Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Sistem Operasional Bank Syariah

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Eskpose kewirausahaan

yang diampu oleh bapak Umarul Faruq, M.E

Disusun Oleh :

Syaiful Anam 20383041027

Rian kusuma W. 20383041081

Selvia Rahmawati 20383042025

Narita Safira M. 20383042073

Ratu Intan M. 20383042080

Zulviana Zumairoh 20383042089

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA


KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah swt yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah praktik perbankan dengan judul : operasional
bank syariah.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah praktik Perbankan dan kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan dan
pengetahuan kita semua, serta kami ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak
Umarul Faruq, M.E. Karena telah memberikan arahan dan bimbingan dalam proses
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan
dan memerlukan banyak perbaikan.Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Pada kesempatan ini, dengan tulus
ikhlas kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan
dan partisipasinya baik dalam bentuk moral maupun material untuk keberhasilan dalam
penyusunan makalah ini, Kami selaku penyusun berharap semoga makalah ini ada guna dan
manfaatnya bagi para pembaca.Amin.

26 Agustus

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. Pengertian Bank syariah ................................................................................................. 3
B. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah .......................................................... 5
C. Konsep-konsep dalam Bank Syariah .............................................................................. 7
1. Konsep Wadi’ah .......................................................................................................... 7
2. Konsep Mudharabah ................................................................................................... 8
3. Musyarakah ................................................................................................................. 9
4. Bai’ As-Salam ........................................................................................................... 10
5. Wakalah ..................................................................................................................... 11
6. Ijarah.......................................................................................................................... 12
7. Sharf .......................................................................................................................... 14
8. Qard ........................................................................................................................... 14
9. Rahn .......................................................................................................................... 15
10. Hiwalah .................................................................................................................. 15
BAB III .................................................................................................................................... 17
PENUTUP................................................................................................................................ 17
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 17
B. SARAN ......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bank merupakan lembaga perantara keuangan yang seharusnya mampu


melakukan mekanisme pengumpulan dana secara seimbang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Untuk mencapai hal itu, maka perlunya ada kejelasan sistem
operasional perbankan. Munculnya banyak lembaga keuangan yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah ahkir- akhir ini merupakan suatu fenomena yang menarik
untuk dicermati. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.10 Tahun 1992
tentang perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank
adalah menyediakan pembiayaan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip
syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.
Semakin banyak bank-bank yang menggunakan sistem bagi hasil (Bank
Syariah), maka di Indonesia memberikan sebuah solusi bagi umat Islam dalam dunia
perekonomian. Dalam pelaksanaannya, bank-bank syariah mencoba menerapkan
nilai-nilai keadilan yang dibawa oleh sistemekonomi Islam. Seperti halnya, bank
konvesional juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi yaitu lembaga yang
mengarahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat yang
membutuhkan, dalam bentuk fasilitas pendanaan.
Adanya sistem bagi hasil yang sesuai dengan hukum Islam serta kepercayaan
yang merupakan unsur terpenting dalam transaksi pembiayaan, dapat mengobati
sebagian besar masyarakat yang tahu akan keberadaan lembaga keuangan
berlandaskan prinsip- prinsip ekonomi Islam. Produk-produk pembiayaan bank
syariah khusunya pada bentuk pembiayaan, ditujukan untuk menyalurkan investasi
dan simpanan masyarakat ke sektor rill dengan tujuan produktif dalam bentuk
investasi bersama (investement financing) yang dilakukan bersama mitra usaha
(kreditor) menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dan dalam
bentuk investasi sendiri (trade financing) kepada yang membutuhkan pembiayaan
menggunakan pola jual beli (murabahah, salam, dan istishna), dan pola sewa (ijarah
dan ijarah muntahiyah bittamlik), pola pinjaman, digunakan untuk dana talangan
menggunakan pola (qardh) .

1
B. Rumusan masalah

1. Apa yang di maksud dengan Bank Syariah ?


2. Apa Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional ?
3. Bagaimana konsep wadiah, mudharabah, musyarakah, bai’, wakalah, ijarah,
sharf, qard, rahn, dan hiwalah. ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian bank syariah.
2. Untuk mengetahui perbedaan bank syariah dengan bank konvensionalz
3. Untuk mengetahui konsep wadhiah, mudharabah, musyarokah, ba’i, wajarlah,
ijarah, Sharf, qard, Rahn, dan hiwalah .

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank syariah

Bank islam atau selanjutnya disebut Bank syariah, adalah Bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank islam atau disebut Bank
tanpa bunga, adalah lembaga keungan/ perbankan yang operasional dan produknya
dikembangkan berlandaskan pada Al- Qur’an dan Hadist Nabi SAW atau dengan
kata lain, Bank islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalulintas pembiayaan serta peredaran uang
yang pengopersiannya disesuaikan dengan prinsip syariat islam. 1
Antonio dan perwataatmadja membedakan menjadi dua bagian pengertian,
yaitu Bank islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah islam. Bank islam
adalah (1) Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah islam. (2)bank
yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan
Hadist. Sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syari’ah islam adalah bank
yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah islam. Dalam
tata cara bermuamalat itu dijahui praktek-praktek yank dikhawatirkan mengandung
unsur- unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan invetasi atas dasar bagi hasil
dan pembiyaan perdagangan.2
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi dengan prinsip prinsip syariah. 3
Pendapat lain bahwa bank syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi
dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariah. 4

1
Zulkifli Rusby, manajemen perbankan syariah, (Riau: penerbit pusat kajian pendidikan Islam UIR, 2017),
hlm. 1.
2
Ibid ‘ hlm 1.
3
Sudarsono, H., Bank dan lembaga Keuangan Syariah Deskrpsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Penerbit Ekonisia,
2004), hlm. 56.
4
Donna, Duddy Roesmara, Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pembiayaan Perbankan Syariah di
Indonesia, (penerbit: Yogyakart, FE UGM, 2006) Tesis.

3
Perbankan syariah adalah perbankan berdasarkan prinsip kemitraan, keadilan,
transparansi dan universalitas, yang dilaksanakan dengan cara yang melarang
berbagai bentuk riba. Bank syariah tidak mengenal konsep nilai, waktu dan ruang
sebagai komoditas. Bank Syariah tidak melakukan kegiatan perjudian (maisyri). 5
Perdagangan yang tidak jelas (Ghalal) berlaku untuk semua profesi, bukan
hanya Muslim.lembaga keuangan Ia bekerja secara ketat sesuai dengan prinsip-
prinsip Syariah. Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga
keuangan non-Islam. Prinsip-prinsip yang disebutkan adalah:
1) Melarang pemberlakuan bunga dalam segala bentuk dan jenis transaksi.
2) Melakukan kegiatan penjualan dan perdagangan berdasarkan kewajaran
dan kewajaran Kepentingan yang Sah.
3) Mengeluarkan zakat sebagai hasil dari kegiatannya.
4) Tidak ada Monopoli
5) Bekerjasama dalam pembangunan daerah melalui kegiatan usaha,
Perdagangan tidak dilarang oleh Islam. 6

5 Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah, (Jakarta: Salemba Empat, Edisi 2, 2005), h. 173. Pada 26 Agustus
2022, pukul 11.00
6
Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit UII Press, 2000), h. 25. Pada 26
Agustus 2022, pukul 11.00

4
B. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

1. Perbedaan pemahaman
Bank Konvensional adalah bank yang dalam kegiatannya baik dalam
menghimpun maupun menyalurkan dana, menerima imbalan berupa bunga,
menerima imbalan tetap berupa bunga, atau menerima suatu jumlah tetap berupa
persentase dana yang tetap. Bank yang menerima imbalan. Menyediakan dan
menghitung untuk jangka waktu tertentu. Persentase spesifik ini biasanya
ditetapkan setiap tahun. 7
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008
Sehubungan dengan bank syariah, Bab 1, Bagian 1 dan 7 mengatur bahwa bank
syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah. Ini berprinsip Syariah
dan, tergantung pada jenisnya, terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank
Keuangan Populer Syariah. Sudarsono (2004) mendefinisikan bank syariah
sebagai lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah sesuai
dengan kandungan Al-Qur'an dan Hadits, yang bisnis utamanya adalah
memberikan kredit dan layanan lainnya dalam arus pembayaran dan peredaran
uang. mengklaim berarti sebuah institusi. 8

2. Perbedaan dalam Mengejar Keuntungan


Dalam mengejar keuntungan dan dalam menentukan harga Negara Menurut
prinsip Konvensional, pelanggan, bank menggunakan dua metode.
a) Untuk menetapkan tingkat suku bunga sebagai harga produk simpanan
seperti giro, tabungan, deposito berjangka, dll. Demikian pula harga suatu
produk kredit (kredit) Itu juga ditentukan dengan menggunakan tingkat
bunga tertentu. Harga tersebut dikenal dengan spread basis.
b) Untuk perbankan dan layanan lainnya, bankir Konvensional
menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dengan jumlah atau
persentase nominal tertentu. Sistem berbayar ini disebut fee based.9

7 Dikutip dari sumber : Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (
Jakarta : Salemba Empat, 2006), hlm.153. Pada 26 Agustus 2022, pukul 11.00
8
Dikutip dari sumber : Irham Fahmi, Pengantar Perbankan Teori & Aplikasi, ( Bandung : Alfabeta,
2014), hlm.31. Pada 26 Agustus 2022, pukul 11.00
9
Dikutip dari sumber : Kasmir, Pemasaran Bank, ( Jakarta : Prenada Media Group, 2008), hlm.20. Pada 26
Agustus 2022, pukul 11.00

5
Bagi bank yang menggunakan prinsip syariah dalam menentukan harga
produknya, hal ini sangat berbeda dengan bank yang menggunakan prinsip
Konvensional. Bank berbasis syariah adalah pengaturan berdasarkan hukum
Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau untuk
membiayai bisnis atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam perbankan
Konvensional, aturan kontrak hanya didasarkan pada hukum positif.
Ketika bank menetapkan harga atau mengejar keuntungan berdasarkan
prinsip Syariah, berikut ini berlaku:
a) Pendanaan berdasarkan bagi hasil (Mudharabah)
b) Pembiayaan berdasarkan prinsip investasi (Musaraha)
c) Prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah)
d) Pendanaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa
piliha(Ijara)
e) Kemungkinan Pengalihan Kepemilikan Produk Sewa dari Bank
atau pihak lain (ijarah wa iqtina). 10

3. Perbedaan Filsafat
Perbedaan utama antara bank Konvensional dan bank syariah terletak pada
landasan filosofis yang mereka anut. Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga
dalam kegiatannya, melainkan sistem bagi hasil, sedangkan bank Konvensional
melakukan sebaliknya. Dengan kata lain, ia mengadopsi sistem bunga. Hal ini
merupakan perbedaan yang sangat mendasar dari produk yang dikembangkan oleh
Bank Umum Syariah, dimana sistem yang dikembangkan melibatkan jual beli dan
kemitraan dalam bentuk bagi hasil, untuk menghindari sistem bunga. Pada
prinsipnya semua jenis transaksi komersial melalui bank syariah diperbolehkan
sepanjang tidak melibatkan komponen bunga (riba).

4. Konsep pengelolaan dana nasabah


Dalam sistem perbankan syariah, dana dikelola dalam bentuk simpanan
atau investasi. Ini berbeda dari deposito bank tradisional di mana deposito
mencoba untuk mendapatkan bunga uang. Konsep dana simpanan selalu berarti

10Dikutip dari sumber : Kasmir, Pemasaran Bank, ( Jakarta : Prenada Media Group, 2008), hlm.21.
Pada 26 Agustus 2022, pukul 11.00

6
nasabah Bank syariah harus bisa memenuhinya. Tanda terima sebagai hasilnya.
Ini menjadi sangat cair. Tingkat likuiditas yang tinggi ini berarti dana yang
disalurkan tidak memenuhi persyaratan fasilitas yang membutuhkan investasi
pendapatan dana.11

C. Konsep-konsep dalam Bank Syariah

1. Konsep Wadi’ah
(al-wadi'ah) adalah fitur yang disediakan oleh bank syariah untuk
memungkinkan mereka yang memiliki kelebihan dana untuk menyimpan uang
dalam bentuk al-wadi'ah. Wadi'ah dapat diartikan sebagai titipan belaka dari satu
pihak kepada pihak lain, dan yang diinginkan oleh penjaganya. 12
a) Dasar Hukum: Al-Quran:
“Sesungguhnya Allah telah menyuruh kamu untuk menyampaikan
amanat (titipan), kepada yang berhak menerimanya…” (an-Nisaa: 58).
"...jika ada di antara kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang yang dipercaya itu melakukan amanat (utangnya) dan hendaklah
dia bertakwa kepada tuhannya…” (Al-baqarah: 283).13
b) Ketentuan Bank Akad Wadi`ah 13:
1) Setiap keuntungan atau kerugian atas peminjaman dana menjadi
milik atau menjadi tanggungan bank, tetapi pemilik dana tidak
dijanjikan dan tidak menanggung kerugian apapun.
2) Bank wajib membuka akad pembukaan rekening kecuali
bertentangan dengan prinsip syariah. Lisensinya mencakup
distribusi dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati.
3) Untuk membuka rekening ini, bank dapat membebankan biaya
administrasi alternatif hanya untuk menutupi biaya aktual yang
dikeluarkan. yaitu ketentuan lain mengenai giro dan tabungan tetap
berlaku Selama tidak melanggar prinsip syariah. 14

11 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta : Salemba Empat, 2006),
hlm.156-157.
12
Muhammad Syafii Antonio, Pengenalan Umum Bank Syariah. (Jakarta: Tazkia Institut bekerja sama dengan
Bank Indonesia, 1999). Pada 26 Agustus 2022, pukul 11.00
13
Muhammad Syafii Antonio. Op. cit, h. 85. Pada 26 Agustus 2022, pukul 11.00
14Anonimus, Prodak-prodak Bank Islam, (Jakarta: Karim Consulting bekerjasama dengan Bank Indonesia,
2020, dalam Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktitik (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.
178.Pada 26 Agustus 2022, pukul 11.00

7
2. Konsep Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama bisnis antara dua pihak dimana salah satu
pihak (shahibul maal) menyediakan seluruh modal dan pihak lainnya sebagai
pengelola. Keuntungan usaha mudharabah akan dibagikan sesuai dengan
kesepakatan yang tertuang dalam akad, tetapi pemilik modal menanggung
kerugian, kecuali kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian pengelola. Jika
kerugian tersebut disebabkan oleh penipuan atau kelalaian pengurus, maka
pengurus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
a) Rukun Mudharabah adalah:
1) Memiliki pemilik dana
2) Ada inisiatif yang bisa dibagikan
3) Ada hubungan
4) Persetujuan diberikan
b) Dasar hukum: Quran:
…dan oleh mereka yang berjalan di bumi untuk mencari hadiah
Allah SWT (QS. Al-Muzammil: 20). Ketika Anda telah menyelesaikan
doa Anda, Anda akan tersebar di seluruh bumi, SWT memohon nikmat
Allah (QS. al-]umuah: 10)

c) Ketentuan Kontrak Perbankan Mudharabah:


1) jumlah pokok yang akan diberikan kepada nasabah sebagai penarikan
modal;
2) Pengiriman tunai adalah uang atau barang yang nilainya dinyatakan
dalam satuan mata uang. Jika modal ditransfer secara bertahap, harus
dijelaskan bahwa tahapan tersebut disepakati bersama.
3) Hasil pengelolaan Modal Pembiayaan Mudharabah dapat dihitung
dengan dua cara:
➢ Hasil pekerjaan akan dibagikan setiap bulan atau pada waktu yang
disepakati seperti yang disepakati dalam kontrak. Bank, pemilik
modal, akan menanggung semua kerugian kecuali kelalaian dan
penjagaan nasabah.
➢ Bank berhak untuk mengawasi operasionalnya, tidak boleh
mengganggu operasional/operasi nasabahnya.

8
3. Musyarakah
Musyarakah adalah kerjasama antara kedua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 15
Musyarakah ada dua jenis, yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah adad
(kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan wasiat atau kondisi
lainnya yang berakibat pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Sedangkan
musyarakah akad tercipta dengan kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju
bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan berbagi
keuntungan dan kerugian.16
A. Landasan hukum: Al-Quran:
Maka mereka berserikat pada sepertiga (QS. an-Nisaa: 12),
…..dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain kecuali orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh (QS. Shaad: 24).17
B. Ketentuan perbankan dalam akad musyarakah:
1) Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek nusyarakah dan
dikelola bersama-sama.
2) Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menetukan kebijakan
usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
3) Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak
boleh melakukan tindakan, seperti:
➢ Menggabingkan dana proyek dengan harta pribadi
➢ Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin
pemilik modal lainnya
➢ Member pinjaman kepada pihak lain
➢ Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia, menjadi tidak
cakap hukum.
➢ Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu
proyek harus diketahui bersama

15
Ibid, h. 102.
16
Ibid, h. 91-92.
17
Muhammad Syafii Antonio, op. cit, h. 91.

9
➢ Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad.

4. Bai’ As-Salam
Dalam pengertian yang sederhana, salam berarti pembelian barang yang
diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan lebih dahulu
(dimuka).18
A. Landasan hukum, Al-Qur'an:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya.(Al-Baqarah: 283).19
B. Ketentuan perbankan dalam akad as-salam:
1) Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas,
seperti ukuran, mutu dan jumlahnya
2) Apabila hasil produksi diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad
nasabah harus bertanggung jawab
3) Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya
sebagai persediaan, maka bank dimungkinkan melakukan akad salam
pada pihak ketiga (pembeli).
C. Macam – macam ba’i
1) Bai‘al-Murabahah, adalah akad jual beli terhadap barang tertentu.
Pada transaksi jual beli ini, penjual barang menyebutkan dengan jelas
jenis barang yang akan diperjualbelikan, termasuk didalamnya harga
pembelian serta keuntungan yang diambil.
2) Bai‘ al-muqayyadah, adalah jual beli barang di mana pertukaran
terjadi barang dengan barang. Dalam aplikasi jual beli ini dapat
dilaksanakan sebagai solusi untuk transaksi ekspor yang tidak dapat
menghasilkan valuta asing (devisa).
3) Bai‘ al-mutlaqah, adalah pertukaran barang atau jasa dengan uang.
Uang berfungsi sebagai alat tukar. Dalam Jual beli ini semua produk
barang atau jasa lembaga keuangan akan didasarkan atas prinsip jual
beli.

18
Ibid, h. 108.
19
Muhammad Syafii Antonio, op. cit, h. 108.

10
4) Bai‘ as-salam, adalah akad jual beli dengan pembeli membayar
sejumlah uang (senilai harga) terhadap barang atau jasa yang sudah
disebutkan jenis dan spesifikasinya, sedangkan barang atau jasa yang
diperjualbelikan akan diserahkan sesuai dengan tanggal yang sudah
disepakati.
5) Bai‘ al-istisna>, adalah kontrak jual beli barang dan jasa di mana
harga barang atau jasa tersebut akan dibayar lebih dulu, tetapi dapat
diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati
bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan
kemudian (Arifin, 2006).20

5. Wakalah
Wakalah adalah penyerahan kewenangan terhadap sesuatu yang boleh dilakukan
sendiri dan bisa diwakilkan kepada orang lain, untuk dilakukan oleh wakil tersebut
selama pemilik kewenangan asli masih hidup. Dasar hukum wakalah adalah firman
Allah SWT. “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini”. (Q.S. Al-Kahfi:19)
Fatwa MUI Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000 tentang
Wakalah, telah menetapkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.21
A. Kelebihan menggunakan akad wakalah
1) Dalam akad wakalah terdapat prinsip ta’awun, artinya tolong menolong
di antara sesama manusia. Setiap manusia membutuhkan bantuan orang
lain.
2) Terdapat prinsip amanah, artinya pihak nasabah debitur (wakil) harus
menunaikan segala sesuatu yang amanahkan oleh pihak bank (muwakil),
dalam hal ini bahwa dana yang diberikan kepada pihaknasabah debitur
(wakil) tersebut benar-benar digunakan untuk pengadaan barang
bangunan yang sesuai dengan yang diperjanjikan.

20 AL-IQTISHAD: JURNAL EKONOMI Vol. 13, No.1, Januari - Juni Tahun 2021 Available Online at
https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/aliqtishad
21
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 10/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Wakalah

11
3) Timbulnya saling percaya mempercayai diantara bank dengan nasabah.
Memberikan kuasa kepada orang lain merupakan bukti adanya
kepercayaan pada pihak lain.
4) Hemat waktu, pencairan dan pembelian barang yang dijadikan objek
pembiayaan oleh bank akan memakan waktu yang cukup lama, belum
lagi apabila pihak bank kekurangan orang untuk melakukan pekerjaan
tersebut sehingga harus mencari agen yang bersedia membelikan barang
tersebut. Sedangkan apabila bank memberikan kuasanya langsung kepada
nasabah untuk membeli barang mewakili dirinya, pencairan dan
pembelian akan barang yang dimaksud oleh nasabah akan memakan
waktu yang lebih sedikit dikarenakan nasabah merupakan orang yang
berkepentingan sendiri atas barang tersebut.
5) Nasabah akan langsung mengetahui fisik barang yang menjadi objek
pembiayaan sehingga tidak lagi terdapat keraguan atas barang yang
menjadi objek pembiayaan dan bank tidak akan mendapat keluhan
tentang cacatnya barang karena nasabah yang membeli sendiri barang
tersebut.22’
6. Ijarah
Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al’iwadhu atau berarti ganti.
Dalam Bahasa Arab, al-ijarah diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil
23
manfaat dengan jalan penggantian sejumlah uang. Secara terminologi, ada
beberapa defenisi al-ijarah yang dikemukakan oleh para ulama fiqh. Pertama,
ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan: “transaksi terhadap suatu manfaat
dengan imbalan. 24. Kedua, ulama syafi’iyah mendefinisikannya dengan “transaksi
terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah, dan boleh
dimanfaatkan dengan imbalantertentu”. 25 Sedangkan menurut Sutan Remy al
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna

22 Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah
23
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 13, terj. Kamaludin A. dan Marzuki (Bandung: PT al Ma’arif,2007), h. 15
24
Al-Kasani, al-Bada’i’u al-Sana’i, Jilid IV (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 174
25
Syarbaini al-Khathib, Mugni al- Muhtaj, Jilid II ( Beirut: Dar al-Fikr, 1978), h.233

12
atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. 26
Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada
perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa. 27
A. Landasan Syariah Al-Qur’an
Dalil tentang kebolehan transaksi al-ijarah dapat dipahami dari nash al-
Qur’an di antaranya QS. Ath-Thalaq: 6 ‘Kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya.’.28
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “berikanlah
kepadamereka upahnya, ungkapan tersebut menunjukan adanya jasa yang
diberikan sehingga berkewajiban membayar upah (fee) secara patut.
Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing. Upah
dalam ayat ini disebutkan dalam bentuk umum, mencakup semua jenis
sewa-menyewa (ijarah).
B. Rukun al-Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun al-ijarah itu hanya satu, yaitu ijab
(ungkapan menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa menyewa).
Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa rukun al-ijarah itu ada
empat, yaitu:
a) orang yang berakad,
b) sewa/imbalan,
c) manfaat, dan

26
Dikutip dari sumber : Sutan Remy Syahdeini, Perbankan Islam dan kedudukannya dalam Tata Hukum
Indonesia, (Jakarta: Grafiti, 1999), h.28
27 Adiwarman Karim, op.cit. h. 137

28
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Mahkota Surabaya, 1989), h. 1060,

13
d) shighat (ijab dan qabul). Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa
orang yang berakad, sewa/imbalan, dan manfaat, termasuk syarat-
syarat al-ijarah, bukan rukunnya. 29

7. Sharf
Bai’ Sharf ialah transaksi jual beli dengan komoditi berupa alat pembayaran
atau mata uang baik sejenis ataupun beda jenis, seperti dinar dengan dinar, dirham
dengan dirham, dinar dengan dirham.
Sedangkan jual beli alat pembayaran berupa mata uang kontemporerselain
dinar dan dirham, ulama khilaf mengenai kategori bai’ sharfi-nya yang bermuara
dari khilafiyah status ribawi tidaknya mata uang selain dinar dan dirham. Versi
ulama yang menstatuskan mata uang selain dinar dan dirham sebagai barang
ribawi, maka termasuk bai’ sharfi. Sebaliknya, menurut versi yang tidak
menstatuskan sebagai ribawwi, jual beli mata uang selain dinar dan dirham bukan
termasuk bai’ sharfi.
Karena secara prinsip Bai’ Sharfi adalah transaksi barang ribawi, maka
ketentuan-ketentuan jual beli barang ribawi berlaku disini. Yakni, apabila
komoditi sejenis, seperti dinar dengan dinar, atau dirham dengan dirham, maka
Bai’ Sharfi boleh dan sah apabila memenuhi tiga ketentuan, yakni setara
(Tamatsul), serah-terima, dan Cash. Dan apabila komoditi beda jenis, seperti emas
dengan perak, maka boleh dan sah apabila memenuhi dua ketentuan, yakni serah-
terima (taqabudl) dan cash (hulul). Dalam Bai’ sharfi tidak berlaku syarat khiyar,
sebab akan menafikan syarat serah terima dan Cash.30
8. Qard
Secara Etimologi, Qardu berarti pinjaman hutang atau juga bisa berarti
memberikan pinjaman hutang. Terminologi Qardu adalah memberikan
kepemilikan suatu harta dengan system mengembalikan penggantinya tanpa unsur
tambahan.
a. Struktur akad Qardu
Struktur akad Qardlu terdiri dari empat rukun. Yaitu Muqrid (pihak yg
memberikan pinjaman hutang atau kreditur), Muqtarid (pihak yang
menerima pinjaman hutang atau debitur), Muqrad (objek dalam akad

29
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, (Cet. II; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 231
30 Lirboyo Press, Metodologi Fiqh Muamalah ( Kediri: Winarto Lirboyo,juni 2013), hal 23-24

14
Qardu yang disebut piutang), dan Shighah (ijab dari pihak Muqrid yang
menunjukkan pemberian kepemilikan dengan system kewajiban
mengembalikan penggantinya dan Qabul dari pihak Muqtarid yang
menunjukkan persetujuan dari ijab). 31
9. Rahn
Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal, dan jaminan. Secara istilah rahn
adalah apa yang disebut dengan barang jaminan, agunan, cagar, atau tanggungan.
Rahn yaitu menahan barang sebagai jaminanatas utang. Akad rahn bertujuan agar
pemberi pinjaman lebih mempercayai pihak yang berutang.
A. Struktur akad Rahn
Secara umum, struktur akad rah nada empat rukun, Aqid (Rahin dan
murtahin), Shighah (Ijab dan Qabul), Marhun, dan Marhun bih.
1) Aqid
Aqid (pelaku akad) Rahn adalah rahin dan murtahin. Rahin adalah
pihak yang memiliki tanggungan hutang dan menyerahkan jaminan
kepada Murtahin. Sedangkan Murtahin adalah pihak pemilik piutang
dan penerima jaminan dari rahin.
2) Shighah
Shighah atau Bahasa interaksi yang berupa Ijab (penawaran) dan Qabul
(persetujuan) diperlukan dalam akad rahn, sebab akad rahn melibatkan
materi, sehingga harus didasarkan pada kerelaan hati. Kerelaan hati
bersifat abstrak, dan ijab-qabul merupakan ekspresi paling
representative sebagai pernyataan saling setuju (taradlin).
3) Marhun
Marhun ialah barang yang digadaikan sebagai jaminan atau watsiqoh
atas hutang.
4) Marhun Bih
Ialah hak piutangnya Murtahin yang berada dalam tanggungan Rahin
yang dijamin dengan Marhun.32
10. Hiwalah
Hawalah secara harfiah artinya pengalihan, pemindahan, perubahan warna
kulit atau memikul sesuatu diatas pundak. Objek yang dialihkan dapat berupa

31 Ibid hal 100-103


32
Ibid hal 115-117

15
utang atau piutang. Pada dasarnya adalah akad tabarru’ yang bertujuan untuk
saling menolong untuk mengharap ridho Allah.
Secara Etimonologi, Hawalah adalah perpindahan atau peralihan. Sedangkan
terminology hawalah adalah, akad pemindahan atau pengalihan hak tagih hutang
dari tanggungan pihak tertentu kepada tanggungan pihak lain.
A. Struktur akad Hiwalah
Struktur akad Hiwalah meliputi lima rukun. Yakni Muhil, Muhtal, Muhal
‘alaih, dainani dan shighah.
1) Muhil
Muhil adalah pihak yang berhutang (madin) kepada muhtal (da’in) dan
mengalihkan hak tagih piutangnya ke pihak muhal ‘alaih, yakni pihak
ketiga yang berhutang kepada muhil. Dengan demikian, muhil
memiliki posisi ganda. Disamping ia berperan sebagai madin
(berhutang kepada muhtal), ia sekaligus juga berperan sebagai da’in
(menghutangi muhal ‘alaih).
2) Muhtal
Muhtal atau juga disebut muhal dan hawil, adalah pihak yang memberi
pinjaman hutang (da’in) kepada muhil, dan yang berpindah hak
tagihnya dari tanggungan muhil ke tanggungan muhal ‘alaih.
3) Muhal ‘Alaih
Muhal ‘alaih yang disebut muhtal ‘alaih, adalah pihak yang berhutang
kepada muhil, dan yang bertanggung jawab membayari hutang muhil
kepada muhtal.
4) Dainani
Dainani adalah dua hutang, yang meliputi hutang muhil kepada muhtal
yang diistilahkan dengan ad-dain al-muhal bih, dan hutang muhal
‘alaih kepada muhil yang diistilahkan dengan ad-dain al-muhal ‘alaih.
5) Shighah
Shighah atau Bahasa transaksi dalam akad Hiwalah meliputi ijab dan
qabul yang menunjukkan makna pengalihan hak tagih piutang.33

33 Ibid hal 157-158

16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan


kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi dengan prinsip prinsip syariah.Pendapat lain bahwa bank syariah adalah
lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang
usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip
syariah.
Bank Konvensional adalah bank yang dalam kegiatannya baik dalam
menghimpun maupun menyalurkan dana, menerima imbalan berupa bunga, menerima
imbalan tetap berupa bunga, atau menerima suatu jumlah tetap berupa persentase dana
yang tetap. Bank yang menerima imbalan. Menyediakan dan menghitung untuk
jangka waktu tertentu. Persentase spesifik ini biasanya ditetapkan setiap tahun.

B. SARAN

Dari makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan pengetahuan dalam
mempelajari praktik perbankan kkhusunya pada tema operasional bank syariah,
penulis masih menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dengan tidak
sengajaan dalam penulisan. Sehingga, penulis berharap kepada pembaca supaya bisa
memberikan kritik yang membangun dengan tujuan untuk lebih bisa
menyempurnakan pada penulisan selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Rusby, Zulkifli. manajemen perbankan syariah, Riau: : pusat kajian pendidikan Islam UIR,
2017.
H. Sudarsono. Bank dan lembaga Keuangan Syariah Deskrpsi dan Ilustrasi, Yogyakarta:
Ekonisia, 2004.
Donna, Roesmara Duddy. , Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pembiayaan Perbankan
Syariah di Indonesia, Yogyakarta :UGM , 2006
Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah, Jakarta: Salemba Empat, Edisi 2, 2005.
Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII Press, 2000.
Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta :
Salemba Empat, 2006.
Fahmi, Irham. Pengantar Perbankan Teori & Aplikasi. Bandung : Alfabeta, 2014.
Kasmir. Pemasaran Bank, Jakarta : Prenada Media Group, 2008.
Antonio, Muhammad Syafii. Pengenalan Umum Bank Syariah. Jakarta: Tazkia Institut
bekerja sama dengan Bank Indonesia, 1999.
Anonimus, Prodak-prodak Bank Islam, Jakarta: Karim Consulting bekerjasama dengan Bank
Indonesia, 2020.
Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktitik Jakarta: Gema Insani,
2001.
AL-IQTISHAD: JURNAL EKONOMI Vol. 13. Available Online at : https://jurnal.iain-
bone.ac.id/index.php/aliqtishad , 2003
Syahdeini, sutan Remy , Perbankan Islam dan kedudukannya dalam Tata Hukum
Indonesia,Jakarta: Grafiti, 1999.
Harun Nasrun , Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Press Lirboyo, Metodologi Fiqh Muamalah, Kediri: Winarto, 2013.

18

Anda mungkin juga menyukai