FISIK NEUROLOGIS
PEMBAHASAN
A. Tingkat Kesadaran
Evaluasi tingkat kesadaran secara sederhana dapat dibagi atas:
1. Kualitatif
• Kompos mentis : Kesadaran baik (penuh) sempurna baik waktu, orang dan tempat
• Apatis : perhatian berkurang
• Somnolen : Kesadaran mengantuk, kesadaran dapat pulih kembali bila
dirangsang pasien mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban,
menangkis rangsang nyeri
• Sopor (stupor) : katuk yang dalam pasien dapat dibangunkan dengan rangsangan
yang kuat, kemudian pasien tertidur atau kesadaran turun lagi
• Soparokomatus : Keadaan ini tidak ada respons verbal, hanya refleks pupil dan kornea
masih baik
• Coma : Tidak ada respons sama sekali.
2. Kuantitatif
a. Respons membuka mata :
• Spontan :4
• Dipanggil atas perintah :3
• Dengan rangsangan nyeri (Supra orbita) :2
• Tidak ada reaksi :1
b. Respons Verbal :
• Orientasi baik (Waktu, orang dan tempat :5
• Disorientasi :4
• Bisa bicara, kata-kata jelas, tidak nyambung :3
• Hanya suara mengerang :2
• Tidak ada jawaban :1
c. Respons Motorik
• Mengikuti perintah :6
• Mengetahui lokasi nyeri :5
• Reaksi menghindar :4
• Reaksi fleksi :3
• Reaksi ekstensi :2
• Tidak ada respon terhadap nyeri :1
B. RESPONS NYERI
Mengkaji respons nyeri pada pasien yang tidak sadar pada kasus neurologis,
merupakan sesuatu yang sangat penting dilakukan, apakah pesien itu sadar ataukah tidak
evaluasi respons motorik menunjukkan tingkatan nyeri yang mengalami lesi pada hemesfir
otak. Pada pasien yang tidak sadar mengetahui respons nyeri menggunakan rentang A, B,
C, D dan E. Caranya adalah berikan rangsang nyeri dengan menekan supraorbita pasien
menggunakan jari pemeriksa, maka inteprestikan sebagai berikut :
A : Nyeri terlokasi (respons pasien mendekati stimulus)
B : Menarik (respons pasien menjahui stimulus)
C : Dekortikasi (respons pasien adalah lengan fleksi dan aduksi ke arah dada sedangkan
tungkai keadaan ekstensi, ini menandakan adanya lesi di atas mesenfalon)
D : Deserebrasi (respons pasien adalah lengan keadaan ekstensi, adukasi dan endorotasi,
sedangkan tungkai keadaan ekstensi, hal ini menandakan lesi batang otak bagian atas)
E : Lembek tidak ada respons nyeri sama sekali.
C. PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORI
Adanya gangguan pada otak, madulla spinalis dan syaraf tepi dapat menimbulkan
gangguan sensorik, gangguan ini tidak tampak seperti gangguan motorik ataupun autropi otot,
karena gangguan sensorik dapat menyebabkan perasaan baa/semutan atau parastesia, mati
rasa ada pula pasien sangat sensitif (hyperestesia)
Sehubungan dengan pemeriksaan fungsi sensorik ada beberapa hal berikut ini yang
perawat haruus pahami yaitu :
1. Kesadaran pasien harus penuh
2. Pasien saat pemeriksaan tidak boleh dalam keadaan lelah
3. Prosedur pemeriksaan harus dimengerti oleh pasien
4. Tujuan pemeriksaan harus dijelaskan oleh pemeriksa dengan bahasa yang sederhana
5. Penilaian tidak hanya ada atau tidak ada gangguan sensasi, juga perbedaan dari sensasi
6. Pemeriksaan ulang penting untuk dilakukan karena sering perbedaan inteprestasi
7. Pemeriksaan harus simetris atau liberal
8. Pemeriksaan dilakukan dengan sabar serta alat yang dipakai sesuai dengan kebutuhan
Adapun jenis pemeriksaan sensori diantaranya :
1. PEMERIKSAAN FUNGSI TAKTIL
a. Alat yang dipakai
• Kuas halu, bulu, tissue
• Jika terpaksa dapat memakai jari.
b. Posisi Pasien :
• Posisi dalam keadaan berbaring, bisa duduk dengan mata terpejam bisa
menutup dengan jari tangan tanpa menekan bola mata
• Pasien dalam keadaan santai, tidak boleh tegang, bagian tubuh yang diperiksa
harus bebas dari pakaian
c. Caranya adalah :
Menstimuli atau memberikan rangsangan pada pasien harus sesering mungkin,
jangan memberi tekanan pada jaringan subcutan, pasien hanya diminta untuk
manyatakan YA atau TIDAK, bila merasakan atau tidak merasakan adanya
rangsangan dan juga minta pasien untuk menyatakan tempat serta bagian tubuh
mana yang dirangsang.
2. PEMERIKSAAN SENSASI SUPERFISIAL
Pada pemeriksaan sensasi superfisial fokus perhatian perawat adalah mengetahui
fungsi perasa dari pasien, alat yang dipakai dapat berupa Jarum biasa, peniti, atau pentul,
yang paling baik adalah jarum pentul karena ujung dan kepala jarum pentul dapat dipakai
secara bergantian.
Caranya adalah :
1. Pasien diminta untuk menutup matanya
2. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum tadi terhadap dirinya
3. Tekanan kulit pada pasien seminimal mungkin, jangan sampai menimbulkan perlukaan
4. Pasien jangan ditanya apakah ini runcing, pemeriksa hanya menanyakan apa yang
pasien rasakan
5. Rangsangan pada kulit dikerjakan dengan ujung dan kepala jarum bergantian, pasien
hanya menyatakan sensasinya, apakah ada perbedaan intensitas dari sensasinya
6. Jika ada sensasinya yang menurun rangsangan dimulai dari daerah tadi ke arah normal
Adapun istilah dalam gangguan sensasi nyeri superfisial :
a. Alganestesia dan analgesia : menunjukkan daerah yang tidak sensitif terhadap rangsang
nyeri
b. Hipelgesia : menunjukksn sensitivitas yang menurun
c. Heperalgesia : menunjukkan sensitivitas meningkat
Caranya adalah :
a. Pasien lebih baik dalam posisi terbaring, mata pasien ditutup
b. Tabung yang berisi air panas maupun dingin terlebih dahulu dicoba oleh pemeriksa
c. Kemudian tabung tadi ditempelkan secar bergantian, pasien hanya diminta menyatakan
sensasi sesuai dengan persepsinya
Hasilnya :
Dikatakan normal bila pasien merasakan adanya vibrasi maksimal, kemampuan pasien
merasakan getaran garputalla, ketika garputalla hampir berhenti bergetar, apabila hilang rasa
getar disebut : Palanestesia.
Caranya :
Masa otot, tendo atau syaraf yang dekat permukaan kulit ditekan dengan ujung jari
atau dengan mencubit, pasien diminta untuk menyatakan apa yang dirasakan.
7. PEMERIKSAAN REFLEKS
Pemeriksaan refleks dalam kasus neurologis pada dasarnya merupakan pemeriksaan yang
tidak terpisahkan dari pemeriksaan fisik secara keseluruhan, pemeriksaan refleks sangatlah
penting dan harus dilakukan secara cermat dan hati-hati. Pasien yang dilakukan pemeriksaan
refleks biasanya di indikasikan dengan keluhan-keluhan seperti mudah lelah, ada kesulitan
berjalan, kelemahan atau kelumpuhan, gangguan gerak, nyeri punggung atau gangguan
fungsi otonum.
Pemeriksaan refleks pada kasus neurologis, meliputi refleks fisiologis maupun refleks
pathologis. Adapum dasar pemeriksaan refleks adalah :
1. Alat yang digunakan disebut Refleks Hammer, umumnya dibuat dari bahan karet yang
lunak untuk menimbulkan rasa nyeri, karena rasa nyeri perlu dihindari sebab dapat
menguburkan hasil pemeriksaan.
2. Pasien pada waktu diperiksa harus dalam posisi yang nyaman atau se-enak-enaknya dan
santai, bagian tubuh yang akan diperiksa harus selemas-lemasnya, sehingga gerakan otot
dapat muncul optimal.
3. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung, kerasnya pukulan harus dalam
batas nilai ambang.
4. Otot yang diperiksa harus dalam keadaan sedikit kontraksi.
c. Tanda Kernig :
Caranya adalah : posisi pasien berbaring lurus
salah satu kakinya di fleksikan ke atas sampai
mencapai sudut 90 derajat, kemudian sendi lutut
di fleksikan bila terdapat tahanan dan nyeri
sebelum mencapai sudut tersebut disebut ;
Kernig positif.
d. Brudzinski Neck Sign :
Caranya adalah : Pasien berbaring lurus, kemudian tangan pemeriksa yang non dominan
di letakan dibawah kepala pasien dan tangan satunya yang dominan diletakkan didada
pasien, kemudian kepala pasien ditekuk ke depan sampai dagu menyentuh dada, bila
terdapat fleksi kedua kaki pasien maka tanda brudzinski positif.
Tehnik Pemeriksaan :
Pengkajian syaraf otak atau syaraf cranial sangat bervariasi, ini tergantung dari syaraf cranial
yang akan diperiksa.
1. Nevus I : Olfaktorius (N. Penghidu) :
Caranya adalah : Pasien diminta untuk memejamkan kedua matanya dan menutup satu
lobang hidung dengan menggunakan tangannya, kemudian dekatkan bahan-bahan yang
berbau khas cukup dikenal pasien, misalnya kopi, tembakau, dekatkan di lobang hidung
pasien, kemudian pasien diminta untuk mendiskripsikan bahan tersebut, apakah pasien
masih mengenal bau-bauan tersebut, demikian juga dengan lobang hidung yang satunya.
Lihat gambar 35
Gambar 35
2. Nervus II (Opticus) :
Nervus II adalah syaraf yang menginervasi daerah mata yaitu bertanggung jawab
mengenai tajam penglihatan atau visus. Perawat dalam melakukan pemeriksaan daerah
mata tentang tajam penglihatan, menggunakan kartu snellent (snellent charct) (lihat pada
pemeriksaan mata)
3. Nervus III, IV dan VI (diperiksa Bersamaan), yaitu syaraf Occulomotorius, Trochlearis dan
abdusens. Ketiga syaraf ini dalam melaksanakan fungsinya sangat terkoordinasi, perawat
memeriksa mengenai pupil, gerakan otot mata dan lapang pandang. Memeriksa kondisi
pupil, gerakan otot mata dan lapang pandang. Memeriksa kondidi pupil baik ukuran pupil,
bentuk pupil, dan respons pupil terhadap cahay, ukuran pupil normal berkisar 1-3 mm,
kemudian gerakan otot mata ke segala arah atau posisi 6 kardinal yaitu medial superior,
lateral superior, lateral inferior, Medial inferior, lateral dan medial serta memeriksa lapang
pandang. Lihat gambar 36.
Gambar 36
Motorik : Meminta pasien untuk menutup rahangnya sambil menggigit, perhatikan otot
masseter dan raba secara bilateral, perhatikan adanya ke tidak semitrisan saat menutup
maupun membuka rahangnya.
5. Nervus VI (Abdusens) : Lapang padang dan Akomodasi.
6. Nervus VII (Fasialis) : Syaraf ini menginervasi daerah wajah, sensorik dan Motorik.
Sensorik : syaraf cranial ini mensuplai sensasi bagian dua pertiga daerah anterior lidah.
Caranya petugas meminta pasien untuk memejamkan matanya, sambil menjulurkan
lidahnya kemudian perawat atau petugas meletakan rasa asin, manis, pahit bergantian
pada lidah pasien dan ditanyakan dari berbagai rasa tersebut.
Motorik : perawat atau petugas meminta pasien untuk mengkerutkan dahinya,
mengangkat alis, tersenyum, meringis, bersiul, mencucurkan bibir, mengembungkan pipi,
kemudian amati apakah ada ketidak semetrisan. Lihat Gambar 40
Gambar 40
Sedangkan syaraf Vestibularis dapat dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
keseimbangan dan koordinasi, test tersebut disebut dengan test romberg. Caranya adalah :
Perawat atau petugas meminta pasien untuk melakukan jalan tandem-gait (tumit ke jari kaki)
berjalan dengan tumit dan berjinjit, atau berdiri kaki rapat lengan kedua sisi, mata pasien boleh
tertutup atau terbuka, amati keseimbangan pasien, bila ada ke tidak keseimbangan dan
koordinasi merupakan tanda adanya gangguan pada serebelum. Lihat gambar 41.
Gambar 41
Gambar 42
Gambar 43
8. Nervus IX (glassofaringeal) dan Nervus X (Vagus). Kedua syaraf ini menginervasi daerah
tenggorokan, untuk melakukan pemeriksaan syaraf ini dilakukan bersamaan, pasien
diminta untuk membuka mulutnya dan mengatakan “aaa” perhatikan letak ovula, ada
ataukah tidak deviasi ovula pada garis tengah mulut, kemudian meminta pasien untuk
menelan perhatikan apakah ada kesulitan untuk menelan, jika ada kesulitan untuk menelan
maupun letak ovula yang tidak simetris dengan garis tengah mulut, merupakan gangguan
nervus IX maupun . Lihat gambar 44-45
Gambar 44 Gambar 45
9. Nervus XI (Asesorius).
Mengkaji syaraf XI ini pasien diminta mengangkat bahunya sementara perawat
melakukan penekanan, kemudian observasi kekuatan dan kesemetrisan bahu pada saat
bahu diangkat sambil meraba otot trapezius, kemudian pasien diminta untuk
memalingkan wajahnya ke salah satu posisi, perawat menahan dagu pasien ke sisi yang
berlawanan, perhatikan tahanan dan kekuatan leher sambil mengamati otot
sternokleidomastoideus, apabila tidak ada tahanan atau lembek, berarti ada kelumpuhan
syaraf asesorius, bila perlu ulangi pada sisi yang lainnya.
10. Nervus XII (Hypoglosus).
Pemeriksaan syaraf hypoglosus ini, pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya,
kemudian dengan lidahnya mendorong pipi kanan dan kiri, menekuk lidah ke arah
hidung, kearah dagu, kemudian observasi apakah ada deviasi ataukah tidak, apakah ada
fasikulasi (tremor lidah halus), menandakan ada gangguan pada neuron motori bawah
(low motor neuron.