Anda di halaman 1dari 8

5.

Pupil : bagaimana reflek pupil terhadap cahaya (baik / tidak), besar pupil kanan-kiri (sama /
tidak), pupil mengecil / melebar
6. Kornea dan iris : peradangan (ada / tidak), bagaimana gerakan bola mata (normal / tidak)
7. Lakukan test ketajaman penglihatan. Periksa visus Okuli Dekstra (OD) dan Okuli Sinistra (OS)
― Dengan grafik alfabet Snellen di jarak 5 – 6 meter. 5/5 atau 6/6 = normal
― 1/ 60 = (Normal) Mampu melihat dengan hitung jari
― 1/300 = (Normal) Mampu melihat dengan lambaian tangan
― 1/ ~ = (Normal) Mampu melihat gelap dan terang
― 0 = Tidak mampu melihat
8. Ukur tekanan bola mata pasien dengan menggunakan tonometer. Nilai normal tekanan intra
okuli 11 – 21 mmHg (rata – rata 16 ± 2,5 mmHg)

C. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi
1. Telinga : bentuk (simetris / tidak), ukuran (lebar / sedang / kecil), nyeri (ada / tidak)
2. Lubang telinga, kalau perlu gunakan otoskop (periksa ada / tidak) : serumen, benda asing,
perdarahan
3. Membran telinga (utuh / tidak)
4. Kalau perlu lakukan test ketajaman pendengaran. Periksa telinga kanan dan kiri
― Dengan bisikan pada jarak 4,5 – 6 m dalam ruang kedap suara.
― Dengan arloji dengan jarak 30 cm
― Dengan garpu tala:
Pemeriksaan Rinne:
Pemeriksaan Rinne merupakan pemeriksaan pendengaran menggunakan garpu tala untuk
membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang
diperiksa.
Vibrasikan garpu tala, letakkan garpu tala pada mastoid kanan pasien, anjurkan pasien
untuk memberi tahu sewaktu tidak merasakan getaran lagi. Angkat garpu tala dan pegang di
depan telinga kanan pasien, anjurkan pasien untuk memberi tahu apakah masih mendengar
suara getaran atau tidak. Normalnya suara getaran masih dapat didengar karena konduksi udara
lebih baik daripada konduksi tulang.

Pemeriksaan Weber:
Pemeriksaan Weber merupakan pemeriksaan pendengaran menggunakan garpu tala
untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.

4
Vibrasikan garpu tala, letakkan garpu tala di tengah-tengah puncak kepala pasien. Tanya
pasien tentang telinga yang mendengar suara getaran lebih keras. Normalnya kedua telinga
dapat mendengar secara seimbang sehingga getaran dirasakan ditengah-tengah kepala.

Pemeriksaan Schwabach
Pemeriksaan Schwabach merupakan pemeriksaan pendengaran menggunakan garpu tala
untuk membandingkan hantaran tulang orang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal. Syarat utama dilakukannya pemeriksaan ini adalah pemeriksa harus
dipastikan terlebih dahulu memiliki pendengaran yang normal.
Dalam persiapan pasien, instruksikan pada pasien untuk memberikan isyarat ketika dia
tidak merasakan getaran dari garpu tala. Vibrasikan Garpu tala, letakkan tangkai garpu tala pada
Processus Mastoideus O. P. sampai pasien tidak merasakan getaran lagi. Setelah pasien tidak
merasakan getaran, segera pindahkan garpu tala ke area Processus Mastoideus O. P. pemeriksa
yang memiliki pendengaran normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar/ merasakan
getaran, maka pemeriksaan Schwabach memendek. Bila pemeriksa tidak mendengar maka
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya. Ketika dilakukan pemeriksaan sebaliknya, bila
pasien masih merasakan getaran, maka pemeriksaan Schwabach mengalami perpanjangan.

D. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi
• Bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah pembengkokan / tidak)
• Lubang hidung, kalau perlu gunakan spekulum hidung dan sumber cahaya yang kuat yang
diarahkan dengan lampu kepala :
― Ada sekret / tidak
― Ada sumbatan / tidak

5
― Ada inflamasi / tidak
― Selaput lendir : kering / basah / lembab

E. Pemeriksaan Mulut
Inspeksi
• Bibir pasien : sianosis / tidak, kering / basah, ada luka / tidak, sumbing / tidak
• Gusi dan gigi. Anjurkan pasien untuk membuka mulut :
― Normal / tidak (apa kelainannya)
― Sisa – sisa makanan (ada / tidak)
― Ada caries / tidak (jelaskan lebarnya, keadaanya, sejak kapan)
― Ada karang gigi / tidak (jelaskan banyaknya, lokasinya)
― Ada perdarahan / tidak
― Ada abses / tidak (jelaskan penyebabnya, lokasinya)
• Lidah : normal / tidak, kebersihan (bercak putih / bersih / kotor), warna merata / tidak
• Rongga mulut. Kalau perlu tekan dengan menggunakan spatel lidah yang telah dibalut dengan
kasa :
― Bau nafas (berbau / tidak)
― Ada peradangan / tidak, Ada luka / tidak
― Perhatikan Uvula (simetris / tidak), Tonsil (radang / tidak, besar / tidak), Selaput lendir
(kering / basah), Ada benda asing / tidak

F. Pemeriksaan Leher
Inspeksi dan palpasi
1. Bentuk leher (simetris / tidak). Periksa (ada / tidak) : lesi, peradangan, massa
2. Periksa kemampuan pergerakan leher secara antefleksi-dorsifleksi, rotasi kanan-kiri, lateral
fleksi kanan-kiri
3. Ada pembesaran kelenjar tiroid / tidak. Letakkan tangan pemeriksa pada leher pasien, palpasi
pada fossa suprasternal dengan jari telunjuk dan jari tengah, pasien diminta untuk menelan.
Bila teraba kelenjar tiroid, tentukan menurut bentuk, ukuran, konsistensi, dan permukaannya.
4. Ada pembesaran kelenjar limfe / tidak (terutama pada leher, submandibula, dan sekitar telinga)
5. Ada pembesaran vena jugularis / tidak. Nilai normal Jugular Venous Pressure (JVP) adalah 2
– 5 cmHg
6. Kaji kemampuan menelan pasien dengan kepala sedikit mendongak
7. Perhatikan adakah perubahan suara dan cari penyebabnya

6
Gambar 1 : Pemeriksaan Jugular Venous Pressure (JVP)

7
PEMERIKSAAN INTEGUMEN DAN KUKU
• Amati kebersihan kulit pasien
Amati adanya kelainan pada kulit seperti : Eritema, papula, vesikula, pustule, ulkus, crusta,
excoriasi, fissure, cicatrix, ptechie, hematoma, naevus pigmentosus, vititigo, tattoo,
hemangioma, spider nevi, lichenifikasi, striae, anemi, sianosis, ikterus
• Amati adanya Clubbing Fingers
• Periksa kehangatan, kelembaban, dan tekstur kulit
• Amati turgor kulit dengan cara mencubit perut atau punggung tangan, kondisi normal jika bekas
cubitan kembali kurang dari 3 detik
• Amati pengisian darah kapiler / capillary Refill Time (CRT) dengan cara menekan ujung jari.
Kondisi normal Jika warnanya kulit kembali kurang dari 3 detik.

8
PEMERIKSAAN THORAKS

1. Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
2. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan. Jangan lupa universal precaution!
3. Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
4. Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan dan kondisinya). Pasien dapat
diatur pada posisi duduk atau terlentang, dan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
5. Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat

A. PARU
Inspeksi
• Posisi pasien duduk
• Perhatikan secara keseluruhan :
― Bentuk thorax : normal / ada kelainan
― Ukuran dinding dada, kesimetrisan
― Keadaan kulit, ada luka atau tidak
― Klavikula, fossa supra dan infraklavikula, lokasi costa dan intercosta pada kedua sisi
― Ada bendungan vena atau tidak
― Pemeriksaan dari belakang perhatikan bentuk atau jalannya vertebra, bentuk scapula

Gambar 2 : Kelainan Bentuk Thorax

• Amati pernafasan pasien


― Frekuensi pernafasan, dan gangguan frekuensi pernafasan :
o Takipnea : frekuensi pernafasan yang jumlahnya meningkat di atas frekuensi
pernafasan normal
o Bradipnea : frekuensi pernafasan yang jumlahnya menurun di bawah frekuensi
pernafasan normal
― Ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan (tanda sesak nafas) : Retraksi intercosta,
Retraksi suprasternal, pernafasan cuping hidung(pada bayi)
― Adanya nyeri dada

9
― Adanya batuk atau tidak. Suara batuk produktif atau kering. Sputum mengandung darah /
tidak
― Amati adanya gangguan irama pernafasan :
o Pernafasan Cheyne-Stokes : siklus pernafasan yang amplitudonya mula-mula
dangkal, makin naik kemudian semakin menurun dan berhenti. Lalu pernafasan
dimulai lagi dengan siklus yang baru
o Pernafasan Biot : Pernafasan yang amplitudonya rata dan disertai apnea
o Pernafasan Kussmaul : Pernafasan yang jumlah dan kedalamannya meningkat dan
sering melebihi 20x/menit.

Palpasi
• Posisi pasien terlentang

• Untuk memeriksa gerakan diafragma dan sensasi rasa nyeri dada


1. Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada
depan bagian bawah pasien. Kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung costa depan
bagian bawah
2. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
3. Gerakan diafragma normal bila costa depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi
4. Tentukan daerah asal nyeri (jika ada). Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan
tekanlah dengan perlahan costa atau ICS dari luar menuju tempat asal nyeri
5. Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari. Nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga,
fibrosis otot antar iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf

• Palpasi posisi costa


1. Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
2. Palpasi mulai dari fossa suprasternalis ke bawah sepanjang sternum
3. Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa
suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni dimana ujung
costa kedua melekat.
4. Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak costa pertama kearah superior dan untuk costa ketiga
dan seterusnya kearah inferior.

10
• Palpasi Vertebra
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang sambil menundukkan kepala
dan pemeriksa dibelakang pasien
2. Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang
bagian atas (leher bawah)
3. Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian bawah (prosesus spinosus
servikalis ketujuh)
4. Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7), kearah superior yaitu prosesus spinosus
servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus thorakalis
pertama, kedua dan seterusnya.

• Palpasi getaran suara paru (Traktil / Vokal Fremitus)


1. Posisi pasien duduk dan pemeriksa dibelakang pasien
2. Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada punggung pasien
3. Untuk menilai getaran suara (VOKAL FREMITUS), Minta pasien mengucapkan kata-kata
seperti “1-2-3” atau “tujuh puluh tujuh” berulang- ulang
4. Perhatikan intensitas getaran suara sambil telapak tangan digeser ke bawah, bandingkan
getarannya dan bandingkan kanan dan kiri. Jika lebih bergetar : terjadi pemadatan dinding dada,
jika getaran kurang : pneumothorax.
5. Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan bronkus

Perkusi
• Perkusi paru-paru
1. Posisi pasien terlentang. Lakukan perkusi paru-paru anterior. Perkusi mulai dari supraklavikula
ke bawah pada setiap spasium intercosta sampai batas atas abdomen. Bandingkan sisi kanan dan
kiri
2. Posisi pasien duduk. Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan untuk melakukan perkusi
aksila dari atas kebawah di kanan dan kiri
3. Lakukan perkusi paru-paru posterior. Perkusi mulai dari supraskapula ke bawah sampai batas
atas abdomen. Bandingkan sisi kanan dan kiri
4. Batas paru
Atas : Supraskapularis (seluas 3-4 jari di pundak)
Bawah : Setinggi vertebra torakal X di garis skapula
Kiri : ICS VII – VIII
Kanan : ICS IV – V

11

Anda mungkin juga menyukai