Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KONSEP OPERASIONAL BANK SYARIAH


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Perbankan Syariah

Dosen Pengampu : Alvita Tyas Dwi Aryani, S.E, M. Si

DISUSUN OLEH :

1. Raihani Alin Nuraini 4220112


2. Ika Roekanah 4220122
3. Nila Anggraini 4220148

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur atas nikmat dan kesempatan yang diberikanNya, sholawat dan salam tetap tersampai
pada baginda Nabi Muhammad SAW sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah berjudul
“konsep Operasional Bank Syariah” dalam rangka memenuhi tugas terstruktur tanpa suatu halangan
apapun.

Makalah ini disusun dengan referensi dari jurnal elektronik guna membantu tercapainya sumber
materi tersebut. Tujuan utama tidak luput dari tanggung jawab untuk menyusun dengan tepat waktu dan
sebagai bahan ajar materi membantu mahasiswa dalam memahami materi. Penulis menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak.

Kami menyadari masih terdapat kesalahan karena manusia tidak bisa luput dari kesalahan dan
kebenaran hanya milik Allah. Untuk itu perlu adanya kritik dan saran membangun untuk kesempurnaan
makalah yang akan dibuat selanjutnya. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Wassalamu’alaikumWarrahmatullahi Wabarakatuh

Pekalongan, 27 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan Masalah..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ....................................................................................................................................3
2.2 ....................................................................................................................................4
2.3 ....................................................................................................................................5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memberikan produk berupa jasa. Lembaga
bank adalah lembaga yang aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang. Kegiatan dan usaha
bank akan selalu terkait dengan komoditas, antara lain: memindahkan uang, menerima dan
membayarkan kembali uang dalam rekening koran, mendiskonto surat wesel, surat order
maupun surat berharga lainnya, membeli dan menjual surat-surat berharga, membeli dan
menjual cek, surat wesel, kertas dagang, memberi jaminan bank.
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa, bank juga mengikuti konsep produk
pada bank jasa yang diberikan. Menurut Philip Kotler yang menyatakan ada penjualan
penjualan yang dibimbing oleh konsep produk bahwa konsumen akan menyukai produk yang
memberikan kualitas dan prestasi yang paling baik. Manajer pada organisasi yang berorientasi
pada produk ini, akan memfokuskan energi pada pembuatan produk yang baik dan
perbaikannya secara terus menerus.
Salah satu cara untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas adalah dengan pengembangan
produk yaitu melakukan perbaikan atau menghasilkan produk baru yang berbeda dengan
produk yang telah ada.
Dalam perkembangan sekarang ini, ada dua jenis lembaga keuangan syariah yaitu lembaga
keuangan syariah yang berupa bank dan lembaga keuangan syariah non bank. Lembaga
keuangan syariah yang berupa bank terdiri dari Bank Umum Syariah ( BUS ) dan Unit Usaha
Syariah (UUS), sedangkan lembaga syariah non bank antara lain berupa Asuransi Syariah
(AS), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), dan Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS). Fungsi
dasar dari lembaga keuangan syariah adalah sebagai lembaga perantara atau intermediasi yang
menghubungkan antara pihak – pihak yang kelebihan dana dengan pihak-pihak yang
kekurangan dana.1

Secara konsep operasional lembaga keuangan syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS),
kantor cabang syariah bank konvensional / Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Pengkreditan
Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dari alur operasional dan konsep
syariahnya tidaklah berbeda. Yang membedakan Bank Umum Syariah (BUS), kantor cabang
syariah bank konvensional / Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Pengkreditan Rakyat Syariah
(BPRS), dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) adalah pada skalanya saja, misalnya bank
umum syariah dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana dalam jumlah yang besar-
besar, BPRS pada jumlah yang sedang-sedang saja, serta BMT dalam jumlah yang kecil dan

1
Heny Yuningrum, Mengukur Kinerja Operasional BMT Pada Tahun 2010 Dari Segi Efisiensi Dengan Data
Envelopment Analysis (DEA), 2012, hlm. 2-3
mikro, dimana jumlah-jumlah tersebut sangat tergantung pada besaran resiko yang ditanggung
oleh lembaga keuangan syariah tersebut. Di Indonesia sendiri setelah berdirinya Bank
Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip
syariah. Namun, karena lembaga ini masih dirasakan kurang mencukupi dan belum sanggup
untuk menjangkau masyarakat islam lapisan bawah, lembaga-lembaga simpan pinjam yang
disebut sebagai Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dibentuk.2

Lahirnya lembaga keuangan syariah termasuk Baitul Maal wat Tamwil yang biasa disebut
BMT, sesungguhnya dilatarbelakangi oleh adanya pelarangan riba yang sudah disebutkan
secara tegas dalam AlQur’an. Dalam Ekonomi Islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang
diharamkan oleh syariat Islam. Sehingga dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak
diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat Islam
dihalalkan untuk dilakukan.

Sekarang ini kebutuhan akan sistem ekonomi alternatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam muncul dan para ekonom mulai merancang alternatif untuk sistem perbankan
konvensional dengan mengeksplorasi sistem perjanjian yang sesuai syariah, khususnya sistem
bagi hasil.

Efisiensi sistem bagi hasil bagaimanapun lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan
efisiensi sistem bunga. Dengan alasan keuntungan yang diharapkan akan membantu
menunjukkan situasi pasar yang lebih sempurna untuk mengalokasikan sumber dana.3

Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara
pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana.4 Dalam aplikasinya, mekanisme
penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan
profit sharing (bagi laba) dan Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan). Pendekatan
profit sharing (bagi laba) adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan pada laba dari
pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Sedangkan pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan) adalah
perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu
pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan
tersebut.5

2
Gita Danupranata, Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah, Jakarta Selatan: Salemba 4, 2013, hlm. 33
3
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm.
24-25
4
Jamal Lulail Yunus, Manajemen Bank Syari’ah Mikro, Malang: UIN Malang Press (Anggota IKAPI), cet. I, 2009, hlm.
35
5
BMT merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk tabungan maupun deposito dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah melalui mekanisme
yang lazim dalam dunia perbankan. BMT memiliki fungsi melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi
pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonominya.

Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) selama sepuluh tahun ini
tercatat paling menonjol dalam dinamika keuangan syariah di Indonesia. Pertumbuhan
kelembagaan dan jumlah nasabah membawa perkembangan yang pesat pula dalam kinerja
keuangannya. Dana yang bisa dihimpun bertambah banyak, pembiayaan yang bisa dilakukan
naik drastis, dan pada akhirnya aset tumbuh berlipat hanya dalam beberapa tahun. Mereka pun
dipercaya oleh masyarakat yang kebanyakan berpenghasilan rendah dan menengah bawah
untuk menyimpan dananya atau menabung.

Menabung merupakan salah satu cara orang untuk mengelola uangnya, yaitu dengan
menyisihkan sebagian uang yang dimiliki untuk disimpan. Menurut fatwa Dewan Syariah
Nasional nomor 02/DSNMUI/IV/2000 tentang tabungan, memberikan pengertian bahwa
tabungan adalah simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-
syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.6 Dalam kegiatan tabungan tidak
semuanya dapat dibenarkan oleh Hukum Islam. Oleh karena itu, DSN memandang perlu
menetapkan fatwa tentang bentuk-bentuk muamalah syariah untuk dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan tabungan pada bank syariah.

Tabungan masyarakat, pada dasarnya adalah bagian dari pendapatan yang diterima
masyarakat yang tidak digunakan untuk konsumsi atau dengan kata lain tabungan masyarakat
merupakan selisih antara pendapatan masyarakat dikurangi dengan konsumsi masyarakat.
Mengingat pentingnya peranan tabungan masyarakat dalam menopang pembiayaan
pembangunan maka ahli-ahli ekonomi pembangunan telah berupaya menemukan dan
merumuskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi serta mendorong tingkat tabungan
masyarakat.

Bagi hasil bagi sebagian masyarakat menjadi sangat penting, karena diharapkan dengan
adanya sistem bagi hasil akan memberikan keuntungan yang jauh lebih memberikan manfaat
dibandingkan dengan sistem bunga. Pada saat memutuskan untuk menabung, bagi hasil
menjadi salah satu faktor yang mendorong masyarakat untuk menyimpan dananya pada
lembaga keuangan syariah seperti BMT yang juga menerapkan sistem bagi hasil.
6
Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2010, hlm. 135
Tabungan merupakan sebagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsi atau tabungan sama
dengan pendapatan dikurangi dengan konsumsi. Artinya ketika seseorang atau masyarakat
memperoleh pendapatan lebih banyak maka jumlah uang yang akan ditabung juga naik.
Kenaikan penghasilan absolut akan menaikkan pengeluaran masyarakat dan juga akan
menaikkan jumlah yang ditabung pada proporsi yang sama. Itulah mengapa dikatakan bahwa
pendapatan seseorang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang
untuk menabung.

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan diatas, maka penulis ingin meneliti lebih
lanjut mengenai ”Konsep opersional bank syariah”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep operasional pada BMT ?
2. Bagaimana konsep operasional pada Bank Umum Syariah (BUS) ?
3. Bagaimana konsep operasional pada Unit Usaha Syariah (UUS) ?
4. Bagaimana konsep operasional pada BPRS ?
5. Bagaimana konsep operasional pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Bagaimana konsep operasional pada BMT ?
2. Bagaimana konsep operasional pada Bank Umum Syariah (BUS) ?
3. Bagaimana konsep operasional pada Unit Usaha Syariah (UUS) ?
4. Bagaimana konsep operasional pada BPRS ?
5. Bagaimana konsep operasional pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah ?

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 KONSEP OPERASIONAL PADA BMT

2.1.1 Pengertian BMT (Baitul Maal Wat Tamwil)


Baitul Maal Wat Tamwil (BTM) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitut tamwil.
Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-
profit, seperti zaka, infaq, dan shodaqoh (ZIS). Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha
pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil
dengan berlandaskan syariah yaitu berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Al-Quran dan
Sunnah Rasul-Nya. Karena berorientasi sosial agama, maka tidak dapat dimanipulasi untuk
kepentingan bisnis atau mencari laba (profit).7
Secara kelembagaan BMT didampingi atau dilindungi pusat inkubasi bisnis usaha kecil
(PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni
menetaskan usaha kecil. Dalam prakteknya, PINBUK menetaskan BMT dan pada gilirannya
BMT menetaskan usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan reperesentasi dari kehidupan
masyarakat di mana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir
kepentingan ekonomi masyarakat.8
Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak
terjangkau oleh pelayanan bank syariah atau BPR syariah. Prinsip operasionalnya didasarkan
atau prinsip bagi hasil, jual beli, ijarah dan titipan (wadi’ah). Karena itu, meskipun mirip
dengan bank syariah, bahkan boleh dikatakan menjadi cikal bakal dari bank syariah. BMT
memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu masyarakat kecil yang mengalami hambatan
‘psikologis’ bila berhubungan dengan pihak bank.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Baitul Maal adalah lembaga ekonomi
berorientasikan sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung harta masyarakat dari
berbagai sumber termasuk (terutama) zakat, dan menyalurkannya untuk tujuan mewujudkan
kemaslahatan umat dan bangsa dalam arti seluas-luasnya. Adapan Baitul Maal BMT adalah
jenis lain dari Baitul Maal kontemporer yang memiliki cakupan keiatan yang lebih sempit,
yakni sebatas menghimpun dana zakat, infaq dan shadaqah yang dimungkinkan dalam
kerangka manajemen BMT.

2.1.2 Peran Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)


BMT merupakan lembaga keuangan syariah yang mempunyai andil besar dalam
menjalankan roda perekonomian. Keberadaan BMT sangat ditunggu-tunggu, terutama bagi

7
Muhammad Sholahuddin, Lembaga Keuangan dan Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ombak (Anggota IKAPI, 2014),
hal. 143
8
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia, 2007), hal. 107
masyarakat yang ingin menjalankan aktivitas ekonomianya sesuai dengan nilai-nilai
keislaman. Disamping itu BMT mempunyai beberapa peran antara lain:
a. Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi non syariah, aktif melakukan sosialisasi di
tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi islam.
b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif
menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan-jalan
mendampingi, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah
atau masyarakat umum.
c. Melepaskan ketergantungan debitur pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung
rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat labih baik,
misalnya selalu tersedia dana setiap saat.
d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi merata. Fungsi BMT langsung
berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai bersikap, oleh
karena itu langkahlangkah untuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala.
prioritas harus diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus
memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan jenis pembiayaan.9

2.1.3 Operasional Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)


Dalam menjalankan usahanya BMT menggunakan prinsip-prinsip di bawah ini, yaitu:
a. Prinsip Bagi Hasil
Dengan prinsip ini pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan BMT, yaitu: Al-
Mudarabah, Al-Musyarakah, AlMuzara’ah, Al-Musaqah.
b. Sistem Jual Beli
Sistem ini merupakan suatu tata cara jual yang dalam pelaksanaannya BMT
mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembelian barang atas
nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah
dibelinya tersebut dengan ditambah mark-up. Keuntungan BMT nantinya akan dibagi
kepada penyedia dana. Sistem ini antara lain, Bai’ al-Murabahah, Ba’i as-Salam, Ba’i
al-Istishna, Bai’ Bitsaman Ajil.
c. Sistem Non-Profit
Sistem ini sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan ini merupakan pembiayaan
yang bersifat sosial dan non-komersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok
pinjamannya saja. Pembiayaan ini yaitu Al-Qardu Hasan.

d. Akad Bersyarikat
Akad bersyarikat Adalah kerjasama antara kedua belah pihak atau lebih dan masing-
masing pihak mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian

9
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah..., hal. 108
pembagian keuntungan atau kerugian yang disepakati. Pembiayaan ini yaitu
AlMusyarakah dan Al-Mudarabah.
e. Produk Pembiayaan
Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam diantara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya beserta bagi hasilnya setelah jangka waktu tertentu yaitu:
1. pembiayaan al Murabahah (MBA)
2. Pembiayaan al Ba’ Bitsaman Ajil (BBA)
3. Pembiayaan al Mudarabah (MDA)
4. Pembiayaan al Musyarakah (MSA)
2.1.4 Contoh Studi Kasus Di BMT

Anda mungkin juga menyukai