Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

INSTRUMEN KEUANGAN SYARIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan
Syariah yang diampu :
Bapak Eko Susanto, S.E.MM

Disusun Oleh :

Ahmad Sidiq 2019.13.0131

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
STEBIS DARUSSALAM
OGAN KOMERING ILIR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpah
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
dalam bentuk yang sangat sederhana.

Kami mohon maaf apabila ketika dibaca pekerjaan kami ini banyak
kesalahan baik pemakaian kata, penyusunan kalimat, menjelaskan, menguraikan
isi atau data yang kurang lengkap karena kami baru belajar, kritik dan saran
sangat kami harapkan untuk perbaikan pekerjaan kami dimasa yang akan datang.

Semoga tugas sederhana ini bisa bermanfaat khususnya bagi kami,


umumnya bagi pembaca dan khalayak semoga Allah memberkahi pekerjaan kami.

Ogan Komering Ilir, 01 Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... I

KATA PENGANTAR................................................................................. II

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2

A. Prinsip-Prinsip Keuangan Syariah................................................... 2


B. Instrumen Keuangan Syariah........................................................... 4
C. Manfaat Kegiatan Ekonomi Dan Keuangan Syariah....................... 7

BAB III PENUTUP..................................................................................... 9

A. Kesimpulan...................................................................................... 9
B. Saran................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan praktik Lembaga Keuangan Syariah baik di level
nasional maupun internasional telah memberikan gambaran bahwa sistem
ekonomi Islam mampu beradaptasi dengan perekonomian konvensional yang
telah berabad-abad menguasai kehidupan masyarakat dunia dan terjadi di
Indonesia. Sistem ekonomi atau sistem keuangan Islam dilakukan untuk
memenuhi maqashidus syariah bagian memelihara harta. Dalam menjalankan
sistem keuangan Islam, faktor yang paling utama adalah adanya akad atau
kontrak atau transaksi yang sesuai dengan syariat Islam. Agar akad tersebut
sesuai syariah, maka akad tersebut harus memenuhi prinsip keuangan syariah,
yang berarti tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syariah. Dari
prinsip ini, berkembanglah berbagai instrumen keuangan syariah. Untuk
mengetahui apa saja prinsip keuangan Islam dan instrumennya secara ringkas
akan dibahas pada bab berikut ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja prinsip-prinsip keuangan syariah?
2. Apa saja instrumen keuangan syariah?
3. Apa manfaat kegiatan ekonomi dan keuangan syariah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip keuangan syariah.
2. Untuk mengetahui instrument keuangan syariah.
3. Untuk mengetahui manfaat kegiatan ekonomi dan keuangan syariah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip-prinsip Keuangan Syariah


Sistem keuangan syariah tidak hanya berbicara mengenai larangan riba
yang juga telah dilarang pada agama samawi seperti agama Yahudi dan
Nasrani, tetapi juga mengatur mengenai larangan tindakan penipuan, larangan
tindakan spekulasi, larangan suap, larangan transaksi yang melibatkan barang
haram, larangan menimbun barang (ihtikar), dan larangan monopoli.
Konsep sistem keuangan syariah diawali dengan pengembangan
konsep ekonomi Islam. Pengembangan konsep ekonomi Islam dimulai dengan
membicarakan isu-isu ekonomi makro. Konsep ekonomi Islam harus
didukung oleh sistem yang lebih bersifat praktis yaitu sistem keuangan
syariah dengan mencari suatu sistem yang dapat menghindari riba bagi
muslim. Usulan yang muncul pertama kali adalah sistem kerja sama untuk
membagi laba rugi yang diperoleh dari kegiaan usaha.
Filosofi sistem keuangan syariah “bebas bunga” (larangan riba) tidak
hanya melihat interaksi antara faktor produksi dan perilaku ekonomi seperti
yang dikenal pada sistem keuangan konvensional, melainkan juga harus
menyeimbangkan berbagai unsur etika, moral, sosial, dan dimensi keagamaan
untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan menuju masyarakat yang
sejahtera secara menyeluruh.
Melalui sistem kerja sama bagi hasil maka akan ada pembagian risiko.
Risiko yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya ditanggung
penerima modal atau pengusaha saja, tetapi juga akan diterima oleh pemberi
modal. Pemberi modal maupun penerima modal harus saling berbagi risiko
secara adil dan proporsional sesuai dengan kesepakatan bersama. Dalam

2
sistem keuangan syariah pemberi dana lebih dikenal dengan investor. Investor
harus menanggung risiko yang biasanya sesuai modal yang ditanamkan.
Investor tidak hanya memberikan pinjaman saja lalu menerima pengembalian
pinjaman dari hasil aktivitass perdagangan, tetapi juga bersama-sama
bertanggung jawab atas kelancaran aktivitas perdagangan untuk mencapai
tingkat pengembalian yang optimal.
Berikut ini prinsip sistem keuangan Islam sebagaimana diatur melalui
Al-Quran dan As-sunah:
1. Pelarangan Riba
Dalam bahasa Arab, riba didefinisikan sebagai “kelebihan” atas
sesuatu akibat penjualan maupun pinjaman. Riba merupakan pelanggaran atas
sistem keadilan sosial, persamaan, dan hak atas barang karena sistem riba ini
hanya menguntungkan para pemberi pinjaman atau pemilik harta, sedangakan
pengusaha tidak diperlakukan sama.
2. Pembagian Risiko
Pembagian risiko merupakan konsekuensi logis dari pelarangan riba
yang menetapkan hasil bagi pemberi modal di muka. Sedangkan melalui
pembagian risiko maka pembagian hasil akan dilakukan di belakang,
besarannya tergantung dari hasil yang diperoleh. Hal ini juga membuat kedua
belah pihak akan saling membantu untuk bersama-sama memperoleh laba,
selain lebih mencerminkan keadilan.
3. Tidak Menganggap Uang sebagai Modal Potensial
Dalam masyarakat industri dan perdagangan yang sedang berkembang
saat ini, fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar, tetapi juga sebagai
komoditas dan sebagai modal potensial. Dalam fungsinya sebagai komoditas,
uang dipandang dalam kedudukan yang sama dengan barang yang dijadikan
sebagai objek transaksi untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam
fungsinya sebagai modal nyata, uang dapat menghasilkan sesuatu (bersifat
produktif) baik menghasilkan barang maupun jasa. Oleh sebab itu, sistem

3
keuangan Islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal apabila
digunakan bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh laba.
4. Larangan Melakukan Kegiatan Spekulatif
Larangan melakukan kegiatan spekulatif sama dengan larangan untuk
transaksi yang memiliki risiko yang sangat besar.
5. Kesucian Kontrak
Oleh karena Islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tinggi
nilainya sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan
kontrak harus dilakukan. Hal ini akan mengurangi risiko atas informasi yang
asimetri dan timbulnya moral hazard.
6. Aktivitas Usaha Harus Sesuai Syariah
Seluruh kegiatan usaha yang dilakukan harus merupakan kegiatan
yang diperbolehkan menurut syariah
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu kepada prinsip rela sama rela
(antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la
tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi
al dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).

B. Instrumen Keuangan Syariah


Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty
contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut:
a. Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih, di
mana pemilik modal (shahibulmaal) mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan
nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan
dimuka, sedangkan apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik
dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian oleh

4
mudharib. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam kontribusi 100%
modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
b. Musyarokah adalah akad kerjasama yang terjadi antara para pemilik
modal (mitra masyarakat) untuk menggabungkan modal dan
melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan
nisbah bagi hasil sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
secara porposional sesuai dengan kontribusi modal. Bentuk kontribusi
dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang dagangan
(trading asset), kewirausahaan (entrepreneurship), kepandaian (skill),
kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau hak paten
(intangible asset), kepercayaan atau reputasi (credit-worthiness), dan
lainnya.
c. Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang berprinsip
syariah.
d. Saham syariah produknya harus sesuai syariah. Syarat lainnya adalah
perusahaan tersebut memiliki piutang dagang relatif lebih kecil
dibandingkan total asetnya (dow jones Islamic: kurang dari 45%),
perusahaan tersebut memiliki utang yang kecil dibandingkan nilai
kapitalisasi pasar (dow jones Islamic: kurang dari 33%), perusahaan
memiliki pendapatan bunga kecil (dow jones Islamic: kurangdari 5%).
2. Akad jual beli atau sewa menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan
bentuk certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut:
a. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan
biaya perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara
penjual dan pembeli. Harga disepakati antara pembeli dan penjual
pada saat transaksi dan tidak boleh berubah.
b. Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan
belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan
pembayarannya dilakukan secara tunai. Sekilas transaksi ini mirip

5
ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
c. Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam
istishna’pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa
kali (termin) atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu.
Biasanya istishna’ diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi dengan kontrak pembelian barang melalui pesanan (order
khusus). Pembeli menugasi produsen (al sani’) untuk menyediakan al-
mashnu (barang pesanan), sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli
(al-mustasni’) dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
d. Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan manfaat atas objek sewa yang
disewakan.
3. Akad lainnya meliputi:
a. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan
baik dengan sesama mata uang yang sejenis maupun yang tidak
sejenis.
b. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang atau
barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapan pun
titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali
uang atau barang titipan tersebut. Wadiah terbagi dua yaitu Wiadah
Amanah di mana uang atau barang yang dititipkan hanya boleh
disimpan dan tidak didayagunakan, sedangkan yang kedua adalah
Wadiah Yadhamanah di mana uang atau barang yang dititipkan boleh
didayagunakan dan hasil pendayagunaan tidak terdapat kewajiban
untuk dibagihasilkan oleh pemberi titipan.
c. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya
imbalan, waktu pengembalian pinjaman ditetapkan bersama antara

6
pemberi dan penerima pinjaman. Biaya administrasi, dalam jumlah
yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam.
d. Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak kepihak lain.
Untuk jasanya itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai
imbalan.
e. Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas
pembayaran utang satu pihak pada pihak lain.
f. Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama (al-
muhil) kepada pihak lain (al-muhal’ailah) atas dasar saling
mempercayai.
g. Rahn merupakan sebuah perjanjian dengan jaminan asset. Berupa
penahanan harta milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya.

C. Prinsip-prinsip Syariah Dalam Kegiatan Ekonomi dan Keuangan Serta


Manfaatnya
Teori ekonomi perusahaan yang selama ini berkembang menekankan
pada prinsip memaksimalkan keuntungan perusahaan (shareholder value),
namun dewasa ini teori-teori ekonomi tersebut telah mulai bergeser pada
sistem nilai yang lebih luas (stakeholder value) di mana manfaat yang
didapatkan tidak lagi difokuskan hanya pada pemegang saham, akan tetapi
pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat hadirnya suatu unit kegiatan
ekonomi.
Sistem ekonomi syariah menekankan konsep manfaat pada kegiatan
ekonomi yang lebih luas lagi, bukan hanya pada manfaat di setiap akhir
kegiatan, tetapi juga pada setiap proses transaksi. Setiap kegiatan termasuk
proses transaksi harus mengacu pada konsep maslahat dan menjunjung tinggi
asas keadilan. Prinsip ini juga menekankan para pelaku ekonomi untuk selalu
menjunjung tinggi etika dan norma hukum dalam kegiatan ekonomi.

7
Sebagai realisasi dari konsep syariah, pada dasarnya sistem
ekonomi/perbankan syariah memiliki tiga ciri yang mendasar yaitu prinsip
keadilan, menghindari kegiatan yang dilarang dan memperhatikan aspek
kemanfaatan. Oleh karena itu, keseimbangan antara memaksimalkan
keuntungan dan pemenuhan prinsip syariah menjadi hal yang mendasar bagi
kegiatan operasional bank syariah.
Dalam hal pelaksanaannya, prinsip ekonomi syariah akan tercermin
dalam nilai-nilai yang secara umum dapat dibagi dalam dua perspektif yaitu
mikro dan makro. Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menekankan
aspek kompetensi atau profesionalisme dan sikap amanah. Dalam perspektif
makro nilai-nilai syariah menekankan aspek distribusi, pelarangan riba dan
kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat secara nyata kepada sistem
perekonomian. Dengan demikian, dapat dilihat secara jelas potensi manfaat
keberadaan sistem perekonomian/ perbankan syariah yang ditujukan bukan
hanya untuk umat muslim, akan tetapi bagi seluruh umat manusia (rahmatan
lil ‘alamin – rahmat bagi alam semesta)

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Prinsip-prinsip sistem keuangan Islam sebagaimana diatur melalui Al-
Quran dan As-sunah adalah pelarangan riba, pembagian risiko, tidak
menganggap uang sebagai modal potensial, larangan melakukan kegiatan
spekulatif, kesucian kontrak, aktivitas usaha harus sesuai syariah.
Prinsip keuangan syariah mengacu kepada prinsip rela sama rela
(antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la
tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi
al dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).
Sedangkan instrument keuangan syariah dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu akad investasi yang terdiri dari mudharabah, musyarakah, sukuk, dan
saham syariah. Kelompok kedua yaitu akad jual beli atau sewa menyewa yang
terdiri dari murabahah, saham, istishna’, dan ijarah. Dan akad lainnya terdiri
atas sharf, wadiah, qardhul hasan, al-Wakalah, kafalah, hiwalah, dan rahn.
Potensi manfaat keberadaan sistem perekonomian atau perbankan
syariah yang ditujukan bukan hanya untuk umat muslim, akan tetapi bagi
seluruh umat manusia (rahmatanlil ‘alamin – rahmatbagialamsemesta).

B. Saran
Sesuai dengan sifat transaksinya, sistem keuangan syariah merupakan
fenomena kegiatan ekonomi riil. Oleh karena itu, di dalam kegiatan
operasinya, sistem ekonomi dan keuangan syariah perlu mendapatkan
dukungan lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga pendukung terkait baik

9
di dalam dan di luar negeri yang secara signifikan dapat meningkatkan
efisiensi operasi. Beberapa lembaga domestik terkait yang dapat disebutkan
sebagai contoh misalnya perguruan tinggi, Biro Pusat Statistik, Otoritas Pasar
Modal, lembaga rating dan lembaga Zakat Infaq dan Sadaqah.
Prinsip dan instrumen keuangan syariah memberikan dampak yang
positif bagi perkembangan keuangan di dunia. Seperti yang kita ketahui
bahwa diluar negeri banyak lembaga-lembaga keuangan syariah seperti
perbankan syariah tumbuh pesat, dan dianggap mampu mengganti sistem bank
konvensional karena mereka melihat bahwa prinsip syariah lebih baik dari
pada ekonomi konvensional yang dapat menimbulkan krisis ekonomi global.

10
Daftar Pustaka

 Arbi, Syafii. 2003. Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank.


Jakarta:Djambatan
 Antonio, M.Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani Press.
 Euis Amalia,dkk. 2007. Serial Buku Pedoman Praktyekum Fakultas Syariah
dan Hukum No 1, Buku Modul Praktekum Bank Mini, Konsep dan
Mekanisme Bank Syariah. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
 Muhamad. 2000. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Quran, UII Press
Yogyakarta.
 Muhammad, 2007. Lembaga Ekonomi Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
 Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah Edisi 2. Jakarta: Salemba
Empat.
 Nejatullah. S, Muhammad.1985. Asuransi di Dalam Islam. Bandung: Pustaka.
 Saladin, Djaslim dan Abdus Salam DZ. 2000. Konsep Dasar Ekonomi Dan
Lembaga Keuangan. Bandung: Linda Karya
 Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
EKONISIA Kampus Fakultas Ekonomi UII.
 M. Nadratuzzaman Hosen, AM Hasan Ali, dan A. Bahrul Muhtasib. 2008.
Materi Dakwah Ekonomi Syariah.

11

Anda mungkin juga menyukai