Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH

“AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH”

Dosen Pengampu:
Dr. Mulyadi., S.E., Akt, M.M., M.Si., CA

Disusun oleh:
Kelompok 2 (6-A2)
1. Annisa Oktaviani (201810315116)
2. Amelia Ivana Putri (201810315124)
3. Soni Alviah Aziz (201810315190)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat-Nya, sehingga penulis beserta teman-teman kelompok 2 dapat
menyelesaikan makalah tentang “Akuntansi Perbankan Syariah”.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Dosen mata kuliah Akuntansi Syariah yaitu Bapak Dr. Mulyadi, S.E., Akt,
M.M., M.Si., CA.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang Akuntansi
Perbankan Syariah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan kelompok yang
telah mendukung dan menjalin kerjasama yang baik sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari makalah ini terdapat banyak kekurangan, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik. Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Bekasi, 24 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan.......................................................................2
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................4
2.1 Pengenalan Sistem Perbankan Syariah..........................................................4
2.2 Prinsip Dasar Perbankan Syariah..................................................................6
2.3 Sistem Operasional Bank Syariah...................................................................9
2.4 Prinsip-Prinsip Dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah.......................10
2.5 Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah.......................................................11
2.6 Prinsip-Prinsip Dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan...12
2.7 Akuntansi Penghimpun Dana Masyarakat..................................................15
BAB III...........................................................................................................................18
PENUTUP.......................................................................................................................18
3.1 Simpulan.........................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu dari prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah PLS (Profit and Loss
Sharing) yaitu bagi hasil dan bagi rugi. Prinsip ini digunakan oleh perbankan
syariah dan membedakan bank syariah dengan bank konvensional. Perbankan
syariah nasional makin lama makin dilirik oleh nasabah bahkan oleh Negara lain.
Boleh dikatakan pertumbuhan perbankan syariah bagai cendawan di musim hujan.
Hampir semua bank nasional papan atas mulai membentuk unit usaha syariah
(UUS) untuk mendampingi unit usaha konvensional. Perbankan syariah di tanah
air telah mengalami perkembangan yang pesat terutama sejak keluarnya UU
Perbankan No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun
1998 yang mengatur secara lebih mendetail mengenai industri perbankan syariah.
Pada pasar perbankan di Indonesia, bank syariah menunjukkan
pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini didorong oleh makin tumbuhnya
kesadaran masyarakat untuk memilih produk yang halal dan juga karena jumlah
penduduk muslim di Indonesia adalah yang paling banyak di dunia, sehingga
merupakan potensi bagi keuangan syariah untuk menjadi bagian dalam
pembiayaan ekonomi masyarakat. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa
pertumbuhan dan perkembangan lembaga perbankan syariah mengalami
kemajuan yang sangat pesat, baik di dunia internasional maupun di Indonesia.
Perkembangan bank syariah dan ekonomi syariah berkembang pesat sejak krisis
tahun 2008 lalu. Hampir semua bank-bank besar dan menengah mempunyai unit
syariah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem perbankan syariah?


2. Apa sajakah prinsip dasar perbankan syariah?
3. Bagaimana sistem operasional bank syariah?
4. Apa sajakah prinsip-prinsip dalam penghimpunan dana bank syariah?

1
5. Apa sajakah prinsip penyaluran dana bank syariah?
6. Apa sajakah prinsip-prinsip dalam pelaksanaan fungsi jasa keuangan
perbankan?
7. Bagaimana akuntansi penghimpun dana masyarakat?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut adalah tujuan yang ingin


dicapai dalam penelitian ini:

1. Pengenalan sistem perbankan syariah.


2. Mengetahui prinsip dasar perbankan syariah.
3. Mengetahui sistem operasional bank syariah.
4. Mengetahui prinsip-prinsip dalam penghimpunan dana bank syariah.
5. Mengetahui prinsip penyaluran dana bank syariah.
6. Mengetahui prinsip-prinsip dalam pelaksanaan fungsi jasa keuangan
perbankan.
7. Mengetahui akuntansi penghimpun dana masyarakat.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengenalan Sistem Perbankan Syariah

Bank syariah adalah bank yang sistem perbankannya menganut prinsip-


prinsip dalam Islam. Bank Syariah merupakan bank yang kegiatannya mengacu
pada hukum Islam dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun
tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan bank syariah yang diterima
maupun yang dibayarkan pada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian yang
dilakukan oleh pihak nasabah dan pihak bank. Perjanjian (akad) yang terdapat di
perbankan syariah harus tunduk pada syarat dan rukun akad sebagaimana diatur
dalam syariat Islam.
2.1.1 Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah
Alquran sebagai hukum dalam agama Islam cukup banyak menyinggung
hal yang berkaitan dengan keuangan. Akan tetapi, Alquran tidak secara spesifik
berbicara tentang bentuk lembaga keuangan. Lembaga keuangan syariah yang
berwujud institusi adalah ketika Rasulullah Muhammad saw mendirikan
Baitulmal saat pemerintah Islam dibentuk di Madina. Baitulmal di zaman
Rasulullah merupakan lembaga penyimpanan kekayaan Negara. Pada saat itu,
Baitulmal memiliki fungsi menerima pendapatan dan mengeluarkan pembelanjaan
Negara.
2.1.2 Lembaga Keuangan Syariah Modern
Pada tahun 1963, di desa Mit Ghamr, salah satu daerah di wilayah Mesir,
dibentuk sebuah lembaga keuangan pedesaan yang bernama Mit Ghamr Saving
Bank atau biasa disebut Mit Ghamr Bank yang dipelopori oleh seorang ekonom
bernama Dr. Ahmad El Najjar. Dalam operasinya, mit Ghamr Bank tidak
membebankan bunga pada peminjam maupun membayar bunga kepada penabung.
Bank ini melakukan investasi secara langsung dalam bentuk kemitraan dengan
pihak lain dan selanjutnya membagi keuntungan dengan penabung.

4
2.1.3 Lembaga-Lembaga Pendukung Bank Syariah di Tingkat
Internasioanal

Lembaga-lembaga pendukung bank syariah di tingkat internasional terdiri


dari:

a. Islamic Development Bank (IDB), merupakan sebuah lembaga keuangan


internasional yang didirikan berdasarkan deklarasi hasil konferensi menteri-
menteri keuangan Negara-negara Muslim di Jeddah pada bulan Desember
1973.
b. Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution
(AAOIFI), merupakan lembaga internasional yang bersifat otonom dan non-
profit yang menyiapkan berbagai standar akuntansi, audit, tata kelola
(governance), etika, dan syariah bagi lembaga-lembaga keuangan Islam.
c. International Islamic Financial Market (IIFM), merupakan lembaga
internasional yang didirikan untuk mengembangkan pasar modal dan pasar
uang syariah secara global dan selanjutnya diharap dapat mengembangkan
pasar sekunder untuk instrument keuangan syariah global.
d. Islamic Financial Services Board (IFSB), merupakan lembaga intenasional
penyusun standar bagi lembaga pengatur dan pengawas yang memiliki
kepentingan dalam mendorong stabilitas dan kemajuan industri jasa keuangan
syariah yang meliputi perbankan, pasar modal, dan asuransi.
e. Selain empat lembaga tersebut, terdapat lembaga lainnya seperti General
Council of Islamic Banks and Financial Institution, Islamic International
Rating Agency (IIRA), Liquidity Management Center (LMC), dan
International Islamic Center for Reconciliation and Commercial Arbitration
(IICRCA).
2.1.4 Institusi Pendukung Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Pengembangan perbankan syariah di Indonesia didukung secara intensif


oleh tiga lembaga, yaitu BI, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia

5
(DSN-MUI), dan Komite Akuntansi Syariah-Ikatan Akuntan Indonesia (KAS-
IAI).

2.2 Prinsip Dasar Perbankan Syariah


2.2.1 Prinsip Muamalah
1. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali yang
ditentukan lain oleh Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (prinsip mubah).
2. Muamalah dilakukan atas dasar sukarela dan tanpa mengandung unsur-unsur
paksaan (prinsip sukarela)
3. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindarkan mudharat dalam hidup masyarakat (prinsip mendatangkan
manfaat dan menghindarkan mudharat).
4. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari
unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam
kesempitan (prinsip keadilan).
2.2.2 Transaksi yang Dilarang
1. Larangan Terhadap Transaksi yang Mengandung Barang atau Jasa yang
Diharamkan
Larangan terhadap transaksi yang mengandung jenis bahan yang dinyatakan
haram untuk dimakan, diminum, maupun dipakai di antaranya adalah meminum
khamar dan menggunakan bangkai atau hewan yang dilarang seperti babi,
binatang bertaring untuk dimakan atau dipakai untuk kosmetik. Alquran dan
Sunah Nabi saw juga secara eksplisit melarang dilakukannya berbagai jenis jasa
atau tindakan antara lain tindakan prostitusi, mempertontonkan aurat, merusak
akidah, menganiaya orang lain, dan sebagainya.
Bagi industri perbankan syariah, pelarangan terhadap transaksi yang haram
zatnya tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan pemberian pembiayaan yang

6
terkait dengan aktivitas pengadaan jasa, produksi makanan, minuman dan bahan
konsumsi lain yang diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam
pemberian pembiayaan, bank syariah dituntut untuk selalu memastikan kehalalan
jenis usaha yang dibantu pembiayaannya oleh bank syariah. Dengan demikian,
pada suatu bank syariah tidak akan ditemui adanya pembiayaan untuk usaha yang
bergerak di bidang yang diharamkan.
2. Larangan Terhadap Transaksi yang Diharamkan Sistem dan Prosedur
Perolehan Keuntungan
Beberapa hal yang masuk kategori transaksi yang diharamkan karena
sistem dan prosedur perolehan keuntungan adalah:
a. Tadlis (ketidaktahuan satu pihak)
Tadlis adalah transaksi yang mengandung suatu hal pokok yang tidak
diketahui oleh salah satu pihak (unknown to one party). Tadlis dapat terjadi
pada salah satu dari empat hal pokok dalam hal jual beli berikut:
 Kuantitas, misal salah satu pihak (penjual) mengurangi takaran barang
yang telah disepakati antara penjual dan pembeli.
 Kualitas, misal hanya pihak (penjual) yang mengetahui bahwa barang yang
akan dijual memiliki cacat sehingga dapat dijual dengan harga tinggi atau
lebih tinggi dari sebenarnya.
 Harga, misal dilakukan penjual dengan memanfaatkan ketidak tahuan
pembeli tentang harga pasar, sehingga dapat menjual produknya dengan
harga tinggi.
 Waktu Penyerahan, misal dilakukan penjual dengan menutupi kemampuan
ia dalam menyerahkan barang yang sebenarnya lebih lambat dari yang ia
janjikan.
b. Gharar (ketidaktahuan kedua pihak)
Transaksi gharar memiliki kemiripan dengan tadlis. Gharar terjadi karena
ketidaktahuan pada kedua pihak. Gharar dapat terjadi pada salah satu dari
empat hal pokok dalam jual beli berikut:
 Kuantitas, misalnya adalah pembelian seluruh hasil panen ketika pohon
atau tanaman belum menunjukkan hasilnya.
 Kualitas, misalnya adalah penjual sapi yang masih dalam perut induknya.

7
 Harga, Gharar dalam harga dapat terjadi jika keduabelah pihak tidak pasti
mengenai harga yang dipakai dalam jual beli yang disepakati.
 Waktu Penyerahan, Gharar dalam waktu penyerahan dapat terjadi jika
kedua belah pihak tidak tahu kapan barang akan diserahterimakan.
c. Ikhtikar (rekayasa pasar dalam pasokan)
Ikhtikar adalah mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara
menimbun. Dengan demikian, penjual akan memperoleh keuntungan yang
besar karena dapat menjual dengan harga yang jauh lebih tinggi dibanding
harga sebelum kelangkaan terjadi.
d. Bai’ najasy (rekayasa pasar dalam permintaan)
Bai’ najasy adalah tindakan menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada
banyak permintaan terhadap suatu produk, sehingga harga jual produk akan
naik.
e. Maysir (Judi)
Maysir (judi atau gambling) didefinisikan sebagai sebuah permainan di mana
satu pihak akan memperoleh keutungan sementara pihak lainnya akan
menderita kerugian.
f. Riba
Riba adalah bentuk transasksi yang dilarang dalam Islam dan
bersinggungan dengan praktik perbankan bank konvensional. Sumber hukum
tentang riba didasari pada Q.S. Al-Baqarah 278-279.
Riba timbul dalam transaksi utang piutang dan transaksi jual beli barang
ribawi. Riba dalam transaksi utang piutang terbagi atas dua, yaitu riba qardh
dan riba jahilliyah. Riba qardh adalah kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang, sedang riba jahiliyyah adalah riba yang timbul
karena peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang
ditetapkan.
Adapun riba dalam transaksi jual beli terbagi menjadi dua, yaitu riba fadhl
dan riba nasi’ah. Riba fadhl adalah riba yang timbul karena pertukaran antar
barang ribawi yang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Riba
nasi’ah adalah riba yang timbul karena penangguhan penyerahan atau
penerimaan barang yang dipertukarkan dengan jenis barang lainnya

8
3. Larangan Terhadap Transaksi yang Tidak Sah Akadnya
Suatu transaksi juga harus memenuhi syarat suatu akad. Akad adalah
keterikatan keinginan diri dengan keinginan orang lain dengan cara yang
memunculkan adanya komitmen tertentu yang disyariatkan. Hukum fikih
menyatakan bahwa akad yang sah harus dipenuhi, sedang akad yang tidak sah
tidak boleh dipenuhi. Berikut ada rukun-rukun akad:
a. Adanya dua pihak atau lebih yang saling terikat dengan akad.
b. Adanya sesuatu yang diikat dengan akad, yakni barang yang dijual dalam
akad jual beli, atau sesuatu yang disewakan dalam akad sewa dan sejenisnya.
c. Adanya pengucapan akad berupa ungkapan serah terima (ijab Kabul). Ijab
adalah ungkapan penyerahan kepemilikan oleh pemilik barang, sedangkan
Kabul adalah ungkapan penerimaan kepemilikan oleh pemilik brang
berikutnya.

2.3 Sistem Operasional Bank Syariah

2.3.1 Prinsip, Asas, & Tujuan Bank Syariah


1. Prinsip Syariah

Prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang


dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di
bidang syariah.

2. Asas operasional bank syariah

Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berazaskan prinsip


syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.

3. Tujuan bank syariah

Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka


meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemeretaan kesejahteraan rakyat.
2.2.3 Fungsi Bank Syariah
1. Fungsi manajer investasi

9
Sebagai manajer investasi dari pemilik dana dalam hal dana tersebut harus
dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif.
2. Fungsi investor
Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus
dilakukan pada sektor-sektor yang produktif dengan risiko yang minim dan tidak
melanggar ketentuan syariah.
3. Fungsi sosial
Terdapat dua instrumen yaitu ZISWAF (Zakat, Infak, Sadaqah, dan
Wakaf) berfungsi menghimpun ZISWAF dari masyarakat. Dan instrumen kedua
yaitu Qardhul Hasan berfungsi menghimpun dana dari penerimaan yang tidak
memenuhi kriteria halal serta dana infak dan sedekah yang tidak ditentukan.
4. Fungsi jasa keuangan

Memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of


credit, dengan mekanisme mendapatkan keuntungannya menggunakan skema
prinsip syariah.
2.2.4 Sistem Operasional Bank Syariah
1. Sistem operasional bank syariah dimulai dari kegiatan penghimpunan dana
dari masyarakat.
2. Dana yang diterima oleh bank syariah disalurkan kepada berbagai pihak,
antara lain mitra investasi, pengelola investasi, pembeli barang, dan penyewa
barang atau jasa yang disediakan oleh bank syariah.
3. Penyaluran dana kepada berbagai pihak, bank syariah selanjutnya menerima
pendapatan.
4. Pendapatan yang diterima dari kegiatan penyaluran selanjutnya dibagikan
kepada nasabah pemilik dana atau penitip dana.
5. Bank syariah memberikan layanan jasa keuangan seperti ATM, transfer, letter
of credit, bank garansi dan lain sebagainya,

2.4 Prinsip-Prinsip Dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah


2.4.1 Prinsip-Prinsip dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah
1. Dengan Prinsip Wadiah

10
a. Wadiah Yad-Dhamanah
Titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat
dimanfaatkan oleh penerima titipan
b. Wadiah Yad-Amanah
Penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai si
penitip mengambil titipannya
2. Dengan Prinsip Mudharabah
a. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah yang memberi kuasa kepada mudharib secara penuh untuk
menjalankan usaha tanpa batasan apapun yang berkaitan dengan usaha
tersebut.

b. Mudharabah Muqayyadah
Memberi batasan kepada mudharib dalam pengelolaan dana berupa jenis
usaha, tempat, pemasok maupun konsumen.
c. Mudharabah Musytarakah
Bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau
dananya dalam kerjasama investasi.

2.5 Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah


2.5.1 Prinsip Jual Beli
1. Jual Beli dengan Skema Murabahah
Jual beli dengan skema murabahah adalah jual beli dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Bank
adalah penjual, sedang nasabah yang memerlukan barang adalah pembeli.
Keuntungan yang diperoleh bank dalam pembiayaan ini adalah berupa margin
atau selisih antara barang yang dijual oleh bank dengan harga pokok pembelian
barang.
2. Jual Beli dengan Skema Salam
Jual beli dengan skema salam adalah jual beli yang pelunasannya
dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima. Bank

11
sebagai penjual memperoleh keuntungan dari selisih harga jual kepada nasabah
dengan harga produk pembelian barang yang dilakukan pada pemasok.
3. Jual Beli dengan Skema Istishna’
Jual beli dengan skema istishna’ adalah jual beli yang didasarkan atas
penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk menyediakan
barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan
menjualnya dengan harga yang disepakati berbada dengan murabahah. Skema ini
dapat digunakan bank untuk membantu nasabah yang memerlukan produk
kontruksi seperti bangunan, kapal, dan pesawat terbang yang belum jadi dan
memerlukan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya. Walaupun bank hanya
sebagai penjual, pembuatan produknya tetap dilakukan oleh pihak lain, yaitu
produsen.

2.5.2 Prinsip Investasi


1. Investasi dengan skema Mudharabah
Bank bertindak sebagai pemilik dana, sedangkan nasabah yang menerima
pembiayaan bertindak sebagai pengelola dana.
2. Investasi dengan skema Musyarakah
Kerja sama investasi para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka
pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian
ditanggung semua pemilik modal berdasarkan porsi modal masing-masing.
2.5.3 Prinsip Sewa
Prinsip sewa terdiri atas dua skema, yaitu skema ijarah dan skema ijarah
muntahiya bittamlik.
1. Sewa dengan Skema Ijarah
Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa-menyewa antara pemelik
objek sewa (bank) dan penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan atas
objek sewa yang disewkan. Skema ini digunakan untuk keperluan barang
maupun sewa jasa dan untuk memfasilitasi nasabah membiaya kebutuhannya

12
terhadap jasa pendidikan, kesehatan, dan bahkan aktivitas rekreasi yang
memerlukan biaya tertentu.
2. Sewa dengan Skema Ijarah Muntahiya Bittamlik
Sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa-
menyewa antara pemilik objek sewa (bank) dan penyewa (nasabah) untuk
mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakan dengan opsi
perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Transakasi
ini memberi hak pilih pada penyewa untuk memiliki barang yang disewa.

2.6 Prinsip-Prinsip Dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan


Pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan dapat menggunakan transaksi
syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Beberapa prinsip itu adalah prinsip
wakalah, kafalah, hawalah, sharf dan ijarah.
a. Prinsip Wakalah
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberi mandat. Dalam
konteks muamalah wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang
(muwakkil) kepada yang lain (wakil) dalam hal-hal yang diwakilkan.
Berdasarkan Fatwa DSN nomor 10 tahun 2000, seorang muwakkil haruslah
pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang ia wakilkan. Adapun
wakil haruslah orang yang dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan
kepadanya. Hal-hal yang diwakilkan haruslah:
1. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili,
2. Tidak bertentangan dengan syariah Islam, dan
3. Dapat diwakilkan menurut syariat Islam.
b. Prinsip Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul’anhu’ashil). Dalam Fatwa DSN nomor 11 tahun
2000, kalafah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul’anhu’ashil). DSN mensyaratkan objek penjamin
(makful bihi), yaitu:

13
1. Merupakan tanggungan pihak yang berutang, baik berupa uang, benda,
maupun pekerjaan.
2. Bisa dilaksanankan oleh penjamin.
3. Merupakan piutang yang mengikat tidak mungkin hapus kecuali
setelah dibayar atau dibebaskan.
4. Jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya.
5. Tidak bertentangan dengan syariat Islam.
c. Prinsip Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil)
kepada orang lain yang menanggungnya (muhal’alaih). Dalam transaksi
hawalah, pada saat A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), B
masih mempunyai utang pada C (muhal’alaih). Begitu B tidak mampu
membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan uang tersebut kepada C.
Selanjutnya, C harus membayar utang B kepada A, sedangkan utang C
sebelumnya pada B dianggap selesai.
d. Prinsip Sharf
Prinsip sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata
uang, baik antarnama uang sejenis maupun antarnama uang yang
berlainan. Berdasarkan Fatwa DSN nomor 10 tahun 2002, terdapat
beberapa syarat transaksi jual beli mata uang, yaitu:
1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan),
2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan),
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka, nilanya
harus sama dan secara tunai, dan
4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs)
yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
e. Prinsip Ijarah
Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak digunakan dalam
pelaksanaan fungsi jasa keuangan bank syariah. Berdasarkan Fatwa DSN
nomor 9 tahun 2000, disebutkan bahwa objek ijarah adalah manfaat dari
pengunaan barang atau jasa. Sedangkan bila diterapkan untuk
mendapatkan manfaat orang disebut upah-mengupah. Ijarah dapat

14
dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya bergantung pada
kinerja yang disewa (ju’alah), dimana orang bersangkutan memperoleh
success fee, dan ijarah yang pembayarannya tidak bergantung pada
kinerja yang disewa atau disebut dengan ijarah dimana orang bersangkutan
memperoleh gaji atau upah.
Dalam praktik perbankan, transaksi berikut banyak diimplementasikan
dengan menggunakan skema ijarah.
1. Kartu ATM.
2. SMS banking.
3. Pembayaran tagihan.
4. Pembayaran gaji elektronik.

2.7 Akuntansi Penghimpun Dana Masyarakat

Penghimpunan dana masyarakat di perbankan syariah menggunakan


instrumen yang sama dengan pengimpunan dana di konvensional, yaitu giro,
tabungan, dan deposito. Ketiga jenis instrumen ini biasa disebut dengan istilah
Dana Pihak Ketiga (DPK). Pengertian Penghimpunan dana adalah suatu kegiatan
usaha yang dilakukan oleh bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang
nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan
fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposan dengan pihak kreditur.

2.7.1 Tabungan
1. Transaksi Penambahan Tabungan Mudharabah

Beberapa transaksi terkait tabungan mudharabah dapat mengakibatkan


bertambahnya saldo tabungan mudharabah. Transaksi tersebut antara lain
adalah setoran tunai nasabah, transfer dari kantor cabang lain ke rekening
nasabah, transfer dari bank lain ke rekening nasabah, dan penerimaan bagi
hasil mudharabah ke rekening nasabah.

2. Transaksi Pengurangan Tabungan Mudharabah


Beberapa transaksi terkait tabungan mudharabah dapat mengakibatkan
berkurangnya saldo tabungan mudharabah adalah penarikan tunai oleh

15
nasabah, transfer ke rekening lain pada bank yang sama, transfer kepada
nasabah bank lain, serta penarika biaya administrasi tabungan, pajak, dan
lainnya oleh bank.
3. Akuntansi Tabungan Wadiah
Perbedaan akuntansi tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah adalah
dalam hal insentif yang diterima oleh nasabah. Insentif yang diberikan kepada
nasabah tabungan mudharabah disebut dengan hak pihak ketiga atas bagi hasil
yang dihitung dalam persentase tertentu yang harus dibayar oleh bank secara
periodik sesuai dengan tingkat keuntungan bank syariah.
2.7.2 Giro

Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat


dengan menggunakan cek, bilyet, giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau
dengan pemindah bukuan. Dalam perbankan syariah, mekanisme giro yang
dibenarkan ada dua jenis, yaitu wadiah dan mudharabah.

1. Giro Wadiah
Giro wadiah adalah giro yang harus mengikuti fatwa DSN tentang wadiah.
Akad wadiah adalah akad penitipan dana dengan ketentuan penitip dana
mengizinkan kepada bank untuk memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut
dan bank wajib mengembalikan apabila sewaktu-waktu penitip mengambil
dana tersebut. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai penitip dana
(mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana titipan (muda’). Bank
berkewajiban menjaga dana titipan dan bertanggung jawab atas
pengembaliannya bila sewaktuwaktu ditarik oleh nasabah pemilik dana titipan.
a. Transaksi Penambahan Rekening Giro Wadiah
Rekening giro wadiah dapat bertambah melalui transaksi penyetoran tunai,
transfer dari tabungan maupun giro cabang lain dari bank yang sama,
penerimaan cek dari nasabah bank lain yang diuangkan oleh nasabah suatu
bank dan penerimaan bonus giro wadiah dari bank syariah.
b. Transaksi Pengurangan Giro Wadiah

16
Beberapa transaksi yang berakibat terjadinya berkurangnya saldo giro
wadiah antara lain penarikan cek oleh nasabah giro wadiah untuk ditukar
secara tunai, penarikan bilyet giro untuk ditransfer ke cabang lain bank
yang sama atau ke nasabah bank lain, serta potongan administrasi dan
pajak tabungan.
2. Giro Mudharabah

Giro mudharabah merupakan instrumen penghimpunan dana melalui


produk giro yang menggunakan akad mudharabah. Giro mudharabah harus
mengikuti fatwa DSN tentang mudharabah. Akad mudharabah adalah akad yang
digunakan dalam perjanjian antara pihak penanam dana dan pengelola dana untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua
belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

2.7.3 Deposito Mudharabah

Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, deposito


adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpanan dan bank
syariah dan /atau Unit Usaha Syariah (UUS). Fatwa DSN Nomor 3 Tahun 2000
menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan dalam syariah adalah deposito yang
berdasarkan prinsip mudharabah. Dalam transaksi deposito mudharabah, nasabah
bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan bank bertindak sebagai
pengelola dana (mudharib). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan mengembangkannya, termasuk mudharabah dengan pihak lain.

Modal yang di depositokan harus dinyatakan dalam bentuk tunai dan


bukan piutang. Adapun pembagian piutang harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam pembukaan rekening. Sebagai mudharib, bank menutup
biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang
menjadi haknya dan bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.

17
Siklus kegiatan deposito dimulai dari transaksi pembukaan deposito oleh
nasabah. Pada saat itu, antara nasabah dan bank sudah menyepakati nisbah bagi
hasil dasar dan jangka waktu deposito (tanggal pencairan deposito). Selama
jangka waktu deposito, saldo deposito bersifat tetap, karena pengambilan atau
penambahan deposito hanya dilakukan saat jatuh tempo atau saat penutupan jika
ingin diambil sebelum jatuh tempo, bagi hasil yang diterima oleh nasabah
dimasukkan ke rekening yang lain, dan pajak yang mesti dibayar langsung
diambil dari bagi hasil yang akan diberikan kepada nasabah.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Bank syariah adalah bank yang sistem perbankannya menganut prinsip-


prinsip dalam Islam. Bank Syariah merupakan bank yang kegiatannya mengacu
pada hukum Islam dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun
tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan bank syariah yang diterima
maupun yang dibayarkan pada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian yang
dilakukan oleh pihak nasabah dan pihak bank.

Pengembangan perbankan syariah di Indonesia didukung secara intensif


oleh tiga lembaga, yaitu BI, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia

(DSN-MUI), dan Komite Akuntansi Syariah-Ikatan Akuntan Indonesia (KAS-


IAI).

Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari MUI yang


membuat fatwa terkait produk keuangan syariah. Sedangkan Komite Akuntansi
Syariah (KAS) merupakan komite yang dibentuk oleh IAI untuk merumuskan
standar akuntansi syariah. KAS sampai akhir tahun 2006 telah menghasilkan
konsep Bangun Prinsip Akuntansi Syariah yang berlaku umum. Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah, serta 6 exposure draf
PSAK syariah. Draf yang telah dihasilkan KAS-IAI selanjutnya disahkan oleh
DSAK pada tahun 2007.

Penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh bank


konvensional maupun bank syariah dilakukan dengan mengguakan instrumen
tabungan, deposito, dan giro yang secara total biasa disebut dengan dana pihak
ketiga. Akan tetapi, pada bank syariah, klasifikasi penghimpunan dana bank
syariah tidak didasarkan pada nama instrumen tersebut melainkan berdasarkan
pada prinsip

19
yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), prinssip
penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu prinsip
wadiah dan prinsip mudharabah.

Penyaluran dana bank syariah dilakukan dengan menggunakan skema jual

beli, skema investasi, dan skema sewa. Skema jual beli memiliki beberapa bentuk,
yaitu murabahah, salam dan istihna’. Skema investasi terdiri atas dua jenis, yaitu
mudharabah dan musyarakah. Sementara itu, skema atas ijarah terdiri atas ijarah
dan ijarah muntahiya bittamlik. Prinsip investasi dalam pembiayaan oleh bank
syariah terdiri atas investasi dengan skema mudharabah dan investasi dengan
skema musyarakah.

Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.


Dalam konteks muamalat wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seeorang
(muwakkil) kepada yang lain (wakalah) dalam hal-hal yang diwakilkan.
Berdasarkan fatwa DSN nomor 10 tahun 2001 seorang muwakkil haruslah
pemilik orang yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan. Adapun
wakil haruslah orang yang dapat bertindak terhadap mengajarkan tugas yang
diwakilkan kepadanya. Hal-hal yang diwakilkan haruslah

1. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili,


2. Tidak bertentengan dengan syariah Islam, dan
3. Dapat di wakilkan menurut syariah Islam.

Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)


kepada pihak ketiga utnuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul’ anhu’ ashil). Dalam fatwa DSN nomor 11 tahun 2000,
kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga utuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang tanggung (makfuul’
anhu’ ashil).

Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil)


kepada orang lain yang menanggungnya (muhal ‘alaih) dalam transaksi hawalah,
pada saat A(muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), B masih mempunyai

20
piutang pada C (muhal ‘alaih). Begitu B tidak mampu membayar utangnya kepada
A, ia lalu mengalihkan utang tersebut kepada C. Selanjutnya, C harus mambayar
utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.

Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak digunakan dalam


pelaksanaan fungsi jasa keuanngan bank syariah. Berdasarkan fatwa DSN nomor

9 tahun 2000, disebutkan bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan

barang dan/atau jasa. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang

disebut sewa-menyewa, sedangkan bila ditetapkan untuk mendapatkan manfaat

orang disebut upah-mengupah.

DAFTAR PUSTAKA

Khaddafi, Muammar dkk. 2017. Akuntansi Syariah: Meletakkan Nilai-nilai

Syariah Islam dalam Ilmu Akuntansi. Medan: Madenatera.

21

Anda mungkin juga menyukai