Anda di halaman 1dari 35

PEMERIKSAAN

FISIK NEUROLOGIS
PEMBAHASAN
A. Tingkat Kesadaran
Evaluasi tingkat kesadaran secara sederhana dapat dibagi atas:
1. Kualitatif
• Kompos mentis : Kesadaran baik (penuh) sempurna baik waktu, orang dan tempat
• Apatis : perhatian berkurang
• Somnolen : Kesadaran mengantuk, kesadaran dapat pulih kembali bila
dirangsang pasien mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban,
menangkis rangsang nyeri
• Sopor (stupor) : katuk yang dalam pasien dapat dibangunkan dengan rangsangan
yang kuat, kemudian pasien tertidur atau kesadaran turun lagi
• Soparokomatus : Keadaan ini tidak ada respons verbal, hanya refleks pupil dan kornea
masih baik
• Coma : Tidak ada respons sama sekali.

2. Kuantitatif
a. Respons membuka mata :
• Spontan :4
• Dipanggil atas perintah :3
• Dengan rangsangan nyeri (Supra orbita) :2
• Tidak ada reaksi :1
b. Respons Verbal :
• Orientasi baik (Waktu, orang dan tempat :5
• Disorientasi :4
• Bisa bicara, kata-kata jelas, tidak nyambung :3
• Hanya suara mengerang :2
• Tidak ada jawaban :1

c. Respons Motorik
• Mengikuti perintah :6
• Mengetahui lokasi nyeri :5
• Reaksi menghindar :4
• Reaksi fleksi :3
• Reaksi ekstensi :2
• Tidak ada respon terhadap nyeri :1

B. RESPONS NYERI
Mengkaji respons nyeri pada pasien yang tidak sadar pada kasus neurologis,
merupakan sesuatu yang sangat penting dilakukan, apakah pesien itu sadar ataukah tidak
evaluasi respons motorik menunjukkan tingkatan nyeri yang mengalami lesi pada hemesfir
otak. Pada pasien yang tidak sadar mengetahui respons nyeri menggunakan rentang A, B,
C, D dan E. Caranya adalah berikan rangsang nyeri dengan menekan supraorbita pasien
menggunakan jari pemeriksa, maka inteprestikan sebagai berikut :
A : Nyeri terlokasi (respons pasien mendekati stimulus)
B : Menarik (respons pasien menjahui stimulus)
C : Dekortikasi (respons pasien adalah lengan fleksi dan aduksi ke arah dada sedangkan
tungkai keadaan ekstensi, ini menandakan adanya lesi di atas mesenfalon)
D : Deserebrasi (respons pasien adalah lengan keadaan ekstensi, adukasi dan endorotasi,
sedangkan tungkai keadaan ekstensi, hal ini menandakan lesi batang otak bagian atas)
E : Lembek tidak ada respons nyeri sama sekali.
C. PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORI
Adanya gangguan pada otak, madulla spinalis dan syaraf tepi dapat menimbulkan
gangguan sensorik, gangguan ini tidak tampak seperti gangguan motorik ataupun autropi otot,
karena gangguan sensorik dapat menyebabkan perasaan baa/semutan atau parastesia, mati
rasa ada pula pasien sangat sensitif (hyperestesia)
Sehubungan dengan pemeriksaan fungsi sensorik ada beberapa hal berikut ini yang
perawat haruus pahami yaitu :
1. Kesadaran pasien harus penuh
2. Pasien saat pemeriksaan tidak boleh dalam keadaan lelah
3. Prosedur pemeriksaan harus dimengerti oleh pasien
4. Tujuan pemeriksaan harus dijelaskan oleh pemeriksa dengan bahasa yang sederhana
5. Penilaian tidak hanya ada atau tidak ada gangguan sensasi, juga perbedaan dari sensasi
6. Pemeriksaan ulang penting untuk dilakukan karena sering perbedaan inteprestasi
7. Pemeriksaan harus simetris atau liberal
8. Pemeriksaan dilakukan dengan sabar serta alat yang dipakai sesuai dengan kebutuhan
Adapun jenis pemeriksaan sensori diantaranya :
1. PEMERIKSAAN FUNGSI TAKTIL
a. Alat yang dipakai
• Kuas halu, bulu, tissue
• Jika terpaksa dapat memakai jari.
b. Posisi Pasien :
• Posisi dalam keadaan berbaring, bisa duduk dengan mata terpejam bisa
menutup dengan jari tangan tanpa menekan bola mata
• Pasien dalam keadaan santai, tidak boleh tegang, bagian tubuh yang diperiksa
harus bebas dari pakaian
c. Caranya adalah :
Menstimuli atau memberikan rangsangan pada pasien harus sesering mungkin,
jangan memberi tekanan pada jaringan subcutan, pasien hanya diminta untuk
manyatakan YA atau TIDAK, bila merasakan atau tidak merasakan adanya
rangsangan dan juga minta pasien untuk menyatakan tempat serta bagian tubuh
mana yang dirangsang.
2. PEMERIKSAAN SENSASI SUPERFISIAL
Pada pemeriksaan sensasi superfisial fokus perhatian perawat adalah mengetahui
fungsi perasa dari pasien, alat yang dipakai dapat berupa Jarum biasa, peniti, atau pentul,
yang paling baik adalah jarum pentul karena ujung dan kepala jarum pentul dapat dipakai
secara bergantian.

Caranya adalah :
1. Pasien diminta untuk menutup matanya
2. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum tadi terhadap dirinya
3. Tekanan kulit pada pasien seminimal mungkin, jangan sampai menimbulkan perlukaan
4. Pasien jangan ditanya apakah ini runcing, pemeriksa hanya menanyakan apa yang
pasien rasakan
5. Rangsangan pada kulit dikerjakan dengan ujung dan kepala jarum bergantian, pasien
hanya menyatakan sensasinya, apakah ada perbedaan intensitas dari sensasinya
6. Jika ada sensasinya yang menurun rangsangan dimulai dari daerah tadi ke arah normal
Adapun istilah dalam gangguan sensasi nyeri superfisial :
a. Alganestesia dan analgesia : menunjukkan daerah yang tidak sensitif terhadap rangsang
nyeri
b. Hipelgesia : menunjukksn sensitivitas yang menurun
c. Heperalgesia : menunjukkan sensitivitas meningkat

3. PEMERIKSAAN SENSASI SUHU


Pada pemeriksaan sensasi suhu alat yang dipakai adalah tabung yang berisi air
dingin atau air panas, tabung yang dipakai lebih baik terbuat dari metal dari pada tabung
dari gelas atau kaca, karena bahan dari gelas merupakan konduktor yang buruk. Sensasi
dingin biasanya dengan suhu 5-10 derajat, dan air panas dengan suhu 40-45 derajat. Lihat
gambar 3

Caranya adalah :
a. Pasien lebih baik dalam posisi terbaring, mata pasien ditutup
b. Tabung yang berisi air panas maupun dingin terlebih dahulu dicoba oleh pemeriksa
c. Kemudian tabung tadi ditempelkan secar bergantian, pasien hanya diminta menyatakan
sensasi sesuai dengan persepsinya

Istilah dalm sensasi suhu adalah :


a. Termanestesia : Tidak sensitif terhadap suhu
b. Termhipestesia : Sensitifitas terhadap suhu menurun
c. Termhiperestesia : Sensitivitas terhadap suhu meningkat
4. PEMERIKSAAN SENSASI GETAR
Sensasi Getar atau vibrasi (palastesia) adalah suatu kemampuan untuk merasakan
adanya rasa getar, ketika garputalla yang telah digetarkan diletakkan pada tulang tertentu yang
menonjol.

Alat yang dipakai :


• Garputalla dengan Frekuensi 128 Hz, 256 Hz
• Bagian tubuh yang di tempeli dengan garputalla antara lain : ibu jari kaki, meleolus
lateralis/medialis, tibia, scarum, sternum, prosesus, spinosus, dan sendi yang menonjol
lainnya.
Caranya :
1. Getarkan garputalla terlebih dahulu dengan memukulkan ujungnya pad benda yang padat
atau keras.
2. Kemudian pangkal garputalla segera ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diuji

Hasilnya :
Dikatakan normal bila pasien merasakan adanya vibrasi maksimal, kemampuan pasien
merasakan getaran garputalla, ketika garputalla hampir berhenti bergetar, apabila hilang rasa
getar disebut : Palanestesia.

5. PEMERIKSAAN SENSASI TEKAN


Pemeriksaan sensasi tekan sering disebut : Piesestesia. Sensasi tekan erat kaitannya
dengan sensasi taktil, tetapi melibatkan persepsi tekanan dari struktur kulit subcutaneus

Alat yang dipakai :


• Benda tumpul atau kalau terpaksa bisa juga menggunakan ujung jari tangan.
Caranya :
1. Posisi pasien berbaring dengan mata tertutup
2. Ujung jari atau benda tumpul di sentuhkan pada kulit, bisa juga menekan struktur kulit
subcutan
3. Pasien di minta untuk menyatakan apakah ada tekanan serta meminta untuk mengatakan
daerah mana yang ditekan.
6. PEMERIKSAAN SENSASI NYERI
Pemeriksaan sensasi nyeri alat yang dipakai tidak ada yang khusus, cukup dengan
menggunakan jari tangan, posisi pasien bisa duduk atau berbaring, dengan mata tertutup

Caranya :
Masa otot, tendo atau syaraf yang dekat permukaan kulit ditekan dengan ujung jari
atau dengan mencubit, pasien diminta untuk menyatakan apa yang dirasakan.
7. PEMERIKSAAN REFLEKS
Pemeriksaan refleks dalam kasus neurologis pada dasarnya merupakan pemeriksaan yang
tidak terpisahkan dari pemeriksaan fisik secara keseluruhan, pemeriksaan refleks sangatlah
penting dan harus dilakukan secara cermat dan hati-hati. Pasien yang dilakukan pemeriksaan
refleks biasanya di indikasikan dengan keluhan-keluhan seperti mudah lelah, ada kesulitan
berjalan, kelemahan atau kelumpuhan, gangguan gerak, nyeri punggung atau gangguan
fungsi otonum.

Pemeriksaan refleks pada kasus neurologis, meliputi refleks fisiologis maupun refleks
pathologis. Adapum dasar pemeriksaan refleks adalah :
1. Alat yang digunakan disebut Refleks Hammer, umumnya dibuat dari bahan karet yang
lunak untuk menimbulkan rasa nyeri, karena rasa nyeri perlu dihindari sebab dapat
menguburkan hasil pemeriksaan.
2. Pasien pada waktu diperiksa harus dalam posisi yang nyaman atau se-enak-enaknya dan
santai, bagian tubuh yang akan diperiksa harus selemas-lemasnya, sehingga gerakan otot
dapat muncul optimal.
3. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung, kerasnya pukulan harus dalam
batas nilai ambang.
4. Otot yang diperiksa harus dalam keadaan sedikit kontraksi.

a. Penilaian Hasil Refleks


Refleks dapat dinilai baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif
berdasarkan nilai atau score, dan kualitatif berdasarkan inteprestasi pemeriksa sebagai
negatif, menurun, meninggi maupun normal.
Adapun nilainya adalah sebagai berikut :
0 : Negatif
+1 : Lemah
+2 : Normal
+3 : Meninggi tetapi belum tentu patologik
+4 : Hyperaktif (sering disertai dengan klonus) indikator suatu penyakit

b. Jenis-Jenis Pemeriksaan Refleks


1. Pemeriksaan Refleks Lengan
Refleks pada lengan meliputi : Refleks biceps, triceps, brachioradialis, dan fleksor
jari merupakan sekelompok refleks pada lengan yang penting, ke empat jenis refleks tersebut
adalah :
a. Refleks Biceps :
• Pasien duduk dengan santai, lengan bawah lemas sedikis antata fleksio dan ekstensi dan
pronasi.
• Siku pasien diletakan pada lengan pemeriksa.
• Pemeriksa meletakan ibu jarinya di atas tendo biceps. Kemudian pukulah ibu jari tadi
dengan refleks hammer yang telah disediakan.
• Reaksi utama adalah kontraksi otot biceps dan refleksi lengan bawah.
• Apabila refleks meninggi maka zona refleksogen akan meluas disertai fleksi pergelangan
tangan serta jari tangan dan aduksi ibu jari.
• Muskulus biceps brakhii dipelihara oleh nervus muskulokutaneus (C5-C6) Lihat gambar
6:
b. Pemeriksaan Refleks Triceps Gambar 6
• Pasien duduk dengan tenang dan santai
• Lengan pasien diletakan di atas lengan/tangan
pemeriksa.
• Lengan bawah pasien dalam keadaan lemas,
sedikit fleksi dan pronasi
• Bila lengan pasien sudah relaksasi sempurna (otot
triseps tidak teraba tegang) pukulah tendo di
fossa olekranon. Gambar 7
• Otot triseps akan kontraksi dan sedikit
menyentak, gerakan ini dapat dilihat sekaligus
dirasakan oleh lengan pemeriksa yang
menopang lengan pasien.
• Muskulus triseps dipelihara oleh nervus radialis
(C6-C8). Lihat Gambar 7

c. Pemeriksaan Refleks Brakhioradialis


• Posisi pasen dan pemeriksa sama dengan
pemeriksaan refleks biceps.
• Pukulah tendo brakhioradialis pada radius bagian
distal dengan hammer.
• Akan muncul gerakan menyentak pada lengan.
• Muskulus brakhioradialis dipelihara oleh nervus
radialis (6). Lihat gambar 8. Gambar 8
d. Pemeriksaan Refleks Fleksor jari
tangan
• Pemeriksaan ini juga disebut :
Wartenberg sign.
• Pasien duduk dengan sanati, tidak
boleh tegang.
• Tangan pasien dalam posisi
setengah supinasi, diletakan diatas
meja atau atas benda lain yang
padat jari-jari posisi fleksi ringan.
• Pemeriksa meletakkan telunjuk
dan jari tengahnya pada
permukaan tangan pasien.
• Punggung jari pemeriksa tadi
dipukul denan cepat tapi ringan
dengan refleks hammer yang telah
disiapkan
• Reaksinya adalah fleksi ke empat
jari tangan pasien serta fleksi ibu
jari pasien dibagian distal. Lihat
Gambar 9.
2. Pemeriksaan Refleks Tungkai
a. Refleks Quadriceps/ Patella
• Pasien dalam posisi duduk dengan tungkai
menjuntai.
• Daerah kanan kiri tendo patella terlebih dahulu
dira, untuk menetapkan daerah yang tepat.
• Tangan pemeriksa yang satu memegang paha
pasien bagian distal tangan yang lain memukul
tendo dengan refleks hammer bertumpu pada
pergelangan tangan.
• Tangan yang memegang paha tadi merasakan
kontraksi otot patella dan tungkai bawah pasien
menyetak untuk berayun.
• Bila ada kesulitan dengam cara ini pakailah cara
berikut :
• Kedua tangan pasien saling berpegangan
horizontal didepan dada, pasien diminta untuk
menarik kedua tangannya, bersamaan dengan itu
lalu pukulah tendo pattelanya, menggunakan refles
hammer , sambil mengamati hentakan refleks
quadriceps.
• Bila pasien tidak mampu duduk, dapat dalam
posisi berbaring.
b. Pemeriksaan Refleks Akciless
• Pasien dapat duduk dengan tungkai menjuntai atau berbaring, dan dapat pula lutut
dan sebagian tungkai bagian bawah pasien bertumpu pada kursi dan jari kakinya
menjulur keluar.
• Pada dasarnya pemeriksa sedikit menegangkan tendo Achilles dengan cara menahan
ujung kaki ke arah dorsofleksi.
• Tendo Archilles dipukul dengan cepat tapi ringan dengan hammer gerakan tertumpu
pada pergelangan tangan pemeriksa.
• Reaksinya akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak, pusat.
3. Pemeriksaan Refleks Glabella
• Pukulan singkat pada glabella atau sekitar daerah supraorbita mengakibatkan kontraksi
singkat kedua otot orbitkularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasial refleks ini
berkurang atau negative, sedangkan pada parkinson refleks ini akan meninggi (pusat
refleks dipons

4. Pemeriksaan Refleks Rahang (Jaw


Refleks) :
Pasien diminta untuk membuka
mulutnya sedikit dan telunjuk pemeriksa
ditempatkan melintang di dagu, setelah itu
telunjuk diketok dengan hammer akan
mengakibatkan berkontraksinya otot masseter
sehingga mulut merapat, pusat refleks ini
terletak di pons.
5. Refleks Dinding Perut Superfisial :
Lengkung refleks ini merupakan rangkaian terlibatnya neuron suprasegmental,
sehingga apabila terdapat kerusakan suprasegmental refleks ini negatif. Membangkitkan
refleks ini dengan jalan menggores dinding perut dengan benda agak runcing tetapi tidak
tajam seperti kunci, pulpen. Dikatakan positif apabila ada kontarksi muskulus rectus
abdominis. Goresan ini dilakukan seluruh lapang dinding perut, refleks dinding perut bisa
negatif pada wanita dengan banyak anak, orang gemuk, usia lanjut, bayi baru lahir sampai
usia satu tahun. Pada usia dewasa jika hasilnya negatif menandakan adanya kelainan yaitu
lesi tractus piramidalis diatas thoraxal ke 6.
6. Pemeriksaan Refleks Cremaster
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan
menggores atau menyentuh bagian medial paha
pasien, maka akan terlihat scrotum kontraksi, jika
hasil tidak ada kontraksi berarti negative
menandakan adanya lesi tractus piramidalis, refleks
ini negative menandakan adanya lesi tractus
piramidalis, refleks ini negative pada usia tua atau
lanjut, dan menderita hydrokel, epidedimitis.
Lengkung refleks melalui L1 dan L2.

7. Pemeriksaan Refleks Patologis


Membangkitkan refleks patologid ada bemacam-
macam cara, diantaranya :
a. Refleks Babinzki.
Caranya adalah pasien berbaring lurus
kedua kaki ekstensi, pegang pergelangan kaki
pasien yang satu, kaki satunya lakukan goresan
memakai benda yang agak lancip tidak tajam,
seperti pulpen, pada telapak kaki bagian ateral
mulai dari tumit menuju pangkal jari kaki
pasien, jika didapatkan dorsofleksi ibu jari dan
mekar jari kaki yang lain disebut refleks
babinzki positif, berarti ada lesi di tractus
piramidalis.
Selain refleks babinzki ada lagi cara membangkitkan refleks patologis yaitu :
a. OPPENHEIM : Dengan cara mengurut kuat otot tibialis anterior ke arah distal.

b. GORDON : Dengan memencet otot betis.

c. SCHAEFER : Memencet otot atau tendon


Axhilles

d. GONDA : Memencet satu jari kaki dan


melepaskannya secara tiba-tiba
e. CHADDOCK : Menggores bagian lateral maleolus dengan alat agak lancip tetapi tidak
tajam

f. REFLEKS ROSSOLIMO : Mengetuk dengan hammer telapak kaki

g. REFLEKS BECHTEREV’S MANDEL : Mengetuk dengan hammer


punggung kaki (dorsalis pedis)
h. HOFFMAN TROMMER : Caranya tangan pasien bagian pergelangan dipegang dan jari
tangan keadaan fleksi kemudian jari tengah pasien dijepit diantara jari tengah dan telunjuk
pemeriksa, dengan ibu jari kita gores dengan kuat ujung jari tengah pasien, jika fleksi jari
telunjuk dan aduksi ibu jari pasien disebut HOFFMAN positif, menandakan adanya lesi ekstra
piramidal. Lihat Gambar 28

8. Tanda-Tanda Rangsang Meningeal


a. Neck Regidity (Kaku Kuduk)
Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang
selaput otak, baik menengitis, maupum encephalitis.
Caranya adalah :
Tangan pemeriksa ditempatkan di daerah bawah dagu dan kepala pasien yang sedang
posisi tidur berbaring, tangan yang lain diletakan didada pasien untuk menahan
kemudian kepala pasien dipleksikan ke depan sampai dagu menyentuk dada, perhatikan
adakah tahanan, bila ada tahanan berarti kaku kuduk positif. Lihat Gambar 29
Gambar 28 Gambar 29
b. Tanda Laseque :
Caranya : Pasien berbaring supinasi posisi lurus kedua kaki ekstensi kemudian satu tungkai
diangkat lurus ke atas, kemudian bengkokkan pada persendian panggul sampai mencapai
sudut 70 derajat, bila sebelum sudut 70 derajat tersebut timbul nyeri tanda laseque positif.

c. Tanda Kernig :
Caranya adalah : posisi pasien berbaring lurus
salah satu kakinya di fleksikan ke atas sampai
mencapai sudut 90 derajat, kemudian sendi lutut
di fleksikan bila terdapat tahanan dan nyeri
sebelum mencapai sudut tersebut disebut ;
Kernig positif.
d. Brudzinski Neck Sign :
Caranya adalah : Pasien berbaring lurus, kemudian tangan pemeriksa yang non dominan
di letakan dibawah kepala pasien dan tangan satunya yang dominan diletakkan didada
pasien, kemudian kepala pasien ditekuk ke depan sampai dagu menyentuh dada, bila
terdapat fleksi kedua kaki pasien maka tanda brudzinski positif.

e. Brudzinski contra lateral leg sign


Caranya adalah : Pasien berbaring lurus salah
satu kaki difleksikan pada persendian panggul
dan tungkai yang satunya tetap ekstensi, bila
tungkai yang satu ikut terfleksi maka tanda
brudzinski II positif atau brudzinski kotra
lateral leg sign positif.
9. Pemeriksaan Fungsi Syaraf Cranial
Pengkajian syaraf cranial dapat memberikan informasi penting mengenai kondisi
dari fungsi syaraf otak, terutama tentang batang otak, karena syaraf otak lebih peka
terhadap tekanan paad otak, yang pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan intra cranial.
Karena pekanya otak terhadap tekanan atau rangsangan dari luar, maka perawat
diharapkan mampu untuk melakukan pemeriksaan tentang syaraf cranial yang berfokus
pada respons pasien yang mengalami gangguan fungsi syaraf cranial. Pemeriksaan fungsi
syaraf cranial yang perlu dilakukan perawat adalah menguji terhadap ke 12 (dua belas)
pasang syaraf cranial, pemeriksaan terhadap ke 12 pasang syaraf cranial tersebut harus
atas indikasi, dan pemeriksaan fungsi syaraf cranial tersebut tidak harus terpisah dengan
pemerikasaan fisik secara umum, tetapi terintegrasi ke dalam sekali pemeriksaan.

Tehnik Pemeriksaan :
Pengkajian syaraf otak atau syaraf cranial sangat bervariasi, ini tergantung dari syaraf cranial
yang akan diperiksa.
1. Nevus I : Olfaktorius (N. Penghidu) :
Caranya adalah : Pasien diminta untuk memejamkan kedua matanya dan menutup satu
lobang hidung dengan menggunakan tangannya, kemudian dekatkan bahan-bahan yang
berbau khas cukup dikenal pasien, misalnya kopi, tembakau, dekatkan di lobang hidung
pasien, kemudian pasien diminta untuk mendiskripsikan bahan tersebut, apakah pasien
masih mengenal bau-bauan tersebut, demikian juga dengan lobang hidung yang satunya.
Lihat gambar 35
Gambar 35

2. Nervus II (Opticus) :
Nervus II adalah syaraf yang menginervasi daerah mata yaitu bertanggung jawab
mengenai tajam penglihatan atau visus. Perawat dalam melakukan pemeriksaan daerah
mata tentang tajam penglihatan, menggunakan kartu snellent (snellent charct) (lihat pada
pemeriksaan mata)

3. Nervus III, IV dan VI (diperiksa Bersamaan), yaitu syaraf Occulomotorius, Trochlearis dan
abdusens. Ketiga syaraf ini dalam melaksanakan fungsinya sangat terkoordinasi, perawat
memeriksa mengenai pupil, gerakan otot mata dan lapang pandang. Memeriksa kondisi
pupil, gerakan otot mata dan lapang pandang. Memeriksa kondidi pupil baik ukuran pupil,
bentuk pupil, dan respons pupil terhadap cahay, ukuran pupil normal berkisar 1-3 mm,
kemudian gerakan otot mata ke segala arah atau posisi 6 kardinal yaitu medial superior,
lateral superior, lateral inferior, Medial inferior, lateral dan medial serta memeriksa lapang
pandang. Lihat gambar 36.
Gambar 36

Caranya memeriksa pupil adalah :


Pupil diberi sinar penlight dari arah lateral kemedial atau tengah, apabial respons pupil akan
mengecil ketika kena sianar, dan membesar ketika sinar menjauh dikatakan reaksi pupil
positif terhadap cahaya.

Cara Memeriksa Otot Mata :


Perawat berdiri didepan pasien saling
berhadapan dalam jarak lebih kurang 30 cm,
kemudian petugas menggerakkan jari-jari
tangannya, meminta pasien untuk mengikuti arah
gerakan tangan petugas dengan menggerakkan bola
matanya ke segala arah atu posisi 6 kardinal seperti
diatas, perhatikan adanya gerakan bola mata yang
abnormal (misalnya strabismus) .
Gambar 37
Cara Memeriksa Lapang Pandang :
Petugas berhadapan dengan pasien dalam jarak kurang lebih 30 cm, salah satu jari
tangan petugas diposisikan stabil dalam jarak 30 cm tersebut, petugas meminta pasien untuk
mengikuti gerakan jari tangan lainnya yang dilakukan oleh pemeriksa, tanpa merubah posisi
kepalanya dan tanpa menggerakkan bola matanya, petugas atau pemeriksa menggerakan
jarinya di arahkan ke kanan ke kiri dan bawah sejauh mungkin, kemudian deskripsikan
gerakan mata pasien berapa derajat pasien mampu mengikuti gerakan jari tangan pemeriksa.

4. Nervus V (Trigeminis) : Sensori dan Motorik.


Sensorik : Pasien diminta untuk menutup matanya, perawat menyentuh dahi pasien
dengan menggunakan kapas, kemudian menanyakan kepada pasien sensasinya,
bandingkan dengan sisi yang lainnya. Lihat gamabar 38-39.
Gambar 39
Gambar 38

Motorik : Meminta pasien untuk menutup rahangnya sambil menggigit, perhatikan otot
masseter dan raba secara bilateral, perhatikan adanya ke tidak semitrisan saat menutup
maupun membuka rahangnya.
5. Nervus VI (Abdusens) : Lapang padang dan Akomodasi.
6. Nervus VII (Fasialis) : Syaraf ini menginervasi daerah wajah, sensorik dan Motorik.
Sensorik : syaraf cranial ini mensuplai sensasi bagian dua pertiga daerah anterior lidah.
Caranya petugas meminta pasien untuk memejamkan matanya, sambil menjulurkan
lidahnya kemudian perawat atau petugas meletakan rasa asin, manis, pahit bergantian
pada lidah pasien dan ditanyakan dari berbagai rasa tersebut.
Motorik : perawat atau petugas meminta pasien untuk mengkerutkan dahinya,
mengangkat alis, tersenyum, meringis, bersiul, mencucurkan bibir, mengembungkan pipi,
kemudian amati apakah ada ketidak semetrisan. Lihat Gambar 40
Gambar 40

7. Nervus VIII (Akustikus).


Nervus VIII ini ada dua syaraf yaitu : Nervus koklearis (syaraf pendengaran) dan Nervus
Vestibularis (Syaraf untuk keseimbangan tubuh). Untuk menguji syaraf ini dilaksanakan
bersamaan dengan pemeriksaan telinga, karena syaraf ini menginervasi daerah koklearis dan
daerah vestibularis pada telinga bagian dalam. Pengkajian syaraf koklearis dapat dilakukan
dengan alat yang disebut dengan Garutalla, jenis pemeriksaannya adalah Rinne, Weber, dan
Schwabach.

Sedangkan syaraf Vestibularis dapat dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
keseimbangan dan koordinasi, test tersebut disebut dengan test romberg. Caranya adalah :
Perawat atau petugas meminta pasien untuk melakukan jalan tandem-gait (tumit ke jari kaki)
berjalan dengan tumit dan berjinjit, atau berdiri kaki rapat lengan kedua sisi, mata pasien boleh
tertutup atau terbuka, amati keseimbangan pasien, bila ada ke tidak keseimbangan dan
koordinasi merupakan tanda adanya gangguan pada serebelum. Lihat gambar 41.
Gambar 41
Gambar 42

Gambar 43
8. Nervus IX (glassofaringeal) dan Nervus X (Vagus). Kedua syaraf ini menginervasi daerah
tenggorokan, untuk melakukan pemeriksaan syaraf ini dilakukan bersamaan, pasien
diminta untuk membuka mulutnya dan mengatakan “aaa” perhatikan letak ovula, ada
ataukah tidak deviasi ovula pada garis tengah mulut, kemudian meminta pasien untuk
menelan perhatikan apakah ada kesulitan untuk menelan, jika ada kesulitan untuk menelan
maupun letak ovula yang tidak simetris dengan garis tengah mulut, merupakan gangguan
nervus IX maupun . Lihat gambar 44-45

Gambar 44 Gambar 45
9. Nervus XI (Asesorius).
Mengkaji syaraf XI ini pasien diminta mengangkat bahunya sementara perawat
melakukan penekanan, kemudian observasi kekuatan dan kesemetrisan bahu pada saat
bahu diangkat sambil meraba otot trapezius, kemudian pasien diminta untuk
memalingkan wajahnya ke salah satu posisi, perawat menahan dagu pasien ke sisi yang
berlawanan, perhatikan tahanan dan kekuatan leher sambil mengamati otot
sternokleidomastoideus, apabila tidak ada tahanan atau lembek, berarti ada kelumpuhan
syaraf asesorius, bila perlu ulangi pada sisi yang lainnya.
10. Nervus XII (Hypoglosus).
Pemeriksaan syaraf hypoglosus ini, pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya,
kemudian dengan lidahnya mendorong pipi kanan dan kiri, menekuk lidah ke arah
hidung, kearah dagu, kemudian observasi apakah ada deviasi ataukah tidak, apakah ada
fasikulasi (tremor lidah halus), menandakan ada gangguan pada neuron motori bawah
(low motor neuron.

Anda mungkin juga menyukai