Anda di halaman 1dari 83

Kelon Essensial Bedah

Dasar Bedah dan Bedah Thoraks


Mediko made the med-easy!
Advanced Trauma Life Support
Primary Survey Life support
A ─B─ C─ D ─ E
Quick Diagnosis – Quick Treatment

A= Airway, bebaskan jalan nafas, Lindungi C-spine


B= Breathing, beri bantuan nafas, tambah oksigen
C= Circulation, hentikan perdarahan, beri infus
D= Disability/SSP, cegah TIK ↑
E= Exposure, buka semua baju, cegah hipotermi

Pasien obstruksi (A) atau apneu (B) akan mati dalam 3-5 menit
Pasien shock berat (C) akan mati dalam 1-2 jam
Pasien coma (D) akan mati dalam 1 minggu
3
Airway + C-spine control

Langkah 1
• Mengenal patensi airway à ajak pasien berbicara, bila pasien memberikan respon verbal
adekuat maka airway dianggap paten dan tidak ada gangguan
• Tanda objektif obstruksi airway
o Nilai kesadaran à agitasi/gelisah/mengamuk kemungkinan terjadi hipoksia
o Ada tidaknya suara tambahan abnormal (snoring, gurgling, stridor) à obstruksi parsial
o Periksa trakea apakah berada ditengah atau tidak
o Menilai ada tidaknya penggunaan otot bantu nafas
Langkah 2 1. Melakukan chin lift atau jaw thrust

Chin lift Jaw Thrust


• Jari-jari 1 tangan diletakkan di bawah Memegang angulus mandibular dengan 2
mandibular, sambil mengangkat mandibular tangan, masing-masing 1 tangan pada 1 sisi dan
ke atas sehingga dagu berada di depan mendorong mandibular ke depan
• Ibu jari tangan yang sama menekan bibir
bawah untuk membuka mulut
2. Membersihkan airway dari benda asing

3. Memasang pipa nasofaring atau orofaring

Pipa orofaring
Masukkan pipa orofaring dalam posisi
menghadap belakang ketika masuk mulut à
ketika sudah mendekati dinding posterior
Pipa orofaring
faring à putar pipa 1800

Pipa nasofaring
Masukkan pipa nasofaring melalui lubang
hidung dengan arah posterior membentuk
garis tegak lurus dengan permukaan wajah
à masukkan secara lembut hingga dasar Pipa nasofaring
nasofaring
Langkah 3 Menjaga leher dalam posisi netral, bila perlu secara manual, bila melakukan tindakan
untuk membebaskan airway

Langkah 4 Fiksasi leher dengan berbagai cara, setelah memasang airway

Teknik Imobilisasi Inline Fiksasi leher dengan collar neck


Manajemen Jalan Nafas
Triple Airway Manuver
Jaw thrust paling direkomendasikan
untuk curiga trauma cervical, kapan
curiga trauma cervical?

Akibat lidah jatuh


Snoring (OPA/Gudel)

Akibat cairan
Gargling (Suction)

Stridor Penyempitan jalan nafas


Breathing

Prinsip • Tanda objektif ventilasi tidak adekuat dapat diidentifikasi dengan :


o Periksa gerakan naik turun dada apakah simetris dan adekuat
ü Asimetri à splinting pada rongga dada atau flail chest
ü Penggunaan otot bantu nafas à ancaman ventilasi
o Auskultasi kedua sisi dadaà suara nafas menurun/menghilang diwaspadai trauma thorax
• Setiap pasien trauma diberikan oksigen

Langkah Pengelolaan
1. Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala
2. Tentukan laju dan dalamnya nafas
3. Inspeksi dan palpasi leher dan thorax untuk melihat adanya deviasi trakea, simetrisitas ekspansi
dinding thorax, penggunaan otot bantu nafas
4. Perkusi dan auskultasi
Pola Nafas
Circulation + Hemorrhage Control

Langkah Penilaian
• Mengendalikan sumber perdarahan eksternal dan internal
• Menilai nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus
• Menilai warna kulit : pucat à hypovolemia
• Memeriksa tekanan darah

Langkah Pengelolaan
• Melakukan tekanan langsung pada tempat perdarahan eksternal
• Mengenal perdarahan internal à kebutuhan intervensi dan konsultasi bedah
• Memasang 2 kateter intravena ukuran besar
• Memberikan cairan RL yang dihangatkan dan transfuse darah
• Mencegah hipotermia
Disability • Menentukan tingkat kesadaran dengan GCS
• Menilai pupil : diameter, isokor atau tidak, reaksi terhadap cahaya
• Menilai tanda lateralisasi dan level cedera spinal

Exposure/Environment Control • Buka pakaian penderita dengan cara digunting


• Pasien harus diselimuti untuk mencegah hipotermia

Tambahan Primary survey dan resusitasi


• Monitoring udara ekspirasi dengan monitoring CO2
• Pasang monitor EKG
• Pasang kateter uretra dan NGT kecuali bila ada kontra indikasi; monitoring urin tiap jam
• Pertimbangkan kebutuhan pemeriksaan radiologi (X-ray thorax AP, X-ray pelvis AP, X-ray
Cervical lateral)
• Pertimbangkan kebutuhan DPL atau USG abdomen
Secondary Survey
Riwayat AMPLE dan Mekanisme Cedera
(A)llergy, (M)edication, (P)ast Illnes, (L)ast Meal, (E)vents/Environment

Kepala dan Maksilofacial Thorax


• Evaluasi adanya laserasi, kontusio, fraktur, Evaluasi ekspansi dinding thorax, otot bantu nafas,
luka termal suara nafas dan suara jantung
• Re-evaluasi GCS, pupil
• Evaluasi saraf kranial, kebocoran CSF (pada Abdomen
telinga dan hidung) • Evaluasi trauma tumpul/tajam dan perdarahan
internal
Vertebra servikalis dan leher • Auskultasi bising usus
• Evaluasi adanya nyeri, deformitas, bengkak, • Menilai adanya nyeri tekan, defans muskuler,
emfisema subkutis, deviasi trakea nyeri tekan lepas, uterus hamil
• Auskultasi a. carotis untuk menilai murmur • Dapat dilakukan foto pelvis/CT Scan abdomen
Perineum/rectum/vagina Neurologis
• Perineum à kontusio, hematoma, laserasi, Re-evaluasi pupil, tingkat kesadaran (GCS),
perdarahan uretra motoric dan sensorik keempat ekstremitas, ada
• Rektum à tonus sfingter ani, keutuhan tidaknya tanda lateralisasi
dinding rectum, fragmen tulang, posisi prostat
• Vagina à darah, laserasi

Muskuloskeletal
• Inspeksi lengan dan tungkai menilai adanya trauma tumpul/tajam, laserasi, kontusio, deformitas
• Palpasi untuk menilai nyeri tekan, krepitasi, arteri perifer, fungsi sensorik
• Periksa pelvis à fraktur (adanya jejas pada ala ossis illi, pubis, labia, atau skrotum)
• Inspeksi dan palpasi vertebra torakalis dan lumbalis

Pertimbangkan untuk dilakukan x-foto vertebra tambahan, CT Scan kepala-vertebra-thorax-


abdomen, urografi dengan kontras, angiografi, USG transesofagus, bronkoskopi, esofagoskopi
Pemasangan NGT
Indikasi Kontraindikasi
• Memasukkan obat/makanan bagi pasien yang Trauma maksilofasial, fraktur basis cranii,
sulit menelan varises seofagus
• Dekompresi cairan lambung
• Bilas lambung pada keracunan
Pemilihan ukuran NGT
Alat dan Bahan
Bayi 0-5 bulan 8 FG
Bayi 6-12 bulan 10 FG
Anak 1-3 tahun 10-12 FG
4-7 tahun 12 FG
8-12 tahun 14 FG
>12 tahun & dewasa 16 FG
Prosedur
• Posisikan pasien
o Bila sadar à setengah berbaring
o Tidak sadar à berbaring, kepala diangkat sedikit
atau diberi pengganjal
• Perhatikan cavum nasi apakah tampak polip/ benda
asing
• Ukur panjang selang yang akan dimasukkan mulai
dari lubang hidung ke daun telinga, lalu dari daun
telinga ke processus xiphoideus
• Lubrikasi selang NGT dengan K-Y jelly à masukkan
selang perlahan ke dalam cavum nasi
oDorong selang melewati faring dan epiglottis
oBila ada tahanan à instruksikan pasien untuk
menelan agar epiglottis terbuka
• Dorong hingga memasuki lambung
• Menilai apakah NGT masuk tepat pada lambung
o Mengisi udara ke dalam spuit à hembuskan secara cepat ke dalam selang NGT à dengarkan
dengan stetoskop yang telah diletakkan pada epigastrium (bila mendengar suara pada
epigastrium = selang sudah masuk ke lambung)
o Menghubungkan spuit dan selang NGT à aspirasi cairan lambung à ukur pH cairan yang
diaspirasi dengan kertas pH
• Melakukan fiksasi NGT dengan plester
Pemasangan Kateter Urine

Indikasi Kontraindikasi
• Retensi urin Trauma uretra
• Monitoring output urin
• Evaluasi urin pada pasien tidak sadar/terbatas pergerakannya
• Evakuasi urin selama prosedur bedah dan pasca bedah
• Irigasi saluran kemih
• Pengambilan sampel urine
Jenis Kateter
Alat dan Bahan
Kateter Nelaton/Straight catheter)
Kateter tanpa cabang, untuk mengalirkan
urin sesaat (1x)
Kateter folley/indwelling catheter)
• Kateter dengan 2 cabang, untuk
mengalirkan urin dalam waktu lama
• Cabang digunakan untuk pengembangan
balon (menahan kateter tetap pada
tempatnya

Kateter three way


Memiliki 3 cabang, 1 cabang tambahan
untuk irigasi (pada pasien hematuria/post
op prostat)
• Ukuran kateter
Prosedur Pemasangan pada Pasien Laki-laki
o No. 5 à bayi dan anak kecil • Posisikan pasien dalam posisi spine dan pasang duk
o No 8-12 à anak yang lebih besar steril
o No 14-16 à dewasa • Pegang glans penis ke arah atas dengan satu tangan
• Pada kasus hyperplasia prostat (tangan yang tidak dominan)
menggunakan kateter Coude • Lakukan desinfeksi pada penis dan daerah
sekitarnya dengan teknik sirkuler (ulang hingga 2-3
kali)
• Lurbrikasi kateter sepanjang 13-18 cm dari ujung
kateter dengan jelly steril
• Masukkan foley kateter yang telah dihubungkan
dengan urine bag ke dalam meatus uretra sedikit
demi sedikit

Kateter Coude
• Setelah folley kateter sudah masuk sebagian besar hingga tersisa
bagian percabangan selang kateter à suntikkan 10 cc aquades
untuk mengembangkan balon kateter (untuk fiksasi kateter)
• Tarik perlahan kateter urin hingga terjadi tahanan akibat balon
• Fiksasi kateter urin pada abdomen bawah dengan posisi meatus
uretra mengarah ke atas
Prosedur Pemasangan pada Pasien Perempuan
• Posisikan pasien dalam posisi dorsal recumbent
dan pasang duk steril
• Lakukan desinfeksi dengna kasa betadine à
usapkan pada meatus dan labia
• Kasa betadine hanya digunakan sekali dan Posisi Dorsal Recumbent
langsung dibuang (ulang hingga 2-3 kali)
• Buka daerah labia dengan tangan non
dominan agar meatus uretra tampak
• Pegang kateter dengan tangan dominan à
oleskan jelly pada permukaan kateter
sepanjang 3-4 cm dari ujung kateter
• Masukkan folley kateter yang telah
dihubungkan dengan urine bag ke dalam
meatus uretra sedikit demi sedikit
• Setelah folley kateter sudah masuk sekitar 5-7 cm à tampak urine
keluar melalui selang kateter
• Dorong lagi kateter masuk lebih dalam sekitar 3-4 cm lalu suntikkan
masuk 10 cc aquades untuk membuat balon kateter mengembang
• Tarik perlahan kateter urin hingga terjadi tahanan akibat balon
• Fiksasi kateter urin pada paha bagian dalam dengan plester
Prosedur Melepas Kateter Urin
• Lepas plester yang memfiksasi kateter pada
paha atau perut bawah
• Masukkan spuit kosong ke dalam lubang
pengembangan balon kateter à sedot
seluruh cairan yang berada dalam balon
kateter
• Minta pasien menarik napas à keluarkan
kateter perlahan dari dalam uretra
Rectal Toucher
Prosedur
• Melakukan Informed Consent dan penjelasan prosedur pemeriksaan.
• Melakukan cuci tangan dan memakai Handscoen.
• Posisi pemeriksa à berdiri disebelah kanan pasien.
• Posisi pasien à left lateral (sims) position; pasien terlebih dahulu disuruh berkemih.
• Inspeksi perianal dan perineum (jika ada hemoroid grade 4, tidak dilakukan RT)
o Perianal à menilai adanya fistula perianal, skin tag, fissura, tumor anus dan hemorrhoid
o Perineum à meradang atau tidak
• Tonus sfingter ani diobservasi pada saat istirahat dan kontraksi volunter.
o Penderita diminta untuk “mengejan” seperti pada saat defekasi, untuk memperlihatkan
desensus perineal, prolapsus hemoroid atau lesi-lesi yang menonjol seperti prolaps rekti dan
tumor
• Lubrikasi pada jari telunjuk tangan kanan dengan K-Y jelly dan menyentuh perlahan pinggir anus
• Memberikan tekanan yang lembut sampai sfingter terbuka kemudian jari dimasukkan lurus ke
dalam anus, sambil menilai tonus sfingter ani.
• Mengevaluasi
o Ampula rekti à apakah normal, dilatasi atau kolaps
o Mukosa rekti dengan cara memutar jari secara sirkuler à apakah mukosa licin atau berbenjol-
benjol, adakah teraba massa tumor atau penonjolan prostat kearah rektum
o Apabila teraba tumor, maka deskripsikan massa tumor tersebut à intra atau ekstralumen, letak
berapa cm dari anal verge, letak pada anterior/posterior atau sirkuler, dan konsistensi tumor
o Apabila teraba penonjolan prostat deskripsikan à berapa cm penonjolan tersebut, konsistensi,
permukaan, sulcus medianus teraba/tidak, pole superior dapat dicapai/tidak
o Apakah terasa nyeri, kalau terasa nyeri sebutkan posisinya
• • Melepaskan jari telunjuk dari anus
• • Memeriksa handscone à apakah ada feses, darah atau lendir
• • Melepaskan handschoen dan membuang ke tempat sampah medis
Syok
Kegagalan sirkulasi à menyebabkan perfusi dan penghantaran oksigen di tingkat seluler tidak memadai
à kebutuhan metabolism jaringan tidak terpenuhi à terjadi gangguan fungsi sel, jaringan, organ
Syok hipovolemik à disebabkan hilangnya sirkulasi volume intravaskuler >20-25% akibat dari
perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga

Syok Kardiogenik à akibat kerusakan primer fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk
mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload,
kontraktilitas, frekuensi, atau ritme jantung (infark miokard akut, keracunan obat)

Syok Distributif à akibat menurunnya tonus vaskuler mengakibatkan vasodilatasi arterial,


penumpukan vena dan redistribusi aliran darah (syok anafilaksis, syok sepsis, syok neurogenik)

Syok obstruktif à berkaitan dengan terganggunya mekanisme aliran balik darah karena
peningkatan tekanan intratorakal atau terganggunya aliran keluar arterial jantung (emboli pulmo,
diseksi aorta, HT pulmo, tamponade jantung)
Syok Hipovolemik
Syok hemoragik Terjadi akibat perdarahan baik yang terlihat langsung (luka) maupun
tersembunyi (occult bleeding)

Syok Non hemoragik Akibat hilangnya cairan tubuh total dan keluarnya cairan
intravaskuler ke kompartemen ekstravaskular atau interstitial (luka
bakar, muntah, diare)

• Diagnosis syok à berdasarkan tanda klinis dari adanya perfusi dan oksigenasi jaringan
yang tidak adekuat
• Manifestasi awal à takikardi dan vasokontriksi kutaneus (merupakan respon fisiologis
awal pada kehilangan volume)
Perkiraan Kehilangan Darah
KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV
KEHILANGAN DARAH SAMPAI 750 CC 750-1500 CC 1500-2000 CC > 2000 CC

% VOLUME DARAH SAMPAI 15% 15% - 30% 30% - 40% > 40%
DENYUT NADI < 100 > 100 > 120 > 140
TEKANAN DARAH Normal Menurun Menurun Menurun
TEKANAN NADI Normal atau Naik Menurun Menurun Menurun
FREKUENSI 14 -20 20 - 30 30 - 40 > 35
PERNAFASAN
PRODUKSI URINE > 30 20-30 5-15
Tidak Berarti
(ml/jam)
Sedikit Cemas Agak Cemas Cemas, Bingung Bingung, lesu
STATUS MENTAL (lethargic)
PENGGANTIAN KRISTALOID KRISTALOID KRISTALOD & DARAH KRISTALOID & DARAH
CAIRAN (Hukum 3:1)
Manajemen Inisial Syok Hemoragik

AIRWAY – BREATHING – CIRCULATION + HEMORRHAGE CONTROL – DISABILITY - EXPOSURE

Dekompresi Memasukkan tube ke dalam lambung melalui hidung/mulut dan menghubungkan


dengan suction untuk mengurangi distensi lambung (mengeluarkan isi lambung)

Kateterisasi Urin Pemeriksaan rutin pada hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan monitoring
produksi urin

Jalur Akses Vena Pemasangan 2 kateter intravena perifer ukuran besar (minimal 16G untuk
dewasa); dapat dilakukan akses vena sentral bila dibutuhkan

Resusitasi Cairan • Cairan inisial dengan cairan elektrolit isotonic yang dihangatkan (RL atau saline
normal) – Dewasa 1-2 liter, Anak-anak 20 ml/kg (bolus)
• Observasi respon pasien selama pemberian cairan
Respon Pasien • Respon adekuat à ditandai dengan tekanan darah dan frekuensi nadi kembali
normal
• Produksi urin 0,5 ml/kg/jam (dewasa), 1 ml/kg/jam (anak anak), 2 ml/kg/jam
(anak <1 tahun)

Keseimbangan Asam Basa


• Pada kondisi awal syok hipovolemik à alkalosis respiratorik akibat takipneu à seringkali diikuti
asidosis metabolic ringan
• Asidosis metabolic berat dapat terjadi akibat syok berat atau berkepanjangan
• Perlu dilakukan pemeriksaan asam basa dan/atau laktat
Keterampilan Dasar Bedah
Instrumen Bedah – Instrumen Pemotong
Pisau Bedah Cara memasang mata pisau
Fungsi • Membuat insisi pada kulit/jaringan • Pegang mata pisau dengan needle
• Memisahkan jaringan ikat holder/klem à masukkan ke dalam
gagang scalpel
• Jangan memegang mata pisau dengan
tangan
Mata pisau
Gagang Scalpel
Cara memegang scalpel
• Dipegang seperti memegang pisau dapur
• Tekanan jari telunjuk menentukan kedalaman insisi
• Telunjuk dan ibu jari tangan kiri dapat dipakai untuk fiksasi kulit
• Pisau lebih mengarah ke horizontal
Gunting

Fungsi • Memotong jaringan


• Diseksi jaringan secara tumpul
• Memotong jahitan/alat bantu membuka balutan luka

Jenis Gunting

Gunting Mayo Gunting Metzenbaum Gunting Runcing Gunting Balutan


Cara memegang gunting
• Jari tidak boleh masuk lebih dari satu phalanx
• Saat memotong benang à gunting harus dimiringkan sehingga dapat terlihat panjang benang
yang tertinggal
• Bila menggunakan gunting bengkok à ujungnya harus terlihat

Benar Salah
Instrumen Bedah – Instrumen Pemegang
Klem/Hemostat Jenis
Fungsi
• Memegang jaringan
• Diseksi tumpul jaringan
• Menjepit pembuluh darah untuk
menghentikan perdarahan

Pean Kocher
Cara Membuka Klem
• Jari tidak boleh masuk lebih dari satu phalanx
• Gerakan pembuka merupakan gerakan yang berlawanan
dari ibu jari dan jari tengah
Pinset/Thumb Forceps Cara memegang pinset
• Pinset dipakai dengan prinsip memegang sumpit
Fungsi Memegang jaringan (pinset merupakan perpanjangan dari telunjuk dan
ibu jari)
Jenis • Biasanya dipegang tangan kiri
Pinset bergigi/sirurgis • Selama pembedahan sebaiknya pinset tidak dilepas
• Pinset disimpan di tangan kiri dengan menjepit
Memegang jaringan subkutis, otot, fascia
menggunakan jari manis dan kelingking à ibu jari,
Pinset tak bergigi/anatomis telunjuk, dan jari tengah bebas bekerja

Memegang mukosa
Needle Holder

Fungsi Memegang jarum

Prinsip
• Jarum tidak boleh dipegang dengan jari
• Jarum dipegang pada 1/3 pangkal (1-2
mm) dari ujung needle holder Posisi jarum pada needle holder

Pronasi Midposisi Supinasi


Menusuk dan mengambil jarum Mengambil jarum siap pakai
Cara memutar posisi jarum dari posisi forehand ke backhand
• Pinset diletakkan di tangan kiri, needle holder di tangan kanan
• Putar tangan kiri ke arah supinasi dan tangan kanan ke arah pronasi

Perbedaan permukaan needle holder dan klem

Needle holder Klem


Jarum harus memasuki jaringan
dengan sudut 90 derajat
Alat dan Bahan – Jarum Jahit
Berdasarkan kelengkungan
Jarum lengkung
• Kelengkungan ditentukan menurut kedalaman jaringan
• Jarum yang sangat melengkung digunakan untuk luka
yang lebih dalam
• Contoh : ½ lingkaran (paling umum), ¼ lingkarang
(untuk bedah mikro), 3/8 lingkaran, 5/8 lingkaran

Jarum lurus J Shape Compound curve


Berdasarkan Mata Jarum

Jarum traumatik
• Memiliki mata untuk memasukkan benang di bagian ujung
tumpulnya à benang dapat diganti
• Menghasilkan lubang tusukan yang lebih besar
Jarum Jarum
Jarum atraumatik • Tidak memiliki mata
traumatik atraumatik
• Ujung jarum langsung berhubungan
dengan benang
• Menghasilkan lubang tusukan yang halus

Berdasarkan Mata Jarum


Jarum bermata bulat (circular) Untuk menjahit otot
Circular Cutting
Jarum tajam (cutting) Untuk menjahit kulit
Alat dan Bahan – Benang Jahit
Berdasarkan bahan dasar
Bahan dasar Alami Sintetis
• Terbuat dari hewan (catgut) atau • Nylon, polyglactin, polyglicolic
tumbuhan (sutera) • Absorbsi secara hidrolisis à tidak
• Absorbsi secara enzimatik à menyebabkan reaksi inflamasi
menimbulkan reaksi inflamasi jaringan
Kemampuan Absorbable Non-absorbable
diserap Perlu mempertimbangkan waktu untuk Dapat tinggal dan menjadi benda asing
wound support (diharapkan luka sudah dalam tubuh
menyatu ketika benang terserap)
Struktur Monofilamen Polifilamen
Permukaan halus, gesekan minimal Kuat, mudah disimpul
Lebih lemah dibandingkan multifilament, Dapat menimbulkan trauma pada
lebih kaku jaringan, mudah infeksi
Contoh Jenis Benang Jahit
Keterangan Kemasan Jarum Atraumatik
Pemilihan Material dan Ukuran Benang

Lokasi Jahitan Dalam Jahitan Kulit Lokasi Ukuran Lokasi Ukuran


(absorbable) Fascia 2/0 hingga 1 Usus halus 2/0 hingga 3/0
Kulit Kepala 3/0 hingga 4/0 4/0 hingga 5/0 Otot 3/0 hingga 0 Usus besar 4/0 hingga 0
Kelopak Mata 5/0 hingga 7/0 6/0 hingga 7/0 Kulit 2/0 hingga 6/0 Tendo 3/0 hingga 5/0
Wajah 3/0 hingga 5/0 5/0 hingga 6/0 Lemak 2/0 hingga 3/0 Kapsul sendi 2/0 hingga 4/0
Leher 2/0 hingga 4/0 4/0 hingga 5/0 Hepar 2/0 hingga 0 Peritoneum 2/0 hingga 3/0
Tubuh 2/0 hingga 3/0 2/0 hingga 4/0 Ginjal 4/0 Bedah mikro 2/0 hingga 4/0
Ekstremitas 2/0 hingga 4/0 3/0 hingga 5/0 Pankreas 3/0
Tangan & kaki 3/0 hingga 5/0 4/0 hingga 5/0
Telapak kaki 2/0 hingga 4/0 2/0 hingga 4/0
Teknik Anestesi Lokal Lesi kecil Lesi besar
Infiltrat Anestesi
Dilakukan secara intrakutan/subkutan

Prosedur anestesi infiltrasi mengelilingi lesi


Injeksi obat anestesi
melalui sisi luka
Blok Nervus Teknik blok saraf regional

Nervus Radialis Nervus Medianus

Nervus Ulnaris Nervus Tibialis


Teknik Digital Blok Posterior
Teknik Penjahitan Luka
Simple Interrupted Jarum masuk ke dalam kulit yang membentuk sudut yang melewati
dermis dalam à keluar ke titik yang berlainan

Cara penjahitan luka


Jarum masuk ke dalam kulit
yang membentuk sudut yang
melewati dermis dalam à
keluar ke titik yang berlainan
Continuous Suture
Menggunakan satu benang untuk
seluruh panjang luka
Matras Horizontal
Jahitan Matras
• Bila memerlukan pertautan tepi luka
yang tepat
• Luka tertutup rapat hingga ke dasar
luka

Matras Vertikal
Jahitan Subkutikuler
• Jahitan jelujur yang dibuat pada jaringan subkutis tepat dibawah dermis
• Benang jahit tidak terlihat à jahitan tampak lebih rapi
• Hasil akhir jahitan à benang tidak tampak di permukaan, bekas jahitan tampak sebagai garis lurus
Jahitan Dalam
• Bertujuan untuk mengurangi tegangan pada
luka dan menutup dead space
• Jarum pertama kali dimasukkan pada daerah
dasar luka pada satu sisi luka à jarum
dikeluarkan lebih ke atas (dibawah dermal-
epidermal junction)
• Jarum kemudian dimasukkan di bawah
dermal-epidermal junction pada sisi luka yang
berlawanan à jarum dikeluarkan pada daerah
dasar luka
• Hasil simpul berada di dasar luka
• Penjahitan dilakukan kembali pada bagian
epidermis untuk menutup luka dengan
sempurna
Figure of Eight Digunakan untuk menjahit tendon
Teknik Ekstraksi Kuku Alat dan Bahan Spuit, lidokain, nail elevator, gunting,
karet, hemostat lurus, alcohol dan
kapas, kasa steril, perban, larutan
Prosedur povidon iodine

1. Menyiapkan alat dan bahan, informed consent, cuci tangan


2. Melakukan desinfeksi kuku dan anestesi lokal
Parsial Total 3. Memasang tourniquet pada jari (gambar A)
4. Gunakan nail elevator untuk mengangkat bagian kuku yang
ingin diekstraksi
Indikasi
• Onikokriptosis (ingrown nail)
• Onikomikosis
• Paronikia kronik dan berulang
• Trauma kuku
Prosedur
5. Gunting bagian kuku yang telah diangkat
6. Gunakan hemostat untuk memegang bagian kuku yang akan diekstraksi à lakukan pengangkatan
kuku dengan gerakan memutar ke arah medial/lateral
7. Lepaskan tourniquet, bersihkan bagian atas jari yang kukunya telah diangkat dengan larutan salin
8. Letakkan antibiotic ointment di atas luka atau menggunakan kasa yang mengandung antibiotic
(sofratulle) à tutup dengan kasa steril
9. Lakukan pembalutan luka
Bedah Thorax
Hemothorax DIAGNOSIS
Yang menjadi kegawatan pada hemothorax adalah massive
hemothorax.
I : Gerakan dada asimetris, yang lesi tertinggal, RR meningkat
Pa : Stem fremitus meningkat
Pe : Redup, pada masif sampai costa II
Adalah akumulasi darah Aus : SDV menurun/hilang
pada rongga pleura.
Terbagi menjadi : Gejala lain : Terdapat tanda-tanda syok à diatasi terlebih
• Minimal : <300 ml dahulu
• Moderate : 300-1500 ml
• Massive : >1500 ml Tatalaksana utama : WSD!
Tension Pneumothorax
• Terjadi ketika trauma membuat luka
yang bekerja seperti katup. Sehingga
membuat tekanan dalam cavum
pleura>tekanan udara luar.
• Gejala khas :
• Peningkatan JVP
• Shock
• Sesak nafas
• Deviasi trakea

Terapi : Needle thoracocentesis/thoracostomy dilanjutkan pemasangan chest tube.


Needle Thoracocentesis
Tindakan awal untuk penyelamatan tension pneumothorax
1. Identifikasi thorax penderita dan status respirasi
2. Berikan oksigen aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan
3. Identifikasi sela iga II linea midklavikula di sisi tension pneumothorax
4. Asepsis dan antisepsis dinding dada
5. Anestesi lokal bila penderita sadar atau keadaan memungkinkan
6. Posisikan penderita dalam keadaan tegak bila sudah menyingkirkan fraktur servikal
7. Pertahankan Luer-Lok di ujung distal kateter, insersi jarum kateter (panjang 3-6 cm) ke
kulit secara langsung tepat di atas iga ke dalam sela iga
8. Tusuk pleura parietal
9. Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum masuk pleura
parietal à menandakan tension pneumothorax telah diatasi
10. Pindahkan jarum dan ganti Luer-Lok di ujung distal kateter à tinggalkan kateter plastik
di tempatnya, ditutup dengan plester
11. Siapkan chest tube (bila perlu) à harus dipasang setinggi putting susu anterior linea
midaxillaris pada hemithorax yang terkena
12. Hubungkan chest tube dengan WSD dan cabut kateter yang digunakan untuk dekompresi
tension pneumothorax
13. Lakukan rontgen thorax
Insersi Chest Tube

1. Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi putting (sela iga V) anterior linea midaksilaris pada
area yang terkena
2. Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain
3. Anestesi lokal kulit dan periosteum iga
4. Insisi transversal 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi tumpul melalui jaringan
subkutan, tepat diatas iga (gambar C)
5. Tusuk pleura parietal dengan ujung kelm dan masukkan jari ke dalam tempat insisi untuk
mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan (gambar D-G)
6. Klem ujung proksimal tube torakostomi dan dorong tube ke dalam rongga pleura sesuai panjang
yang diinginkan (gambar H)
7. Cari adanya “fogging” pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengarkan aliran udara
8. Sambungkan ujung tube torakostomi ke WSD à jahit tube di tempatnya à tutup dengan plester
9. Lakukan pemeriksaan x-foto thorax
Komplikasi Pemasangan Chest Tube
• Laserasi organ intrathorax
• Infeksi pleura (empyema)
• Kerusakan saraf intercostal, arteri, vena
• Posisi chest tube yang keliru
• Lepasnya chest tube dari dinding dada/dari sambungan dengan WSD
• Pneumothorax persisten (kebocoran di kulit sekitar chest tube/WSD)
• Emfisema subkutis (pada daerah insersi)
• Pneumothorax rekuren setelah pencabutan tube
• Gagalnya paru untuk mengembang kaibat plak bronkus à perlu bronkoskopi
• Reaksi anafilaktik obat anestesi/premedikasi
Open Pneumothorax
• Etiologi : adalah pneumothorax yang diakibatkan oleh adanya luka penetrasi pada
rongga thorax.
• Adanya : “mediastinal flutter” dan “sucking wound”
Khas pada pemeriksaan fisik : adanya luka yang menyebabkan mekanisme ventil.
Terapi : Occlusive dressing tape in 3 sides.
Flail Chest
• Fraktur pd ³ 2 tempat pada 1 costae ataupun
fraktur mengenai ³ 3 costae yang berturutan baik
pada anterior maupun lateral.
• Gejala Khas :
• Paradoxal breathing
• Severe respiratory distress
• Nyeri >>, krepitasi pada palpasi rongga thorax
(tanda fraktur)
• Bisa sianosis, takikardi bahkan dapat gagal jantung.
• Terapi : ABCDE, ventilasi dan oksigenasi adekuat
serta anti-nyeri.
Pungsi Pleura
Tindakan invasive dengan inseri jarum ke dinding thorax à mengeluarkan cairan dari rongga pleura

Indikasi • Mengambil specimen cairan pleura untuk pemeriksaan analisa, mikrobiologi, sitologi
• Mengatasi gangguan respirasi akibat penumpukan cairan dalam rongga pleura

Kontraindikasi • Trombositopenia <20.000/mm3


• Gangguan koagulasi : PT-APTT memanjang >1,5, dalam terapi antikoagulan
• Batuk/cegukan yang tidak terkontrol

Alat dan Bahan • Sarung tangan steril • Alkohol 70%


• Spuit 5 cc dan 50 cc • Betadine
• Kateter vena no. 16 • Kasa steril
• Three way stopcock • Plester
• Kantung darah kosong • Tabung/spuit untuk
• Lidocain 2% pemeriksaan spesimen
Prosedur
1. Pasien dalam posisi duduk bila memungkinkan
atau setengah duduk, menghadap sandaran kursi
dengan lengan berada di atas sandaran kursi.
2. Memberi tanda daerah yang akan dipungsi di
linea aksilaris posterior à tempat insersi di
bawah batas redup (ruang intercosta)
3. Desinfeksi dengan kasa steril yang diberi
betadine, lalu ulangi dengan alkohol 70%
4. Pasang duk steril dengan lubang pada tempat
yang akan dipungsi
5. Anastesi lokal dengan lidocain 2% 2-4 cc dengan
spuit 5 cc à diinfiltrasikan anestesi lokal
intradermal, tunggu sesaat kemudian lanjutkan
ke arah dalam hingga terasa jarum menembus
pleura
• Jika jarum telah menembus rongga pleura à aspirasi di dalam kavum pleura sampai spuit penuh,
kemudian spuit dicabut
• Luka bekas tusukan segera di tutup dengan kasa betadine.
• Tusukkan kateter vena nomor 16 di tempat tusukan jarum anastesi lokal dan apabila telah
menembus pleura à maindrain (piston) jarum dicabut.
• Sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock (stopkran) dan spuit 50 cc (untuk
aspirasi) à dilakukan aspirasi sampai cairan memenuhi spuit 50 cc.
• Ujung threeway stopcock yang lain dihubungkan dengan kantung darah (untuk pembuangan)
• Dilakukan penutupan kran aliran threeway stopcock ke rongga pleura
• Cairan dalam spuit dibuang melalui aliran kantung darah
• Kran threeway stopcock kembali di putar ke arah rongga pleura dan dilakukan aspirasi kembali 50
cc à dilakukan evakuasi sampai jumlah cairan maksimal 1500 cc
• Setelah selesai evakuasi kateter vena dicabut dan luka bekas tusukan ditutup dengan kasa steril
yang telah diberi betadine
Ringkasan Trauma Thorax
Hemothorax Flail Chest Open Tension Tamponade
Pneumothora Pneumothorax jantung
x
Gejala khas Sesak, apabila Nafas paradoxal Sucking Deviasi trachea, Peningkatan JVP
berat dapat disertai wound peningkatan JVP,
shock. dapat syok
obstruktif.
PF Perkusi : PEKAK Tanda fraktur tulang Ventil Deviasi trachea, Peningkatan JVP,
iga mechanism peningkatan JVP hipotensi, suara
jantung menjauh
X-foto Radio-opak Fraktur 3 costae Radioluscent Radioluscent, Small heart sign
berturutan/2 garis deviasi trachea
dalam 1 iga
Tatalaksana Resusitasi (apabila Supportif + rujuk Plaster 3 sisi Needle Pericardiocentesis
ada) + WSD untuk fiksasi thoracostomy
Skenario Kasus
Kasus 1
• Anamnesis: Laki-laki 26 tahun, dibawa ke UGD RS karena kecelakaan
lalu lintas 30 menit yang lalu. Pasien menaiki motor dan ditabrak oleh
truk. Setelah kejadian pasien sangat kesakitan dan berangsur-angsur
tidak sadarkan diri
• Pem. Fisik :
• TTV : TD 70/40, Nadi 140x, RR 35x/menit, T 36,5 C.
• Pemeriksaan Fisik : akral dingin, CRT >2’’.
• Pemeriksaan status lokalis didapatkan fraktur terbuka femur dekstra.
• Dipasang kateter tidak ada urin yang keluar
Diskusi Kasus
a. Hubungan anamnesis dan pemeriksaan fisik thd kemungkinan kasus
pasien
b. Diagnosis dan Diagnosis banding
c. Perbedaan jenis-jenis shock
d. Tatalaksana
Kasus 2
• Anamnesis: Seorang laki-laki, 20 tahun, dibawa ke IGD setelah
mengalami kecelakaan motor. Pasien merasakan sesak nafas yang
sangat hebat, dan perlahan mengalami penurunan kesadaran. Saat
kecelakan, dada pasien terbentur oleh stang sepeda motor sampai
terluka
• Tanda-tanda vital: TD 80/60, HR 130 x/menit, RR 40 x/menit.
• Pemeriksaan fisik: pemeriksaan thorax tampak pengembangan dada
asimetris, taktil fremitus menurun pada paru kanan, perkusi
hipersonor pada paru kanan. JVP meningkat (+).
Diskusi Kasus
a. Hubungan anamnesis dan pemeriksaan fisik thd kemungkinan kasus
pasien
b. Pemeriksaan Penunjang? Apa hasil yang diharapkan
c. Diagnosis dan Diagnosis banding
d. Tatalaksana

Anda mungkin juga menyukai