Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

”LEMBAGA KEUANGAN ISLAM DAN INSTRUMENNYA”

Diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Kewirausahaan dan


Dipresentasikan dikelas PS-4F

DOSEN PENGAMPU:

KHAIRUL AZMI, SE., MM

OLEH KELOMPOK 11:

SRI YULIA MANDA 3321212

MASYARAH 3321236

TORI AFRIANTO 3321237

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH S1

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M. DJAMIL DJAMBEK

BUKITTINGGI

TA. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
ucapkan puji dan syukur pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat dan salam juga kami hadiahkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, karena beliau telah membawa kita dari alam kebodohan kepada
alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Makalah Kewirausahaan dibuat berdasarkan pada panduan dan garis-garis besar pada
program pengajaran yang telah diberikan oleh Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil
Djambek Bukittinggi. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
ada kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupuun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang
ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, semoga tulisan makalah ini dapat berguna untuk kita semua, tak hanya
bagi pembaca pada umumnya, namun juga dapat menjadi refleksi bagi penulis makalah ini
sendiri. Dan semoga banyak manfaat yang bisa kita ambil, dan mendapatkan pelajaran yang
berkah.

Bukittinggi, 7 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

C. Tujuan Pembahasan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2

A. Prinsip Prinsip-prinsip Lembaga Keuangan Syariah .....................................................2

B. Produk-produk Lembaga Keuangan Syariah .................................................................4

C. Instrumen keuangan syariah............................................................................................5

BAB III PENUTUP..................................................................................................................8

A. Kesimpulan.....................................................................................................................8

B. Saran................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah adalah suatu badan usaha yang mana kegiatan
usahanya berkaitan dengan bidang keuangan. Lembaga keuangan syariah berperan
sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang merupakan proses penyerahan dana dari
unit surplus ekonomi baik sektor usaha, lembaga pemerintah maupun individu
(rumah tangga) untuk menyediakan dana bagi unit ekonomi lainnya (sektor defisit).
Secara umum lembaga keuangan syariah dapat diuraikan menjadi lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bank
merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan yaitu menghimpun dana dan
menyalurkan dana serta meberikan pelayanan lainnya. Lembaga keuangan bank
syariah merupakan suatu badan usaha yang berkaitan dengan bidang keuangan dengan
cara menghimpun dana dan menyalurkan dana serta memberikan pelayanan jasa
lainnya yang berdasarkan prinsip syariah. Lembaga keuangan bank syariah terdiri dari:
Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS).

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Prinsip-prinsip Lembaga Keuangan Syariah?
2. Apa saja Produk-produk Lembaga Keuangan Syariah?
3. Apa saja instrumen keuangan syariah?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip Lembaga Keuangan Syariah
2. Untuk mengetahui Produk-produk Lembaga Keuangan Syariah
3. Untuk mengetahui instrumen keuangan syariah

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-prinsip Keuangan Syariah
Sistem keuangan syariah tidak hanya berbicara mengenai larangan riba yang juga
telah dilarang pada agama samawi seperti agama Yahudi dan Nasrani, tetapi juga
mengatur mengenai larangan tindakan penipuan, larangan tindakan spekulasi, larangan
suap, larangan transaksi yang melibatkan barang haram, larangan menimbun barang
(ihtikar), dan larangan monopoli.
Konsep sistem keuangan syariah diawali dengan pengembangan konsep ekonomi
Islam. Pengembangan konsep ekonomi Islam dimulai dengan membicarakan isu-isu
ekonomi makro. Konsep ekonomi Islam harus didukung oleh sistem yang lebih bersifat
praktis yaitu sistem keuangan syariah dengan mencari suatu sistem yang dapat
menghindari riba bagi muslim. Usulan yang muncul pertama kali adalah sistem kerja
sama untuk membagi laba rugi yang diperoleh dari kegiaan usaha.
Filosofi sistem keuangan syariah “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya
melihat interaksi antara faktor produksi dan perilaku ekonomi seperti yang dikenal pada
sistem keuangan konvensional, melainkan juga harus menyeimbangkan berbagai unsur
etika, moral, sosial, dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan
keadilan menuju masyarakat yang sejahtera secara menyeluruh.
Melalui sistem kerja sama bagi hasil maka akan ada pembagian risiko. Risiko
yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya ditanggung penerima modal atau
pengusaha saja, tetapi juga akan diterima oleh pemberi modal. Pemberi modal maupun
penerima modal harus saling berbagi risiko secara adil dan proporsional sesuai dengan
kesepakatan bersama. Dalam sistem keuangan syariah pemberi dana lebih dikenal
dengan investor. Investor harus menanggung risiko yang biasanya sesuai modal yang
ditanamkan. Investor tidak hanya memberikan pinjaman saja lalu menerima
pengembalian pinjaman dari hasil aktivitass perdagangan, tetapi juga bersama-sama
bertanggung jawab atas kelancaran aktivitas perdagangan untuk mencapai tingkat
pengembalian yang optimal.

2
Berikut ini prinsip sistem keuangan Islam sebagaimana diatur melalui Al-Quran
dan As-sunah:
1. Pelarangan Riba
Dalam bahasa Arab, riba didefinisikan sebagai “kelebihan” atas sesuatu
akibat penjualan maupun pinjaman. Riba merupakan pelanggaran atas sistem
keadilan sosial, persamaan, dan hak atas barang karena sistem riba ini hanya
menguntungkan para pemberi pinjaman atau pemilik harta, sedangakan pengusaha
tidak diperlakukan sama.
2. Pembagian Risiko
Pembagian risiko merupakan konsekuensi logis dari pelarangan riba yang
menetapkan hasil bagi pemberi modal di muka. Sedangkan melalui pembagian
risiko maka pembagian hasil akan dilakukan di belakang, besarannya tergantung
dari hasil yang diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belah pihak akan saling
membantu untuk bersama-sama memperoleh laba, selain lebih mencerminkan
keadilan.
3. Tidak Menganggap Uang sebagai Modal Potensial
Dalam masyarakat industri dan perdagangan yang sedang berkembang saat
ini, fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar, tetapi juga sebagai komoditas dan
sebagai modal potensial. Dalam fungsinya sebagai komoditas, uang dipandang
dalam kedudukan yang sama dengan barang yang dijadikan sebagai objek transaksi
untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam fungsinya sebagai modal nyata,
uang dapat menghasilkan sesuatu (bersifat produktif) baik menghasilkan barang
maupun jasa. Oleh sebab itu, sistem keuangan Islam memandang uang boleh
dianggap sebagai modal apabila digunakan bersamaan dengan sumber daya yang
lain untuk memperoleh laba.
4. Larangan Melakukan Kegiatan Spekulatif
Larangan melakukan kegiatan spekulatif sama dengan larangan untuk
transaksi yang memiliki risiko yang sangat besar.
5. Kesucian Kontrak
Oleh karena Islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tinggi nilainya
sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak harus
dilakukan. Hal ini akan mengurangi risiko atas informasi yang asimetri dan
timbulnya moral hazard.
6. Aktivitas Usaha Harus Sesuai Syariah

3
Seluruh kegiatan usaha yang dilakukan harus merupakan kegiatan yang
diperbolehkan menurut syariah. Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu kepada
prinsip rela sama rela (antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan
dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al
kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurm.i1

B. Produk-produk Lembaga Keuangan Syariah


1. Aqidah
Suatu ideologi samawi yang membentuk paradigma dasar bahwa alam semesta ini
dicipta oleh Allah Yang Maha Esa sebagai sarana hidup bagi manusia untuk
mencapai kesejahteraan spiritual dan material. Dalam konsep aqidah, setiap aktifitas
umat manusia memiliki akuntabilitas ilahiah yang menempatkan perangkat syariah
sebagai parameter.
2. Syariah dan akhlak
Syariah merupakan ketentuan hukum islam yang mengatur aktifitas umat manusia
yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi
vertikal dengan Allah maupun interaksi harisontal dengan sesama makhluk.
Sedangkan akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam
interaksi sesama manusia, manusia dengan lingkungannya dan manusia dengan
pencipta alam semesta agar hubungan tersebut menjadi harmoni dan sinergi
3. Ukhuwah
Ukhuwah adalah prinsip persaudaraan dalam menata interaksi sosial yang diarahkan
pada harmonisasi kepentingan individu dengan tujuan kemanfaatan secara umum
dengan semangat tolong menolong. Ukhuwah dalam aktifitas ekonomi dilakukan
melalui proses taaruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), ta’awan
(saling menolong), tafakul (saling menjamin) dan tahaluf (saing
beraliansi).Ukhuwah menempatkan pola hubungan antar manusia dilandasi prinsip
kesetaraan, saling percaya dan saling membutuhkan.2

1
Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah( Yogyakarta: 2003).hal 15

2
Mardani, Ekonomi Syariah di Indonesia(Bandung:2011).hal 35
4
C. mengetahui instrumen keuangan syariah

Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut:


1. Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty
contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut:
a. Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih, di mana
pemilik modal (shahibulmaal) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil
atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan dimuka, sedangkan apabila
terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur
kesengajaan atau kelalaian oleh mudharib. Bentuk ini menegaskan kerja sama
dalam kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
b. Musyarokah adalah akad kerjasama yang terjadi antara para pemilik modal
(mitra masyarakat) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara
bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung secara porposional sesuai dengan kontribusi
modal. Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana,
barang dagangan (trading asset), kewirausahaan (entrepreneurship), kepandaian
(skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau hak paten (intangible
asset), kepercayaan atau reputasi (credit-worthiness), dan lainnya.
c. Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang berprinsip syariah.
d. Saham syariah produknya harus sesuai syariah. Syarat lainnya adalah perusahaan
tersebut memiliki piutang dagang relatif lebih kecil dibandingkan total asetnya
(dow jones Islamic: kurang dari 45%), perusahaan tersebut memiliki utang yang
kecil dibandingkan nilai kapitalisasi pasar (dow jones Islamic: kurang dari 33%),
perusahaan memiliki pendapatan bunga kecil (dow jones Islamic: kurangdari
5%).
2. Akad jual beli atau sewa menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk
certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut:
a. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli.
Harga disepakati antara pembeli dan penjual pada saat transaksi dan tidak boleh
berubah.
b. Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum
ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakukan
5
secara tunai. Sekilas transaksi ini mirip ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas,
kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
c. Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam
istishna’pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali
(termin) atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu. Biasanya istishna’
diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi dengan kontrak
pembelian barang melalui pesanan (order khusus). Pembeli menugasi produsen
(al sani’) untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan), sesuai spesifikasi
yang disyaratkan pembeli (al-mustasni’) dan menjualnya dengan harga yang
disepakati.
d. Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
3. Akad lainnya meliputi:
a. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi
jual beli mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesama
mata uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
b. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang atau barang
kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil
pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang atau barang titipan
tersebut. Wadiah terbagi dua yaitu Wiadah Amanah di mana uang atau barang
yang dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak didayagunakan, sedangkan yang
kedua adalah Wadiah Yadhamanah di mana uang atau barang yang dititipkan
boleh didayagunakan dan hasil pendayagunaan tidak terdapat kewajiban untuk
dibagihasilkan oleh pemberi titipan.
c. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan,
waktu pengembalian pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima
pinjaman. Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk
dibebankan kepada peminjam.
d. Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak kepihak lain. Untuk
jasanya itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai imbalan.
e. Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas
pembayaran utang satu pihak pada pihak lain.
f. Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil)
kepada pihak lain (al-muhal’ailah) atas dasar saling mempercayai.

6
g. Rahn merupakan sebuah perjanjian dengan jaminan asset. Berupa penahanan
harta milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya.3

3
Arbi, Syafii. 2003. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan.(Jakarta:Djambatan)hal 46
7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem keuangan syariah tidak hanya berbicara mengenai larangan riba yang juga
telah dilarang pada agama samawi seperti agama Yahudi dan Nasrani, tetapi juga
mengatur mengenai larangan tindakan penipuan, larangan tindakan spekulasi, larangan
suap, larangan transaksi yang melibatkan barang haram, larangan menimbun barang
(ihtikar), dan larangan monopoli. Konsep sistem keuangan syariah diawali dengan
pengembangan konsep ekonomi Islam. Pengembangan konsep ekonomi Islam dimulai
dengan membicarakan isu-isu ekonomi makro. Konsep ekonomi Islam harus didukung
oleh sistem yang lebih bersifat praktis yaitu sistem keuangan syariah dengan mencari
suatu sistem yang dapat menghindari riba bagi muslim. Usulan yang muncul pertama
kali adalah sistem kerja sama untuk membagi laba rugi yang diperoleh dari kegiaan
usaha. Melalui sistem kerja sama bagi hasil maka akan ada pembagian risiko. Risiko
yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya ditanggung penerima modal atau
pengusaha saja, tetapi juga akan diterima oleh pemberi modal. Pemberi modal maupun
penerima modal harus saling berbagi risiko secara adil dan proporsional sesuai dengan
kesepakatan bersama. Dalam sistem keuangan syariah pemberi dana lebih dikenal
dengan investor. Investor harus menanggung risiko yang biasanya sesuai modal yang
ditanamkan. Investor tidak hanya memberikan pinjaman saja lalu menerima
pengembalian pinjaman dari hasil aktivitass perdagangan, tetapi juga bersama-sama
bertanggung jawab atas kelancaran aktivitas perdagangan untuk mencapai tingkat
pengembalian yang optimal.

B. Saran
Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi pokok
pembahasan ini. Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan dan kelemahan baik pada teknis penyusunan, maupun pada materi kerena
terbatasnya pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang ada hubungan
dengan makalah ini. Penulis berharap kepada pembaca agar memberikan saran dan
kritikan dari semua pihak. Semoga Makalah ini memberikan manfaat dan faedah.
Terutama bagi penyusun dan semua pihak yang membacanya, baik dalam lingkup
lembaga pendidikan maupun lainnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia

Kampus Fakultas Ekonomi UII.

Arbi, Syafii. 2003. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta:Djambatan

Mardani, 2011. Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung : PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai