Anda di halaman 1dari 7

PROSEDUR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“INITIAL ASSESSMENT”

OLEH :

FLORENTIN REGINA E. PIOH (17061137)


KELAS C/SEMESTER VI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

2020
Tugas Pertemuan-12
Prosedur Keperawatan Gawat Darurat
Initial Assessment
Dalam video tutorial terkait prosedur keperawatan gawat darurat Initial Assessment,yang saya
pelajari adalah sebelum memulai prosedur, yang pertama perlu menyiapkan alat-alat yang akan
digunakan. Alat-alat yang digunakan pada saat Initial Assessment,yaitu sebagai berikut :

Alat pelindung diri (APD) yaitu Handscoon, Masker, dan Antiseptik Pencuci Tangan.

A. PRIMARY SURVEY
1. Airway
Untuk pemeriksaan Airway, Alat yang digunakan adalah:
a. Necollar,ditujukan pada pasien yang dicurigai memiliki fraktur servikal atau ada
benturan untuk menstabilkan jalan napas. Dan ada juga Stabilizer
b. Tongue spatel (spatel lidah) bertujuan untuk membuka jalan napas khususnya
untuk membuka mulut pasien
c. Open mouth, jika mulut pasien susah untuk dibuka
d. Oropharyngeal Airway (OPA) bertujuan untuk membuka jalan napas yang
tertutup atau tersumbat oleh lidah pada pasien yang tidak sadar,sedangkan
Nasopharyngeal Airway ( NPA) pada pasien yang sadar.
e. Laryngeal mask away, digunakan untuk kasus pasien tercekik atau pasien dengan
bunyi napas stridor
f. Pemasangan NGT, Jika pasien memerlukan ventilator
g. Suction, digunakan jika sumbatan berupa cairan atau suara seperti gagling
2. Breathing
Pada pemeriksaan Breathing dibagi menjadi 2 tahap yaitu untuk pemberian
oksigenasi dan untuk pemberian ventilasi
a. Untuk pemberian oksigenasi pada pasien yang memerlukan oksigenasi,alat yang
digunakan yaitu :
 Nasal kanul untuk pemberian oksigen 2-4 liter/menit
 Simple mask
 Rebreathing mask untuk pemberian oksigen 8-10 liter/menit
 Jarum/needle, jika ditemukan penyulit saat bernapas pada kasus tension
pneumothorax dilakukan thoraxicus sidesa yaitu menancapkan jarum/needle pada
bagian toraks untuk mengeluarkan udara yang ada pada rongga iga.
Dalam pemeriksaan Breathing,juga diperlukan tindakan pemeriksaan fisik yaitu
melakukan Inspeksi, Auskultasi, Perkusi dan Palpasi. Diperlukan Stetoskop untuk
memeriksa suara napas.
b. Untuk pemberian ventilasi pada pasien yang memerlukan pemberian ventilasi
BFM yaitu “Back full mask” berfungsi untuk memberikan ventilasi pada
pasien yang memerlukan ventilasi. Jika rumah sakit ada ventilator bisa
menggunakan ventilator.
3. Circulation dengan control perdarahan (Hemorrage control)
Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma. Oleh karena itu,
penting melakukan penilaian dengan cepat status hemodinamik dari pasien,yakni dengan
menilai tingkat kesadaran,warna kulit dan nadi. Pada pemeriksaan Circulation,alat yang
dibutuhkan adalah giv kateter,set infus, spuit dalam pengambilan darah.
4. Disability: Pemeriksaan disability ini kita memeriksa GCS, Refleks pupil menggunakan
Senter
5. Exposure,alat yang digunakan untuk pemeriksaan Exposure adalah Has, Gunting
6. Folley Catheter, alat yang digunakan untuk pemeriksaan Folley Catheter adalah Cateter,
gel, urine bag
7. Gastric Tube: Selang NGT/ selang OGT
8. Heart Monitor: alat yang digunakan adalah EKG untuk memeriksa irama jantung

Selanjutnya tahap-tahap dalam melakukan tindakan:


1. Ada pasien yang tidak sadar,melakukan Aman diri, Aman lingkungan, Aman pasien.
Memakai Alat Pelindung diri (APD). Tugas Leader ada pada bagian depan langsung
mengontrol servical mengecek kesadaran pasien dengan menepuk bahu pasien sambil
memanggil “pak sambil ditepuk” jika terdapat lubang dicuragai terdapat fraktur servikal
atau cedera pada lehernya maka siapkan necollar dan stabilizer dipasang untuk menjaga
posisi jalan napas tetap terbuka. Kemudian membuka mulut pasien dengan menggunakan
Tongue spatel dilakukan melalui samping kemudian karena pasien tidak sadar maka
pasang OPA untuk membuka jalan napasnya, jika mulut susah dibuka maka gunakan
Open mouth.
2. Selanjutnya kaji respirasi dan pasang oksigen. Jika RRnya tidak mengalami penurunan
lalu kita tingkatkan , namun tidak mengalami penurunan kecepatan napasnya langsung
kaji adanya penghambat dengan memeriksa bagian dada atau membuka bagian baju
bagian atas dan melakukan pemeriksaan PAPP, auskutlasi pernapasan dan juga mengecek
suara jantung, kemudian lakukan Perkusi jika terdapat suara hipersonor maka terdapat
udara dibagian tersebut, Palpasi jika terdapat tanda-tanda krepitasi jika tidak ada maka
tidak terdapat fraktur, untuk memastikan lagi bisa cek bagian leher pemeriksaan ini
bertujuan untuk memeriksa apakah ada pergerakan trachea kearah sehat dan ada
bendungan pada vena jungularis. Jika pemeriksaan terdapat pergerakan trachea kearah
yang lebih sehat bahwa ini mengalami tension pneumotorax, selanjutnya hal dilakukan
adalah melakukan nedlle thoraxicus sidesa yang pertama bersihkan daerah yang dicurigai
penumpukan udara lalu dilakukan penusukan didaerah tersebut setelah itu akan terdengar
udara keluar lalu memasang balon pada nedllenya dan lakukan observasi lagi, jika RR
sudah normal maka Breathing Clear
3. Setelah itu melakukan pemeriksaan Circulation yaitu dengan memeriksa akral dan nadi
pasien.
4. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan Disability, memeriksa GCS lagi jika pasien sudah
menunjukan respon.
5. Untuk pemeriksaan exposure, kita lakukan lagi pemeriksaan dari kepala, leher, daerah
wajah, dada, perut, inpeksi,auskultasi, palpasi sampai perkusi , pemeriksaan genetalia,
pemeriksaan ekstermitas atas dan bawah.
6. Pemeriksaan selanjutnya yaitu Folley Catheter yaitu dengan melakukan pemasangan
kateter, namun ada kontra indikasi sebelumnya kita harus memeriksa laki-laki periksa
prostatnya melayang atau tidak dan ada indikasi perdarahan diarea yang dekat dengan
jalur pemasangan kateter jika tidak ada maka segera dipasangkan kateter.
7. Selanjutnya dilakukan pemasangan Gastric Tube, karena ada lebam pada lehernya maka
dilakukan pemasangsan NGT jika pasien sadar.
8. Selanjutnya perlu memasang alat EKG jika diperlukan.

B. SECONDARY SURVEY
a. Pemeriksaan head to toe terfokus
Pemeriksaan fisik head to toe digunakan untuk mendapatkan data objektif
dari riwayat kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan
dengan wawancara. Fokus pemeriksaan head to toe adalah pada kemampuan
fungsional pasien.
Metode dan langkah pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi
Cara pemeriksaan :
 Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
 Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
 Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan
abnormalitas
2) Palpasi
Cara pemeriksaan :
 Posisi pasien bisa tidur, duduk, atau berdiri
 Pastikan pasien dalam keadaan rileks denga posisi yang nyaman
 Kuku jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
 Minta pasien untuk menarik nafas dalam agar meningkatkan relaksasi otot
 Lakukan palpasi dengan sentuhan perlahaan dengan tekanan ringan
 Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan, menandakan kelainan
 Lakukan palpasi secara hati – hati apabila diduga adaanya fraktur tulang
 Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah
 Rasakan dengan seksama kelainan organ atau jaringan, adanya nodul,
tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar atau
lembut, ukurannya dan ada atau tidaknya getaran/trill, serta ras nyeri raba
atau tekan.
3) Perkusi
Cara pemeriksaan:
 Posisi pasien dapat tidur, duduk, atau berdiri
 Pastikan pasien dalam keadaan rileks
 Minta pasien untuk nafas dalam agar meningkatakan relaksasi otot
 Kuku jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
 Lakukan perkusi secara seksama dan sistematis
 Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi. Bunyi
timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan
kualitas seprti drum (lambung). Bunyi resonan mempunyai intensitas
menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama,
kuaalitas ledakan (empisema paru). bunyi pekak mempunyai intensitas
lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama, kualitas seprti
petir (hati).
4) Auskultasi
Cara pemeriksaan :
 Posisi pasien dapat tidur, duduk, atau berdiri
 Pastikan pasien dalam keadaan rileks dengan posisi yang nyaman
 Pastikan stetoskop sudah terpasang baik.
 Pasanglah ujung stetoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa
sesuai arah
 Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak
tangan pemeriksa
 Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh yang akan diperiksa
 Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah
pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan faskuler serta gunakan
diafragma stetoskop saat melakukan pemeriksaan untuk bunyi bernada
tinggi seperti bunyi usus dan paru.
b. Anamnesis
Anamnesis meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga:
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)

c. Pemeriksaan Penunjang

1. CT-Scan atau MRI (tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,


perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2. EEG (Elektroensefalografi) : melihat keberadaan dan perkembangan
gelombang patologis.
3. Foto rontgen : mendeteksi perubahan strukur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
4. PET (Pasitron Emisson Tomography) : mendeteksi perubahan aktifitas
metabolisme otak.
5. Angiografi serebral : menunjukkan kelainansirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan
trauma.
6. Kadar elektrolit : mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intrakranial (TIK).
d. Rujuk
Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik,yaitu dengan :
1. Penderita dapat dirujuk jika rumah sakit tidak mampu menangani pasien
karena adanya keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien
yang masih dimungkinkan untuk dirujuk.
2. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita
selama dalam komunikasi dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

Referensi
https://youtu.be/fNGLo5nEyes/Initial-Assessment-Primary-Dan-Secondary-Survey

Anda mungkin juga menyukai