Anda di halaman 1dari 37

PENGKAJIAN KEPALA LEHER

PENGKAJIAN KEPALA LEHER


Kepala merupakan organ tubuh yang perlu mendapat perhatian, atau dikaji karena
terdapat organ-organ penting seperti mata, telinga, mulut maupun leher. Tujuan pengkajian
pada kepala adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala secara umum. Langkah
pengkajian tersebut adalah :
A. Kepala
Inspeksi :
1. Mengatur posisi pasien duduk atau berdiri tergantung kondisi pasien saat pengkajian
dilakukan
2. Bila perlu melepaskan kaca mata pasien
3. Lakukan inspeksi kepala terhadap : bentuk kepala, tulang tengkorak, rambut, distribusi
rambut, rambut kusut tidak, kulit kepala kotor tidak, berminyak tidak, ada ketombe tidak,
pada dahi lakukan finger print, daerah muka kesimetrisan wajah, lakukan test nervus VII.
Lihat gambar 1.

( Gambar 1. Inspeksi kepala dan rambut)


B. Mata
Inspeksi :
1. Amati bola mata pasien : simetris atau tidak, adanya ptosis, gerakan bola mata, medan
penglihatan dan visus.
2. Amati kelopak mata, perhatikan bentuknya, keadaan pelpebrae.
3. Amati konjunctiva dan seklera terhadap kekuningan (icterik), kemerahan atau pucat.
4. Amati reaksi pupil terhadap cahaya, diameter pupil, normal atau tidak seperti
isocor,miosis, medriasis, pin point.
5. Amati otot secara occuler : refleks kornea dari cahaya, gratis tengah ada ketidak
seimbangan otot
6. Perhatikan gerakan bola mata ke enam arah cardinal kilas pandang apakah ada
strabismus, nistagmus. (pada pemeriksaan mata sekaligus uji syaraf cranialis II, III, IV,
VI).
Inspeksi Fundus : dengan alat disebut opthalmoscope, perhatikan :
• Refleks merah : katarak, mata artificial
• Discus optic : pupil oedema, glaucoma, atropi opticus
• Vaskularisasi : perhatikan adanya hemorhagia, eksudat, bercorak-corak
Visus : adanya tajam penglihatan .
Mengunakan ‘chart’ yaitu membaca ‘chart’ dari jarak yang d tentukan, biasanya 5
atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal akan
relaksasi dan tidak berakomodasi. Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5
artinya mata normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada jarak
5 meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki visus
normalanya 20/20

Kartu snellen :
Snellen chart yaitu kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda untuk
pasien yang bisa membaca. Lihat gambar 2

Gambar 2 : Snellen Cart


• Pemeriksaan visus dengan kartu snellen
• Jarak pasien dengan kartu snellen lima atau enam meter
• Hasil visus ditulis antara mata kanan (OD) dan mata kiri (OS) yang dinyatakan dengan
pembilang / penyebut. Pembilang menyatakan jarak antara kartu snellen dengan mata,
sedangkan penyebut menyatakan jarak antara huruf dalam kartu snellen yang harus dapat
dilihat mata normal. Misalnya visus 5/6, artinya jarak 5 meter dapat melihat huruf yang
seharusnya dapat dilihat mata normal sejauh 6 meter. Visus 1/300 artinya jarak 1 meter
hanya dapat dilihat gerakan tangan pemeriksa, yang harusnya mata normal dapat dilihat
dari jarak 300 meter. Lihat gambar 3

Gambar 3. Optotipe snellent kaki


• Snellen chart ynag digunakan dalam ukuran kaki = normalnya 20/20. Missal, pasien dapat
membaca semua huruf pada bari ke 8. Berarti visusnya normal
• Bila hanya membaca hruf E, D, F, C pada baris ke 6, visusnya 20/30 denga false2. Artinya,
orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien hanya dapat
membacanya pada jarak 20 kaki.
• Bila pasien membaca huruf Z,P pada baris ke 6 berarti visusnya 20/40
• Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan ketentuan seperti di
atas.

Palpasi :
Palpasi pada mata bertujuan untuk mengetahui tekana bola mata dan mengetahui adanya nyeri
tekan. Alat yang digunakan adalah tonometer untuk mendapatkan hasil yang teliti, tetapi
secara sederhana dapat menggunakan jari kedua tangan pemeriksa, adapun cara kerjanya
adalah :

Beritahu pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan


Atur posisi pasien dengan duduk atau berbaring sesuai kebutuhan dan tidak melelahkan
Beritahu pasien untuk memejamkan kedua matanya
Palpasi kedua mata menggunakan kedua jari telunjuk dan jari tengah tangan pemeriksa dan
bedakan antara keduanya bila terasa dari palpasi tersebut keras maka tekanan bola mata (TIO)
Meningkat. (Normal :12-20 mmhg). Lihat gambar 4-5
Gambar 4 Palpasi Gambar 5 Tonometer

C. Telinga :
Telinga mempunyai fungsi sebagai alat pendengar dan menjaga keseimbangan, tujuan dari
pemeriksaan telinga untuk mengetaui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga,
membran tympani.
1. Daun telinga (aurikula)
• Inspeksi
- Pakailah otoscope atau pen light amati telinga luar, daun telinga serta tragus ukuran,
bentuk warna, lesi maupun massa.
- Liang telinga : perhatikan adanya serumen
- Gendang telinga menggunakan otoscope atau pen light adakah tanda tanda radang,
warnanya adanya lesi atau boulging, benda asing, maupun cairan, dan lakukan uji
reflek politzer.
• Palpasi
- Gerakan daun teliinga keatas dan kebawah tekan pada tragus jika nyeri kemungkinan
otitis media.
2. Pendengaran
Kaji tajam pendengaran terhadap bisikan, atau menggunakan arloji dengan langkah
langkah sebagai berikut :
- Pegang sebuah arloji dekatkan di samping telinga pasien
- Minta pasien menyatakan apakah dapat mendengar arloji tersebut, bila ya.. jauhkan
posisi arloji dari tempat semula minta pasien untuk myatakan pendapatnya. Normal
nya detak arloji dapat didengar sampai jarak 30 cm.
Jika pendengaran menghilang lanjutan test menggunakan garputala 512 Hz, uji ini
membantu untuk membedakan apakah tuli sensorineural (nervus coklearis) atau
konduksi tulang., ada 4 test :
- Test weber (uji lateralisasi)
- Test rinne (uji konduksi udara(AC) dan uji konduksi tulang (BC) - Test schwabach
dan test bing.

Caranya :
Test weber :
1. Vibrasikan atau getarkan garputala, kemudian pangkal garputala diletakkan di tengah
tengah supra orbita, tanyakan pada pasien telinga yang mana mendengar lebih keras.
Jika mendengar lebih keras pada telinga yang sakit, maka terjadi tuli konduktif, tetapi
apabila mendengar lebih keras dari pada telinga yang sehat maka telinga yang normal
atau terjadi tuli sensorineural. Lihat gambar 8
Test rinne :
- Vibrasikan atau getarkan garputala, letakan
pada tulang mastoid belakang telinga
- Minta pasien memberitahu jika sudah tidak
mendengarkan suara garputala.
- Segera pindahkan garputala di depan liang
telinga pasien dengan posisi parallel.
- Apabila pasien masih dapat mendengarkan
getaran garputala,maka hantaran udara lebih
baik dari hantaran tulang (AC lebih baik dari
BC) atau air conduction lebih baik dari bone
conduction, berarti pasien mengalami tuli
sensorineural, apabila pasien mendengar suara
lebih lama melalui tulang maka pasien
mengalami tuli konduktif (lihat gambar)

Gambar 4 Palpasi

Gambar 9. Rinne test Gambar 10. Rinne test


Test Schwabach
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal)
dengan pasien. Petugas meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada prosesus
mastoideus pasien, pasien akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan
akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak terdengar lagi, segera
memindahkan garputala itu, ke prosesus mastodius orang yang diketahui normal ketajaman
pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan
mendengar suara, atau tidk mendengar suara. Lihat gambar :
Apabila petugas masih mendengarkan getaran garputalla, maka disebut schwabach
memendek artinya pendengarannya normal atau tuli sensorineural. Apabila petugas tidak
mendengrakan getaran garputalla, schwabach memanjang, artinya telinga pasien mengalami
tuli konduktif.

Test bing (test oklusi)


Test bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana garpu
tala akan terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup

Cara pemeriksaan :
Tragus telinga normal yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga,
kemudian garpu tala digetarkan dan dilletkkan pada supra oebita atau glabella (seperti test
weber)

Interpretasi :
Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup,berarti telinga tersebut normal, bila
bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, dan telinga tersebut menderita tuli
konduktif
D. Hidung :
Pengkajian hidung bertujuan untuk mengetahui keadaan, bentuk dan fungsi hidung.
Pengkajian mulai bagian luar, bagian dalam termasuk sinus-sinus,bila mungkin peralatan
dapat memakai penlight jika tidak ada otoscope, atau speculum hidung.
Insepksi : caranya :
- Posisi pasien duduk menghadap pemeriksa
- Perhatikan bentuk hidung, ada pembengkakan atau tidak, ulcus, discharge (cairan
hidung) baunya.
- Perhatikan kesismetrisan lubang hidung
- Teruskan dengan palpasi hidung luar pada daerah sinus-sinus hidung, baik frontalis,
maksilaris, etmoidalis, spenoidalis, ada nyeri tekan atau tidak (indikasi sinusitis),
sekaligus lakukan uji pada nervus 1. Lihat gambar 13-14
E. Mulut Dan Faring
Pengkajian Mulut Dan Faring dilakukan dengan posisi pasien duduk pencahayaan
diatur dengan sedemikian rupa sehingga semua bagian mulut dapat diamati dengan baik,
dimulai dengan :
Inspeksi
1. Bibir : amati bibir adakah kelainan seperti, sianosis, pucat, sumbing, ulkus.
2. Mukosa oral : adakah bercak-bercak, stomatitis.
3. Gigi : karies, dentis, ompong, posisi dan warnanya.
4. Gusi : gingi vitis
5. Lidah : amati simetris tidaknya,ada ulcus atau tidak, lakukan uji nervus XII
6. Palatum : amati langit-langit mulut baik atas maupun bawah adanya difect atau kelainan.
7. Faring : amati adanya radang seperti warna kemerahan, ovula simetris/tidak, adakah cairan
/ eskudat.(uji nervus IX) . lihat gambar 15-18

Gambar 15. Mulut Gambar 16. Faring Gambar 17 dan 18 Inspeksi mulut dan paring
Palpasi :
Pengkajian mulut dengan cara palpasi terutama bila inspeksi belum memperoleh data yang
cukup memadai, tujuannya adalah untuk mengetahui bentuk dari setiap kelainan, palpasi
ditujukan terhadap pipi, dasar lidah, mulut, langit-langit, bila ada pembengkakan
diterminasikan menurut ukuran dan konsistensinya.

Caranya :
Pengkajian pasien untuk menjulurkan lidahnya, kemudian pengan lidah pengang dengan
kassa steril menggunakan tangan kiri, dengan telunjuk tangan kanan lakukan palpasi.

F. PENGKAJIAN LEHER
Pengkajian leher bertujuan mengetahui bentuk leher serta organ-organ penting yang
berkaitan, pengkajian dimulai dengan cara inspeksi kemudian dilanjutkan palpasi.

Inspeksi
- Amati leher secara sistematis mulai dari tengah sisi depan, samping, serta belakang,
- Lihat mengenai bentuk, warna kulit, ada pembengkakan, jaringan parut, massa,
- Bentuk leher panjang pada umunya pada pnderita TBC, gizi jelek, atau oktomort/kursus.
Leher pendek dan gemuk pada umumnya orang obesitas (endomort) warna kulit sama
dengan warna kulit sekitar.
- Amati kelenjar thyroid, pasien disuruh menelan amati gerakan thyroid (nervus X).
Palpasi
Palpasi leher dilakukan terutama untuk mengetahui kondisi dan lokasi kelenjar baik
limpa, tiroid maupun trakea. Lakukan palpasi secara sistematis dan diterminasikan menurut
lokasi, batas, ukuran, bentuk serta adanya nyeri tekan, yang meliputi :
- Pre aurikuler (depan telinga)
- Posterior aurikuler (prosessus mastoideus)
- Oispital (posterior tulang kepala)
- Tonsile (sudut mandibula)
- Sub mandibularis (di tengah antara sudut dan ujung mandibula)
Palpasi kelenjar tyroid dengan posisi perawat di belakang pasien, tangan diletakan
sampai mengelilingi leher, palpasi dilakukan dengan jari kedua dan ketiga, kemudian
ditermina-sikan menurut ukuran, konsistensi. Lakukan pengkajian mobilitas leher secara
rutim dengan meminta pasien untuk menggerakan lehernya ke arah anteflexi, dorso flexsi,
rotasi kanan kiri lateral flexsi, kemudian diterminasikan bila ada kelainan, normalnya gerakan
dapat terkoordinasi tanpa hambatan. Sekaligus uji nervus XI.
Lihat gambar 19-20
Gambar 20
Gambar 19 Palpasi Leher
Palpasi Leher
Mengukur tekanan vena jugularis :
Tekanan vena jugularis (JVP) merupakan cerminan secara tidak langsung fungsi
pemompaan ventrikel yang menyebabkan terkumpulnya darah dalam system vena sistemik
ata adanya hambatan venous retum kejantung. Caranya adalah :
Pasien dibaringkan posisi supinasi sedikit kepala elevasi membentuk sudut 30-45.
Bendunglah vena daerah supraclavikularis agar vena jugularis jelas.
Tekan ujung proximal vena jugularis didekat angulus mandibulae.
Kemudian lepaskan bendungan vena supraclavicula amati tingginya kolom darah yang ada
atau mati adanya undulasi kemudian diberi tanda .
Ukurlah jarak vertical permukaan atas undulasi yang ditemukan terhadap bidang horizontal
melalui angulus ludovici atau sudut louiz .
Bila permukaan undulasi tepat bidang horizontal maka JVP : 5+0 cm H20
Nilai normal JVP ; 5-2 cm . lihat gambar 21-23
PENGKAJIAN THORAX DAN ABDOMEN
Melakukan pengkajian dada dan paru
serta jantung, perawat perlu mengetahui batas-
batas anatomi dengan bantuan garis imaginer pada
area dada yang dapat dipakai sebagai pedoman
untuk memastikan lokasi struktur organ serta
membantu dalam membuat kesimpulan .
A. PEMERIKSAAN PARU
Secara umum garis imajiner yang dipakai
dalam pengkajian dada adalah :
1. Garis Mid Sternalis
2. Garis Mid Clavicularis
3. Garis Axsilaris Anterior
4. Garis Axsilairs Posterior
5. Garis Mid Axsilaris
6. Garis Mid Spinalis
7. Garis Mid Skapularis
Gambar 3. Optotipe snellent kaki 8. Garis Intra Skapularis
9. Garis Inter Skapularis

Gambar 1. Gambar thorax


Inspeksi
Dada dikaji tentang postur, bentuk, kesismetrisan serta warna kulit, perbandingan
bentuk dada anterior, posterior dan transversal pada bayi 1:1, dewasa 1:2 bentuk abnormal
pada kondisi tertentu seperti :
• Pigeon chest (petus carinatum) : bentuk dada seperti burung diameter transversal
sempit,anterior, posterior membesar atau lebar, tulang sternum menonjol kedepan.
• Funnel chest (pectus excavatum) : bentuk dada diameter sternum menyempit anterior
posterior mengecil transversal melebar.
• Barrel chest : bentuk dada seperti tong, diameter anterior posterior transversal mempunyai
perbandingan 1:1,juga amati kelainan bentuk tulang belakang seperti, kifosis, lordosis, dan
scoliosis. Lihat gambar 2-4

Gambar 2. Pigeon dan Gambar 4. Dada


Gambar 3.Barrel Chest anterior dan posterior
Funnel Chest
Pada pengkajian dada dengan inspeksi juga perhatikan ;
• Frekuensi, irama, kedalaman dan upaya bernafas .
• Sifat bernafas : pernafasan perut (abdominalthoraco) atau dada (thoracoabdominal)
• adakah retraksi dada, jenis : retraksi ringan, sedang, dan berat
• ekspansi paru semetris ataukah tidak
• irama pernafasan : pernafasan cepat dan pernafasan dalam (pernafasan kussmoul)
• pernafasan biot : pernafasan yang ritme maupun amplitudenya tidak teratur diselingi
periiode apnea.
• Cheyne stokes : pernafasan dengan amplitude mula-mula kecil makin lama makin besar
kemudian mengecil lagi diselingi periode apnea.
Palpasi
Palpasi dada bertujuan mengkaji kulit pada
dinding dada, adanya nyeri tekan, massa, dan kesismetrisan,
ekspansi paru dengan menggunakan telapak tangan atau jari
Gambar 5
sehingga dapat merasakan getaran dinding dada dengan
(vokal
meminta pasien mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-
premitus)
ulang, getaran yang dirasakan disebut : vocal/taktil
fremitus. Perabaan dilakukan diseluruh permukaan dada
(kiri, kanan, depan dan belakang) umumnya pemeriksaan
ini bersifat membandingkan bagian mana lebih bergetar
atau kurang bergetar, adanya kondisi pemadatan paru
seperti pneumonia akan terasa lebih bergetar, keganasan,
dan kasus pleural effusion atau pneumathorax akan terasa
kurang bergetar.
Perkusi
Perkusi dinding thoraxdengan cara mengetuk dengan jari tengah, tangan kanan pada
jar tengah tangan kiri yang di tempelkan erat pada dinding dada celah interkostalis. Perkusi
dinding thorax bertujuan untuk mengetahui batas jantung, parru serta suara jantung maupun
paru. Suara paru normal yang di dapat dengan cara perkusi adalah resonan tau sonor seperti dug,
dug, dug dan redup atau kurang resonan suara perkusi terdengar bleg, bleg, bleg. Pada kasusu
terjadinya konsolidasi paru seperti pneumonia, cairan rongga pleura, perkusi hepar dan jantung
tersengar pekak atau datar terdengar seperti mengetuk paha sendiri. Daerah berongga terdapat
banyak udara seperti lambung, pneumothorax dan coverna paru terdengar hiperesonan/ tympani
suara perkusi terdengar dang, dang, dang. Batas organ dalam thorax, adalah :
• Batas paru hepar : di ICS4 sampai ICS ke 6
• Batas atas kiri jantung ICS 2-3
• Batas atas kanan jantung : ICS 2 linea sternalis kanan
• Batas kiri bawah jantung linea media clavicularis ICS ke 5 kiri

Perkusi pada Anterior Perkusi pada posterior


Auskultasi
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax menggunakan
stethoscope secara sistematik dari atas ke bawah dan membandingkan kiri dan kanan,
suara normal yang didengar adalah :
Suara nafas
1. Vesikuler : suara nafas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang normal bersifat
halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
2. Brancho vesikuler : terdengar di daerah percabangan bronchus dan trachea sekitar
sternum dari region inter scapula maupun ICS 1 dan 2, cirinya inspirasi sama panjang
dengan ekspirasi, nada sedang.
3. Bronchial : terdengar di daerah tranchea dan suprasternal notvh berisfat kasar nada
tinggi, insipirasi lebih pendek dari pada ekspirasi.

Gambar 7. Auskultasi thorak Anterior


Karakteristik suara nafas normal

Lokasi suara
Durasi suara Rasio inspirasi Intensitas Tinggi nada suara terdengar pada
dan ekspirasi Suara ekspirasi ekspirasi keadaan
normal
Suara inspirasi
Vesikular* berlangsung Pada paru
3:1 lembut Relatif rendah
lebih lama dari perifer
suara ekspirasi.
Durasi suara
bronkovesikul inspirasi dan Di atas bronkus
1:1 Menengah menengah
ar ekspirasi utama
sebanding.
Suara ekspirasi
berlangsung Di atas
Bronkial 1:3 kertas Relatif tinggi
lebih lama dari manubrium
suara inspirasi.
Durasi suara
insipirasi dan Di atas trakea di
trakeal 1:1 Sangat kuat Relatif tinggi
ekspirasi leher
sebanding.
Suara tambahan
Pada pernafasan normal tidak ditemukan suara tambahan, jika di temukan adanyasuara tambahan
indikasi suatu kelainan, adapun suara tambahan adalah :
1. Rales/krakles : bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat saluran halus pada pernafasan
mengembang, dan tidak hilang suruh pasien batuk, sering di temui pada pasien denan
peradangan paru seperti TBC maupun pneumonia.
2. Ronchi : bunyi dengan nada rendah, sangat kasar terdengar baik inspirasi maupun ekspirasi
akibat terkumpulnya secret dalam trachea atau bronchus sering ditemui pada pasien oedema
paru, bronchitis. Atau bronchus sering ditemui pada pasien oedema paru, bronchitis.
3. Wheezing : bunyi musical terdengar “ngii…”yang bisa ditemukan pada fase ekspirasi akibat
udara terjebak pada celah yang sempit, seperti pada kasus oedema bronchus.
4. Pleural friction rub : suatu bunyi terdengar kering akibat gesekan pleura yang meradang,
bunyi ini biasanya terdengar pada akhr inspirasi atau awal ekspirasi, suara seperti gosokan
amplas

Vokal resonansi
Pemeriksa mendengarkan dengan stethoscope secara sistematik disemua lapang paru,
membandingkan kanan dan kiri pasien diminta mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang.
1. Vokal resonan normal : terdengar intensitas dan kualitas sama antara paru kanan dan kiri.
2. Bronchophoni : terdengar jelas dan lebih keras dibandingkan sisi yang lain umumnya akibat
adanya proses konsolidasi .
3. Pecporilequy : suara terdengar jauh dan tidak jelas biasanya pada pasien effusion atau
atlektasis.
4. Egophony : suara terdengar bergema seperti seseorang hidung nya tersumbat .
Gambar 8. Auskultasi thorak posterior

Gambar 9. Ictus cordis


B. PEMERIKSAAN JANTUNG
Pemeriksaan jantung meliputi :

Inspeksi
Pengamatan pertama kali diarea
precordial adalah ictus cordis yaitu denyutan
dinding thorax akibat pukulan ventrikel kiri pada
dinding thorax, bila normal akan berada di ICS ke
5 sinitra linea mebia clavicularis disebut dengan
point maksimum implus (PMI) lihat gambar 9.
Ictus cordis Gambar 10. Posisi jantung dan katup jantung
Palpasi
Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area
aorta pulmonal, trikuspidalis dan area apical, raba ictus corid menggunakan jari ke 2,3, 4
rasakan kerasnya pukulan dan tentukan lebarnya ictus cordis, kalau terasa lebih lebar dari 1
cm dan bergeser ke kiri serta pukulannya kuat di indikasikan adanya hypertropi ventrikal kiri.
Getaran ictus cordis atau triil di indikasikan adanya murmur (bising), hitung frekuensi nadi
dalam satu menit penuh, bandingkan denan heart rate(HR), bila ada perbedaan jumlah yang
mencolok indikasi fibrilasi ventrikel .
lihat gambar 11.: palpasi ictus cordis

Gambar 11. Palpasi Ictus Cordis


Perkusi
Perkusi jantung di lakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara
kasar, perkusi dapat di kerjakan dari semua arah menuju letak jantung, perkusi dapat
dikerjakan dari semua arah menuju letak jantung, untuk menentukan sisi kana an kiri dari atas
ke bawah sampai terdengar suara dullens.
Perawat hendaknya mengetahui lokasi redup jantung, batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7
cm ke arah lateral kiri dari line mid sternal ICS ke 5-ICS ke 8.

Auskultasi jantung
Bunyi jantung dapat didengar melalui auskultasi menggunakan alat yaitu stethoscope, untuk
dapat mendengar bunyi jantung diperlukan suasana yang tenang .
Kesalah terbanyak ingin mendengar seklaigus semua bunyi dalam rongga thorax perawat
harus dapat mengisolasi dari bunyi yang lain, gunakan membrane stethoscope untuk
mendengar nada tinggi dengan tekanan cukup, pemulian pergunakan bagian bell untuk
mendengar nada yang lebih rendah .
Tempat untuk mendengarkan bunyi jantung :
Katup trikuspidalis (T) di ICS 4 , 2 cm linea sternalis kiri dikenal dengan bj1
Katup mitral (M) di ICS 5 linea mid clavicularis sinistra ( area PMI) dikenal dengan bj 1.
Katup aorta (A) di ICS 2 , 2 cm linea sternalis kanan dikenal bj II
Katup pulmonal (P) dikenal ICS 2 , 2 cm linia sternalis kiri dikenal bj II
Dalam keadaan normal antar bj I (T,M) adalah bunyi tunggal karena menutupnya
katup secara bersama-sama dengan katup atrio ventrikuler sedangkan bj II (A,P) terjadi juga
bersamaan karena menutupnya katup semiluner.
Secara fisiologis tidak ada bunyi lain yang dapat didengar tetapi pemeriksa yang
berpengalaman dengan kondisi tertentu dapat mendengar suara tambahan dikenal dengan bj
III dan bj IV selama periode diastolic, diarea ictus cordis menggunakan bell stethoscope. Bj III
tibul pada awal diastolic didengar “ lub-dub-ee ” tetapi normal pada anak-anak dan dewasa
muda. Bj IV jarang terdengar bila ada, terdengar saat mendekati akhir diastolic sebelum Bj I,
dinyatakan seperti “Dee-lub-dub” antara Bj III dan Bj IV, yang dikenal dengan istilah irama
Gallop. Irama gallop timbul akibat derasnya pengisian diastolic dari atrium kiri ke vertikel
kiri yang mengalami delatasi, Darah jatuh keruang yang lebar mengakibatkan timbulnya
getaran.
Bising jantung atau murmur me rupakan fibrasi yang terjadi dalam jantung atau
pembuluh darah karena bertambahnya arus turbulensi darah.

Gambar : Auskultasi Bunyi Jantung


C. PEMERIKSAAN ABDOMEN
Pada pemeriksaan fisik abdomen
untuk mempermudah pelaksanaan dan
mendeterminasikan secara fisio anatomis
dengan yang ada dalam rongga abdomen
dibagi 4 (empat) Kuadran dan 9
(Sembilan ) region.
1. 4 (empat) Kuadran
• Kuadran kanan atas
• Kuadran kiri atas
• Kuadran kanan bawah
• Kuadran kiri bawah
Gambar 12. Area Katup Jantung
2. 9 (Sembilan) Regio
Gambar : Katub Aorta dan Pulmonal
• Epigastrika
Gambar : Kuadran Abdomen
• Hipochondria kanan-kiri
• Umbilicalis
• Lumbalis kanan-kiri
• Hipogastica
• Inguinal kanan-kiri

Gambar 15. Kuadran Abdomen dibagi 4 Gambar 16. Regio Abdomen dibagi 9
Urutan pemeriksaan abdomen adalah : menggunakan prinsip IAPP.
Inspeksi :
- Perhatikan bentuk perut,(flat/datar,rounded/buncit,distensi)umbilicus menonjol tidak,
Warna kulit perut, ada lesi tidak, bruses, striae.
- Perhatikan ada spidernevi (vaskuler networking), ukur lingkar perut.
Auskultasi;
Auskultasi abdomen bertujuan mendapatkan suara usus dengan alat stethoscope, intensitas
suara di abdomen dengan nada rendah seyogyanya menggunakan bell stethoscope diletakkan
diarea epigastium dan ke-4 kuadran abdomen, normal bising/peristaltic usus berkisar : 5-35
x/menit, suara usus bervariasi ada : Klick : suara atau peristaltic tidak panjang, gurgles :
peristaltic sedikit panjang dan Barborigmi : Bising usus panjang dengan nada tinggi.
Periksa adanya vaskuler sound (Bruit) didengar diarea :
- Epigastium (Bruit Aorta)
- Region lumbalis (Bruit Arteri renalis)
- Region Inguinal (Bruit Arteri femolaris)

Gambar 19. Asukultasi Abdomen


Perkusi Abdomen
Perkusi abdomen dilakukan seperti perkusi thorax, bertujuan untuk mendengar
suara usus, normalnya adalah tympani, massa, padat atau cairan akan menimbulkan suara
dullness, pemeriksaan adanya ascites : cairan dalam rongga abdomen mengikuti hukum
gravitasi, cairan berada dibagian yang lebih rendah. Perkusi dimulai tengah abdomen,
menuyusuri dinding abdomen, perunahan suara tympani menjadi pekak atau dullness
merupakan batas cairan, bisa juga dengan cara memiringkan kesalah satu posisi lateral.
Cairan akan berpindah kebagian kebawah , suara dari pekak menjadi tympani dan daerah
umbilicus menjadi pekak. Hal ini disebut sheffing dullness. Lihat Gambar 20-21.

Gambar 20. Perkusi Abdomen Gambar 21. Area Perkusi


Palpasi
Sebelum melakukan palpasi kaji kembali adanya area yang dirasakan nyeri oleh pasien, jika
ya lakukan palpasi paling akhir. Palpasi dilakukan secara umum disemua kuadran dengan
tekanan ringan menggunakan telapak tangan, rasakan adanya massa atau benjolan (tumor,
faces) perhatikan turgor kulit untuk menilai status hidrasi.
1. Palpasi Hepar
Teknik palpasi hepar menggunakan telapak tangan dan jari tangan dimulai dari kuadran
kanan bawah (SIAS) keatas mengikuti irama nafas dan gembungan perut upayakan
merasakan sentuhan tepi hepar. Dalam keadaan normal hepar membesar deskripsikan
menurut.
- Ukuran hepar berapa jari
- Konsistensinya keras atau lunak
- Tepi tajam atau tumpul
- Permukaan rata atau benjol-benjol
- Nyeri tekan atau tidak
Lihat Gambar 22-23

Gambar 22. Palpasi Hepar manual Gambar23. Palpasi Hepar Manual


2. Palpasi Lien
Palpasi lien dengan cara menual, jari tangan kiri mengkait dinding perut kuadran kiri
atas dari arah lateral, sedangkan jari tangan kanan berupaya maraba lien dari arah depan
kiri atas, lien normal tidak teraba jika ada pembesaran lien, ukur dideskripsikan menurut
ukuran SchuRner sari asrcus costal kiri sampai umbilicus dibagi menjadi 4 bagian yang
sama (S4) 1-2-3-4. Lihat Gambar 24.

Gambar 24. Palpasi Lien.


3. Palpasi dan Perkusi Ginjal menyentuh diafragma dan ginjal turun bila sewaktu inspirasi.
Ginjal kanan terletak sejajar dengan caste ke 12 dan ginjal kiri sejajar dengan caste ke II.
Palpasi ginjal pasien posisi supinasi, perawat berdiri disebelah kanan pasien, letakkan
tangan kiri pemeriksa dibawah panggul kaitkan dinding perut posterior kearah atas,
tangan kanan menekan dinding perut anterior sambil pasien menarik nafas panjang,
secara normal ginjal sulit teraba, jika teraba deskripsikan bentuk, ukuran, ada nyeri tekan.
Untuk ginjal kiri sama dengan palpasi ginjal kanan, tangan kiri disilangkan kontra lateral.
Ligat Gambar 25-26.

Gambar 25. Palpasi Ginjal Gambar 26. Perkusi Ginjal Posterior


4. Palpasi Visica Urinaria
Kandung kemih diraba kearah sampysis dengan menggunakan satu atau dua tangan,
perhatikan adanya distensi, nyeri tekan, dan bila ada massa, deskripsikan menurut
bentuknya, konsistensinya. Lihat Gambar 27

Gambar 27. Visica Urinaria

Pemeriksaan Tambahan Pada Daerah Abdomen (Perut).


Pada kasus tertentu didaerah abdomen atau perut pemeriksaan tambahan menjadi sangat
penting dilakukan perawat dalam melengkapi data pengkajian, adapun kasus tersebut adalah :
1. Pemeriksaan Apendiksitis
a. Nyeri Tekan :
Perawat melakukan palpasi daerah titik mc. Burney, jika pada saat ditekan pasien
merasakan sakit maka disebut nyeri tekan. Lihat Gambar 28 :
b. Nyeri Lepas Tekan :
Perawat melakukan penekanan pada titik
Mc. Burney saat ditekan tidak sakit dan
sakit.
Dirasakan saat penekanan dilepas, disebut
nyeri lepas tekan.
c. Tanda Rovsing
Penekanan daerah perut kiri bawah pasien
merasakan nyeri kanan bawah disebut
tanda Rovsing positif. Lihat Gambar 29 :

Gambar 28. Mc. Burney

Gambar 29. Lokasi nyeri


d. Tanda psoas :
Meletakkan tangan perawat diatas lutut kanan pasien, pasien, pasien diminta untuk
mengangkat paha melawan penekanan tangan perawat, kemudian tungkai putar kearah
kiri kemudian tungkai pasien diluruskan pada posisi semula, taua pasien dimiringkan ke
kiri kemudian tungkai pasien di etensikan kebelakang, jika dirasakan nyeri maka tanda
psoas mengindikasikan iritasi pada otot psoas akibat peradangan appendik.
Gambar 30. Tanda Obturator

e. Tanda Obturator ;
Perawat memfleksikan paha pasien sejajar pinggul, dan fleksikan sendi lutut, kemudian
rotasikan tungkai kearah dalam, jika dirasakan nyeri pada hipogastik kanan, merupakan
tanda oburator positif, mengindikasikan adanya iritasi otot obrurator akibat radang pada
appendik. Lihat Gambar 30.
2. Peradangan kandung Empedu
Apabila pasien mengeluh adanya nyeri
daerah perut kanan atas diduga adanya batu
empedu atau peradangan kandung empedu,
maka perawat bisa memeriksa daerah
tersebut, dengan cara : melakukan
penekanan daerah yang dirasakan sakit
oleh pasien, dan apabila pada saat ditekan
pasien merasakan nyeri tajam dan uasha
inspirasi seperti berhenti tiba-tiba, maka
disebut Murphy Sign positif, indikasi
adanya peradangan pada empedu. Lihat
Gambar 31. Lokasi nyeri
Gambar 31 :
PESMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIS

Setiap penderita koma atau dengan kesadaran menurun harus dilakukan pemeriksaan
neurologis, dengan pemeriksaan ini sering dapat mengungkapkan penyebab sebagai
sumber penurunan kesadaran, seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri, orang
dan lingkungan maupun waktu, orang normal dapat berada dalam keadaan sadar, tidur,
mengantuk, bila ia tidur dapat disadarkan oleh rangsangan misalnya rangsang nyeri,
bunyi, atau gerak. Rangsang ini disampaikan pada system aktivitas retikuler yang terletak
bagian atas otak, terutama di mesensefalon dan hipotalamus. Lesi di otak diatas
hipotalamus tidak menurunkan kesadaran kecuali lesinya

Anda mungkin juga menyukai