Anda di halaman 1dari 75

TOPIK I

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

A. PEMERIKSAAN FISIK KEPALA DAN LEHER


1. Pemeriksaan Kepala
 Inspeksi:
Bentuk kepala (dolicephalus/ lonjong, Brakhiocephalus/ bulat), kesimetrisan, dan
pergerakan. Adakah hirochepalus/ pembesaran kepala.
 Palpasi:
Nyeri tekan, fontanella cekung/tidak (pada bayi)
2. Pemeriksaan Rambut
 Inspeksi dan palpasi:
Penyebaran, bau, rontok ,warna.
Distribusi, merata atau tidak, adakah alopesia, daerah penyebaran Quality, Hirsutisme (
pertumbuhan rambut melebihi normal ) pada sindrom chasing, polycistik ovari’i, dan
akromrgali, penurunan jumlah dan pertumbuhan rambut seperti pada penderita
hipotiroitisme ( alopesia ). Warna, putih sebelum waktunya terjadi pada penderita
anemia perniciosa, merah dan mudah rontok pada malnutrisi.
3. Pemeriksaan Mata
 Inspeksi:
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata
b. Adakah eksoftalmus (mata menonjol), atau enoftalmus (mata tenggelam)
c. Kelopak mata / palpebra : adakah oedem, ptosis, peradangan, luka, atau benjolan
d. Bulu mata : rontok atau tidak
e. Konjunctiva dan sclera, adakah perubahan warna, kemerahan,kuning atau pucat.
f. Warna iris serta reaksi pupil terhadap cahaya, miosis /mengecil, midriasis/
melebar, pin point / kecil sekali, nomalnya isokor / pupil sama besar.
g. Kornea, warna merah biasanya karena peradangan, warna putih atau abu-abu di
tepi kornea (arcus senilis), warna biru, hijau pengaruh ras. Amati kedudukan
kornea,
h. Pemeriksaan lapang pandang
i. Tes buta warna
Nigtasmus : gerakan ritmis bola mata, Strabismus konvergent : kornea lebih dekat
ke sudut mata medial, Strabismus devergent : Klien mengeluh melihat doble,
karena kelumpuhan otak.
4. Pemeriksaan Telinga
 Inspeksi dan Palpasi:
Amati bagian teliga luar: bentuk, ukuran, warna, lesi, nyeri tekan, adakah
peradangan, penumpukan serumen.
Dengan otoskop periksa amati, warna, bentuk, transparansi, perdarahan, dan
perforasi.
 Uji kemampuan kepekaan telinga:
a. Dengan bisikan pada jarak 4,5 – 6 meter untuk menguji kemampuan
pendengaran telinga kiri dan kanan
b. Dengan arloji dengan jarak 30 cm, bandingkan kemampuan mendengar telinga
kanan dan kiri
c. Dengan garpu tala lakukan uji weber; mengetahui keseimbangan konduksi suara
yang didengar klien, normalnya klien mendengar seimbang antara kanan dan
kiri.
d. Dengan garpu tala lakukan uji rinne: untuk membandingkan kemampuan
pendengaran antara konduksi tulang dan konduksi udara, normalnya klien
mampu mendengarkan suara garpu tala dari kondusi udara setelah suara dari
kondusi tulang
e. Dengan garpu tala lakukan uji swabach: untuk membandingkan kemampuan
hantaran konduksi udara antara pemeriksa dan klien, dengan syarat pendengaran
pemeriksa normal.
5. Pemeriksaan Hidung
 Inspeksi dan Palpasi:
Amati bentuk hidung dan posisi septum nasi (adakah pembengkokkan atau tudak).
Amati meatus, adalah perdarahan, kotoran, pembengkakan, mukosa hidung adakah
pembesaran (polip).
6. Pemeriksaan Mulut dan Faring
 Inspeksi dan palpasi:
a. Amati bibir, untuk mengetahui kelainan kongenital (labioseisis, palatoseisis, atau
labiopalatoseisis), warna bibir pucat, atau merah, adalak lesi dan massa.
b. Amati gigi, gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran, kelengkapan, gigi palsu,
ginggivitis, warna lidah, perdarahan, dan abses.
c. Amati orofaring atau rongga mulut, bau mulut, uvula simetris atau tidak.
d. Adakah pembesaran tonsil, T : 0 Sudah dioperasi, T : 1 Ukuran normal, T : 2
 Pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah, T : 3 Pembesaran sampai
garis tengah, T : 4 Pembesaran melewati garis tengah.
e. Perhatikan suara klien apakan ada perubahan atau tidak
f. Perhatikan adakah lendir dan benda asing atau tidak
7. Pemeriksaan Wajah
 Inspeksi:
Perhatikan ekspresi wajah klien, Warna dan kondisi wajah klien, struktur wajah
klien, sembab atau tidak, ada kelumpuhan otot- otot fasialis atau tidak.
8. Pemeriksaan leher
 Dengan inspeksi dan palpasi, amati dan rasakan:
a. Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf / kurus ditemukan pada orang dengan
gizi jelek, atau TBC, sedangkan endomorf ditemukan pada klen obesitas, adakah
peradangan ,jaringan parut, perubahan warna, dan massa
b. Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada suprasternal pada
saat klien menelan, normalnya tidak teraba kecuali pada orang kurus.
c. Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak, dengan cara lakukan pembendungan
pada supraclavikula kemudian tekan pada ujung proximal vena jugularis sambil
melepaskan bendungan pada supraclavikula, ukurlah jarak vertical permukaan atas
kolom darah terhadap bidang horizontal, katakanlah jaraknya a Cm di atas atau di
bawah bidang horisontal. Maka nilai tekanan vena jugularisnya adalah : JVP = 5 –
a Cm,( bila di bawah bidang horizontal ) JVP = 5 – a CmHg ( bila di atas bidang
horizontal), normalnya JVP = 5 – 2 CmHg
 Pengukuran langsung tekanan vena melalui pemasangan CVP dengan
memasukan cateter pada vena ,tekanan normal CVP = 5 – 15 CmHg
 Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe, kelenjar
tiroid dan posisi trakea.
 Pembesaran kelenjar limfe leher (Adenopati limfe) menandakan adanya
peradangan pada daerah kepala, orofaring, infeksi TBC, atau syphilis.
 Pembesaran tiroid dapat terjadi karena defisiensi yodium
 Perhatikan posisi trakea, bila bergeser atau tidak simetris dapat terjadi karena
proses desak ruang atau fibrosis pada paru atau mediastinum

B. PEMERIKSAAN FISIK PADA EKSTREMITAS


1. Ekstremitas Atas
a. Inspeksi:
Bagaimana pergerakan tangan dan kekuatan otot
b. Palpasi:
Apakah ada nyeri tekan, massa/benjolan
c. Motorik:
Untuk mengamati besar dan bentuk otot, melakukan pemeriksaan tonus, kekuatan
otot, dan tes pergerakan sendi
d. Reflek:
Memulai reflek fisiologis seperti biceps dan triceps
e. Sensorik:
Apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature, rasa, gerak, dan
tekanan.
 Pemeriksaan Refleks Otot Biseps
- Posisi pasien tidur terlentang dan siku kanan yang akan diperiksa, diletakkan
diatas perut dalam posisi fleksi 60 derajat dan rileks
- Pemeriksa berdiri dan menghadap pada sisi kanan pasien.
- Carilah tendon biseps dengan meraba fossa kubiti, maka akan teraba keras bila
siku difleksikan.
- Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot biseps.
- Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan, diatas jari
telunjuk kiri pemeriksa.
- Terlihat gerakan fleksi pada siku akibat kontraksi otot biseps dan terasa tarikan
tendon otot biseps dibawah telunjuk pemeriksa
 Pemeriksaan refleks otot triseps
- Posisi pasien tidur terlentang
- Bila siku tangan kanan yang akan diperiksa, maka diletakan diatas perut dalam
posisi fleksi 90 derajat dan rileks.
- Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien.
- Carilah tendon triseps 5 cm diatas siku ( proksimal ujung olecranon ).
- Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot triseps.
- Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas jari
telunjuk kiri pemeriksa
- Terlihat gerakan ektensi pada siku akibat kontraksi otot triseps dan terasa tarikan
tendon otot triseps dibawah telunjuk pemeriksa.

2. Ekstremitas Bawah
a. Inspeksi:
Bagaimana pergerakan kaki dan kekuatan otot
b. Palpasi
Apakah ada nyeri tekan,massa/benjolan
c. Motorik
Untuk mengamati besar dan bentuk otot,melakukan pemeriksaan tonus kekuatan
otot,dan tes pergerakan sendi
d. Reflek
Memulai reflex fisiologi seperti patella, achiles
e. Sensorik
Apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature,rasa ,gerak dan
tekanan.
 Pemeriksaan Refleks Tendon Patela
a. Posisi pasien tidur terlentang atau duduk
b. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien
c. Bila posisi pasien tidur terlentang, lutut pasien fleksi 60 derajat dan bila duduk
lutut fleksi 90 derajat.
d. Tangan kiri pemeriksa menahan pada fossa poplitea.
e. Carilah 2 cekungan pada lutut dibawah patela inferolateral/ inferomedial, diantara
2 cekungan tersebut terdapat tendon patela yang terasa keras dan tegang.
f. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas
tendon patella.
g. Terlihat gerakan ektensi pada lutut akibat kontraksi otot quadriseps femoris.
 Pemeriksaan refleks tendon achiles
a. Pasien tidur terlentang atau duduk
b. Bila pasien tidur terlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien duduk pemeriksa
jongkok disisi kiri pasien.
c. Bila pasien tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan disilangkan diatas kaki
berlawanan, bila pasien duduk kaki menggelantung bebas.
d. Pergelangan kaki dorsofleksikan dan tangan kiri pemeriksa memegang/ menahan
kaki pasien.
e. Carilah tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang terasa keras dan
makin tegang bila posisi kaki dorsofleksi.
f. Ayunkan reflek hammer diatas tendon achiles.
g. Terasa gerakan plantar fleksi kaki yang mendorong tangan kiri pemeriksa dan
tampak kontraksi otot gastrocnemius
 Tes Kekuatan Otot
- Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
- Otot adalah satu unit pergerakan yang menyebabkan suatu pergerakan. Fungsi
motor normal tergantung dari Upper Motor Neuron dan Lower Motor Neuron
yang sempurna atau tidak ada kerusakan pada UMN dan LMN, respon sensorik
dan masukan dari bagian atau system neurology yang lain. Gangguan dari
pergerakan dapat disebabkan oleh beberapa hal yang mempengaruhi system.
- Kekuatan: Sesuai dengan besarnya otot, tes kekuatan otot harus disesuaikan
dengan usia, jenis kelamin dan tingkat olahraga pasien. Sebagai contoh,
kelemahan, ketuaan, pasien bedrest mungkin mempunyai otot yang lemah.
Interpretasi harus terdiri dari kekuatan dari kelompok otot yang diuji. Sebagai
contoh Otot-otot quadices seharusnya lebih kuat dibandingkan dengan otot biseps.
- Tingkatan skala kekuatan otot:
 0/5 = tidak ada pergerakan
 1/5 = ada tanda kontaksi tetapi tidak ada gerakan sendi
 2/5 = bergerak tetapi tidak mampu menahan gaya gravitasi
 3/5 = bergerak melawan gaya grafitasi tetapi tidak mampu melawan
tahanan otot pemeriksa
 5/5 = kekuatan otot normal

Tanda ‘+’ dan ‘-‘ dapat ditambahkan pada skala pasien , jika ada tingkatan/
peralihan dari kekuatan. Kemudian, pasien yang menjadi “moderate tetapi
tidak dapat menahan secara penuh” bias dilanjutkan menjadi 4+ atau 5-, Hal
ini cukup subyektif, dengan sumber para klinisi yang sangat bervariasi.
 Memeriksa Pergerakan ROM Sederhana
C. PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG PARU
1. Pemeriksaan Fisik Jantung
Jantung adalah organ muscular yang bentuknya mirip pyramid dan terletak di
mediastinum. Dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis tengah dan
sepertiganya terletak di sebelah kanan garis tengah. Jantung merupakan pompa muscular
dengan fungsi ganda dan pengaturan diri secara otomatis. Sisi kanan jantung menerima
darah yang miskin oksigen dari tubuh melalui vena cava superior dan inferior, sedangkan
siis kiri jantung menerima darah yang kaya oksigen dari paru- paru yang kemudian
dipompa ke dalam aorta yang akan disalurkan ke seluruh tubuh. Jantung terdiri dari
empat ruangan yaitu atrium dextra, atrium sinistra, ventrikel dextra, dan ventrikel sinistra.
Di antara atrium kanan dan kiri dipisahkan oleh septum interatriale sedangkan
ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh septum interventrikulare. Jantung memiliki
beberapa katup yaitu katup trikuspidalis yang merupakan katup yang memiliki 3 daun
katup yang terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan; katup bikuspidalis yang
merupakan katup dengan 2 daun katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel
kiri; katup aorta dan pulmonalis.

a. Inspeksi Jantung

Inspeksi jantung berarti mencari tanda-tanda tentang keadaan jantung pada


permukaan dada dengan cara melihat/mengamati. Posisi klien saat dilakukan inspeksi
adalah terlentang. Bagian yang yang harus di inspeksi adalah:
1) Bentuk prekordium
a) Pada keadaan normal kedua belah dada adalah simetris
b) Bila cekung / cembung pada satu sisi berarti ada penyakit jantung / paru pada
satu sisi Cekung
c) Pada perikarditis menahun, fibrosis / atelektasis paru, skoliosis, kifoskoliosis,
akibat beban yang menekan dinding dada (contoh: pemahat, tukang kayu)
d) Cembung atau menonjol
Pada pembesaran jantung, efusi fleura, tumor paru, tumor mediastinum,
skoliosis, atau kifoskoliosis. Penonjolan akibat efusi fleura/ perikard
merupakan penonjolan daerah inter kostalis. Penonjolan akibat kelainan
jantung menahun / bawaan merupakan penonjolan iga.
2) Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Pada umumnya denyut jantung tampak didaerah apeks. Pemeriksaan
dilakukan sambil penderita berbaring atau duduk dengan sedikit membungkuk.
Normal dewasa : terletak di ruang sela iga ke 4 kiri 2 – 3 cm dari garis mid
klavikularis. Normal anak : terletak diruang sela iga ke 4 kiri.
Bila denyut berada di belakang tulang iga payudara besar, dinding toraks
tebal, emfisema, efusi perikard maka denyut terseebut tak tampak. Denyut apeks
tergeser ke samping kiri pada keadaan patologis, misalnya : penyakit jantung,
skoliosis/kifoskoliosis, efusi fleura, pneumothorak, tumor mediastinum, abdomen
membuncit (asites, hamil, dll.)
3) Denyut Nadi
Nadi di dada secara normal tak tampak denyutannya.
b. Palpasi Jantung
Palpasi dapat menguatkan hasil yang di dapat dari inspeksi. Denyutan yang tidak
tampak saat inspeksi, dapat ditemukan dengan palpasi. Posisi klien saat dilakukan
palpasi adalah terlentang. Pemeriksaan palpasi yang dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan iktus kordis. Denyut ini dapat teraba di interkostal 5 kiri agak ke
medial dari linea midklavikularis kiri.
2) Pemeriksaan getaran/thrill
Getaran jantung dapat diartikan sebagai bising jantung yang teraba. Getar jantung
sangat jarang teraba.
c. Perkusi Jantung
Perkusi jantung dilakukan untuk menetapkan batas-batas jantung. Perkusi normal
pada jantung adalah dullness (redup).

1) Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah kiri pada dinding thoraks dan
mengetuk dengan jari tengah tangan kanan dan memindahkan jari tersebut
menuju ke arah jantung.
2) Perkusi dilakukan dari arah lateral ke medial. Perhatikan perubahan dari bunyi
ketukan, jika resonan berarti bagian yang diperkusi adalah area paru-paru.
Apabila bunyi yang terdengar dullness/ redup adalah area jantung.
3) Batas jantung kanan atas: garis parasternalis dextra interkostalis II
4) Batas jantung kanan bawah: garis parasternalis dextra interkostalis IV
5) Batas jantung kiri atas: garis parasternalis sinistra interkostalis II
6) Batas jantung kiri bawah: garis medioklavikularis sinistra interkostalis V
d. Auskultasi Jantung
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi akibat vibrasi
(getaran suara) dengan menggunakan alat stetoskop.
1) Bunyi Jantung
a) Bunyi jantung I (Suara Jantung I/S1)
Bunyi jantung I adalah bunyi “lub” yang dihasilkan akibat menutupnya
katup atrioventrikularis (katup mitral dan tricuspidalis), yang terjadi pada saat
kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole. Bunyi jantung I
didengar dengan menggunakan diafragma stetoskop karena memiliki
frekuensi bunyi yang tinggi. Daerah auskultasi bunyi jantung I yaitu garis
midklavikula sinistra interkostal V (katup mitralis), garis parasternal sinistra
interkostal IV (katup trikuspidalis). Lama bunyi jantung I kira-kira 0.14 detik.
b) Bunyi jantung II
Bunyi jantung II adalah bunyi yang dihasilkan akibat menutupnya katup
aorta dan arteri pulmonalis, yang terjadi pada permulaan diastole. Bunyi
jantung II normal selalu lebih lemah daripada bunyi jantung I. Bunyi jantung
II dapat di dengar pada garis parasternalis dextra interkostal II (katup aorta)
dan garis parasternalis sinistra interkostal II (katup pulmonalis). Lama bunyi
jantung kedua kira-kira 0.11 detik.
Bunyi jantung II secara normal memiliki frekuensi lebih tinggi daripada
bunyi jantung I karena: (1) ketegangan katup aorta dan pulmonalis jauh lebih
besar dibandingkan dengan katup mitral dan triskuspidalis, (2) koefisen
elastisitas arteri lebih besar sehingga menyebabkan ruang-ruang utama
jantung bergetar selama bunyi jantung kedua, dibandingkan dengan ruang
ventrikuler yang jauh lebih longgar yang menimbulkan system getaran pada
bunyi jantung pertama.

2. Pemeriksaan Fisik Paru

Pemeriksaan paru dan thoraks posterior akan lebih mudah dilakukan pada pasien
yang duduk, sementara pemeriksaan paru anterior pada pasien yang berbaring telentang.
Lakukan pemeriksaan dengan urutan yang benar inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Saat pasien duduk, lakukan pemeriksaan dada posterior. Atur posisi pasien duduk,
kemudian minta pasien untuk menyilangkan kedua lengannya di depan dada, kedua
lengan tersebut diletakkan pada sisi yang berseberangan. Posisi ini akan menggerakkan
kedua scapula ke samping sehingga memperlebar daerah antar scapula dan memudahkan
untuk mengakses lapang paru.
Saat pasien berbaring telentang, lakukan pemeriksaan paru anterior. Posisi ini
akan memudahkan pada saat memeriksa pasien wanita karena payudara dapat disisihkan
ke samping dengan hati-hati. Selanjutnya jika ada gejala wheezing, kemungkinan bunyi
tersebut dapat didengar lebih jelas.Akan tetapi, posisi duduk juga cukup baik untuk
melakukan pemeriksaan ini.
Pada pasien yang tidak mampu duduk tanpa bantuan, minta bantuan orang lain
untuk menahan tubuh pasien agar tidak jatuh, supaya kita dapat memeriksa dada posterior
dalam posisi pasien duduk. Jika tidak mungkin, baringkan pasien pada salah satu sisinya,
kemudian gulingkan agar berbaring di sisi lain.
Pemeriksaan fisik tambahan pada respirasi yaitu warna kulit terutama area kuku
dan bibir. Warna cyanosis pada area tersebut menunjukkan bahwa pasien hipoksia. Lihat
bentuk kuku apakah ditemukan clubbing finger.
a. Inspeksi
Pada saat inspeksi, perawat mendapatkan data dari hasil observasi pernapasan
pasien.Hal yang harus diperhatikan adalah:
1) Konfigurasi Dada
Normalnya, perbandingan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter
lateral/transversal (T) adalah 1:2. Berikut beberapa kelainan pada bentuk dada:
a) Barrel Chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter.
AP : T (1 : 1), sering terjadi pada klien emfisema.
b) Funnel Chest (fectus excavatium)
Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan
menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur.
Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat
kecelakaan kerja.
c) Pigeon Chest (fectus carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum dimana terjadi
peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kiposkoliosis berat.
d) Kiposkoliosis
Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu
pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan
kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thoraks.
Funnel Chest Pigeon chest

Barrel chest

2) Kesimetrisan Dada Kanan dan Kiri

Orientation chest lines:


1. Anterior middle line
2. Right sternal line
3. Right parasternal line
4. Right midclavicular line
5. Right anterior axillary line
Orientation chest on lines
6. left scapular line
7. left paravertebral line
8. posterior middle line
3) Penggunaan otot-otot pernapasan tambahan (misal scalenes,
sternocleidomastoids). Pasien yang menggunakan otot-otot pernapasan
tambahan menunjukkan bahwa paisen mengalami kesulitan bernafas.
4) Ada tidaknya retraksi intercosta atau retraksi supraclavikuler Retraksi yang berat
ditemukan pada asma yang berat dan PPOK.

(amati pola pernapasan [irama, kedalaman, dan frekuensi dalam satu menit)

b. Palpasi
1) Palpasi seluruh area nyeri dada (nyeri tekan dan massa)
Nyeri tekan intercosta terdapat pada daerah pleura yang mengalami inflamasi.
2) Palpasi kesimetrisan ekspansi dinding dada kiri dan kanan
Penyebab berkurangnya atau tertinggalnya ekspansi dada yang unilateral
meliputi penyakit fibrotik kronik pada paru atu pleura yang ada di bawah
dinding dada, efusi pleura, pneumonia lobaris.
Prosedur untuk anterior:
a) Ibu jari diletakkan sepanjang setiap margin costa dibawah prosesus xifoid,
sementara tangan terletak sepanjang sangkar iga lateral
b) Pasien diminta nafas dalam
c) Pemeriksa mengamati gerakan ibu jari selama inspirasi dan ekspirasi
Prosedur untuk posterior
a) Ibu jari kedua lengan diletakkan di sekitar ketinggian iga ke-10 dengan jari-
jari tangan yang memgang secara longgar dinding dada sebelah lateral.
b) Pasien diminta nafas dalam
Amati gerakan ibu jari selama inspirasi dan ekspirasi ( jarak antara kedua
ibu jari saling menjauh saat inspiraasi dan rasakan luasnya serta
kesimetrisannya).

3) Palpasi Taktil Fremitus


Fremitus akan berkurang atau tidak teraba jika suara yang dikelu- arkan pasien
sangat pelan atau transmisi dari laring ke permukaan dada terhalang.
Penyebabnya meliputi obstruksi bronkial, PPOK, efu- si pleura, pneumotoraks,
fibrotik.
Prosedur untuk anterior:
a) Membandingkan fremitus suara kanan dan kiri dengan meletakkan kedua
tangan di dada
b) kemudian pasien diminta mengucapkan sembilan puluh sembi- lan, tujuh
puluh tujuh,
c) rasakan getaran yang menjalar di tangan.
d) Lakukan dengan menukar tangan kanan dan kiri di setiap area pemeriksaan
taktil fremitus

Fremitus Raba (FR) Kesan Isi Dominan


• Cairan
FR meningkat
• Massa
FR normal • Jaringan paru
FR menurun • Udara
c. Perkusi
Tujuan dari perkusi adalah berusaha menangkap getaran suara yang dihasilkan dari
phalange (tu- lang jari). ada beberapa jenis suara yang mungkin dihasilkan dari perkusi.
1) Melakukan perkusi secara sistematis dari atas ke bawah membandingkan kanan
dan kiri.
2) Melakukan perkusi dalam daerah-dae- rah supraklavikula
3) Meminta pasien untuk mengangkat kedua tangan dan melakukan perkusi mulai
dari ketiak
Pada bagian anterior:
4) Menentukan garis tepi hati menentukan batas paru – hepar. Perkusi dilakukan di
sepanjang garis midklavikula dextra. Ba- tas paru hepar ditentukan setelah terjadi
perubahan suara dari sonor ke redup.
5) Menentukan batas paru – lambung. Perkusi dilakukan di sepanjang garis axilla
anterior sinistra. Batas paru - lam- bung ditentukan setelah terjadi peruba- han
suara dari sonor ke timpani. (secara normal : batas paru - lambung orang Indonesia
berada di Intercostae VII atau intercostae VIII)

Pada bagian posterior:


6) Perkusi secara sistematis dari atas ke bawah
7) Menentukan letak diafragma

Characteristic of Percussion Sounds


Perkusi Kesan Isi Dominan
Hipersonor = Udara
Sonor = jaringan paru
Redup = cairan/darah
pekak = padat

d. Auskultasi
Suara auskultasi normal pada paru adalah bronkhial, bronkhovesikuler, dan
vesikuler.
Berikut ini tahap-tahap yang perlu diperhatikan saat melakukan auskultasi:
1) Meminta pasien menarik nafas dengan pelan-pelan, mulut terbuka
2) Melakukan auskultasi dengan urutan yang benar
3) Mendengarkan inspirasi dan ekspirasi pada tiap tempat yang diperiksa
4) Melakukan auskultasi pada sisi samping dada kanan dan kiri
5) Melakukan auskultasi pada dinding punggung dengan urutan yang benar.
Breath sounds

Abnormal
Assessment Findings breath
in Common sounds Problems
Respiratory
D. PEMERIKSAAN ABDOMEN
Tahapan dalam pemeriksaan abdomen:
1. Inspeksi: dilakukan pertama kali dengan tujuan untuk mengetahui bentuk dan gerakan-
gerakan abdomen.
2. Auskultasi: untuk mendapatkan kesan fungsi lambung/gaster, intestinum, dan pembuluh
darah intraabdomen.
3. Perkusi: untuk mendapatkan kesan bentuk dan ukuran alat serta adanya kelainan intra
abdomen dengan mendeteksi
4. Palpasi:untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan konsistensi organ-organ dan struktur dalam
abdomen

Persiapan klien sebelum dilakukan pemeriksaan abdomen:


1. Anjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih untuk meminimalkan distensi
kandung kemih dan keakuratan pemeriksaan.
2. Anjurkan klien untuk membuka area abdomen
3. Bantu klien untuk mengatur posisi supine

Topografi abdomen dapat dibagi menjadi 4 quadran dan 9 regio:


Area abdomen serta organ dalam 4 quadran

A. Right upper quadrant (RUQ) B. Left upper quadrant (LUQ)


Liver & gallbladder, pyloric Left lobe of liver, spleen,
spincter, duo- denum, head stomach, body of
of pan- creas, right adrenal pancreas, left adrenal
gland, portion of right gland, portion of left kid-
kidney, hepatic flexure of ney, splenic flexure of
colon, portions of ascending colon, portions of
& trans- verse colon tranvense & descend- ing
colon

C. Right lower quadrant (RLQ) D. Left lower quadrant (LLQ)


Lower pole of right kidney, Lower pole of left kidney,
cecum & ap- pendix, sigmoid co- lon, portion
portion of ascending of de- cendingcolon,
colon, ovary & uterine ovary & uterine tube, left
tube, right spermatic cord, spermatic cord, left ureter
right ureter

Area abdomen serta organ dalam 9 regio


A. Right Hypochondriac B. Epigastric C. Left Hypochon- dria
Right lobe of liver, Pylotic spincter, Stomach, spleen, tail of
gallbladder, portion of duodenum, pancreas, pancreas, splenic flexure
duodenum, hepatic flexure portion of liver, aorta of colon, upper pole of
of colon, portion of right left kidney, left adrenal
kidney, right adrenal gland gland
D. Right Lumbar Ascending E. Umbilical F. Left Lumbar
colon, lower Lower part of Descending colon,
half of right kidney, portion duodenum, jejunum & lower half of kidney,
of duodenum & jejenum ileum portions of jejunum &
ileum
G. Right Inguinal Cecum, H. Hypogastric (Pubic) I. Left Inguinal Sigmoid
appendix, lower end Ileum, bladder, uterus colon, left
of ileum, right ureter, ureter, left spermatic
right spermatic cord, cord, left
right ovary & uterine tube ovary & uter- ine tube

Langkah Pemeriksaan Fisik Abdomen:


1. Inspeksi
a. Perhatikan permukaan (countour) abdomen termasuk daerah inguinal dan femoral:
flat/datar, rounded/bulat, protuberant/membuncit, atau scaphoid/cekung.

b. Amati keadaan kulit: pertumbuhan rambut, pigmentasi, adanya luka/scar atau lesi,
adanya sikatriks, striae, atau vena yang melebar. Secara normal, mungkin terlihat
vena-vena kecil. Spider naevi dapat terlihat pada cirrhosis hepatic.
pertumbuhan rambut Scar

Hernia umbilikal Ascites

Striae gravidarum caput medusa / pelebaran vena

c. Umbilikus: perhatikan bentuk dan lokasinya, apakah ada tanda-tanda inflamasi atau
hernia
d. Amati kesimetrisan dinding abdomen. Tonjolan asimetri mungkin terjadi karena
pembesaran organ setempat atau masa.
e. Amati pergerakan dinding abdomen. Peristaltik usus akan terlihat dalam keadaan
normal pada orang sangat kurus. Bila ada obstruksi usus perhatikan beberapa menit.
f. Amati pulsasi: pulsasi aorta yang normal kadang-kadang dapat terlihat di daerah
epigastrium.

2. Auskultasi
Auskultasi ditujukan untuk mendengarkan peristaltik usus/bising usus dan bising
pembuluh darah (bruits)
a. Auskultasi peristaltik usus
 Auskultasi peristaltic usus/bising usus
menggunakan stetoskop bagian diafragma yang
sudah dihangatkan dengan menggosok
ditelapak tangan.
 Letakkan stetoskop yang sudah di- hangatkan
dengan tekanan ringan pada setiap area kuadran
perut se- cara sistematis dan dengarkan suara
peristaltik usus. Auskultasi dimulai dari
kuadran kanan bawah.
 Catat karakteristik suara peristaltik usus dan frekuensi dalam 1 menit.
 Frekuensi persitaltik usus/bowel sound normalnya antara 5 – 30 x/mnt. Suara
normal adalah ireguler dan gurgling. Terkadang terdengar suara borborygmy
(suara yang terdengar saat klien lapar). Penurunan frekuensi peristaltik usus
terjadi pada klien post operative abdomen, peritonitis, ileus paralitik.
Hyperperistaltik sering terjadi padaklien dengan diare. Peristaltik usus negatif
terjadi pada klien dengan obstruksi intestinal, perforasi usus, dan infark
intestinal.
b. Auskultasi suara bising pembuluh darah (bruits)

(Area Auskultasi bising pembuluh darah)

3. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara pada lambung dan usus,
memperkirakan ukuran hepar dan lien, adanya asites, dan adanya masa padat atau kistik.
Tehnik perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan pemeriksa hangat sebelum menyentuh
perut pasien Kemudian tempatkan tangan kiri dimana hanya jari tengah yang melekat erat
dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali dengan ujung jari tengah tangan
kanan.
Suara perkusi abdomen:
- Tympani: suara yang keras (loud hollow) terdengar sangat keras karena adanya
gas/gelembung udara dalam gaster dan colon
- Dulness/redup: terdengar pada area hepar, limpa, dan distensi vesika urinary
- Hyperresonan: terdengar lebih nyaring dari suara tympani, akibat adanya distensi
kolon
Perkusi abdomen terdiri dari:
a. Perkusi empat kuadran dari abdomen untuk menentukan suara tympani dan dullness
b. Perkusi hepar
Untuk menentukan ukuran hati (batas atas dan batas bawah):
 Mulai perkusi pada daerah setinggi umbilicus, kemudian keatas sepanjang
garis mid clavicula line (MDL)
 Suara pertama akan terdengar tympani. Bila suara berubah menjadi
dullness, suara tersebut merupakan batas bawah hepar. Beri tanda titik
dengan pena.
 Perkusi kearah bawah dari intercostals ke -4 sepanjang garis MCL kanan
(ICS). Suara pertama akan terdengar resonan (area paru-paru). Lanjutkan
perkusi hingga terdengar dullness, suara tersebut merupakan batas atas
hepar. Beri tanda titik dengan pena.
 Batas atas setingkat ICS ke-6
 Perkusi sepanjang garis midstrenum. Teruskan kebawah sampai ada
perubahan suara perkusi.
 Ukuran hepar pada garis midsternum kurang 4-6 cm. Jarak antara batas
atas dan bawah kurang lebih 6-12 cm.
c. Perkusi lien
 Perkusi dari samping kiri abdomen posterior ke garis midaxilaris. Jika
terdengar suara dullness pada bagian left anterior axillary line mengindikasikan
adanya pembesaran lien.
 Perkusi juga dapat dilakukan pada daerah intercosta terbawah di garis axilaris
anterior kiri, kemudian minta klien inspirasi panjang dan lakukan perkusi lagi,
jika normal suara tetap timpani, apabila suara menjadi dullness saat inspirasi
berarti ada pembesaran lien.

d. Mendeteksi ascites
 Shifting Dullness

Atur posisi klien supinasi, perkusi dari midline abdomen ke arah lateral.
Berikan tanda jika ada perubahan suara dari timpani menjadi dullness/redup.
Cara lain yaitu dengan atur posisi klien miring kanan atau kiri. Lakukan perkusi
dari bagian atas ke bawah. Berikan tanda jika ada perubahan suara dari timpani
menjadi dullness/redup.
 Fluid Wave

Dilakukan dengan dua pemeriksa. Letakkan telapak tangan tepat bera- da di


tengah abdomen (untuk men- cegah getaran melalui dinding abdomen) dan
telapak tangan lainnya pada kedua sisi abdomen. Gerakkan tangan pada
dinding ab- domen. Rasakan adanya gelombang cairan pada telapak tangan
pada sisi yang berlawanan. Hasil ini menun- jukkan adanya ascites.
e. Perkusi Ginjal
Perkusi costovertebral ginjal:

- Atur posisi klien berbaring den- gan posisi miring/duduk.


- Letakkan telapak tangan kiri di atas sudut costovertebral (tulang costa
menempel pada spinal col- umn dan perkusi dengan tangan kanan yang
mengepal. Lakukan kanan dan kiri.
- Hasil normal, klien tidak mera- sakan nyeri, jika terdapat nyeri
mengindikasikan adanya infeksi saluran kencing (ISK) atau pyelo- nephritis.
4. Palpasi Abdomen
Tujuan palpasi adalah mengetahui ukuran, kondisi, dan konsistensi organ abdomen,
ketegangan otot abdomen, lokasi nyeri abdomen.Tehnik palpasi:
- Light palpation: melakukan palpasi dengan penekanan abdomen secara lembut
sekitar 1-2 cm
- Deep palpation: melakukan palpasi dengan dua tangan yaitu dengan kedalam sekitar
4 cm.
- Ballotement: gerakan menekan dinding abdomen kemudian dengan cepat melepas
tekanan memantul dinding abdomen.
a. Palpasi hepar
- Perawat berdiri di sebelah kanan pasien
-
Letakkan telapak tangan kiri dibawah costa ke-11 dan
12.
- Anjurkan klien untuk rileks
- Angkat daerah costa tersebut dengan tangan kiri
- Letakkan tangan kanan pada abdomen atau dibawah
batas bawah hepar kemu- dian tekan kedalam dan keatas
sepan- jang batas lengkung costa.
- Klien diminta nafas dalam, kemudian rasakan tepi hepar
halus/berbenjol, ad- anya nyeri.
b. Palpasi lien
- Atur posisi supinasi
- Perawat berdiri di sebelah kanan pasien
- Letakkan telapak tangan kiri di bawah costa terakhir
sebelah kiri.
- Tekan jemari tangan kanan ke arah costa terakhir
sebelah kiri secara ringan
- Klien diminta nafas dalam
- Apabila ada pembesaran limpa akan terasakan
dorongan tepi limpa pada jari- jari tangan kanan.
- Tentukan adanya pembesaran lien, konsistensinya,dan
adanya nyeri.

c. Palpasi Ginjal
Ginjal kanan
- Atur posisi klien supinasi
- Letakkan tangan kiri di bawah costa 12
- Letakkan tangan kanan dibagian atas, sedikit di bawah lengkung iga kanan
- Anjurkan klien untuk nafas dalam. Pada akhir inspirasi tekan tangan kanan kuat
dan dalam dan raba ginjal kanan antara 2 tangan.
- Tangan kanan menekan kebawah sementara tangan kiri mendorong ke atas
Ginjal kiri
Prinsipnya sama dengan ginjal kanan, bedanya:
- Pemeriksa pindah ke sisi kiri pemerintah
- Gunakan tangan kanan untuk mendorong ginjal ke arah belakang
- Gunakan tangan kiri untuk melakukan palpasi dari depan
-

d. Palpasi vesika urinaria


- Atur posisi klien supinasi
- Lakukan palpasi dibawah umbilikus kearah mendekati simfisis
- Palpasi adanya distensi kandung vesika urinaria
e. Palpasi pulsasi aorta
- Atur posisi klien supinasi
- Palpasi dengan jemari daerah sebelah kiri midline/garis tengah abdomen bawah
proses xiphiodeus.
- Rasakan pulsasi aorta

E. PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA


1. Pemeriksaan Genitalia Wanita
a. Genitalia eksternal
Pastikan area perineum mendapatkan cahaya yang cukup. Kenakan sarung
tangan untuk mencegah kontak dengan organism infeksium. Perineum sangat
sensitife sehingga klien harus diberitahu terlebih dahulu. Sebaiknya anda menyentuh
paha terlebih dahulu sebelum mencpai perineum.
Sambil duduk di ujung meja, inspeksi kuantitas dan distribusi rambut. Individu
pra remaja tidak memiliki rambut pubis. Selama pubertas, rambut tumbuh di
sepanjang labia dan menjadi lebih gelap, kasar dan kriting. Pada individu dewasa,
rambut tumbuh dalam bentuk segitiga di perineum wanita dan sepanjang permukaan
medial paha. Rambut normalnya bebas kutu dan telurnya. Ulit yang terletak di
bawahnya bebas dari radang, iritasi, atau lesi.
Inspeksi karakteristik permukaan labia mayor. Kulit perineum tampak mulus,
bersih dan sedikit lebih gelap di bandingkan kulit lainnya. Membrane mukosa tampak
merah muda gelap dan lembab. Labia mayora dapat terbuka ataupun tertutup dan
tampak kering atau lembab. Biasanya ini tampak simetris. Setelah melahirkan, labia
mayora akan terpisah sehingga labia miira lebih jelas terlihat. Saat mencapai
menopause, labia mayora akan menipis dan mengalami atrofil siring usia. Labia
mayora yang normal tidak mengalami inflamasi, edema, lesi, atau laserasi.
b. Pemeriksaan spekulum genitalia internal
Pemeriksaan ini membutuhkan banyak keterampilan dan latihan. Pemeriksaan ini
di lakukan oleh praktisi keperawatan ahli dan penyedia layanan primer. Siswa
biasanya hanya mengamati atau membantu pemeriksaan dengan membantu klien
mengambil posisi, memberikan alat, dan meningkatkan kenyamanan klien.
Pemeriksaan ini menggunakan speculum plastik/metal yang terdiri atas dua mata
dan alat penyesuaian. Pemeriksa memasukan speculum ke dalam vagina untuk
melihat lesi kanker atau kehilangan di genetelia internal. Selama pemeriksaan,
pemeriksa akan mengambil specimen pemeriksa Papanicololaou (Pap) untuk kanker
serviks dan vagina. Pemeriksaan ini tidak akan dibahas di sini.
2. Pemeriksaan Genitalia Pria
a. Genitalia pria
Pemeriksaan ini mencangkup pengkjian integritas genitalia eksternal, cinxin
inguinalis, dan salurannya. Karenan tingginya angka PMS pada remaja dan dewasa
muda, pemeriksaan ini harus menjadi prosedur rutin pada kelompok usia ini.
Pastikan ruangan pemeriksaan bersuhu hangat. Minta klien berbaring supinasi
dengan dad, abdomen, dan kaki bawah ditutupi duk atau berdiri selama pemeriksaan.
Kenakan sarung tangan yang bersih. Gunakan pendekatan yang tenang dan lembut
untuk mengurangi kegelisahan klien. Posisi pemeriksaan dapat membuat klien
merasa malu. Untuk mengurangi kegelisahan, jelaskan tujuan pemeriksaan sehingga
klien dapat mengantisipasinya. Sentuh genitalia secara perlahan untuk menghindari
ereksi atau rasa tidak nyaman. Anamnesis dilakukan dengan lengkap sebelum
pemeriksaan yang menjamin pemeriksaan komplit.
b. Kematangan seksual
Pertama, perhatikan kematangan seksual dengan mengamati ukuran dan bentuk
penis dan testis, ukuran, warna, tekstur kulit skrotum, dan karakter dan distribusi
rambut pubis. Testis pertama kali bertambah ukuran pada usia pra remaja. Pada saat
ini belum ada rambut pubis. Pada akhir pubertas, testis dan penis membesar sampai
ukuran dan bentuk dewasa, dan kulit skortum. Menjadi lebih gelap dan berkerut.
Pada masa pubertas, rambut menjadi kasar dan banyak pada pubis. Penis tidak
memiliki rambut, skrotum memiliki sedikit sekali rambut. Lakukan juga inspeksi
kulit genetalia untuk mengamati kuku, ruam, ekskoriasi, atau lesi. Normalnya kulit
nampak bersih tanpa lesi.
c. Penis
Untuk menginspeksi permukaan penis dengan menyeluruh, lakukan manipulasi
genetalia atau minta bantuan klien, inspeksi batang, korona, preputium, glans, dan
meatus uretra. Vena dorsal tampak jelas. Pada pria yang tidak disikumisisi, tarik
preputium untuk melihat glans dan meatus uretra. Preputium biasanya mudah ditarik.
Terkadang terdapat smegma putih tebal di bawahnya. Jika ada cairan abnormal,
lakukan kultur. Meatus uretra nampak seperti celah dan berada di permukaan ventral,
beberapa milimeter dari ujung glans. Pada kondisi kongenital, meatus berada
disepanjang batang penis. Area antara preputium dan glans merupakan lokasi umum
untuk lesi veneral. Perlahan tekan glans diantara ibu jari dan telunjuk, ini akan
membuka meatur uretra untuk inspeksi lesi, edema, dan inflamasi. Normalnya,
meatus nampak berkilat dan merahmuda tanpa cairan. Lakukan palpasi lesi perlahan
untuk mendeteksi nyeri tekan, ukuran, konsistensi, dan bentuk. Setelah inspeksi dan
palpasi glans selesai, tarik preputium kembali ke posisi awal. Lanjutkan dengan
inspeksi batang penis, termasuk permukaan bawah, untuk melihat lesi , jaringan
parut, atau edema. Palpasi batang penis diantara ibu jari dan dua jari pertama untuk
mendeteksi nyeri tekan atau kekerasan lokal. Berbaring di tempat tidur dalam jangka
waktu lama terkadang menyebabkan edema batang penis.
d. Skrotum
Berhati-hatilah saat menginspeksi dan memalpasi skrotum, karena struktur
didalamnya sangat sensitif. Skrotum terbagi menjadi dua bagian. Tiap bagian
mengandung satu testis, epididimis, dan vas deverens yang berjalan keatas menuju
cincin inguinalis. Biasanya, testis kiri lebih rendah dibandingkan yang kanan. Inpeksi
ukuran, bentuk dan kesimetrisan skrotumsambil mengamati adanya lesi atau edema.
Perlahan angkat skrotum untuk melihat permukaan posterior. Kulit skrotum biasanya
kendur dan permukaannya kasar. Kulit skrotum lebih gelap dibandingkan kulit tubuh.
Hilangnya keriput menandakan edema. Ukuran skrotum biasanya berubah sesuai
variasi suhu karena otot dartos berkontraksi di suhu dingin dan berelaksasi pada suhu
hangat. Benjolan pada kulit skrotum biasanya berupa kista sebasea.
Kanker testis merupakan tumor padat yang umum ditemukan pada usia 18-
34 tahun. Deteksi dini sangat penting. Jelaskan pemeriksaan testis sambil memeriksa
klien. Testis normal bersifat sensitif namun tidak nyeri. Testis biasanya berbentuk
telur dan berukuran 2-4 cm. perlahan palpasi testis dan epididimis diantara ibu jari
dan kedua jari pertama. Testis terasa mulus, seperti karet, dan bebas nodul.
Epididimis terasa kenyal. Perhatikan ukuran, bentuk dan konsistensi organ. Gejala
umum kanker testis adalah pembesaran satu testis tanpa nyeri dan adanya benjolan
keras, kecil terpalpasi sebesar kacang pada bagian depan atau sisi samping testis.
Pada lansia, testis mengecil dan kurang keras saat dipalpasi. Teruskan palpasi
vasdefens terpisah karena ia membentuk tali spermatik menuju cincin inguinalis, lihat
adanya nodul atau pembengkakan. Normalnya ia tampak mulus.
Pemeriksaan Genitalia sendiri pria:
Semua pria berusia 15 tahun keatas harus melakukan pemeriksaan ini tiap bulan.
Pemeriksaan genitalia:
1) Lakukan pemeriksaan setelah mandi air hangat saat kulit skrotum lebih tipis.
2) Berdirilah tanpa pakaian didepan cermin, pegang penis dengan tangan dan
perhatikan kepalanya. Tarik kulit depan jika anda tidak pernah disunat untuk
memperlihatkan glans.
3) Inspeksi dan palpasi seluruh kepala penis searah jarum jam, lihat adanya
benjolan, luka (benjolan dan luka dapat berwarna terang atau merah seperti
jerawat)
4) Lihat adanya kutil genetalia
5) Lihat pada lubang (meatus uretra) di ujung penis, adakah cairan ?
6) Lihat disepanjang batang penis untuk mencari tanda yang sama.
7) Pastikan untuk memisahkan rambut pubis pada dasar penis dan periksa dengan
cermat kulit dibawahnya.

Pemeriksaan testis sendiri:

1) Lihat adanya pembengkakan /benjolan pada kulit skrotum sambil melihat ke


cermin.
2) Gunakan kedua tangan, letakan jari telunjuk dan jari tengah di bawah testis dan
ibu jari diatas.
3) Perlahan, lakukan gerakan seperti menggulung pada testis. Rasakan adanya
benjolan, pembengkakan, luka, atau perubahan konsistensi(pengerasan)
4) Cari epididimis (struktur seperti tali pada puncak dan belakang testis; bukan
suatu benjolan)
5) Rasakan adanya benjolan kecil sebesar kacang didepan dan samping testis.
Benjolan biasanya tidak nyeri dan abnormal.
6) Hubungi penyelenggaraan kesehatan anda jika ada temuan abnormal.
e. Rektum dan Anus
Waktu terbaik untuk pemeriksaan ini adalah setelah pemeriksaan genetalia.
Biasanya anda tidak melakukannya pada anak atau remaja, pemeriksaan ini
mendeteksi kanker kolorektal pada stadium dini. Pada pria pemeriksaan ini juga
berguna untuk mendeteksi tumor prostat. Lakukan anamnesis yang komplit untuk
mendeteksi resiko klien akan penyakit usus, rektum, atau prostat.
Pemeriksaan rektum membuat klien tidak nyaman. Oleh karena itu, jelaskan
tujuan dan prosedur pemeriksaan agar klien merasa tenang. Setelah pemeriksaan
genetalia, klien wanita berada pada posisi berbaring dorsal atau pada posisi
menyamping(sims’). Cara pemeriksaan terbaik pada pria adalah dengan meminta
klien berdiri dan memiringkan tubuh ke depan sambil memfleksikan pinggang dan
tubuh atas bersandar pada meja pemeriksaan. Periksa klien nonambulatori pada posisi
sims’. Gunakan sarung tangan sekali pakai.

Inspeksi

Dengan tangan yang nondominan, perlahan tarik bokong untuk melihat area
prianal dan sakrokosigeal. Kulit perianal tampak mulus dan lebih gelap dan kasar
dibandingkan kulit bokong. Inspeksi jaringan anus untuk melihat karakteristik kulit, lesi,
hemoroid eksternal (dilatasi vena yang tampak sebagai penonjolan merah), ulkus, fisura,
dan fistula, inflamasi, ruam, tidak ekskoriasi. Jaringan anus tampak lembap dan tidak
berambutdan otot sfingter eksternal yang bersifat volunter membuat anus tetap tertutup.
Selanjutnya, minta klien mengedan. Setiap hemoroid internal atau fisura akan tampak pada
saat ini. Gunakan referens jam(misal : jam 3 atau jam 8) untuk menggambarkan lokasi
temuan. Normalnya, tidak ada protrusi jaringan.

Palpasi

Periksa saluran anus dan sfingter dengan palpasi jari, dan pada klien pria, palpasi
kelenjar prostat untuk menyingkirkan pembesaran. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan
oleh praktisi ahli. Teknik ini tidak akan didiskusikan disini.

CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

Tahapan Prosedur Ket Penilaian


0 1 2
A Tahap pra orientasi
1 Memeriksa catatan medis klien
2 Cuci tangan
3 Persiapan alat:
a. Handscoon
b. Penlight
c. Garpu talla
d. Reflek hammer
e. Stetoscope
f. Jam tangan
g. Tepung kopi/minyak kayu putih
h. Pena
i. metline
B Tahap orientasi
1 Beri salam, menyebut nama pasien sesuai dengan namanya.
2 Memperkenalkan diri, menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan
tindakan pada pasien, kontrak waktu .
3 Memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya
4 Jaga privasi klien
5 Mengatur posisi klien
6 Dekatkan alat
7 Pakai handscoon (k/p)
C Tahap kerja
PEMERIKSAAN FISIK KEPALA DAN LEHER
Pemeriksaan Kepala
1 Inspeksi:
- Bentuk kepala, kesimetrisan, pergerakan, dan ukuran kepala,
fontanela cekung/tidak
2 - Penyebaran rambut, bau, rontok, warna, hirsutisme
(pertumbuhan rambut melebihi normal) alopesia (botak).
3 Palpasi:
- nyeri tekan daerah kepala
a Pemeriksaan Mata
1 Inspeksi:
- kelengkapan dan kesimetrisan mata (termasuk gerakan bola
mata)
2 - adalah eksoftalmus (mata menonjol), atau enoftalmus (mata
tenggelam)
3 - kelopak mata/palpebra: adakah oedem, ptosis,peradangan, luka,
atau benjolan
4 - bulu mata: rontok atau tidak
5 - konjungtiva dan sklera: adakah perubahan warna, kemerahan,
kuning, atau pucat
6 - warna iris serta reaksi pupil terhadap cahaya, miosis/mengecil,
medriasis/melebar, pin point/kecil sekali. (normal: isokor = puil
sama besar)
7 - Kornea = warna
8 - Tes fungsi penglihatan dengan jari pemeriksa dalam jarak 3
meter, 2 meter, atau 1 meter.
b Pemeriksaan telinga
1 Inspeksi:
Amati bagian telinga luar: bentuk, ukuran, warna, lesi, adakah
peradangan, serumen, ada sekret.
2 Palpasi: Nyeri tekan
3 Tes pendengaran dengan rhinne/swabach
c Pemeriksaan hidung
1 Inspeksi:
- Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi (adakah
pembengkokan atau tidak)
2 - Amati meatus, adakah perdarahan, kotoran, pembengkakan
mukosa hidung, adakah pembesaran (polip)
3 Tes penciuman dengan bau kopi/minyak kayu putih atau yang
dikenal pasien
d Pemeriksaan mulut dan gigi
1 Inspeksi:
- Amati bibir, untuk mengetahui kelainan konginetal
( labioseisis, palatoseisis, atau labiopalatoseisis ), warna bibir
pucat, atau merah ,adakah lesi dan massa.
2 - Kesimetrisan:
- Minta pasien untuk senyum, amati ada bagian yang tertinggal /
tidak simetris
3 - Amati gigi ,gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran,
kelengkapan, gigi palsu, gingivitis,warna lidah, perdarahan dan
abses.
4 - Amati orofaring atau rongga mulut, bau mulut, uvula simetris
atau tidak
5 - Adakah pembesaran tonsil
6 - Perhatikan suara klien ada perubahan atau tidak
7 - Perhatikan adakah lendir dan benda asing atau tidak
e Pemeriksaan Wajah
1 Inspeksi:
Simetris/tidak, perhatikan ekspresi wajah klien, Warna dan kondisi
wajah klien, struktur wajah klien, sembab atau tidak, ada
kelumpuhan otot-otot fasialis atau tidak.
f Pemeriksaan leher
1 Inspeksi:
- Dengan leher simetris atau tidak, adakah peradangan ,jaringan
parut, perubahan warna, dan massa
2 Palpasi:
- Raba kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak, klien diminta
menelan, raba nadi karotis, raba kelenjar limfe dibawah
mandibula
PEMERIKSAAN EKSTREMITAS
a Ekstremitas Atas
1 Cek pergerakan tangan
2 Apakah ada nyeri tekan, massa, atau benjolan
3 Memeriksa tonus otot, kekuatan otot
4 Cek reflek vfisiologi seperti biceps dan triceps
b Ekstremitas bawah
1 Inspeksi: pergerakan kaki dan kekuatan otot
2 Palpasi: adakah nyeri tekan, massa, atau benjolan
3 Motorik: untuk mengamati besar dan bentuk otot, melakukan
pemeriksaan tonus, kekuatan otot, dan tes pergerakan
4 Reflek: memulai reflek fisiologi patela
5 Sensorik: apakah pasien dapat membedakan nyeri, sentuhan,
temperature, rasa, gerak, dan tekanan
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG DAN PARU
a Pemeriksaan dada anterior
1 Atur posisi supinasi
2 Meminta pasien untuk membuka baju bagian atas
3 Inspeksi:
- Amati warna kulit, amati ada tidaknya jejas atau bekas luka
4 - Amati bentuk dada (normal atau deformitas)
5 - Amati kesimetrisan dada kanan dan dada kiriserta diameter
anterior posterior
6 - Amati pergerakan dinding dada kanan dan kiri (simetris atau
ada ketinggalan gerak)
7 - Amati penggunaan otot bantu pernapasan (intercostal,
sternocleidomastoideus, supra- clavicular)
8 - Amati pola pernapasan (irama, kedalaman, dan frekuensi
dalam satu menit)
9 - Amati pulsasi ictus cordis (denyut apeks jantung) di ICS IV, V
midclavicularis sinistra menuju medial 2 cm
10 - Amati denyutan nadi di ICS II dextra dan ICS II sinistra
11 Palpasi:
- Ada tidaknya nyeri tekan atau massa
12 - Palpasi kesimterisan ekspansi dinding dada kanan dan kiri
Prosedur:
 Ibu jari diletakkan sepanjang setiap margin costa
dibawah prosesus xifoid, sementara tangan terletak
sepanjang sangkar iga lateral,
 pasien diminta napas dalam,
 pemeriksa mengamati gerakan ibu jari selama inspirasi dan
ekspirasi)
13 - Palpasi taktil fremitus
Prosedur:
 membandingkan fremitus suara kanan dan kiri dengan
meletakkan kedua tangan di dada,
 kemudian pasien diminta mengucapkan sembilan puluh
sembilan, tujuh puluh tujuh,
 rasakan getaran yang menjalar di tangan.
 Lakukan dengan menukar tangan kanan dan kiri di se- tiap
area pemeriksaan taktil fremitus
14 - Palpasi ictus cordis di ICS IV, V midclavicularis sinistra menuju
medial 2 cm
15 - Pemeriksaan getaran / thrill yang menunjukkan kelainan katup
Pemeriksaan pada:
 Katup mitral (midclavicula sinistra ICS V)
 Katup trikuspidalis (garis parasternal sinistra ICS IV)
 Katup aorta (ICS II dextra)
 Katup pulmonalis (ICS II Sinistra)
16 Perkusi:
- Lakukan perkusi secara sistematis dari atas ke bawah
membandingkan kanan dan kiri pada tiap-tiap ketinggian. (Suara
Paru Sonor)
17 - Perkusi Dinding Dada Untuk Melihat Batas Paru
18 - Lakukan perkusi dada kiri untuk mengetahui batas paru- jantung
dari supraklavikula ke bawah. Dengarkan peruba- han suara dari
sonor ke redup di sebelah kiri sternum antara ICS 3-5 adalah
jantung
19 - Lakukan perkusi dada kiri untuk mengetahui batas paru-lambung
dari supraklavikula ke bawah. Dengarkan perubahan suara dari
sonor ke timpani di axila anterior sinistra ICS VII
20 - Lakukan perkusi dada kanan untuk mengetahui batas paru-
hepar dari supraklavikula ke bawah. Dengarkan perubahan
suara dari sonor ke redup ICS V sampai margin costa kanan
pada garis midclavicula
21 - Perkusi Dinding Dada untuk Melihat Batas Jantung
Prosedur:
 Perkusi dari arah lateral ke medial di dada kanan ke- mudian
kiri, perhatikan perubahan bunyi ketukan, jika resonan/sonor
berarti bagian yang diperkusi adalah area paru, apabila bunyi
yang terdengar adalah redup berarti area jantung
 Batas jantung kanan atas di garis parasternalis dextra ICS II
 Batas jantung kanan bawah di garis parasternalis dextra ICS
IV
 Batas jantung kiri atas di garis parasternalis sinistra ICS II
 Batas jantung kiri bawah di garis midclavicularis sinistra
ICS V
22 Auskultasi:
- Auskultasi suara paru dengan urutan yang benar, dengarkan pada
saat inspirasi dan ekspirasi. Minta pasien untuk tarik napas
kemudian hembuskan. Dengarkan pada saat inspirasi dan
ekspirasi. Dengarkan suara paru normal atau tambahan.
23 - Auskultasi suara jantung:
 Bunyi jantung I (S1)
 ICS III Sinistra (katup mitralis)
 ICS IV (katup trikuspidalis)
 Bunyi Jantung II (S2)
 Garis parasternalis ICS II dextra (katup aorta)
 Garis parasternalis ICS II sinistra (katup arteri
pulmonalis)
b Pemeriksaan Dada Posterior
1 Atur posisi pasien duduk, kemudian minta pasien untuk
menyilangkan kedua lengannya di depan dada, kedua lengan
tersebut diletakkan pada sisi yang berseberangan.
2 Inspeksi:
- Amati warna kulit dan ada tidaknya jejas/luka
3 - Amati kesimetrisan dada kanan dan dada kiri serta diameter
anterior posterior
4 - Amati pergerakan dinding dada kanan dan kiri (sime- tris atau
ada ketinggalan gerak)
5 Palpasi:
- Palpasi seluruh area dada (nyeri tekan dan massa)
- Palpasi kesimetrisan ekspansi dinding dada kiri dan kanan
Prosedur:
 Ibu jari kedua lengan diletakkan di sekitar ketinggian iga ke-
10 dengan jari-jari tangan yang memgang secara longgar
dinding dada sebelah lateral.
 Pasien diminta napas dalam
 Amati gerakan ibu jari selama inspirasi dan ekspirasi (jarak
antara kedua ibu jari saling menjauh saat inspi rasi dan
rasakan luasnya serta kesimetrisannya)
6 - Palpasi taktil fremitus:
Prosedur:
 Membandingkan fremitus suara kanan dan kiri dengan
meletakkan kedua tangan di dada.
 Minta pasien mengucapkan “sembilan puluh sembilan, tujuh
puluh tujuh”
 Rasakan getaran yang menjalar di tangan
 Lakukan dengan menukar tangan kanan dan kiri di setiaparea
pemeriksaan taktil fremitus
7 Perkusi:
- Lakukan perkusi secara sistematis dari atas ke bawah
membandingkan kanan dan kiri pada tiap-tiap ketinggian. (Suara
Paru Sonor)
8 - Lakukan perkusi dada kanan dan kiri untuk melihat letak
diafragma:
 Lakukan perkusi dibagian tengah hemitoraks agak lateral
 Dengarkan perubahan dari sonor ke struktur yang lebih redup
dibawah diafragma.
9 Auskultasi:
- Auskultasi suara paru dengan urutan yang benar, dengarkan pada
saat inspirasi dan ekspirasi. Minta pasien untuk tarik napas
kemudian hembuskan. Dengarkan pada saat inspirasi dan
ekspirasi. Dengarkan suara paru normal atau tambahan.
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
1 Inspeksi:
- Perhatikan permukaan (countour) abdomen termasuk daerah
inguinal dan femoral
2 - Amati keadaan kulit
3 - Amati daerah umbillikus
4 - Amati kesimetrisan dinding abdomen
5 - Amati pergerakan dinding abdomen
6 - Amati pulsasi aorta
7 Auskultasi:
- Auskultasi peristaltik usus
Prosedur:
 Hangatkan stetoskop bagian diafragma dengan menggosokkan
di telapak tangan
 Tanyakan terakhir makan
 Letakkan stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area
kuadran perut secara sistematis dan dengarkan suara
peristaltik usus. Auskultasi dimulai dari kuadran kanan bawah
 Catat karakteristik suara peristaltik usus dan frekuensi dalam
1 menit
8 - Auskultasi bising pembuluh darah (bruits):
 Letakkan stetoskop bagian bell pada area aorta
 Dengarkan bising pembuluh darah
9 Perkusi
- Perkusi 4 kuadran dari abdomen. Dengarkan hasil perkusi
10 - Perkusi hepar:
 Mulai perkusi pada daerah setinggi umbilikus, kemudian ke
atas sepanjang mid clavicula line (MDL)
 Dengarkan suara pertama akan terdengar tympani. Bila
suara berubah menjadi dullness, suara tersebut merupakan
batas bawah hepar. Beri tanda titik dengan pena
 Perkusi ke arah bawah dari intercostals ke-4 sepanjang garis
MCL kanan (ICS). Dengarkan suara pertama akan terdengar
resonan (area paru-paru).
 Lanjutkan perkusi hingga terdengar dullness, suara tersebut
merupakan batas atas hepar. Beri tanda titik dengan pena.
 Perkusi kebawah sampai ada perubahan suara perkusi
11 - Perkusi lien:
 Perkusi dari samping kiri abdomen posterior ke garis
midaxilaris. Jika terdengar suara dullness pada bagian left
anterior axillary line mengindikasikan adanya pembesaran
lien.
 Perkusi juga dapat dilakukan pada daerah intercosta
terbawah di garis axilaris anterior kiri
 Minta klien inspirasi panjang dan lakukan perkusi lagi, jika
nor- mal suara tetap timpani, apabila suara menjadi dullness
saat inspirasi berarti ada pembesaran lien.
12 - Perkusi untuk mendeteksi ascites:
 Atur posisi klien supinasi
 Perkusi dari midline abdomen ke arah lateral. Berikan tanda
jika ada perubahan suara dari timpani menjadi
dullness/redup.
 Atur posisi klien miring kanan atau kiri
 Lakukan perkusi dari bagian atas ke bawah. Berikan tanda
jika ada perubahan suara dari timpani menjadi
dullness/redup
 Letakkan telapak tangan tepat berada di tengah abdomen
(un- tuk mencegah getaran melalui dinding abdomen) dan
telapak tangan lainnya pada kedua sisi abdomen.
 Gerakkan tangan pada dinding abdomen. Rasakan adanya
gelombang cairan pada telapak tangan pada sisi yang
berlawanan.
13 - Perkusi ginjal:
 Atur posisi klien duduk
 Letakkan telapak tangan kiri di atas sudut costovertebral (tu-
lang costa menempel pada spinal column. Perkusi dengan
tangan kanan yang mengepal. Lakukan kanan dan kiri.
14 Palpasi
- Palpasi Hepar:
 Letakkan telapak tangan kiri dibawah costa ke-11 dan 12,
tekan ke depan serta keatas dengan jari-jari sedikit menekuk
 Anjurkan klien untuk rileks
 Tekankan tangan kiri kedepan sehingga hati akan mudah
teraba dari depan
 Letakkan tangan kanan pada abdomen ataudibawah batas
bawah hepar kemudian tekan kedalam dan keatas sepanjang
batas lengkung costa
 Minta klien napas dalam, saat akhir inspirasi, tekan jemari
tangan kanan kearah costa, kemudian raba tepi hepar. Catat
adanya nyeri, permukaan hepar halus atau berbenjol.
- Palpasi lien:
 Letakkan telapak tangan kiri dibawah costa terakhir sebelah
kiri
 Minta klien untuk napas dalam
 Saat akhir inspirasi, tekan jemari tangan kanan kearah costa
terakhir sebelah kiri secara ringan
 Tentukan adanya pembesaran lien, konsistensi, dan adanya
nyeri
- Palpasi ginjal:
 Letakkan tangan kiri di bawah sela iga 12 dan ujung jari
tepat di sudut kostovertebra kanan
 Letakkan tangan kanan sedikit dibawah lengkung costa
kanan
 Anjurkan klien untuk nafas dalam. Pada saat akhir inspirasi,
tangan kanan menekan kebawah sementara tangan kiri
mendorong ke atas. Raba ginjal kanan anatara dua tangan
 Lakukan palpasi ginjal kiri
- Palpasi Vesika Urinaria:
 Lakukan palpasi dibawah umbilikus kearah bawah
mendekati simfisis
 Palpasi adanya distensi kandung vesika urinaria
- Palpasi Pulsasi Aorta:
 Palpasi dengan jemari daerah sebelah kiri midline/garis
tengah abdomen bawah prosesus xiphoideus
 Tekan agak kuat dan dalam. Rasakan pulsasi aorta
PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA
Pasien Wanita:
1 Posisikan pasien litotomi
2 Inspeksi:
- Amati kulit dan area pubis, perhatikan adanya lesi, eritema,
fisura, leukoplakia, dan ekskorasi
3 - Amati rambut pubis, perhatikan distribusi dan jumlahnya, dan
bandingkan sesuai usia perkembangan pasien
4 - Amati bagian dalam labia mayora, labia mi- nora, klitoris, dan
meatus uretra. Perhatikan setiap ada pembengkakan, ulkus, rabas
atau nodular
5 Palpasi:
- Memeriksa Kelenjar Skene untuk melihat adanya keputihan dan
nyeri. Dengan telapak tangan menghadap ke atas, masukkan jari
telunjuk ke dalam vagina lalu dengan lem- but mendorong ke
atas mengenai uretra dan menekan kelenjar pada kedua sisi
kemudian langsung ke uretra
6 - Memeriksa Kelenjar Bartholin untuk melihat apakah ada cairan
dan nyeri. Masukkan Jari telunjuk ke dalam vagina di sisi bawah
mu- lut vagina dan meraba dasar masing-masing labia majora.
Dengan menggunakan jari dan ibu jari, mempalpasi setiap sisi
untuk mencari apakah ada benjolan atau nyeri
7 - Amati ukuran, laserisasi, erosi, nodular, massa, rabas, dan warna
serviks. Normalnya bentuk serviks melingkar atau oval pada
nulipara. Siapkan speculum dengan ukuran dan bentuk yang
sesuai
8 - Palpasi serviks dengan dua jari anda dan per- hatikan posisi,
ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan.
Normalnya serviks dapat digerakkan tanpa terasa nyeri
9 - Palpasi uterus dengan cara jari-jari tangan yang ada dalam
vagina menghadap ke atas. Tangan yang ada diluar letakkan di
abdomen dan tekankan ke bawah. Palpasi uterus untuk
mengetahui ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitasnya
10 - Palpasi ovarium dengan cara menggeser dua jari yang ada dalam
vagina ke formiks lateral kanan. Tangan yang ada di abdomen
tekankan ke bawah ke arah kuadran kanan bawah. Pal- pasi
ovarium kanan untuk mengetahui ukuran, mobilitas, bentuk,
konsistensi, dan nyeri tekan (normalnya tidak teraba) ulangi
untuk ovari- um sebelahnya
Pasien Pria
1 Memposisikan pasien tidur terlentang
2 Inspeksi:
- Pertama-tama inspeksi rambut pubis, per- hatikan penyebaran
dan pola pertumbuhan rambut pubis. Catat bila rambut pubis
tumbuh sedikit atau tidak sama sekali
3 - Inspeksi kulit, ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak
pada penis
4 - Lubang uretra normalnya terletak di tengah kepala penis. Pada
beberapa kelainan lubang uretra ada yang terletak di bawah
batang pe- nis (hipospadia ) dan ada yang terletak di atas batang
penis ( epispadia )
5 - Inspeksi skrotum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan,
bengkak, ulkus, ekskoriasi (goresan), atau nodular. Angkat
skrotum dan amati area di belakang skrotum
6 Palpasi:
- Lakukan palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
benjolan, dan kemungkinan adanya cairan kental yang keluar.
7 - Palpasi skrotum dan testis dengan menggu- nakan jempol dan
tiga jari pertama. Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran,
konstitensi, bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba
elastis,licin, tidak ada benjolan atau massa, dan berukuran sekitar
2-4 cm
8 - Palpasi epididimis yang memanjang dari puncak testis ke
belakang. Normalnya epididimis teraba lunak
9 - Palpasi saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran
sperma biasanya ditemukan pada puncak bagian lateral skrotum
dan tera- ba lebih keras daripada epidedimis
10 Merapikan klien
11 Mengatur dan membersihkan alat-alat
D Tahap terminasi
1 Kaji respon pasien
2 Kontak waktu pertemuan selanjutnya
3 Cuci tangan
4 Dokumentasi
Total
TOPIK II

PRINSIP PEMBERIAN OBAT KEPADA KLIEN

Perawat bertanggungjawab terhadap keamanan pasien dalam pemberian terapi, oleh karena
itu dalam memberikan obat, seorang perawat harus melakukan tujuh hal yang benar : klien yang
benar, obat yang benar, dosis yang benar, waktu yang benar, rute yang benar, dan dokumentasi
yang benar serta informasi yang benar.
A. Benar Pasien
Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien dan meminta
klien menyebutkan namanya sendiri. Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa
(papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau
keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat
dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat
gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasiyang lain seperti menanyakan
langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.Jadi
terkait dengan klien yang benar, memiliki implikasi keperawatan diantaranya mencakup
memastikan klien dengan memeriksa gelang identifikasi dan membedakan dua klien dengan
nama yang sama.

Pemberian Obat pada pasien

B. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang
kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi
apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Untuk menghindari
kesalahan, sebelum memberi obat kepada pasien, label obat harus dibaca tiga kali : (1) pada
saat melihat botol atau kemasan obat, (2) sebelum menuang/ mengisap obat dan (3) setelah
menuang/mengisap obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus
dikembalikan ke bagian farmasi. Perawat harus ingat bahwa obat-obat tertentu mempunyai
nama yang bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip, misalnya digoksin dan digitoksin,
quinidin dan quinine, Demerol dan dikumarol, dst. Bagaimana implikasi keperawatannya?
Dapatkah saudara menyebutkannya? Benar, implikasi keperawatannya adalah pertama,
periksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah. Jika perintah tidak lengkap atau tidak
sah, beritahu perawat atau dokter yang bertangung jawab. Kedua, ketahui alasan mengapa
pasien mendapat terapi tersebut dan terakhir lihat label minimal 3 kali.

Obat

C. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker, sebelum dilanjutkan ke
pasien.Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus mempunyai dasar pengetahuan
mengenai rasio dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa
oleh perawat lain. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi.
Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul
atau tabletnya. Misalnya dapat dilihat pada gambar dibawah, Diazepam Tablet, dosisnya
berapa? Ini penting !! karena 1 tablet amplodipin dosisnya ada 5 mg, ada juga 10 mg. Jadi
anda harus tetap hati tetap hati-hati dan teliti! Implikasi dalam keperawatan adalah perawat
harus menghitung dosis dengan benar.

Obat amilodipin 5 dan 10 mg

D. Benar Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat
diberikan melalui oral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1. Oral
Pemberian obat peroral

adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis,
paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual
atau bukal) seperti tablet ISDN. Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung
dan menyebabkan muntah (misalnya garam besi dan salisilat). Untuk mencegah hal ini,
obat dipersiapkan dalam bentuk kapsul yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di
lambung, tetapi menjadi hancur pada suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan
obat jenis ini, bungkus kapsul tidak boleh dibuka, obat tidak boleh dikunyah dan pasien
diberitahu untuk tidak minum antasida atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah
minum obat.
2. Parenteral

Rute pemberian obat parenteral

Kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi
parenteral berarti diluar usus atau tidak melalui saluran cerna. Obat dapat diberikan
melalui intracutan, subcutan, intramusculer dan intravena. Perawat harus memberikan
perhatian pendekatan khusus pada anak-anak yang akan mendapat terapi injeksi
dikarenakan adanya rasa takut.
3. Topikal
yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep,
losion, krim, spray, tetes mata.

Rute pemberian obat topikal


4. Rektal
Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair
pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti
konstipasi (dulcolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar/kejang (stesolid
supp). Pemberian obat melalui rektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan
pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam
bentuk supositoria.
5. Inhalasi

Rute pemberian obat inhalasi

Yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk
absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal
pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau
dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
Implikasi dalam keperawatan termasuk:
a. Nilai kemampuan klien untuk menelan obat sebelum memberikan obat-obat per
oral.
b. Pergunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat. Teknik steril dibutuhkan
dalam rute parenteral.
c. Berikan obat-obat pada tempat yang sesuai.
d. Tetaplah bersama klien sampai obat oral telah ditelan.
E. Benar Waktu
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis
obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d (dua kali sehari), t.i.d
(tiga kali sehari), q.i.d (empat kali sehari), atau q6h (setiap 6 jam), sehingga kadar obat dalam
plasma dapat dipertahankan. Jika obat mempunyai waktu paruh (t ½) yang panjang, maka obat
diberikan sekali sehari. Obat-obat dengan waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari
pada selang waktu yang tertentu. Beberapa obat diberikan sebelum makan dan yang lainnya
diberikan pada saat makan atau bersama makanan (Kee and Hayes, 1996). Jika obat harus
diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberikan satu jam
sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama
susu/produk susu karena kandungan kalsium dalam susu/produk susu dapat membentuk
senyawa kompleks dengan molekul obat sebelum obat tersebut diserap. Ada obat yang harus
diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya
asam mefenamat.
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan, karena
berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat
1. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
2. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari. Misalnya seperti dua
kali sehari, tiga kali sehari, empat kali sehari dan 6 kali sehari sehingga kadar obat
dalam plasma tubuh dapat diperkirakan
3. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ). Obat yang mempunyai
waktu paruh panjang diberikan sekali sehari dan untuk obat yang memiliki waktu
paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu tertentu
4. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan atau
bersama makanan
5. Memberikanobat-obat seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi mukosa
lambung sehingga diberikan bersama-sama dengan makanan
6. Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan
untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang merupakan kontraindikasi
pemeriksaan obat
Implikasi dalam keperawatan mencakup:
1. Berikan obat pada saat yang khusus. Obat-obat dapat diberikan ½ jam sebelum atau
sesudah waktu yang tertulis dalam resep.
2. Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan seperti captopril, diberikan
sebelum makan
3. Berikan obat-obat, seperti kalium dan aspirin, yang dapat mengiritasi mukosa
lambung, diberikan bersama-sama dengan makanan.
4. Tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan untuk
pemeriksaan diagnostik, seperti endoskopi, tes darah puasa, yang merupakan
kontraindikasi pemberian obat.
5. Periksa tanggal kadaluarsa. Jika telah melewati tanggalnya, buang atau kembalikan ke
apotik (tergantung peraturan).
6. Antibiotika harus diberikan dalam selang waktu yang sama sepanjang 24 jam
(misalnya setiap 8 jam bila di resep tertulis t.i.d) untuk menjaga kadar terapeutik
dalam darah.
F. Benar Dokumentasi
Sebagai suatu informasi yang tertulis, dokumentasi keperawatan merupakan media
komunikasi yang efektif antar profesi dalam suatu tim pelayanan kesehatan pasien. Disamping
itu dokumentasi keperawatan bertujuan untuk perencanaan perawatan pasien sebagai indikator
kualitas pelayanan kesehatan, sumber data untuk penelitian bagi pengembangan ilmu
keperawatan, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggunggugatan pelaksanaan
asuhan. Dokumentasi merupakan suatu metode untuk mengkomunikasikan suatu informasi
yang berhubungan dengan manajemen pemeliharaan kesehatan, termasuk pemberian obat-
obatan. Dokumentasi merupakan tulisan dan pencatatan suatu kegiatan/aktivitas tertentu
secara sah/legal. Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan penulisan dan pencatatan
yang dilakukan oleh perawat tentang informasi kesehatan klien termasuk data pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan (Carpenito, 1998)
Dalam hal terapi,setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu
dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya atau obat itu tidak
dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
G. Benar Pendidikan Kesehatan Perihal Medikasi Klien
Pasien harus mendapatkan informasi yang benar tentang obat yang akan diberikan
sehingga tidak ada lagi kesalahan dalam pemberian obat. Perawat mempunyai tanggungjawab
dalam melakukan pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga dan masyarakat luas terutama
yang berkaitan dengan obat seperti manfaat obat secara umum, penggunaan obat yang baik
dan benar, alasan terapi obat dan kesehatan yang menyeluruh, hasil yang diharapkan setelah
pembeian obat, efek samping dan reaksi yang merugikan dari obat, interaksi obat dengan obat
dan obat dengan makanan, perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari selama sakit, dsb.

TOPIK III
MENGHITUNG DOSIS OBAT

A. PENGANTAR

Obat sering digunakan untuk mengatasi penyakit. Perawat memegang peran penting
dalam keamanan pasien . Untuk memberikan obat secara aman, perawat harus mengetahui
bagaimana cara menghitung dosis obat secara akurat. Terdapat banyak rumus yang
digunakan untuk menghitung dosis obat.

B. RUMUS MENGHITUNG DOSIS OBAT


1. Rumus dasar
Rumus dasar mudah untuk diingat dan lebih sering dipakai dalam penghitungan dosis
obat adalah
V=A

Dimana :
D: adalah dosis yang diinginkan atau dosis yang diperintahkan dokter

H: adalah dosis ditangan : dosis obat pada label tempat obat (botol atau vial)

V: adalah bentuk : bentuk obat yang tersedia (tablet, kapsul, cair)

A: adalah jumlah hasil hitungan yang diberikan kepada pasien

Contoh 1 :
Perintah : Ampicillin 0,5 g peroral 2 kali sehari. Obat yang tersedia ampicilln 250
mg/capsul.
Jawab
Langkah 1 : Konversi g menjadi mg 5 g = 500 mg

Langkah 2 :

x V=A 500/ 250 X 1 capsul = 500/250 = 2 Jadi pasien mendapat 2 caps


2. Rasio dan Proporsi
Metode rasio dan proporsi
DiketahuiDiinginkan H : V=D : x

D: adalah dosis yang diinginkan atau dosis yang diperintahkan dokter


H: adalah dosis ditangan : dosis obat pada label tempat obat (botol atau vial)
V: adalah bentuk : bentuk obat yang tersedia (tablet, kapsul, cair)
X: adalah jumlah hasil hitungan yang diberikan kepada pasien

Contoh 2:
Soal : Perintah ampicillin 4 x 100 mg, tersedia ampicillin 250 mg/5 mL

Jawaban
Konversi tidak diperlukan karena keduanya dinyatakan dalam unit pengkuran yang sama.
H : V = D : x
250 mg : 5mL = 100 mg : x
mL 250 x = 500
X = 2 mL

Setelah mempelajari uraian materi di atas, untuk memperjelas pemahaman, Anda diharapkan
melakukan latihan –latihan berikut

Latihan 1
1) Perintah Cimetidin 0,4 g, peroral, 4 x 1. Tersedia 400 mg.
2) Perintah : Dexametazone 1 mg peroral. Tersedia dexamatazone 0,5 mg tablet.
3) Perintah: Fenobarbital gr ½, peroral 3 kali 1. Tersedia Fenobarbital 15 mg tablet.

Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk menjawab soal-soal latihan diatas, anda dapat mempelajari kembali materi yang dibahas
diatas.

3. Berat Badan (BB)


Metode berat Badan dalam penghitungan memberikan hasil yang individual dalam
dosis obat dan tediri dari 3 langkah
a. Konversi jika perlu ( 1 kg : 2,2 lb)
b. Tentukan dosis obat per BB dengan mengalikan
Dosis obat X BB = dosis klien perhari
c. Ikuti rumus dasar atau metode rasio dan proporsi untuk menghitung dosis obat

Contoh 3
Soal 1 : Perintah Flourroasil 12 mg/kg/hari intra vena, tidak melebihi 800 mg/hari. Berat
pasien 132 lb
a. Konversi pound menjadi kg ( 1 kg=2,2
pound) 132 : 2,2 = 60 kg
b. mg X kg = dosis
klien 12 X 60 + 720
mg

Jawab : Flourroasil 12 mg/kg /hari = 720 mg

Soal 2 : Perintah cefaclor 20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga. BB anak 31 lb. Label obat
Cefaclor 125 mg/5 mL.
Jawab
a. Konversi pound menjadi kg ( 1 kg=2,2
pound) 31 : 2,2 = 14 kg
b. 20 mg X 14 kg = 280 mg/hari
280 : 3 dosis = 93 mg/dosis

x V= 93/125 X 5 = 465 / 125 = 3,7 ml

Atau

H : V = D : X
125 MG : 5 mL = 93 mg : x
mL
125 x = 465
X= 465/125 = 3,7 ml

Setelah mempelajari uraian materi di atas, untuk memperjelas pemahaman, Anda


diharapkan melakukan latihan –latihan berikut .

Latihan 2

1) Feniton atau Dilantin 5 mg/kg/hr, dalam dosis terbagi 2. Berat badan pasien 55 lb.
2) Sulfizoksasol 50 mg/kg/hr dalam dosis terbagi 4. Berat badan anak 44 lb.
3) Albuterol 0,1 mg/kg/hr dalam dosis terbagi empat, Brat badan pasien 86 lb.
Petunjuk Jawaban Latihan

Untuk menjawab soal-soal latihan diatas, anda dapat mempelajari kembali materi yang
telah dibahas diatas.

4. Luas Permukaan Tubuh


Metode Luas Pemukaan Tubuh dianggap yang paling tepat dalam menghitung dosis
obat untuk bayi, anak-anak, orang lanjut usia dan klien yang menggunakan agen
antineoplasma atau mereka yang berat badannya rendah. Luas permukaan tubuh dalam m 2,
ditentukan oleh titik temu (perpotongan ) pada skala nomogram antara tinggi badan dan berat
badan seseorang. Untuk menghitung dosis obat dengan metode ini.

Gbr 1.1
Normogra
m

Contoh 4
Soal : Perintah pemberian mefenitoin 200 mg/m2. Peroral dalam dosis terbagi tiga. Tinggi
anak 100 cm dan beratnya 20 kg.
Jawab
a. 100 cm dan 20 kg perpotongan skala normogram pada 0,5 m2.
b. 200 mg X 0,5 = 100 mg/hr atau 33mg , 3 kali sehari.
5. Rumus menghitung dosis oral

a. Penghitungan tablet, Kapsul dan Cair


Ketika menghitung dosis oral, pilihlah salah satu metode penghitungan. Mengan rumus
Masih ingat dengan rumus dasar

x V=A atau Diketahui Diinginkan


H : V = D: x

Contoh 5
Perintah pasien mendapat terapi ampisilin 0.5 g. Tersedia 250 mg per 5 mL
Jawaban
a. Konversi gram menjadi miligram 0,5 g = 500 mg
b. x V=A 500/250 X 5 = 2500 / 250 = 10 mL

Atau
H : V = D : X
250 mg : 5 mL = 500 mg : x
mL
250 x = 2500
X= 10 mL

b. Persentasi larutan
Jika pasien tidak dapat makan makanan atau minum melalui mulut, maka mereka
mungkin menerima makanan melalui Naso gastrc Tube ( NGT). Makanan yang diberikan
melalui NGT biasanya berbentuk cairan dan biasanya diencerkan dengan cairan untuk
mencegah diare. Jika diminta untuk memberikan larutan dengan prosentase tertentu, maka
perawat menghitung jumlah larutan dan air yang diberikan.

Contoh 6
Seorang pasien mendapat Ensure, 250 mL dari larutan 30% 4 kali sehari. Hitung berapa
banyak Ensure dan air diperlukan untuk membuat 250 mL dari larutan 30% ?
Catatan : Larutan 30% berarti 30 dalam 100 bagian.
Jawab

a. x V=A 30/100 X 250 = 7500 / 100 = 75 mL Ensure


Atau

H : V = D : X
100 : 250 = 30 : x
100 x = 7500
X= 75 mL Ensure
Berapa banyak air yang ditambahkan ?
Jumlah Total - Jumlah makanan melalui NGT = Jumlah
Air 250 mL – 75 mL = 175 ml
Jawab = 75 mL Ensure dan 175 mL Air

c. Penghitungan obat anak-anak


Tujuan mempelajari bagaimana menghitung dosis anak adalah untuk memastikan bahwa
anak-anak mendapat dosis yang tepat dalam batas terapetik yang disetujui. Dua metode yang
dianggap aman dalam pemberian obat untuk anak-anak adalah metode berdasarkan berat
badan dan luas permukaan tubuh.

Contoh 7:
Perintah Cefaklor 50 mg 4 kali sehari. Berat anak 6,8 kg. Dosis obat anak-anak 20-40
mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiga. Tersedia Cefaklor 125 mg/5 mL. Apakah dosis yang
diresepkan aman ?
Jawab :

Parameter obat: 20 mg X 6,8 = 136 mg/hr


40 mg X 6,8 = 272 mg/hr
Perintah dosis 50 mg X 4 = 200 mg /hr ( Dosis dalam parameter aman)
x V=A 50/125 X 5 = 250 / 125 = 2 mL
Atau

H : V = D : X
125 mL : 5 mL = 50 mg : x mL
125 x = 250
X = 2 mL

Dosis Anak-anak per Luas Permukaan Tubuh


Untuk menghitung dosis anak-anak dengan luas permukaan tubuh diperlukan tinggi dan
berat badan anak.

Contoh 8
Perintah : Metrotreksat 50 mg setiap minggu. TB anak 54 inchi, BB 41 kg. Dosis obat
25-75 mg/m2/minggu. Tinggi dan berat anak berpotongan di 1.3 m2 (LPT). Apakah dosis yang
diberikan aman ?
Jawab
 Kalikan dosis minimum dan maximum dengan
LPT 25 mg X 1,3 m2 = 32,5 mg
75 m X 1,3 m2 = 97,5 mg
 Dosis didalam parameter berdasar LPT anak
Dosis anak-anak dari dosis Dewasa dihitung dengan rumus
LPT/ 1,73 m2 X dosis dewasa = Dosis anak-anak

Contoh 9
Perintah : Eritromicin 125 mg peroral 4 kali sehari
Tinggi badan anak 42 inchi dan berat badan 60 lb berpotongan pada 0,9 m2
Dosis dewasa 1000 mg/hari

Jawaban
0,9 m2 / 1,73 m2X 1000 = 900/1,73 = 520 mg/hari
520 mg : 4 kali sehar = 130 mg/dosis
Dosis berada dalam batas keamanan.

6. Menghitung Dosis Obat Injeksi


Jika obat – obatan tidak bisa diminum melalui mulut karena ketidakmampuan
untuk menelan atau menurunnya kesadaran, pengurangan aktivitas obat akibat pengaruh
asam lambung dan lain lain, maka pemberian obat parenteral dapat dipilih. Obat yang
digunakan dapat berasal dari bentuk cair yang telah tersedia, dan bubuk yang
direkonstituasi dalam vial dan ampul serta cartride yang telah terisi.

a. Preparat Injeksi
Vial biasanya berupa tempat obat kecil terbuat dari kaca dengan tutup karet yang
terekat erat. Beberapa vial terisi obat dalam dosis multiple dan jika disimpan dengan baik
dapat dipakai berkali-kali. Ampul adalah tempat obat yang terbuat dari gelas dengan
leher yang melekuk ke dalam dan merupakan tempat membuka ampul dengan jalan
memecahkannya. Ampul biasanya digunakan untuk sekali pakai. Label obat pada vial
atau ampul biasanya memberikan keterangan sebagai berikut : nama generik dan nama
dagang obat, dosis obat dalam berat (miligram, gram dan miliequivalen) dan jumlahnya
(mililiter), tanggal kadaluwarso dan petunjuk pemberian. Bila obat dalam bentuk bubuk ,
instruksi pencampuran dan equivalen dosisnya biasanya juga diberikan.

Gambar 1.2.

Obat dalam Vial dan Ampul


Spuit . Spuit terdiri silinder, pengisap dan ujung (tip) dimana jarum bertemu
dengan spuit. Spuit tersedia dalam berbagai type dan ukuran. Spuit 3 mL dikalibrasi
dalam sepersepuluh (0,1 mL). Jumlah cairan dalam spuit ditentukan oleh pangkal karet
hitam dari pengisap (bagian dalam dari pengisap) yang paling dekat dengan ujung. Ingat
bahwa mL dan cc dapat dipakai bergantian. Spuit 5 cc dikalibrasi dengan pertanda
0,2 mL. Sering untuk merekonstitusi obat yang berbentuk kering dengan aqua. Spuit
Tuberculin adalah tabung 1 mL yang ramping dengan pertanda dalam sepersepuluh
dan seperseratus.
Tabung ini dipakai jika jumlah cairan yang akan diberikan kurang dari 1 mL dan
untuk anak-anak serta dosis heparin. Spuit Insulin mempunyai kapasitas 1 mL tetapi
insulin diukur dalam unit dan dosis insulin tidak boleh dihitung dalam mililiter. Spuit
insulin dikalibrasi dengan petanda 2- U, dan 100 U setara dengan 1 mL. Spuit insulin
harus dipakai untuk pemberian insulin. Catridge dan spuit yang tlah diisi Obat.
Banyak obat-obat suntik yang telah diisi dan yang sekali pakai. Biasanya catridege
yang telah diisi memiliki kelebihan 0,1-0,2 mL larutan obat. Berdasarkan obat yang
akan diberikan, kelebihan larutan harus dibuang sebelum pemberian.
Jarum. Ukuran jarum terdiri dari 2 komponen, ukuran lubang dan panjang. Nomor
ukuran lubang yang sering dipakai adalah antara 18 sampai 26.

Tabel 1 .1

Ukuran dan Panjang Jarum

Type injeksi Ukuran lubang jarum Panjang jarum (inci)


Intra Cutan 25,26 3/8; ½; 5/8
SubCutan 23,25,26 3/8; ½; 5/8
Intra Musculer 19,20,21,22 1; 1 ½ ; 2
Sumber : Kee, Hayes,Mc Cuistion, 2009

1. Penghitungan injeksi Sub Cutan


Setelah memahami tentang perangkat yang digunakan untuk memberikan obat, kini
akan kita lanjutkan dengan menghitung dosisnya. Kita mulai dengan menghitung dosis
injeksi subcutan. Pada pembahasan dosis sub cutan, kita akan juga membahas tentang
dosis pemberian insulin, karena meskipun pemberiannya sama secara sub cutan, akan
tetapi insulin memiliki kharakteristik tersendiri, baik satuan obatnya maupun spuit yang
digunakan untuk memasukkan obat.
a. Penghitungan dosis injeksi sub cutan
Disini akan kita berikan contoh , beberapa kasus terkait kebutuhan terapi secara sub
cutan.
Contoh :
Perintah Heparin 250 U SC, Tersedia Heparin 1.000 U/mL dalam vial.
Rumus dasar :

x V= 250 X 1 mL = 25 = 0,25 mL
1.000 100
Metode Rasio dan Proporsi
H ; V = D ; X
10.000 : 1 mL = 25000 : x ml
X = 25 = 0,25 mL
100

b. Injeksi Insulin
Insulin diresepkan dan diukur dalam unit. Kini, kebanyakan insulin diproduksi
dalam konsentrasi 100 U/mL. Insulin diberikan dengan spuit insulin yang dikalibrasi
sesuai dengan 100-U insulin. Konsentrasi insulin juga tersedia dalam 40 U dan 500 U,
tapi jarang ditemukan. Botol dan spuit

Gambar 1.3
Contoh Obat Insulin

2. Penghitungan Dosis Injeksi Intra Muskuler (IM)


Otot mempunyai lebih banyak pembuluh darah daripada jaringan lemak, sehingga obat-
obatan yang diberikan secara intra muskuler lebih cepat diabsorbsi dari pada injeksi subkutan.
Volume larutan obat untuk injeksi IM adalah 0,5 sampai 3,0 mL. Volume larutan yang lebih
banyak dari 3 mL, menyebabkan perpindahan jaringan otot yang lebih banyak dan
kemungkinan terjadinya kerusakan jaringan.
Contoh 10.
1) Seorang pasien mendapat terapi oksasillin. Instruksi pada label obat terbaca:
“tambahkan 5,7 mL air steril.” Bubuk obat setara dengan 0,3 mL. Setiap 1,5 mL = 250
mg (larutan obat setara dengan 6 mL). Selesaikan soal dengan menggunakan 250 mg =
1,5 mL atau 1000 mg (1 g) = 6 mL.
a) =
b) H : V :: D : x
100 mg 6 mL :: 500 mg : x mL
0 :

Jawab: oksasilin (Prostaphlin) 500 mg = 3 mL

2) Kasus 2
Meperidin 35 mg = 0,7 mL, hidroksizin 25 mg= 0,5 mL meperidin
a)
b) H : V :: D : x
50 mg : 1 mL :: 35 mg : x
mL

Hidroksizin

a)
b) H : V :: D : x
100 mg : 2mL :: 25 mg : x
mL

Prosedur
1) Periksa dosis dan volume meperidin dalam cartridge yang telah terisi
2) Buang larutan yang telah berlebih dari cartridge yang telah diisi , 0,7 larutan harus
ditinggalkan.
3) Ambil 0,5 mL udara ke dalam cartridge dan suntikkan ke dalam vial
4) Ambil 0,5 Hidroxcsizin dari vial, masukkan ke dalam cartridege
5) Volume total untuk injeksi mepeidin dan hidroxzisin adalah 1,2 mL

7. Penghitungan Injeksi untuk anak


Kita akan lanjukan dengan perhitungan dosis untuk anak-anak.
Ketuga metode yang digunakan dalam perhitungan dosis oral untuk anak juga dipakai
dalam penghitungan dosis obat injeksi. Metode-metodenya adalah penghitungan berdasarkan
1) Berat badan ( kg), 2). Luas permukaan tubuh (LPT, m2), dan 3) dosis dewasa .
Contoh 11
a) Parameter tobramisin: 3 mg/kg/hari x 10 kg = 30 mg/hari dalam dosis terbagi tiga
Perintah obat: 10 mg x 3 (q 8h)= 30 mg/hari
Dosis berada di dalam parameter keamanan. 10 mg=1 mL/ dosis

b) Parameter sefamandol: 50 mg/kg/hari x 15 kg= 75 mg/hari


100 mg/kg/hari x 15 kg= 1500 mg/hari
Perintah obat: Sefamandol 250 mg x 4 dosis= 1000 mg/hari Dosis
berada di dalam parameter keamanan

Label obat menyatakan tambahan 3,0 mL pelarut, setara 3,5 mL


Konversi 1 g menjadi 1000 mg
Bagaimana pemahaman saudara tentang dosis bagi anak-anak ? Untuk mengetes sejauh mana
pemahaman saudara, kerjakan tugas dibawah ini

Latihan 3

Setelah mempelajari uraian materi di atas, untuk memperjelas pemahaman, Anda


diharapkan melakukan latihan –latihan berikut

Perintah obat: metroteksat 59 mg/minggu, IM Tinggi


dan berat badan berpotongan pada 1,38 m²
Parameter metotreksat: 25 mg/m²/minggu x 1,38 m²=34,5 mg/ minggu 75
mg/m²/minggu x 1,38 m²=103,5 mg/minggu, IM

Petunjuk Jawaban Latihan


Untuk menjawab soal-soal latihan diatas, anda dapat mempelajari kembali yang dibahas
diatas.

Ringkasan
Dosis merupakan salah satu aspek penting dalam pemberian obat. Perawat harus
memiliki kompetensi penghitungan dosis untuk mengurangi efek kelebihan atau kekurangan
obat. Dalam hal ini, perawat harus benar-benar teliti. Ada beberapa obat yang memiliki
kharakteristik tersendiri seperti insulin. Hal tersebut juga membutuhkan kompetensi
tersendiri, agar tujuan terapi dapat tercapai.
Secara umum ada dua cara untuk menghitung dosis orang dewasa, yaitu rumus dasar
dan rasio-proporsi, yaitu
Rumus dasar
x V=A

Dimana :
D = adalah dosis yang diinginkan atau dosis yang diperintahkan dokter
H = adalah dosis ditangan : dosis obat pada label tempat obat (botol atau
vial)
V = adalah bentuk : bentuk obat yang tersedia (tablet, kapsul, cair)
A = adalah jumlah hasil hitungan yang diberikan kepada pasien

2. Metode rasio dan proporsi

Diketahui Diinginkan
H : V = D:x

Dimana :
H adalah dosis ditangan : dosis obat pada label tempat obat (botol atau vial)
V adalah bentuk : bentuk obat yang tersedia (tablet, kapsul, cair)
D adalah dosis yang diinginkan atau dosis yang diperintahkan dokter
X adalah jumlah yang harus dihitung, yang akan diberikan kepada pasien

Sedangkan pada anak-anak ada 3 metode dalam penghitungan dosis injeksi. Metode-
metodenya adalah penghitungan berdasarkan 1) Berat badan ( kg), 2). Luas permukaan tubuh
(LPT, m2), dan 3) dosis dewasa .

Tes 1
Kerjakan soal berikut ini
1) Perintah: Karbidopa-levodopa (Sinemet) 12,5-125 mg, 2 kali
sehari Tersedia Sinemet 25-100, 25-250, 10-100 tablet
Tablet mana yang akan anda ilih dan berapa banyak akan anda berikan ?.
2) Perintah: Sefadroksil 500 mg 2 kali
sehari Tersedia:
Berapa banyak akan anda berikan
3) Perintah: siklofosfamid (cytoxan) 4 mg/kg/hari. Berat klien 176 lb.
Berapa banyak cytoxan yang harus diterima klien per hari?

4) Perintah: 300 ml larutan Ensure empat kali sehari.


Berapa banyak ensure dan air harus dicampur untuk mendapatkan 300 ml?

5) Perintah: Digoksin (lanoxin) 35µg/kg/dosis pembebanan


(µg=mcg) Berat anak 10 kg
Tersedia: lanoxin 50 µg/ml atau 0,05 mg/ml
Berapa mikrogram atau miligram yang harus diterima oleh
anak? Berapa mililiter (ml) harus diberikan untuk dosis
pembebanan?

6) Perintah : penisilin V (V-cilin K)


Tinggi anak adalah 36 inci; beratnya adalah 40 lb. LPT anak adalah
0,7 m² Dosis dewasa adalah 1000 mg/hari dalam dosis terbagi
empat.
TOPIK IV
PEMBERIAN OBAT SECARA ORAL, BUKAL, DAN SUB LINGUAL

A. PENGERTIAN
Cara pemberian obat yang paling lazim adalah melalui mulut. Obat-obatan oral
tersedia dalam berbagai jenis yaitu pil, tablet, bubuk, syrup dan kapsul. Selama pasien
mampu menelan dan mempertahankan obat dalam perut, pemberian obat peroral
menjadi pilihan. Kontra indikasi pemberian obat peroral adalah bila asien muntah,
perlunya tindakan suction , kesadaran menurun atau kesulitan menelan.

B. TUJUAN
Memberikan pengobatan kepada pasien dengan efek sistemis, lokal atau keduanya

C. PROSEDUR PEMBERIAN OBAT SECARA ORAL


1. Persiapan
a. Alat/bahan:
1) Kartu obat, kardex, atau formula pencatat
2) Baki/tray obat
3) Cangkir obat sekali pakai/gelas pengukur/sendok
4) Segelas air atau sari buah
5) Sedotan untuk minum
b. Pasien
1) Kaji apakah pasien alergi terhadap obat
2) Kaji terhadap setiap kontraindikasi untuk pemberian obat peroral
3) Apakah pasien mengalami kesulitan dalam menelan, mual atau muntah,
inflamasi usus atau penurunan peristaltik, operasi gastrointestinal terakhir,
penurunan atau tidak terdengar bising usus, dan suksion lambung.
4) Kaji pengetahuan dan keutuhan pembelajaran tentang pengobatan
5) Kaji tanda-tanda vital pasien
2. Langkah-Langkah Prosedur
a. Cek order pengobatan dan periksa keakuratan serta kelengkapan kartu obat,
bentuk, atau pint-out dengan pesanan tertulis dari dokter, perhatikan nama
pasien, nama dan dosis obat, cara dan waktu pemberian serta expire date.
Laporkan setiap ketidakjelasan pesanan.
b. Verifikasi kembali kemampuan pasien dalam pemberian obat secara oral
c. Siapkan peralatan atau kumpulkan peralatan yang disebut diatas.
d. Cuci tangan
e. Ambil obat yang diperlukan, perhatikan dengan saksama
f. Hitung dosis secara akurat
g. Recek kembali obat dengan order
Pemberian obat secara oral

 Obat Tablet/Kapsul
 Untuk memberikan tablet atau kapsul dari botol, tuangkan jumlah yang dibutuhkan
kedalam tutup botol dan dipindahkan ke cangkir obat. Jangan sentuh obat dengan
tangan anda. Tablet atau kapsul yang tersisa dapat dituang kembali ke dalam botol.
 Untuk menyiapkan dosis unit tablet atau kapsul, letakkan kapsul atau tablet yang
telah dikemas ke dalam cangkir obat. Jangan lepaskan pembukusnya.
 Semua tablet atau kapsul yang akan diberikan pada pasien pada saat yang
bersamaan diletakkan dalam satu cangkir kecuali yang pemberiannya
membutuhkan pengkajian sebelumnya seperti tekanan darah dan frekuensi nadi
 Jika Pasien mempunyai kesulitan menelan, haluskan tablet sampai didapat bentuk
bubuk. Campur dalam makanan ringan
 Obat Cair/Liquid

Mengukur obat cair/suspensi

 Kocok obat secara perlahan sebelum dituangkan


 Tuangkan obat dengan cara buka penutupnya dan letakkan pada
posisi terbalik.
 Pegang botol dengan label di telapak tangan ketika menuangkan.
 Pegang cangkir obat setinggi mata dan isi sampai batas yang dinginkan.
Skala harus sama dengan cairan pada dasar miniskus.(lihat gambar
dibawah ini)
 Usap bibir botol sebelum menutup botol sehingga obat tidak lengket
atau merusak label
 Kembalikan obat kedalam almari atau lemari es
 Oral Narkotika
 Periksa catatan narkotik untuk mengetahui jumlah obat sebelumnya, keluarkan
jumlah obat yang dibutuhkan, catat informasi yang diperlukan pada formulir dan
tanda tangani formulir.
 Bandingkan kartu atau formulir obat dengan obat yang sedang disiapkan dan
wadah.
 Kembalikan wadah stok atau unit dosis obat yang tidak digunakan ke laci dan baca
label untuk ketiga kalinya.
 Letakkan obat, kartu, formulir,atau instruksi pemberian bersamaan diatas troy
 Jangan tinggalkan obat
 Untuk Semua Pengobatan
 Bawa obat ke pasien sesuai dengan waktu yang tepat.
 Jaga privasi pasien
 Indentifikasi pasien dengan cara membandingkan nama pada kartu, formulir, atau
instruksi tertulis dengan nama pada pita identifikasi/ gelang pasien. Minta pasien
untuk menyebutkan namanya.
 Jelaskan tujuan obat dan aksinya pada pasien.
 Bantu pasien untuk duduk atau posisi miring.
 Berikan obat dengan tepat:
 Bila tablet
Tawarkan pasien pilihan air atau sari buah dengan obat yang akan diminum.
pasien mungkin berkeinginan untuk memegang obat padat ditangan atau
cangkir obat sebelum meminumnya Beberapa klien ingin memegang obat
padat terlebih dahulu.

Pemberian obat peroral

 Sub lingual
Minta klien untuk menempatkan obat dibawah lidah ( lihat gambar dibawah ini )
dan biarkan larut sempurna. Ingatkan klien untuk tidak menelan tablet.

penempatan obat sublingual secara tepat

 Bukal
Minta klien menempatkan obat di membrane mukosa pipi sampai larut
sempurna. Hindari pemberian cairan sampai obat larut sempurna.
 Bubuk
Campur dengan cairan disisi tempat tidur dan berikan kepada klien untuk
diminum.

 Jika pasien tidak mampu memegang obat, letakkan dengan perlahan obat di
bibirnya dan dengan perlahan memasukan kedalam mulutnya.
 Jika tablet atau kapsul jatuh ke lantai, buang dan ulangi persiapan dari awal.
 Tetap bersama pasien sampai ia telah selesai menelan setiap obat yang didapatnya.
Jika merasa tidak pasti apakah obat telah ditelan, minta pasien untuk membuka
mulutnya.
 Cuci tangan .
 Catat setiap obat yang telah diberikan pada catatan obat.
 Kembalikan kartu formulir atau intruksi tertulis pemberian berikutnya.
 Buang peralatan yang telah digunakan, isi ulang stok (mis., cangkir dan sedotan),
dan bersihkan tempat kerja.
 Kembali dalam 30 menit untuk mengevaluasi respons pasien terhadap obat.

 Pemberian Obat Oral Pada Anak


 Pilih sarana yang tepat untuk mengukur dan memberikan obat pada bayi dan anak-
anak. (mangkuk plastic sekali pakai, pipet tetes, sendok, spuit plastic tanpa jarum,
atau spuit tuberkulin).
 Cairkan obat oral dengan sedikit air, Agar mudah ditelan. Jika menggunakan air
yang banyak, anak mungkin akan menolak untuk meminum seluruh obat yang
dibeikan dan meminum hanya sebagian.

Memberikan obat oral pada bayi

 Gerus obat yang berbentuk padat/tablet dan campurkan dengna zat lain yang dapat
mengubah rasa pahit, misalnya madu, pemanis buatan.
 Posisikan bayi setengah duduk dan berikan obat pelan-pelan, untuk mencegah
aspirasi.
 Jika menggunakan spuit, letakkan spuit sepanjang sisi lidah bayi, Posisi ini
mencegah gagging (reflex muntah) dan mengeluarkan kembali obat yang
diberikan.
 Dapatkan informasi yang bermanfaat dari orang tua anak mengenai bagiamana
memberiakn obat yang paling baik pada anak yang bersangkutan.
 Jika anak tidak kooperatif selama pemberian obat, lakukan langkah-langkah berikut.
o Letakan anak di atas pangkuan anda dengna tangan kanan di belakang tubuh
anda.
o Pegang erat tangan kiri anak dengan tangan kiri anda.
o Amankan kepala anak dengan lengan kiri dan tubuh anda.
 setelah obat diminum, ikuti dengna memberikan minum air atau minuman lain
yang dapat menghilangkan rasa obat yang tersisa.
 Lakukan higinene oral setelah anak-anak minum obat disertai pemanis
 Pemanis yang tersisa di mulut dapat menyebabkan anak berisiko tinggi mengalami
karies dentis.

Pertimbangan umum:
a. Jika pasien mulai batuk saat pemberian obat, hentikan dengan segera. Aspirasi obat
atau cairan dapat terjadi dengan mudah.
b. Pasien mungkin membutuhkan intruksi yang lengkap tentang bagaimana minum
obat yang diresepkannya dengan tepat, meliputi tujuan, dosis dan kapan obat itu
harus diminum ( sebelum atau sesudah makan)
c. Pada pasien lansia, libatkan keluarga saat memberikan penyuluhan.
d. Libatkan anggota keluarga dalam penyuluhan untuk berjaga-jaga jika pasien
menjadi terlalu sakit untuk memberikan obat sendiri.
e. Anak –anak tidak mampu menelan atau mengunyah obat harus diberikan hanya
preparat cair. Umumnya aman-aman saja untuk memberikan bentuk obat padat
pada anak berusia 5 tahun atau lebih
f. Obat oral paling mudah diberikan pada bayi dengan sendok, cangkir plastik atau
penetes, atau spuit plastik kecil.

CHECKLIST PEMBERIAN OBAT PERORAL

Tahapan Prosedur Ket Penilaian

0 1 2
A Tahap pra orientasi
1 Memeriksa catatan medis klien
2 Cuci tangan
3 Persiapan alat dan bahan:
- Cangkir obat
- obat
B Tahap orientasi
4 Beri salam, menyebut nama pasien sesuai dengan namanya.
5 Memperkenalkan diri, menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan
tindakan pada pasien, kontrak waktu .
6 Memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya
7 Jaga privasi klien
8 Mengatur posisi klien
C Tahap kerja
9 Ambil obat yang diperlukan perhatikan secara saksama
10 Hitung dosis secara akurat (*)
11a Menuangkan jumlah yang dibutuhkan kedalam tutup botol dan
dipindahkan ke cangkir obat (cair)
11 b Meletakkan kapsul atau tablet yang telah dikemas ke dalam cangkir
obat (tablet)
Menawarkan pasien pilihan air atau sari buah dengan obat yang
akan diminum *
Tetap bersama pasien sampai ia telah selesai menelan setiap obat
yang didapatnya
12 Rapikan pasien dan informasikan bahwa prosedur telah selesai
13 Rapikan alat
D Tahap terminasi
14 Kaji respon pasien
15 Kontak waktu pertemuan selanjutnya
16 Cuci tangan
17 Dokumentasi
Total

CHECKLIST PEMBERIAN OBAT SUB LINGUAL

Tahapan Prosedur Ket Penilaian

0 1 2
A Tahap pra orientasi
1 Memeriksa catatan medis klien
2 Cuci tangan
3 Persiapan alat dan bahan:
- Cangkir obat
- obat
B Tahap orientasi
4 Beri salam, menyebut nama pasien sesuai dengan namanya.
5 Memperkenalkan diri, menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan
tindakan pada pasien, kontrak waktu .
6 Memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya
7 Jaga privasi klien
8 Mengatur posisi klien
C Tahap kerja
9 Ambil obat yang diperlukan perhatikan secara saksama
10 Hitung dosis secara akurat (*)
11a Menuangkan jumlah yang dibutuhkan kedalam tutup botol dan
dipindahkan ke cangkir obat
11b Meletakkan kapsul atau tablet yang telah dikemas ke dalam cangkir
obat
12 Minta klien menempatkan obat di membrane mukosa pipi sampai
larut sempurna. Menghindari pemberian cairan sampai obat larut
sempurna
13 Tetap bersama pasien sampai ia telah selesai menelan setiap obat
yang didapatnya
14 Rapikan pasien dan informasikan bahwa prosedur telah selesai
15 Rapikan alat
D Tahap terminasi
16 Kaji respon pasien
17 Kontak waktu pertemuan selanjutnya
18 Cuci tangan
19 Dokumentasi
Total

CHECKLIST PEMBERIAN OBAT SECARA BUKAL

Tahapan Prosedur Ket Penilaian

0 1 2
A Tahap pra orientasi
1 Memeriksa catatan medis klien
2 Cuci tangan
3 Persiapan alat dan bahan:
- Cangkir obat
- obat
B Tahap orientasi
4 Beri salam, menyebut nama pasien sesuai dengan namanya.
5 Memperkenalkan diri, menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan
tindakan pada pasien, kontrak waktu .
6 Memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya
7 Jaga privasi klien
8 Mengatur posisi klien
C Tahap kerja
9 Ambil obat yang diperlukan perhatikan secara saksama
10 Hitung dosis secara akurat (*)
11 Meletakkan kapsul atau tablet yang telah dikemas ke dalam cangkir
obat
12 Minta klien untuk menempatkan obat dibawah lidah dan biarkan
larut sempurna*
13 Tetap bersama pasien sampai ia telah selesai menelan setiap obat
yang didapatnya
14 Rapikan pasien dan informasikan bahwa prosedur telah selesai
15 Rapikan alat
D Tahap terminasi
16 Kaji respon pasien
17 Kontak waktu pertemuan selanjutnya
18 Cuci tangan
19 Dokumentasi
Total
TOPIK V
PEMBERIAN OBAT TOPIKAL KULIT

Pemberian obat secara topikal adalah pemberian obat secara lokal dengan cara
mengoleskan obat pada permukaan kulit atau membran area mata, hidung, lubang
telinga, vagina dan rectum. Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topikal
pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau salep. Hal ini dilakukan dengan
tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit
yang terjadi (contoh : lotion).
Pemberian obat topikal pada kulit terbatas hanya pada obat-obat tertentu karena
tidak banyak obat yang dapat menembus kulit yang utuh. Keberhasilan pengobatan
topical pada kulit tergantung pada: umur, pemilihan agen topikal yang tepat, lokasi dan
luas tubuh yang terkena atau yang sakit, stadium penyakit, konsentrasi bahan aktif
dalam vehikulum, metode aplikasi, penentuan lama pemakaian obat, penetrasi obat
topical pada kulit.
1. Pengertian
Memberikan obat pada kulit dengan cara mengoleskan
2. Tujuan
Tujuan pemberian obat pada kulit adalah:
a. Untuk mempertahankan hidrasi
b. Melindungi permukaan kulit
c. Mengurangi iritasi kulit
d. Mengatasi infeksi
3. Prosedur Pemberian Obat Secara Topikal
a. Persiapan Alat
1) Obat/agen topikal yang dipesan, misalnya: krim, lotion, aerosol, sprai, atau
bubuk.

Agen topikal dalam bentuk krim tube


2) kartu atau formulir obat
3) Kasa kecil steril
4) Sarung tangan sekali pakai atau steril
5) Aplikator berujung kapas atau tong spatel
6) Baskom dengan air hangat, waslap, handuk dan sabun basah
7) Kasa balutan, penutup plastik, plester
b. Persiapan pasien
1) Kaji apakah pasien alergi terhadap obat
2) Kaji terhadap setiap kontraindikasi untuk pemberian obat
3) Kaji pengetahuan dan kenutuhan pembelajaran tentang pengobatan
4) Kaji tanda-tanda vital pasien
c. Langkah prosedur
a) Cuci tangan
b) Atur peralatan di samping tempat tidur pasien
c) Tutup gorden/pintu ruangan
d) Periksa identitas pasien dengan benar atau tanyakan nama pasien langsung
e) Posisikan pasien dengan nyaman. Lepaskan pakaian atau linen tempat tidur,
pertahankan area yang tak digunakan tertutup.
f) Inspeksi kondisi kulit pasien secara menyeluruh. Cuci area yang sakit,
lepaskan semua debris dan kulit yang mengeras (kerak) atau gunakan sabun
basah ringan.
g) Keringkan atau biarkan area kering oleh udara.
h) Bila kulit terlalu kering dan mengeras, gunakan agen topikal saat kulit
masih basah.
i) Kenakan sarung tangan bila ada indikasi.
j) Oleskan agen topikal seperti:
 Krim, Salep, dan Lotion Mengandung minyak
 Letakkan 1 sampai 2 sendok the obat di telapak dan lunakkan
dengan menggosokkan lembut diantara kedua tangan.
 Bila obat telah melunak dan lembut, usapkan merata diatas
permukaan kulit. Lakukan grakan memanjang searah pertumbuhan
bulu.
 Jelaskan pada pasien bahwa kulit dapat terasa berminyak setelah
pemberian obat.
 Salep Antiangina (Nitrogliserin)
 Letakkan salep diatas kertas pengukur sesuai dosis
Kenakan sarung tangan sekali pakai (disposable) bila
diperlukan. Oleskan salep pada permukaan kulit dengan
memegang tepi atau bagian belakang kertas pembungkus dan
menempatkan salep di atas kulit. Jangan menggosok atau masase
salep pada kulit.

Gambar 3: Pemberian Nitrogliserin

 Tutup salep dan lapisi dengan penutup plastik lalu plester


dengan aman.

 Sprei Aerosol
 Kocok wadah dengan keras
 Baca label untuk jarak yang dianjurkan untuk memegang sprai
menjauh area (biasanya 15 – 30 cm).
 Bila leher atau bagian atas dada harus disemprot, minta pasien untuk
memalingkan wajah dari arah sprai.
 Semprotkan obat dengan merata pada bagian yang sakit (pada
beberapa kasus penyemprotan ditetapkan waktunya selama beberapa
detik)
 Lotion Mengandung Suspensi
 Kocok wadah dengan kuat
 Oleskan sejumlah kecil lotion pada kasa balutan atau bantalan kecil
dan oleskan pada kulit dengan menekan merata searah pertumbuhan
bulu.
 Jelaskan pada pasien bahwa area akan terasa dingin dan kering.
 Bubuk
 Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh.
 Regangkan dengan baik bagian lipatan kulit seperti diantara ibu jari
atau bagian bawah lengan.
 Bubuhkan area kulit dengan obat bubuk halus tipis-tipis.
 Tutup area kulit dengan balutan sesuai program dokter.
 Bantu posisi pasien senyaman mungkin, kenakan kembali baju
pasien.
 Buang peralatan yang basah pada wadah yang disediakan dan cuci
tangan.

CHECKLIST PEMBERIAN OBAT TOPIKAL KULIT

Tahapan Prosedur Ket Penilaian

0 1 2
A Tahap pra orientasi
1 Memeriksa catatan medis klien
2 Cuci tangan
3 Persiapan alat dan bahan:
- Obat topikal sesuai yang dipesankan (krim, lotion, aerosol,
bubuk, spray)
- Kassa steril (sesuai kebutuhan)
- Handscoon
- Lidi kapas atau tongue spatel
- Kom dengan air hangat, waslap,handuk, sabun basah (sesuai
kebutuhan)
- Kassa balutan, penutup plastik dan plester(sesuai
kebutuhan)
- Pinset anatomis
- Perlak dan pengalas
- bengkok
B Tahap orientasi
4 Beri salam, menyebut nama pasien sesuai dengan namanya.
5 Memperkenalkan diri, menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan
tindakan pada pasien, kontrak waktu .
6 Memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya
7 Jaga privasi klien
8 Mengatur posisi klien
C Tahap kerja
9 Pakai handscoon
10 Pasang perlak dan pengalas dibawah area kulit yang akan diobati
11 Inspeksi kondisi kulit. Cuci area yang sakit, lepaskan semua debris
dan kerak pada kulit
12 Keringkan area luka
13 Mengoleskan obat
14 Jika diperlukan, tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah
diobati
15 Bereskan alat
16 Rapikan pasien
17 Lepaskan handscoon
18 Cuci tangan
D Tahap terminasi
19 Kaji respon pasien
20 Kontak waktu pertemuan selanjutnya
21 Dokumentasi
Total
TOPIK IV
PEMBERIAN OBAT PARENTERAL

Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan


menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh. Pemberian obat melalui parenteral dapat
dilakukan dengan cara:
1. Subcutaneous (SC) yaitu menyuntikkan obat ke dalam jaringan yang berada dibawah
lapisan dermis.
2. Intradermal (ID) yaitu menyuntikkan obat ke dalam lapisan dermis, dibawah epidermis
3. Intramuscular (IM) yaitu muenyontikkan obat ke dalam lapisan otot tubuh
4. Intravenous (IV) yaitu menyuntikkan obat ke dalam vena
Selain keempat cara diatas, dokter juga sering menggunakan cara intrathecal.atau intraspinal,
intracardial, intrapleural, intraarterial dan intraarticular untuk pemberian obat perenteral ini.

A. Pemberian Obat Harus dengan Prinsip 5 Benar:


1. Benar klien
Periksa nama klien, nomer RM, ruang, nama dokter yang meresepkan pada catatan
pemberian obat, catatan pemberian obat, kartu obat dan gelang identitas pasien.
2. Benar obat
Memastikan bahwa obat generik sesuai dengan nama dagang obat, klien tidak alergi
pada kandungan obat yang didapat. memeriksa label obat dengan catatan pemberian
obat
3. Benar dosis
Memastikan dosis yang diberikan sesuai dengan rentang pemberian dosis untuk cara
pemberian tersebut, berat badan dan umur klien; periksa dosis pada label obat untuk
membandingkan dengan dosis yang tercatat pada catatan pemberian obat; lakukan
penghitungan dosis secara akurat.
4. Benar waktu
periksa waktu pemberian obat sesuai dengan waktu yang tertera pada catatan
pemberian obat (misalnya obat yang diberikan 2 kali sehari, maka pada catatan
pemberian obat akan tertera waktu pemberian jam 6 pagi, dan 6 sore)
5. Benar cara
memeriksa label obat untuk memastikan bahwa obat tersebut dapat diberikan sesuai
cara yang diinstruksikan, dan periksa cara pemberian pada catatan pemberian obat.

B. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat menyiapkan obat:


1. Saat menyiapkan beberapa obat seperti heparin, insulin, digoxin lakukan
pemeriksaan ulang.
2. Jangan membuka bungkus obat jika dosis obat belum pasti. Buka sebelum diberikan
pada klien.
3. Ketika menyiapkan obat topikal, nasal, opthalmic dan obat-obat dan kardus obat,
ambil obat dari kotaknya dan periksa label untuk memastikan isinya sesuai.
4. Saat mengambil pil dan botol, tuangkan pil tersebut pada tutupnya kemudian
letakkan pada tempat obat.
5. Tuangkan obat cair tidak pada bagian labelnya. Baca jumlah obat yang dituang pada
dasar meniscus.
6. Pisahkan obat-obat yang memerlukan data pengkajian awal, seperti tanda vital.
7. Periksa tanggal kadaluarsa obat saat menyiapkannya.
Untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, obat disiapkan dan
diberikan dengan menggunakan prinsip steril. Larutan obat, jarum dan spuit yang telah
terkontaminasi, akan menyebabkan terjadinya infeksi. Obat-obat yang diberikan melalui
parenteral ini diabsorbsi lebih cepat dibandingkan obat yang diberikan melalui sistem
gastrointestinal, karena obat tidak perlu melewati barier jaringan epitel pada organ
gastrointestinal sebelum akhirnya masuk ke dalam sirkulasi darah. Obat intra muscular
diabsorbsi lebih cepat daripada obat subcutaneous atau ontradermal, karena otot
memiliki jaringan pembuluh darah yang lebih banyak daripada kulit atau jaringan
subkutan. Obat intradermal merupakan obat yang diabsorbsi paling lambat karena obat
harus melalui beberapa jaringan epitel sebelum akhirnya masuk kedalam pembuluh
darah. Karena itu cara intradermal digunakan untuk menyuntikkan zat asing untuk
mengetahui reaksi organ dan jaringan terhadap adanya alergi, yang biasa disebut skin
test. Absorbsi melalui subcutaneos relatif lambat tetapi efektif untuk absobsi sejumlah
obat yang tidak diabsorbsi melalui sistem gastointestinal.
Keuntungan pemberian obat melalui parenteral adalah obat dapat diabsorbsi
dengan cepat melalui pembuluh darah. Cara parenteral ini dapat dilakukan jika obat tidak
dapat diabsorbsi melalui sistem gastrointestinal atau malah akan dihancurkan olehnya.
Obat juga diberikan pada klien yang tidak sadar atau tidak kooperatif yang tidak dapat
atau tidak mau menelan obat oral. Disamping keuntungan diatas, terdapat beberapa
kerugian pada pemberian obat melalui parenteral ini. Klien, terutama anak-anak akan
merasa cemas jika akan disuntuk. Penyuntikan akan menyebabkan timbulnya rasa nyeri
dan tidak nyaman pada klien. Iritasi atau reaksi lokal dapat terjadi akibat efek obat pada
jaringan. Pemberian obat melalui parenteral juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi,
kerena itu diperlukan penggunaaan tehnik steril untuk menyiapkan dan memberikan obat
ini. Pemberian obat perenteral ini kontraindikasi untuk klien yang mengalami masalah
perdarahan atau sedang mendapatkan terapi antikoagulan.
Obat yang disuntikkan ke dalam tubuh dapat berupa larutan cair atau suspensi.
Larutan cair disiapkan dalam tiga bentuk : ampul, vial dan unit disposible. Untuk
memberikan obat melalui parenteral ini diperlukan spuit yang ukurannya bervariasi dari
0,5 ml nirigga 50 ml. Spuit yang lebih dari 5 ml jarang digunakan untuk menyuntik SC
atau IM. Spuit yang lebih besar biasanya digunakan untuk menyuntikkan obat melalui
IV. Spuit insulin berukuran 0,5 - 1 ml dan dikalibrasi dalam unit. Spuit tuberkulin
berukuran 1 ml dan dikalibrasi dalam mililiter. Spuit tuberkulin ini digunakan untuk
memberikan obat dibawah ml.
Obat dalam ampul dan vial dipersiapkan dengan menggunakan teknik aseptik dan
diberikan melalui parenteral. Sebelumnya perlu diperhatikan dan dikaji kondisi larutan
(kejernihan cairan, adanya/tidaknya endapan, warna cairan sesuai dengan label) serta
tanggal kadaluarsa obat pada label vial. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat
menyiapkan obat dan vial:
1. Jika obat perlu dicampurkan, ikuti petunjuk pada vial
2. Pertahankan kesterilan spuit, jarum dan obat saat menyiapkannya.
3. Perlu pencahayaan yang baik saat menyiapkan obat ini.
4. Buang bekas ampul pada tempat khusus setelah dibungkus dengan kertas tissue

C. Prosedur
1. Cuci tangan
2. Siapkan alat-alat
3. Periksa label obat dengan catatan pemberian obat atau kartu obat sesuai prinsip 5
benar
4. Lakukan perhitungan dosis sesuai yang diperlukan
5. Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan menjentikkan leher
ampul atau putarkan dengan cara merotasjikan pergelangan tangan
6. Usapkan kapas alkohol di sekeliling leher ampul dengan tangan dominan,
tempatkan jari tangan non dominan di sekeiiling bagian bawah ampul dengan ibu
jari melawan sudut
7. Patahkan tutup ampul dengan menjauhi diri dan orang yang ada di dekat anda
8. Tempatkan tutup ampul pada kertas atau buang di tempat khusus
9. Buka tutup jarum
10. Tekan plunger hingga habis, jangan aspirasi udara ke dalam spuit

D. Hal-hal yang harus diperhatikan:


1. Alergen yang digunakan untuk test dapat menyebabkan reaksi sensitivitas atau alergi.
2. Yakinkan tersedianya obat antidot (epinephrine hydrochloride, bronchodilator dan
antihistamin) di unit sebelum dimulai
3. Reaksi alergi atau sensitivitas ini dapat FATAL

E. Pengkajian sebelum injeksi dilakukan, difokuskan pada:


1. Program pemberian obat dari dokter
2. Tempat penusukan terakhir, alergi dan respon Klien pada penyuntikan
sebelumnya, yang tercatat pada catatan keperawatan klien
3. Tanda-tanda pada tempat tusukan (memar, kemerahan, kerusakan kulit, nodul
atau edema)
4. Faktor yang menentukan ukuran jarum yang sesuai (umur dan ukuran tubuh
klien, tempat injeksi, viskositas dan efek sisa dan obat)

F. Hal-hal yang perlu diperhatikan:


1. Jika obat mual atau nyeri diberikan dalam bentuk yang berbeda (oral, parenteral
atau rektal), biarkan Klien memilih sebelum menyiapkan obat.
2. Jika klien confuse, diperlukan bantuan untuk menstabilkan tempat tusukan dan
mencegah kerusakan jaringan dari jarum Tempat injeksi IM
CHECKLIST MEMANDIKAN BAYI dan PERAWATAN TALI PUSAT

No Aspek Yang Dinilai Nilai


1 2
Tahap Pre-interaksi
1 Baca catatan keperawatan dan catatan medis klien
2 Persiapan Alat dan bahan:
 Handscoon
 Perlak dan pengalas
 Torniquet
 Bengkok
 Kapas alkohol
 Siapkan obat sesuai prinsip 5 benar
3 Cuci Tangan
Tahap Orientasi
4 Berikan salam kepada pasien
5 Jelaskan Tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
6 Berikan pasien kesempatan bertanya sebelum prosedur dilakukan
Tahap Kerja
7 Jaga privasi klien
8 Gunakan sarung tangan
9 Pilih tempat penusukan
10 Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman dan mudah
untuk perawat melihat tempat penusukan
Injeksi intradermal
11 Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan
tangan dominan, masukkan jarum tepat di bawah kulit dengan sudut
10-15 derajat*
12 Jika jarum telah masuk ke bawah kulit dan terlihat, masukkan lagi
sekitar 1/8 inci
13 Cabut jarum dengan sudut yang sama saat disuntikkan
Jika terdapat darah, usap dengan lembut menggunakan kapas
alkohol lain.
14 Observasi kulit adanya kemerahan atau bengkak. jika test alergi,
observasi adanya reaksi sistemik (misalnya sulit bernafas,
berkeringat, pingsan, berkurangnya tekanan darah, mual,
muntah, sianosis)
15 Kaji kembali klien dan tempat injeksi setelah 5 menit, 15 menit dan
selanjutnya secara periodik
16 Buat lingkaran 1 inci di sekeliling jendalan dan instruksikan klien
untuk tidak menggosok daerah itu
Injeksi intramuskular
17 Bebaskan pakaian dari tempat penusukan
18 Bersihkan tempat yang akan digunakan dengan kapas alkohol
19 Buka tutup jarum
20 Regangkan kulit di tempat penusukan dengan cara: Tempatkan ibu jari
dan jari telunjuk tangan non dominan di atas tempat penusukan(hati-
hati jangan sampai mengenai daerah yang telah dibersihkan) hingga
membentuk V
21 Regangkan ibu jari dan jari telunjuk dengan arah berlawanan,
memisahkan jari sepanjang 3 inci
22 Cepat masukkan jarum dengan sudut 90o dengan tangan yang
dominan
23 Pindahkan ibu jari dan jari telunjuk jari non dominan dan kulit
untuk mendukung barrel spuit, jari sebaiknya ditempatkan pada
barrel sehingga saat mengaspirasi, anda dapat melihat barel dengan
jelas.
24 Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit
25 Jika terdapat darah, tarik jarum keluarkan, berikan tekanan pada
tempat tusukan dan ulangi langkah ke C6 hingga C14 Jika tidak
ada darah, dorong plunger dengan perlahan, ajak klien
berbicara*
26 Tarik jarum dengan sudut yang sarna saat penusukan
27 Usap dan bersihkan tempat penusukan dengan kapas alkohol lain
(Jika kontra indikasi untuk obat, berikan penekanan yang lambat
saja)
Injeksi subcutan
28 Pilih tempat penusukan pada lengan atas atau abdomen. Jika
kedua tempat tersebut tidak memungkinkan pilih tempat altematif
lainnya (lihat gambar 3). Rotasikan tempat penusukan.
29 Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang nyaman sesuai tempat
yang dipilih
30 Letakkan alas di bawah bagian tubuh yang akan dilakukan terapi
intravena
31 Bersihkan tempat yang akan digunakan dengan kapas alkohol
32 Buka tutup jarum
33 Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non
dominan
34 Dengan tangan yang dominan, masukkan jarum dengan sudut 45
° dan untuk orang gemuk dengan sudut 90 °
35 Lepaskan tarikan tangan non dominan
36 Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit
37  Jika tidak ada darah: masukan obat perlahan
 Jika ada darah: Tarik kembali jarum dari kulit Biarkan tempat
penusukan selama 2 menit Observasi adanya hematoma atau
memar. Jika perlu berikan plester* Siapkan obat yang baru, mulai
dengan langkah awal, pilih tempat yang baru
38 Tarik jarum dengan sudut yang sama saat penusukan
39 Bersihkan tempat penusukan dengan kapas alkohol lain, tekan dengan
lembut. Setelah injeksi heparin jangan di tekan
40 Jika perlu berikan plester
Intravena
Letakkan pasien pada posisi semi fowler atau supine jika tidak
memungkinkan
Letakkan alas di bawah bagian tubuh yang akan di lakukan tindakan
terapi intravena
Bebaskan lengan pasien dari baju/kemeja
Letakkan tourniquet 5 cm diatas tempat tusukan
Kencangkan tourniquet
Anjurkan pasien untuk mengepalkan telapak tangan dan membukanya
beberapa kali, palpasi dan pastikan tekanan yang akan ditusuk.
Bersihkan kulit dengan cermat menggunakan kapas alkohol, lalu
diulangi dengan menggunakan kapas betadin. Arah melingkar
dari dalam keluar lokasi tusukan.
Gunakan ibu jari untuk menekan jaringan dan vena 5 cm
dibawah tempat tusukan
Pegang Jarum dalam posisi 30 derajat sejajar vena yang akan ditusuk,
lalu tusuk perlahan dan pasti
Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum ke
dalam vena.
Lakukan aspirasi
Lepaskan tourniquet
Masukkan obat ke dalam pembuluh vena perlahan-lahan
Keluarkan jarum dari pembuluh vena
Tutup tempat tusukan dengan kasa steril yang diberi betadin

Tahap Terminasi
30 Kaji Respon pasien
31 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
32 Cuci tangan
33 Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai