelaziman Pihak penerima titipan dapat
membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya pinitipan.
2. Al-wadi ’ah yad ad-damanah Dalam akad ini, pihak penyimpan
dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan
titipan tersebut, dan bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan
barang yang disimpan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh
dalam penggunaan barang tersebut menjadi hak penyimpan.
Aplikasi nya dalam perbankan syari’ah, Al-wadi’ah yad ad-damanah
ini dapat berbentuk eurrent aecount (giro) dan saving aeeount
(tabungan berjangka). Manfaat bagi penyimpan selain mendapat
jaminan keamanan terhadap harta nya, juga bisa mendapatkan insentif

16
dalam bentuk bonus yang di berikan bank dari keuntungan bagi hasil
atas pemanfaatan dana penyimpan tersebut dalam berbagai fasilitas
pembiayaan.
b. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Secara umum prinsip bagi basil dalam perbankan syari’ah dapat dilakukan
dalam empat macam akad utama, yaitu: musyarakah, mudarabah, musaqah, dan
muzara ’ah. Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak diterapkan dalam
praktek perbankan adalah mudarabah dan musyarakah.
Al-mudarabah (Trust Financing/ Trust Investment) Secara teknis mudarabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama (sahib al-mal)
menyediakan keseluruhan (100%) modal, sedangkan pihak lain nya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha akad mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang
telah dituangkan dalam kontrak. Sedangkan apabila rugi, kerugian ditanggung oleh
pemilik modal, selama kerugian itu bukan diakibatkan kekurangan atau kelalaian
pihak pengelola. Apabila demikian, maka pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut. Landasan hukum mudarabah seeara umum adalah ayat yang
meneerminkan anjuran untuk melakukan usaha seperti tampak pada Q.S. al-
muzammil (73): 20, dan al-Baqarah (2): 198. Akad mudarabah terbagi ke dalam dua
jenis. Pertama, mudarabah mutlaqah, yaitu transaksi kerja sama antara sahib al-mal
yang memberi kekuasaan sangat besar kepada mudarib, yang eakupannya sangat luas
dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
Mudarabah muqayadah, (restrieted mudarabah/ speefied mudarabah) 4 yaitu
akad kerjasama antara sahib Al-mal dengan mudarib disertai batasan-batasan jenis
usaha, waktu, ataupun tempat usaha. Aplikasinya dalam praktek perbankan,
mudarabah biasa diterapkan baik pada produk penghimpunan dana maupun
pembiayaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudarabah diterapkan pada Tabungan
berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti: tabungan
haji, tabungan qurban, dll.
c. Prinsip Jual-Beli (Sale and Purehase)

17
Bentuk-bentuk akad yang menggunakan prinsip jual beli adalah: bai ’
almurabahah, bai’ bisamanin ajil, bai’ as-salam, dan bai al-istisna. Dasar hukum
akadakad dengan prinsip jual beli seeara umum adalah Q.S. al-Baqarah (2) : 275, dan
Q.S. Al -Nisa( 4): 29.
1. Bai ’ al -Murabahah dan Bai ' Bisamanin Ajil
Al- murabahah adalah persetujuan jual beli suatu barang dengan harga
sebesar harga pokok ditambah dengan keunmngan yang disepakati
bersama dengan pembayaran ditangguhkan satu bulan sampai satu
tahun. Persetujuan tersebut juga meliputi eara pembayaran sekaligus.
Sedangkan bai' bisamanin ajil adalah persetujuan jual beli suatu
barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan
keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan ini termasuk jangka
waktu angsuran dan jumlah angsuran. Kedua bentuk akad tersebut,
aplikasinya dalam praktek perbankan.
2. Bai ’ as-salam (In-Front Payment Sale)
Bai ’ as-salam adalah persetujuan jual beli suatu barang, dimana
terjadi pembayaran harga barang pada waktu akad seeara tunai, dan
penyerahan barang ditangguhkan dan dilakukan pada waktu yang
disepakati. Jika diaplikasikan dalam perbankan, keuntungan yang
didapat bank adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan
harga jual kepada pembeli. Bai’as-salam biasanya dipergunakan pada
pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek yaitu
2-6 bulan. Karena yang dibeli bank adalah barang seperti padi, jagung
dan eabai, dimana bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang
tersebut sebagai simpanan (inventory), maka dilakukanlah akad bai’
as-salam kepada pembeli kedua, misalnya bulog, pedagang pasar
induk atau grosir.
3. Bai ’ al-Istisna (Purehase By Order or Manufaeture)

18
Akad bai’ al-istisna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan
pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang lalu berusaha
melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli
akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem
pembayaran, apakah dilakukan di muka, melalui cicilan, atau
ditangguhkan sampai waktu tertentu.
4. Prinsip Sewa ( al- Ijarah)
Dasar hukum prinsip ijarah adalah Q.S. al-Baqarah (2): 233. Akad
yang menggunakan ptinsip ijarah ada dua, yaitu: ijarah ( operational
lease) itu sendiri dan al-ijarah al-muntahia bittamlik ( financial lease
with purchase option).
a. . Al-Ijarah (Operational Lease) Pengertiannya adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/ milkiyyah) atas barang itu sendiri.
b. Al-Ijarah Muntahi Bittamlik ( Financial Lease With Purchase
option) Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia
bittamlik adalah perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau
lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang
di tangan penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang
membedakan dengan ijarah biasa. Bank-bank syari’ah
mengaplikasikan prinsip al-ijarah ini dengan mengoperasikan
leasing, baik operatianal lease maupun financial lease. Akan tetapi
pada umumnya, bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan al-
ijarah al-muntahia bittamlik karena lebih sederhana dari sisi
pembukuan.
5. Prinsip Jasa (Fee Based Services)
Beberapa akad yang didasarkan pada prinsip jasa adalah:

19
a. Al- Wakalah (Deputyship. Wakalah atau wikalah berarti
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dasar hukum
al-wakalah adalah QS al- Kahfi (18): 19, dan Q.S. Yusuf (12): 55.
Aplikasi nya dalam perbankan, yaitu bank melayani jasa penitipan
uang atau surat berharga, dimana bank mendapat kuasa dari si
penitip, untuk mengelola uang atau surat berharga tersebut. Dalam
hal ini bank akan memperoleh fee sebagai imbalan jasanya.
b. Al-Kafalah ( Guaranty) Al-Kafalah merupakan jaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafil ) kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam
pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab
orang lain sebagai penjamin. Dasar hukm al-kafalah adalah QS.
Yusuf (12): 72. Jenis-jenis kafalah adalah: kafalah binnafs, kafalah
bilmal, kafalah bittamlik , kafalah almunzazah, dan kafalah aI-mu
’alIaqah
c. Al-Hawalah (Transper Service) Al-hawalah adalah akad
pengalihan hutang dari pihak yang berutang kepada pihak lain
yang wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankan
biasanya diterapkan pada hal-hal sebagai berikut:
1. Factoring atau anjak piutang, dimana nasabah yang memiliki
piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang tersebut
kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan
menagihnya dari pihak ketiga.
2. Post-dated cheek, dimana bank bertindak sebagai juru tagih
tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
3. Bill discounting, seeara prinsip serupa dengan hawalah hanya
saja nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahasan
tentang fee tidak didapati dalam kontrak hawalah.

20
d. Al-Rahn (Mortgage) Al-rahn adalah menahan salah satu harta
milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut harus memilik nilai
ekonomis. Seeara sederhana rahn adalah jaminan utang atau gadai.
Prakteknya nya di dalam perbankan, kontrak rahn dipakai dalam
dua hal, yaitu:
1. Sebagai produk pelengkap, artinya merupakan akad tambahan
(jaminan/ collateral) terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan bai’ al-murabahah
2. Di beberapa negara Islam seperti Malaysia, akad rahn telah
dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional.
Perbedaannya jika dalam pegadaian konvensional dikenakan
bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedang
dalam rahn tidak tendapat bunga, tapi hanya biaya penitipan
pemeliharaan/ penjagaan serta penaksiran yang hanya sekali
serta ditetapkan di muka (pada saat akad)

Perbedaan pokok antara perbedaan bank konvensional dan bank syariah:

1. Bank Konvensional
a. Bebas nilai
b. Sistem Bunga
c. Profit Oriented (kebahagiaan dunia saja)
d. Hubungan debitur–kreditur
e. Tidak ada lembaga sejenis DPS (Dewan Pengawas Syariah)

2. Bank Syariah
a. Berinvestasi pada usaha yang halal

21
b. Bagi Hasil
c. Profit dan falah oriented (Kebahagiaan dunia akhirat)
d. Hubungan kemitraan penjual-pembeli
e. Ada DPS (Dewan Pengawas Syariah)
f. Sistem Bagi Hasil
g. Ada kemungkinan untung rugi
h. Didasarkan pada rasio bagi hasil dari pendapatan/keuntungan yang
diperoleh nasabah pembiayaan5

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

5
Mei Santi, “View of Bank Konvensional Dan Bank Syariah, STAI Muhammadiyah Tulungagung,
Pages 1-21, Jurnal,” Bank Konvensional Dan Bank Syariah 02, Nomor (2015): 1–21,
http://ejournal.staim-tulungagung.ac.id/index.php/eksyar/article/view/66/68.

22
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
Islam yaitu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang
menyangkat tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara bermuamalat itu
menjauhi praktk-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur riba untuk diisi
dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan.
Secara kelembagaan bank syariah pertama kali yang berdiri di Indonesia adalah
Bank Muamalat Indonesia (BMI), kemudian baru menyusul bank-bank lain yang
membuka jendela syariah (islamic window) dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Melalui islamic window ini, bank-bank konvensional dapat memberikan jasa pembia-
yaan syariah kepada para nasabahnya melalui produk-produk yang bebas dari unsur
riba (usury), gharar (uncertainty), dan maysyir (speculative) dengan terlebih dahulu
membentuk Unit Usaha Syariah (UUS). UUS adalah unit kerja di kantor pusat bank
umum konvensio- nal yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah
dan atau unit syariah.
Sedangkan dari perbedaan bank konvensional dan syariah sangat jelas
perbedaannya yang mana bank konvensional terdapat unsur riba dalam transaksinya
berbeda dengan bank syariah yang tidak mengandung unsur riba.

B. SARAN
Demikianlah makalah pembahasan tentang Bank sayriah ini kami susun.
Semoga dengan penjabaran makalah ini, kita dapat :
1. Semakin antusias untuk terus menggali dan mempelajari Bank syariah,
kegunaannya serta sejarah kebudayaan nya yang tidak bertentangan dengan syariat
Islam.
2. Memiliki dasar pengetahuan akan Bank syariah tersebut. Kemudian, kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari dosen dan teman
guna memperbaiki makalah kami selanjutnya agar bisa lebih baik lagi.

23
DAFTAR PUSTAKA

24
Anshori, Ghofur abdul. PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA. Yogyakarta: UGM
PRESS, 2018.

Ilyas, Rahmat. “Manajemen Permodalan Bank Syariah.” BISNIS : Jurnal Bisnis Dan
Manajemen Islam 5, no. 2 (2018): 323.
https://doi.org/10.21043/bisnis.v5i2.3017.

Santi, Mei. “View of Bank Konvensional Dan Bank Syariah, STAI Muhammadiyah
Tulungagung, Pages 1-21, Jurnal,.” Bank Konvensional Dan Bank Syariah 02,
Nomor (2015): 1–21.
http://ejournal.staim-tulungagung.ac.id/index.php/eksyar/article/view/66/68.

Yanuar, Deni, and Siti Ita Rosita. “Studi Komparatif Sistem Bagi Hasil Pembiayaan
Mudharabah Dan Sistem Bunga Kredit Pinjaman.” Jurnal Ilmiah Akuntansi
Kesatuan 1, no. 3 (2013): 215–20. https://doi.org/10.37641/jiakes.v1i3.246.

Yusriadi. “Bank Syariah Dan Konvensional (Suatu Analisis Perbedaan Dan Prinsip-
Prinsipnya).” SYARAH : Jurnal Hukum Islam 11, no. 2 (2022).

25

Anda mungkin juga menyukai