Anda di halaman 1dari 11

SOP Pemeriksaan Telinga Pada Pasien

Tujuan
Mengidentifikasi kondisi telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi
pendengaran
Persiapan Alat
 Arloji dengan jarum penunjuk detik
 Garpu tala
 Spekulum telinga
 Senter kepala
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi dan Palpasi Telinga Luar
1. Bantu pasien berdiri jika memungkinkan
2. Posisikan diri anda menghadap ke sisi telinga yang akan dikaji
3. Atur pencahayaan menggunakan lampu kepala agar tangan pemeriksa bebas
bekerja
4. Amati telinga luar terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk, hygiene, adanya
lesi atau massa, dan kesimetrisan. Bandingkan dengan hasil inspeksi telinga
normal
5. Lakukan palpasi telinga secara sistematis, yaitu dari jaringan lunak ke jaringan
keras, menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, kemudian dokumentasikan jika ada
nyeri
6. Tekan tragus ke dalam, kemudian tekan prosesus mastoideus
7. Bandingkan antara telinga kanan dan telinga kiri
8. Inspeksi saluran telinga luar dengan cara berikut : Pada orang dewasa, tarik
aurikula secara perlahan ke atas dan kebelakang hingga lurus dan mudah
diamati. Pada anak-anak, tarik aurikula ke bawah
9. Kaji adanya peradangan, perdarahan, atau serumen pada saluran telinga
pemeriksaan ketajaman pendengaran
Uji nada suara normal
1. Atur pasien bersidi membelakangi anda pada jarak 4-6 meter 
2. Minta pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak akan diperiksa
3. Ucapkan satu bilangan, misal "tujuh enam" dalam nada suara normal
4. Minta pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar
5. Kaji telinga lainnya dengan cara yans sama
6. Bandingkan ketajaman pendengaran telinga kanan dan kiri pasie
Uji detik arloji
1. Pastikan ruangan pemeriksaan tenang
2. Dekatkan arloji dengan penunjuk detik ke telinga yang diperiksa hingga
berjarak 2-3 cm dari pasien
3. Tanya apakah pasien mendengar detak arloji
4. Pindahkan posisi arrloji secara perlahan menjauhi telinga dan minta pasien
untuk memberi tahu anda jika detak arloji tidak terdengar lagi. Normalnya, pasien
masih mendengar detak arloji sampai 30 cm dari telinga ke arloji
pemeriksan garpu tala
Pemeriksaan rinne
1. Pegang tangkai garpu tala dan tepukkan ke buku jari atau telapak tangan
2. Tempelkan tangkai garpu tala yang sudah digetarkan ke prosesus mastoideus
salah satu telinga pasien
3. Minta pasien untuk memberitahu anda jika getaran garpu tala tidak terasa lagi
4. Dengan cepat, pindahkan garpu tala yang masih berbunyi ke depan saluran
telinga luar pasien dengan jarak sekitar 1-2 cm dan posisi garpu tala pararel
terhadap saluran telinga luar
5. Tanya apakah pasien masih mendengar bunyi
6. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
Pemeriksaan weber
1. Pegeng garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak tangan atau
buku jari anda
2. Tempelkan tangkai garpu tala yang sudah digetarkan ke tengah puncak
kepala pasien
3. Tanya apakah bunyi terdengar jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada
salah satu telinga
4. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
Hasil pemeriksaan telinga normal
1. Aurikula : simetris antara kanan dan kiri, bersih, serumen sedikit, atau tidak
ada, tidak ada peradangan, tidak ada nyeri, tidak ada secret
2. Membran timpani : utuh dan detak arloji masih terdengar baik  pada jarak
12,5-37,5 cm 
3. Uji rinne : pendengaran normal bila hantaran udara lebih lama dari pada
hantaran tulang
4. Uji weber : pendengaran normal jika bunyi terdengar sama kuat di kedua
telinga
Hasil pemeriksaan telinga abnormal
1. Aurikula : tidak simeris, kotor, banyak serumen, ada secret
2. Membran timpani : cembung, yang menandakan terdapat pus di telinga
tengah;  cekung, yang menandakan adanya retraksi atau tekanan di telinga
tengah lebih rendah dari atmosfer
3. Adanya nyeri tekan merupakan tanda otitis media, sedangkan nyeri tekan di
prosesus mastoideus merupakan tanda mastoiditis
4. Uji rinne : tuli konduktif terjadi jika hantaran tulang lebih lama dari hantaran
udara
5. Uji weber : tuli konduktif terjadi jika bunyi terdengar hanya ditelinga yang
mengalami kerusakan, sedangkan tuli karena gangguan saraf terjadi jika bunyi
terdengar di telinga yang tidak mengalami kerusakan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN OFTALMIK
SOP PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG
 Definisi:
            Pemeriksaan lapang pandang merupakan pemeriksaan pada
keluasan pandang klien terhadap aspek lateral, medial, superior, dan
inferior penglihatan.
 Alat:
Buku catatan
 Prosedur:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
1. Anjurkan klien untuk berdiri, pemeriksa berdiri sekitar 2,5 meter
didepan klien, usahakan tinggi mata sejajar antara klien dan pemeriksa
2. Tutup mata yang tidak diperiksa
3. Anjurkan klien untuk melihat mata pemeriksa dengan menggunakan
mata yang akan diperiksa. Perawat juga mefokuskan pandanganpada
klien
4. Tempatkan jari pemeriksa pada bagian depan tepat diantara klien
dan perawa
5. Perlahan gerakan tangan kea rah lateral, kemudian ke tengah
kembali, lalu gerakkan kea rah medial, ke tengah kembali, kearah
superior dan inferior
6. Anjurkan klien untuk memberi isyarat dengan lisan apabila ia tidak
dapat melihat jari pemeriksa ketika digerakkan
7. Catat area yang tidak dapat diidentifikasi oleh klien
8. Lakukan pemeriksaan yang sama pada mata yang lain
 
 Pemeriksaan Visus Mata
 
Dengan Optotype Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau
kemampuan melihat seseorang, seperti : 
1. Bila visus 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6
meter.
2.  Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang
menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang
menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
4. Bila visus adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6
meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak
60 meter.
5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen
maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang
normal pada jarak 60 meter.
6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang
berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan visus pasien
yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan
atau lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti visus adalah 1/300.
8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan
tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai
tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada
jarak tidak berhingga.
9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka
dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total. Visus dan
penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori. Adapun
penggolongannya adalah sebagai berikut:
1. Penglihatan normal
  Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat.

2. Penglihatan hampir normal


  Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu diketahui
penyebabnya. Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki.

 Low vision sedang


 
Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca
dengan cepat.
 
 Low vision berat
 
Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat
kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca
diperlukan lensa pembesar kuat. Membaca menjadi lambat.
 
 Low vision nyata
 
Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat
putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin
membaca dengan kaca pembesar, umumnya memerlukan Braille, radio,
pustaka kaset.
3. Hampir buta
Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan
tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan
alat nonvisual.
4. Buta total
Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya
tergantung pada alat indera lainnya atau tidak mata. Di bawah ini
ditunjukkan tabel penggolongan keadaan tajam penglihatan normal, tajam
penglihatan kurang (low vision) dan tajam penglihatan dalam keadaan buta.
 SOP PEMERIKSAAN VISUS
 Definisi :
Prosedur ini digunakan untuk mengukur ketajaman penglihatan individu.
Prosedur Pemeriksaan Mata ini dilakukan dengan menggunakan Kartu
Snellen dan Pinhole.
 
Alat :
1. Kartu snellen
2. Buku pencatat
 
Tahap I. Pengamatan:
Pemeriksa memegang senter perhatikan:
1. Posisi bolamata: apakah ada juling
2. Konjungtiva: ada pterigium atau tidak
3. Kornea: ada parut atau tidak
4. Lensa: jernih atau keruh/ warna putih
 
Tahap II. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Tanpa Pinhole:
1. Pemeriksaan dilakukan di pekarangan rumah (tempat yang cukup
terang), responden tidak boleh menentang sinar matahari.
2. Gantungkan kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden
dengan jarak 6 meter (sesuai pedoman tali).
3. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan.
4. Mata kiri responden ditutup dengan telapak tangannya tanpa
menekan bolamata.
5. Responden disuruh baca huruf dari kiri-ke kanan setiap baris kartu
Snellen atau memperagakan posisi huruf E pada kartu E dimulai baris
teratas atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang
tertera angka 20/20).
6. Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf
terkecil (20/20).
7. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau
memperagakan posisi huruf  E KURANG dari setengah baris maka
yang dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya.
8. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau
memperagakan posisi huruf E SETENGAH baris atau LEBIH dari
setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka
tersebut. Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan HITUNG JARI:
9. Bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari
kartu Snellen atau kartu E maka mulai HITUNG JARI pada jarak 3 meter
(tulis 03/060).
10. Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis
02/060), bila belum terlihat maju 1 meter (tulis 01/060).
11. Bila belum juga terlihat maka lakukan GOYANGAN TANGAN pada
jarak 1 meter (tulis 01/300).
12. Goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan
tanyakan apakah responden dapat melihat SINAR SENTER (tulis
01/888).
13. Bila tidak dapat melihat sinar disebut BUTA TOTAL (tulis 00/000).
 
Tahap III, Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan PINHOLE:
1. Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu
Snellen atau kartu E atau hitung jari maka pada mata tersebut
dipasang PINHOLE.
2. Hasil pemeriksaan pinhole ditulis dalam kotak dengan pinhole. Cara
penulisan huruf yang terbaca sama dengan cara pemeriksaan tanpa
pinhole.
3. Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai
baris paling bawah (normal, 20/20) berarti responden tersebut
GANGGUAN REFRAKSI.
4. Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya tetapi
tidak sampai baris normal (20/20) pada usia anak sampai dewasa
berarti responden tersebut GANGGUAN REFRAKSI dengan mata
malas.
5. Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaan
huruf atau memperagakan posisi huruf E maka disebut KATARAK.

SOP Pemeriksaan Refleks Pupil


 Definisi :
Pupil merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata.
Jalur refleks cahaya :
Rangsangan yang di terima oleh neuron afferent sel ganglion retina
diteruskan
ke area pretektal, nukleus Edinger – Westphal. Saraf Parasimpatis keluar
bersama dengan nervus okulomotorius menuju ganglion siliaris dan terus
ke m.spinter pupil.
Cara Pemeriksaan :
1.  Mata pasien fiksasi pada jarak tertentu
2. Berikan objek yang bisa di lihat dan dikenali ( Gambar atau benda )
3. Sumber cahaya haruslah terang dan mudah di manipulasi
4. Observasi general pupil : bentuk, ukuran, lokasi, warna iris, kelainan
bawaan , dan kelainan lain.
5. Rangsangan cahaya diberikan 2-5 detik.
 Keterangan :
1. Refleks pupil langsung ( Unconsensual)
Respon pupil langsung di nilai ketika diberikan cahaya yang terang , pupil
akan konstriksi ( mengecil ). Dilakukan pada masing-masing mata
1. Refleks pupil tidak langsung ( consensual )
Dinilai bila cahaya diberikan pada salah satu mata , maka fellow eye akan
memberikan respon yang sama . Observasi dengansumber cahaya lain
yang lebih redup
1. Isokoria fisiologis
Dapat ditemukan pada 20% populasi perbedaan ke 2 pupil < 1mm.
1. Abnormal pupil
Apabila ditemukan pupil yang :
 Anisokoria (beda , 1mm dianggap fisiologis)
 Kecil atau besar dari normal (3-4 mm)
 
SOP Uji Ishihara
 Definisi :
Ishihara merupakan tes yang digunakan untuk menguji adanya kelainan
mengenali warna (buta warna) pada klien. Tes ini digunakan untuk
mengetahui cacat warna merah dan hijau akibat kerusakan retina (sel
bipolar-badan ganglion genikulatum lateral)
            Ishihara berbentuk gambar-gambar pseudoisokromatik yang
disusun titik dengan kepadatan warna berbeda sehingga orang normal
dapat mengenal gambar yang dibentuk oleh titik-titik tersebut
 Alat :
Gambar ishihara
 Persiapan klien :
Berikan penjelasan pada klien tentang prosedur pelaksanaan/ teknik
pemeriksaan
 
Persiapkan lingkungan:
Atur pencahayaan (tidak menyilaukan mata klien)
 Prosedur :
1. Klien diminta melihat kartu dan menentukan gambar yang dilihat,
misalnya angka 25
2. Klien iminta menyebukan gambar tesebut dalam waktu 3-10 detik
bila lebih terdapat kelaian buta warna
 
PERAWATAN LUKA BAKAR

STANDAR
OPERASI
ONAL
PROSED
UR

PENGERT Melakukan tindakan perawatan terhadap luka bakar


IAN

TUJUAN 1. Mencegah infeksi pada luka


2. Mempercepat penyembuhan pada luka
KEBIJAKA Pasien yang mengalami luka bakar
N

PETUGAS Perawat

PERALAT Bak instrument yang berisi :


AN
1. Pinset anatomis
2. Pinset chirurgis
3. Gunting debridemand
4. Kassa steril
5. Kom: 3 buah
Peralatan lain terdiri dari :

1. Spuit 5 cc atau 10 cc
2. Sarung tangan
3. Gunting plester
4. Plester atau perekat
5. Desinfektant
6. NaCl 0,9%
7. Bengkok 2 buah, 1 buah berisi larutan desinfektant
8. Verband
9. Obat luka sesuai kebutuhan
PROSED A. Tahap Pra Interaksi
UR 1. Melakukan verifikasi program pengobatan klien
PELAKSA 2. Mencuci tangan
NAAN 3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan therapeutic
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
klien/keluarga
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat
jelas
3. Membuka peralatan
4. Memakai sarung tangan
5. Membuka balutan dengan hati-hati, bila sulit basahi
dengan NaCl 0,9%
6. Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl 0,9%
7. Melakukan debridemand bila terdapat jaringan
nekrotik.
(Bila ada bulla jangan dipecah, tapi dihisap dengan
spuit steril setelah hari ke-3)
8. Membersihkan luka dengan NaCl 0,9%
9. Mengeringkan luka dengan mengguanakan kassa steril
10. Memberikan obat topical sesuai order pada luka
11. Menutup luka dengan kassa steril, kemudian dipasang
verband dan diplester
12. Memasang verband dan plester
13. Merapikan pasien
D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi hasil tindakan
2. Berpamitan dengan pasien
3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Wieck, et al. (1981). illustrated manual of nursing techniques, 3 edition.


Philladelphia: Lippincott Co.

Sussman, C., Jensen, B. B. (2007). Wound care a Collaborative Practice Manual


For Health Professional, 3 Edition. Philladelphia: WB Saunder.

Sabinton, C. D. (1997). Wound Healing: Biologic and Clinical Feature. Textbook


of Surgery The Biological Basic of Modern Surgical Practice, 15 edition.
Philadelphia: WB. Saunder

Sidharta, P. (1983). Pemeriksaan Klinis Umum. Jakarta: PT Dian Rakyat

RSPGI. (1986). Pedoman Perawatan Ruangan, Jakarta: Gunung Agung 

PT Jamsostek Persero. (2010). Program Jaminan Pemeliharaan


Kesehatan. Diambil dari http:/www. Jamsostek. co. id

Priharjo, R. (1996). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC

Potter & Perry. (2000). Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar, edisi 3.


Jakarta: EGC

Potter, P. (1996). Pocket Guide To Health Assasment, 3 edition. Jakarta: EGC

Nurrachmah, E. (2001). Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto

Morrison, M. J. & Moya, A. (2004). Colour Guide To Nursing Management Of


Wound. Philadelphia: WB Saunders

Kaiser PK. Prospective Evaluation of Visual Acuity Assessment: A Comparison of


Snellen Versus ETDRS Charts in Clinical Practice (An AOS Thesis). Trans Am
Ophthalmol Soc. 2009; 107: 311–24.

Falkenstein IA, Cochran DE, Azen SP, et al. Comparison of Visual Acuity in
Macular Degeneration Patients Measured with Snellen and Early Treatment
Diabetic Retinopathy Study Charts. Ophthalmology. 2008; 115(2): 319–23.

Ghasemi M, Yazdi SHH, Heravian J, et al. Comparison of Visual Status of Iranian


Military and Commercial Drivers. Iran Red Crescent Med J. 2015; 17(4): e19751.
Currie Z, Bhan A, Pepper I. Reliability of Snellen charts for testing visual acuity for
driving: prospective study and postal questionnaire. BMJ. 2000; 321(7267): 990–
992.
Bruce BB, Newman NJ. Functional Visual Loss. Neurol Clin. 2010; 28(3): 789–802.

Anda mungkin juga menyukai