Anda di halaman 1dari 98

Standart Operational Prosedur (SOP)

PEMERIKSAAN FISIK PERNAFASAN


F.Kep
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Pemeriksaan fisik pernafasan merupakan pemeriksaan
kondisi pada klien yang mengalami abnormalitas sistem
pernafasan yang dilakukan secara sistematis dan
holistic dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
B. Tujuan 1. Mengetahui frekuensi, sifat, dan irama pernafasan
2. Mengetahui keadaan paru, dan rongga pleura
3. Mengetahui bentuk, kesimetrisan, exspansi, dan
keadaan kulit dinding dada
4. Mengetahui adanya nyeri tekan, massa, peradangan,
dan taktil fremitus
5. Mengetahui adanya sumbatan aliran udara
6. Mengetahui batas paru-paru dan organ lain
disekitarnya
7. Mengkaji aliran udara melalui batang trakea bronkial
C. Indikasi Pasien dengan gangguan sistem respiratory
D. Kontraindikasi Pasien yang mengalami luka bakar
E. Persiapan Alat 1. Stetoskop
2. Buku catatan
3. Pen
F. Tahap Orientasi

Langkah-langkah:
1. Mencuci tangan dengan teknik 6 langkah
2. Perawat mengucapkan salam dan memperenalkan diri pada klien
kemudian perawat meminta klien menyebutkan identitas beserta
tanggal lahir, serta memeriksa barcode di lengan klien
3. Perawat mengevaluasi keluhan klien (batuk, sesak nafas, nyeri pada
dada, dan lain-lain) serta memvalidasi tindakan klien yang sudah
dilakukan untuk mengatasi masalah klien
4. Menjelaskan tujuan tindakan dan kontrak waktu
5. Memposisikan klien pada posisi yang aman dan nyaman dengan
posisi duduk (jika memungkinkan) dan perawat berada di sebelah
kanan klien
6. Mengenakan handscoen jika diperlukan (lihat kondisi)
7. Mengatur pencahayaan dan menjaga privasi klien (tirai ditutup)
G. Tahap Kerja
Pengkajian Pernafasan Bagian Depan
1. Langkah-Langkah:
1. Perawat membantu klien melepaskan pakaian bagian atas, dibuka
sampai pinggang untuk mempermudah perawat melakukan inspeksi
2. Perhatikan kesan pertama klien: perilaku, ekspresi, penampilan
umum, postur tubuh, dan gerakan
3. Hitung pernafasan selama 1 menit (jika menghitung pernafasan,
observasi frekuensi pernafasan, ritme, kedalaman pernafasan dan
usaha klien dalam bernafas)
4. Perhatikan pergerakan ekspansi dada (simetris atau tidak simetris)
dan adakah keterlibatan otot-otot bantu pernafasan (otot interkosta,
otot sternokleidomastoid, dan otot scalenes)
5. Kaji bentuk thoraks, normalnya rasio diameter transversal dengan
diameter anteroposterior lebih kurang 2:1. Temukan apakah terdapat
kelainan bentuk seperti: barel chest, funnel chest, pegon chest, flail
chest, kyphosis, skoleois, kyposkoliosis
6. Perhatikan warna kulit klien mulai dari wajah sampai dada, apakah
terdapat cyanosis, jaringan scar bekas operasi, atau terdapat lesi, dan
jejas kebiruan
7. Palpasi thoraks anterior untuk mengukur ekspansi pernapasan:
a. Letakkan tangan pada dinding anterior dada tepat di bawah batas
kosta dengan ibu jari sedikit terpisah pada garis midsternum
b. Tekan kulit diantara ibu jari seperti pada waktu melakukan
palpasi dinding posterior
c. Mintalah klien untuk menarik napas dalam. Observasi pergerakan
ibu jari dan tekanan yang dikeluarkan terhadap tangan pemeriksa.
Apabila terjadi perbedaan pada ekspansi paru, maka di diagnosa
terjadi PPOK atau penyakit paru restriktif
8. Palpasi untuk mengetahui taktil fremitus pada dinding dada anterior:
a. Teknik yang digunakan sama dengan palpasi posterior
b. Gunakan sendi metacarpophalangeal atau permukaan unlar tangan.
Mintalah klien untuk mengucapkan tanda “tuju-tujuh” saat
pemeriksa melakukan palpasi dinding dada anterior. Normalnya
keduanya terdengar dalam getaran yang sama.
9. Perkusi thoraks anterior:
a. Visualisasikan landmark daerah toraks anterior. Sebelum
melakukan perkusi dinding dada anterior, visualisasi garis vertical
dan horizontal. Identifikasi lokasi diafragma dan lobus paru.
b. Perkusi daerah paru dengan pola yang teratur. Mulailah perkusi
pada daerah apeks dan lanjutkan sampai setinggi diafragma.
Lanjutkan perkusi sampai garis mid aksila pada masing-masing
sisi. Hindari perkusi diatas sternum, klavikula, tulang rusuk dan
jantung.
c. Pastikan jari-jari dan tangan yang tidak dominan berada pada celah
interkosta sejajar dengan tulang rusuk.
d. Jika pada klien wanita memiliki payudara besar, mintalah klien
untuk mengatur posisi agar payudara kearah samping selama
prosedur ini. Perkusi diatas jaringan payudara wanita akan
menghasilkan suara “dull”.
10. Auskultasi toraks anterior bagian atas:
a. Visualisasi petunjuk torak anterior.
b. Auskultasi diatas trakea. Suara akan jelas berada diatas jugular
(suprastenal) notch. Suara diatas trakea adalah suara bronkial.
c. Auskultasi diatas bronkus kiri dan kanan.
d. Daerah ini berada pada batas sternum sebelah kiri dan kanan pada
sela interkosta ke-dua dank e-tiga. Suara yang terdengar adalah
bronkovesikuler.
11. Auskultasi paru-paru:
a. Dengarkan suara vesikuler. Biasanya terdengar pada daerah
parenkim paru-paru.
b. Dengarkan bunyi suara nafas tambahan. Suara ini mendahului
inspirasi dan ekspirasi dari siklus pernafasan. Apabila pemeriksa
mendengar suara tambahan, catat lokasi, kualitas dan waktu
terjadinya selama siklus pernapasan.
Pengkajian Pernafasan Bagian Belakang
Langkah-Langkah:
1. Inspeksi:
a. Perhatikan warna kulit klien mulai dari wajah sampai dada, apakah
terdapat cyanosis, jaringan scar bekas operasi, atau terdapat lesi,
jejas kebiruan.
b. Perhatikan pergerakan ekspansi dada (simetris atau asimetris) dan
adakah keterlibatan otot-otot bantu pernafasan (otot trapezius dan
otot-otot leher)
2. Palpasi dan hitung jumlah tulang rusuk dan sela intercostal:
a. Minta klien untuk fleksi leher, maka processus spinalis cervical
ke-tujuh akan terlihat.
b. Jika pemeriksa memindahkan sedikit tangan kekiri dan kekanan
dari procesus, pemeriksa akan merasakan tulang rusuk pertama.
Hitung tulang rusuk dan sela intercostal, dan tetap didekat pada
garis vertebral.
c. Palpasi tiap-tiap procesus spinal dengan gerakan kearah bawah.
d. Palapasi toraks posterior untuk mengukur exspansi pernafasan
e. Letakkan tangan setingkat dengan tulak rusuk ke-8 sampai ke-10.
Letakkan kedua ibu jari dekat dengan garis vertebral dan dengan
kulit secara lembut diantar kedua ibujari. Pastikan telapak tangan
bersentuhan dengan punggung klien. Mintalah klien untuk menarik
napas dalam. Pemeriksa seharusnya merasakan tekanan yang sama
dikedua tangan. Dan tangan bergerak menjauhi garis vertebral.
3. Palpasi untuk menilai taktil vremitus:
a. Gunakan daerah sendi metacarphangeal atau permukaan luar
tangan pada saat memeriksa vremitus.
b. Mintalah klien untuk mengulangi kata “ninety nine” atau “tujuh-
tujuh” saat pemeriksa melakukan palpasi. Normalnya adalah teraba
sama rata.
4. Perkusi toraks posterior:
a. Visualisasi petunjuk daerah toraks. Sebelum melakukan perkusi
pada toraks posterior, visualisasikan garis horizontal, garis
ventrial, tingkat diafragma dan visura paru-paru untuk
mengidentifikasi lobus paru.
b. Atur posisi klien. Bantu klien untuk membungkuk kedepan sedikit
dan melebarkan bahu.
c. Perkusi daerah paru. Mulailah perkusi pada daerah apeks kiri paru-
paru dan bergerak ke apeks kanan. Gerakkan kedalam setiap sela
intercostal dengan cara sistemik. Perkusi sampai ketulang rusuk
paling bawah dan pastikan untuk melakukannya sampai ke garis
mid aksila kiri dan kanan.
d. Perkusi untuk menentukan pergerakan atau ekskursi diafragma.
1) Mulailah dengan melakuakn perkusi pada celah interkosta ke-
tujuh kearah bawah sepanjang garis scapula sampai batas
diafragma. Resonan akan berubah menjadi “dullness”.
2) Beri tanda pada kulit.
3) Mintalah klien untuk menarik nafas dalam dan menahannya.
4) Perkusi kembali kearah bawah dari kulit sampai terdengar lagu
suara “dullness”.
5) Sekarang mintalah klien untuk bernafas normal dan keluarkan
nafas sebanyak-banyaknya kemudian tahan nafas.
6) Perkusi kearah atas sampai pemeriksa mendengar suara
resonan, beritanda dan anjurkan klien untuk bernafas secara
normal. Pemeriksa akan mendapatkan tiga tanda sepanjang
garis scapula.
7) Ulangi prosedur untuk sisi yang lain.
8) Jarak antara tanda nomor 2 dan 3 berkisar antara 3-6 cm pada
orang dewasa yang sehat.
9) Kembalikan klien pada posisi duduk yang nyaman.
5. Auskultasi toraks posterior:
Sebelum auskultasi posterior daerah thoraks dilakukan, visualisasikan
“landmark” daerh tersebut seperti sebelum perkusi
6. Auskultasi trakea:
a. Menggunakan tekanan yang tegas, letakkan diafragma stetoskop
sejalan dengan bernafasnya klien secara perlahan dengan mulut
terbuka
b. Mulailah pada garis vertebral C7 dan turun ke bawah sampai T3.
Disini pemeriksa akan melakukan auskultasi trakea, dan suara
yang terdengar adalah bronkial.
7. Auskultasi bronkus:
a. Pindahkan stetoskop ke kiri dan ke kanan vertebral setinggi T3-T5,
tepat berada pada bronkus kiri dan kanan, serta suara yang
terdengar adalah bronkovesikuler.
8. Auskultasi paru-paru:
a. Auskultasi dilakukan dengan pola yang sama seperti yang
dilakukan pada perkusi paru-paru.
b. Mulai auskultasi pada bagian apeks kiri dan dilanjutkan seperti
pola perkusi. Pemeriksa akan mendengar suara vesikuler.
c. Dengarkan pula suara-suara tambahan yang mendahului pada saat
siklus inspirasi dan ekspirasi. Apabila mendengar adanya suara
tambahan, catat lokasi, kualitas, lama dan waktu terjadinya
selama siklus pernafasan.
Fase Terminasi
1. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
2. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
3. Berikan penjelasan bahwa hasil pemeriksaan akan diberikan setelah
dilakukan interpretasi
4. Berikan reinforcement positif
5. Cuci tangan
6. Dokumentasi: catat tindakan yang telah dilakukan, catat hasil
pengkajian serta tanda tangan, dan nama terang perawat.
Standart Operational Prosedur (SOP)

PEMASANGAN JALAN NAFAS ORAL : NASAL


F.Kep
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Pemberian terapi oksigen menggunakan nasal kanul
pada klien yang memerlukan oksigen ekstra dengan
memasukan selang pada lubang hidung dengan
kedalaman 0,6-1,3 cm.
B. Tujuan - Untuk memberikan terapi oksigen dengan konsentrasi
yang relatif rendah
- Memberikan terapi oksigen tidak terputus saat klien
makan dan minum
C. Indikasi Memerlukan terapi oksigen dengan aliran yang minimal
(1-6 liter)
D. Kontraindikasi Tidak terdapat perlukaan pada daerah hidung.
E. Persiapan Alat - Sumber oksigen dengan alat pengukur aliran oksigen
(flowmeter)
- Alat pelembab (humidifier) yang telah diisi air steril /
air sulingan sebanyak penanda batas air
- Kanul binasal dan selang oksigen atau sungkup muka
atau kateter hidung
- Kassa kecil 2 helai
- Xylocain jelly (Jika perlu)
- Plester (jika perlu)
F. Persiapan - Pasien diberikan penjelasan mengenai prosedur yang
Pasien akan dilakukan
- Posisikan pasien pada posisi yang nyaman
No. Tahap Kerja
1. Fase Orientasi:
Telah membaca status klien dan data klien untuk memastikan tindakan)
1. Beri salam dan perkenalkan nama perawat
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
3. Posisikan klien dalam posisi senyaman semi fowler (jika
memungkinkan)

FASE KERJA:
4. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
5. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
6. Flowmeter telah tersambung dengan sumber oksigen. Pastikan
sambungan rapat. Buka (hidupkan) aliran oksigen pada sumber
oksigen. Lihat alat penunjuk oksigen. Jumlah oksigen yang tersedia
ditunjukkan dengan arah jarum yang naik. Lihat gelembung udara
pada air di flowmeter Pasang alat yang digunakan untuk
memberikan oksigen.
7. Hubungkan kanula dengan selang oksigen ke humidifier dengan
aliran oksigen rendah. Tes aliran oksigen ke punggung telapak
tangan.
8. Pasang kanula ke dalam kedua lubang hidung. Fiksasi slang
oksigen. Fiksasi dapat dilakukan di belakang kepala atau
dilewatkan ke belakang telinga dan difiksasi di dagu klien. Berikan
plester jika perlu.
9. Alirkan oksigen sesuai instruksi (kebutuhan)
10. Sisipkan kassa pada bagian kulit yang tertekan tali fiksasi (atas
telinga, tulang pipi)
11. Lepas sarung tangan
12. Cuci tangan
Fase Terminasi
2. Evaluasi:
13. Berikan reinforcement positif
14. Tanyakan mengenai respon pasien terhadap prosedur
15. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
16. Akhiri kegiatan dengan baik
17. Mendokumentasikan hasil kegiatan

3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:


18. Pastikan pemasangan terapi oksigen sesuai indikasi
19. Pastikan memilih ukuran yang sesuai dengan klien
20. Pantau laju oksigen sesuai kebutuhan pasien
Standart Operational Prosedur (SOP)

F.Kep SUCTION
Universitas Jember

Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:

Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:

A. Pengertian Suctioning adalah suatu metode untuk melepaskan


sekresi yang berlebihan pada jalan napas (Imelda,
2022). Suction adalah tindakan mempertahankan jalan
napas sehingga dapat terjadi pertukaran gas yang
adekuat dengan cara mengeluarkan sekret yang tidak
dapat dikeluarkan sendiri oleh pasien.

B. Tujuan 1. Untuk membuat jalan napas yang paten dengan


menjaga kebersihannya dari sekresi yang berlebihan 2.
Memenuhi kebutuhan oksigenasi
3. Mencegah terjadinya infeksi paru (Imelda, 2022).

C. Indikasi Adanya banyak sekret yang menyumbat jalan napas


dengan ditandai:
1. Auskultasi ditemukan crakels atau ronkhi
2. Cemas
3. Susah/ kurang tidur
4. Snoring (mengorok)
5. Penurunan tingkat kesadaran
6. Perubahan warna kulit
7. Nadi dan RR menurun
8. Irama nadi tidak teratur

D. Kontraindikasi Klien dengan peningkatan Intrakranial


E. Komplikasi Komplikasi yang dapat muncul akibat tindakan suction
antara lain:
1. Hipoksemia
2. Trauma jaringan: suction bisa menjebabkan iritasi
hingga pendarahan
3. Atelektasis: terjadi jika penggunaan kateter suction
terlalu besar dan vacuum suction yang terlalu kuat
sehingga adanya collaps pada paru
4. Hipotensi: terjadi pada saat gagal stigmulasi, batuk,
hypoxemia
5. Airways Contriction: terjadi adanya rangsangan
mekanik langsung dari suction terhadap saluran
mukosa saluran napas.

E. Persiapan Alat a. Stetoskop


b. Suction pump
c. Bak Instrument steril berisi kanul suction,
pinset anatomi, kasa, kom kecil
d. aquades atau NaCl 0,9%
e. Resuscitation bag yang telah dihubungkan dengan
O2 100%
f. Sarung tangan steril
g. Googles (bila perlu)
h. Perlak
i. bengkok

F. Persiapan 1. Pastikan Indentitas pasien


Pasien 2. Kaji kondisi pasien, cek suara napas dan tanda vital
3. Jelaskan kepada pasien serta keluarga terkait tindakan
yang akan dilakukan

G. Tahap Kerja Langkah-Langkah:


1. Berikan salam, perkenalkan nama dan tanggung
jawab perawat
2. Identifikikasi pasien, jelaskan prosedur, tujuan
serta durasi tindakan.
3. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
4. Jaga privasi pasien
5. Dekatkan peralatan
6. Tuang NaCl atau air steril ke dalam kom
7. Pasang handuk di bawah dagu pasien
8. Hidupkan mesin, cek tekanan dan botol penampung
(tekanan 110 – 150 mmHg untuk dewasa, 95 – 110
mmHg untuk anak-anak dan 50 – 95
mmHg untuk bayi)
9. Cuci tangan 6 langkah
10. Menggunakan masker wajah dan memakai sarung
tangan steril
11. Ambil kateter penghisap dan sambungkan dengan
mesin penghisap
12. Tempatkan kateter pada kom yang berisi cairan serta
lakukan penghisapan dengan menutup “port”
menggunakan ibu jari
13. Pastikan keadekuatan oksigenasi
14. Beritahu pasien selang akan dimasukkan. Bila pasien
sadar, anjurkan tarik napas dalam saat selang
dimasukkan
Penghisapan Hidung atau Nasofaringeal Suctioning
15. Masukkan kateter penghisap pada salah satu lubang
hidung dengan posisi kateter belum menghisap,
kedalaman kateter (dewasa sekitar 16 cm, anak-anak
8 – 12 cm dan bayi sekitar 4 – 7.5 cm)
16. Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan
perlahan dan stabil, Tarik kateter dengan gerakan
memutar, tidak boleh lebih dari 15 detik
17. Istirahatkan pasien sebelum melakukan penghisapan
atau memasukkan kateter kembali sekitar 1 – 3
menit.
18. Pasang kembali masker atau selang oksigen
Observasi Mukus yang keluar (jenis, warna, jumlah,
konsistensi, bau)
19. Bilas kateter penghisap dengan larutan steril yang
telah disediakan di dalam kom
20. Ulangi tindakan suction sesuai kebutuhan dengan
langkah-langkah dengan tetap memperhatikan
keadekuatan oksigenasi
Penghisapan Mulut atau Oral Suctioning
21. Masukkan kateter dalam posisi tidak menghisap ke
dalam mulut sampai dengan bagian belakang
22. Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan
perlahan san stabil, Tarik kateter dengan gerakan
memutar, tidak boleh lebih dari 15 detik
23. Istirahatkan pasien sebelum melakukan penghisapan
atau memasukkan kateter kembali. Pasang kembali
masker atau selang oksigen
24. Observasi Mukus yang keluar (jenis, warna, jumlah,
konsistensi, bau)
25. Bilas kateter penghisap dengan larutan steril yang
telah disediakan di dalam kom
26. Ulangi tindakan suction sesuai kebutuhan dengan
langkah-langkah dengan tetap memperhatikan
keadekuatan oksigenasi, berikan jeda 1 – 3 menit
untuk tiap periode
27. Bila pasien mampu, minta untuk napas dalam dan
batuk efektif diantara penghisapan
28. Hisap sekret pada mulut atau bawah lidah setelah
penghisapan orofaringeal
Endotrakheal Trakehostomi Tube Suctioning
29. Lepaskan ventilator pada klien, letakkan ventilator
diatas handuk steril
30. Ventilasikan pasien melalui ambu bag 4 – 5 kali
disesuaikan dengan volume tidak pasien atau pasang
masker.
31. Lumasi ujung kateter dengan jelly dan masukkan
kateter suction sejuah mungkin ke dalam jalan napas
buatan tanpa melakukan penghisapan
32. Lakukan suction dengan gerakan memutar bersamaan
dengan manarik kateter selama 10 – 15 detik.
Hentikan suction bila denyut jantung meningkat
hingga 40 kali / menit
33. Ventilasikan pasien dengan ambu bag atau pasang
masker kembali untuk tiap periodenya
34. Jika sekret pekat maka dapat dicairkan dengan
memasukkan NaCl steril 3 – 5 cc ke dalam jalan
napas buatan
35. Observasi Mukus yang keluar (jenis, warna, jumlah,
konsistensi, bau)
36. Bilas kateter penghisap dengan larutan steril yang
telah disediakan di dalam kom
37. Ulangi tindakan suction sesuai kebutuhan dengan
langkah-langkah dengan tetap memperhatikan
keadekuatan oksigenasi, berikan jeda 1 – 3 menit
untuk tiap periode
38. Buang kateter penghisap
39. Lepas sarung tangan
40. Bersihkan selang kateter dan mesin penghisap agar
siap digunakan kembali
41. Rapikan alat serta kembalikan posisi pasien

H. Evaluasi:
Fase
Terminasi 1. Evaluasi respon pasien
2. Catat jumlah dan karakteristik sekret, auskultasi suara
napas, cek tanda vital, perhatikan adanya tanda-tanda
sesak napas
3. Berikan reinforcement positif
4. Lakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
5. Akhiri pertemuan dengan baik
6. Dokumentaska tindakan dengan SOAP
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Posisikan kepala pasien sedikit lebih rendah
2. Tindakan suction untuk satu periode tidak boleh lebih
dari 15 detik
3. Hentikan suction bila denyut jantung mencapai 40
kali / menit
4. Perhatikan ventilasi pasien, segera pasang masker
kembali setelah melakukan suction
Standart Operational Prosedur (SOP)

LATIHAN BATUK EFEKTIF


F.Kep
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Proses untuk mengeluarkan sekret pada saluran
pernapasan yang telah terakumulasi dalam jumlah sedikit
maupun banyak melalui cara dibatukkan.
B. Tujuan 1. Membebaskan jalan nafas dan akumulasi sekret
2. Mengeluarkan sekret sebagai pemeriksanaan dalam
bentuk diagnostik
3. Mengurangi terjadinya sesak napas yang diakibatkan
dari akumulasi sekret
4. Mencegah terjadinya komplikasi: infeksi saluran
napas, pneumonia, dan mengurangi kelelahan
C. Indikasi 1. Pasien dengan jalan nafas tidak efektif
2. Pre dan post operasi
3. Pasien imobilisasi
D. Kontraindikasi 1. Pasien dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK)
2. Pasien gangguan kardiovaskuler: hipertensi berat,
gagal jantung, infark miokard
E. Persiapan Alat 1. Tissue
2. Bengkok
3. Perlak
4. Sputum pot berisi desinfektan
5. Air minum hangat
F. Persiapan Tahap Pra Interaksi:
Pasien 1. Identifikasi kebutuhan pasien/ membaca status pasien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan
Tahap Orientasi:
1. Beri salam dan perkenalan diri perawat, serta panggil
pasien dengan nama yang disukai
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien
3. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
No. Tahap Kerja
1. Langkah-Langkah:
1. Dekatkan peralatan ke sisi pasien.
2. Jaga privacy pasien.
3. Atur posisi pasien senyaman mungkin (semi fowler) dengan lutut
ditekuk, punggung dan kepala diberi bantal atau posisi supinasi dengan
kepala diberi bantal dan lutut ditekuk. Setelah penjelasan tentang
latihan selesai, pasien dianjurkan untuk mempraktekkan, pertama
dengan posisi semi fowler atau supinasi kemudian duduk, berdiri dan
berjalan.
4. Anjurkan pasien untuk minum air hangat, bertujuan sebagai pengencer
sekret.
5. Anjurkan pasien meletakkan satu tangan bagian dada dan tangan
lainnya di bagian abdomen, bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
dan tahanan pada otot perut.
6. Latih pasien melakukan pernapasan perut (perintahkan pasien untuk
menarik nafas melalui hidung hingga 3 hitungan).
7. Anjurkan pasien tetap rileks, tidak dianjurkan melengkungkan
punggung dan konsentrasi pada pengembangan abdomen sejauh yang
dapat pasien lakukan. Meminta pasien menahan nafas hingga 3
hitungan.
8. Anjurkan pasien untuk mengerutkan bibir seperti sedang bersiul dan
mengeluarkan udara secara perlahan dan tenang hingga 3 hitungan.
9. Anjurkan pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi
otot.
10. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien jika pasien duduk, dan
atau di samping/ dekat mulut jika pasien tidur miring.
11. Anjurkan pasien melakukan nafas dalam seperti diatas 2 kali, dan yang
ketiga, saat menarik nafas, tahan nafas dan batukkan secara kuat
menggunakan kekuatan otot abdomen.
12. Tampung sekret dalam sputum pot.
13. Posisikan pasien dalam posisi semula.
Fase Terminasi
2. Evaluasi:
1. Evaluasi hasil yang dicapai atau respon pada pasien
2. Berikan reinforcement positif pada pasien
3. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan dengan baik, dan bereskan alat-alat
5. Cuci tangan
6. Dokumentasikan hasil kegiatan.
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Pastikan sputum pot tertutup secara rapat setelah digunakan.
2. Edukasi pasien untuk mengeluarkan sputum tepat di sputum pot.
3. Cuci tangan pada 5 momen.
Standar Operasional Prosedur (SOP)

F.Kep Pemberian Terapi Cairan Melalui Intra

Universitas Jember Vena Perifer

Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:

Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:

A. Pengertian Terapi intravena perifer merupakan suatu tindakan


pemberian cairan pendukung tubuh kedalam
pembuluh darah vena permukaan (perifer)
menggunakan jarum infus dan selang infus (Gargar et
al., 2017).

B. Tujuan Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, jalur


pemberian obat , pemberian transfusi darah, atau
pengambilan sampel darah (Infusion Nurse Society,
2011).

C. Indikasi 1. Keadaan emergency (misalnya pada tindakan rjp),


yang memungkinkan pemberian obat langsung ke
dalam intra vena
2. Memberikan respon yang cepat terhadap
pemberian obat (seperti Furosemid, digoxin)
3. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar
secara terus-menerus melalui intra vena
4. Klien yang membutuhkan pencegahan gangguan
cairan dan elektrolit
5. Klien yang mendapatkan tranfusi darah 6.
Profilaksis sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan
6. Risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena
untuk persiapan jika
7. Terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian
obat)
8. Profilaksis pada klien yang tidak stabil, misalnya
resiko dehidrasi dan
9. Syok, sebelum pembuluh darah kolaps, sehingga
tidak dapat dipasang jalur infus.
10. Menurunkan ketidaknyamanan klien dengan
mengurangi kebutuhan injeksi intramuskuler
(Anggraini et al., 2019)

D. Kontraindikasi 1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di


lokasi pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada klien dengan gagal
ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk
pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap
pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat
(misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
(Anggraini et al., 2019)

E. Komplikasi 1. Phlebitis

2. Hematoma

3. Ekstravasasicairan

4. Infeksi lokal

5. Melukai serabut saraf

6. Emboli udara
(Ariningrum & Jarot., 2018)

F. Persiapan Alat 1. Cairan/ larutan yang benar

2. IV Cath berbagai ukuran

3. Set infus

4. Alkohol swab
5. Torniket

6. Sarung tangan bersih

7. Kasa steril

8. Plester

9. Handuk/pengalas tangan/perlak kecil

10. Tiang penyangga IV

11. Bengkok (tempat pembuangan jarum)

12. Gunting

13. Baki dengan alas

G. Persiapan (Telah membaca status dan data klien untuk


memastikan program terapi IV)
Pasien
1. Beri salam dan perkenalkan nama perawat
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
Letakkan klien dalam posisi semifowler atau
3. supine jika tidak memungkinkan (buat klien
senyaman mungkin)
H. Langkah-Langkah:
Tahap Kerja
1. Cek alat-alat yang akan digunakan

2. Jaga privasi klien

3. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien

4. Cuci tangan

5. Buka set infus, pertahankan sterilitas kedua


ujungnya

6. Letakkan klem yang dapat digeser tepat di bawah


ruang drip dan gerakkan klem pada posisi off
7. Lepaskan pembungkus lubang pada botol
(kantung) larutan IV plastik tanpa menyentuh
ujung tempat masuknya alat set infuse
8. *)Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol
cairan Untuk Botol yg putaran, lepaskan penutup
protector tanpa dilakukan swap, dan tusukkan
jarum ke lubang kantong. Untuk botol yg tarikan,
lepaskan penutup protector kemudian lakukan
swap alcohol dan tusukkan jarum ke kantung
9. **)Gantungkan botol infus yang telah
dihubungkan dengan set infus pada tempat yang
telah disediakan (pertahankan kesterilan set infus)
10. **)Isi selang infus dengan cairan, pastikan tidak
ada udara dalam selang (terlebih dulu lakukan
pengisian pada ruang tetesan/the drip chamber)
11. Pasang perlak kecil/pengalas di bawah
lengan/tangan yang akan diinsersi
12. Kenakan sarung tangan

13. Identifikasi aksesibilitas vena untuk pemasangan


kateter IV atau jarum
14. Pasang torniket mengitari lengan, di atas fossa
antekubital atau 10- 15 cm di atas tempat insersi
yang dipilih.
15. Pilih vena yang berdilatasi baik, dimulai dari
bagian distal, minta klien untuk mengepal dan
membuka tangan (apabila belum menemukan vena
yang cocok, lepaskan dulu torniket, dan ulangi
lagi setelah beberapa menit).
16. *)Bersihkan tempat insersi dengan kuat,
terkonsentrasi, kemudian ikuti dengan gerakan:
Sirkuler dari tempat insersi ke daerah luar dengan
alcohol swap, atau hapusan satu arah
17. *)Lakukan pungsi vena, fiksasi vena dengan
menempatkan ibu jari tangan yang tidak
memegang alat infus di atas vena dengan cara
meregangkan kulit. Lakukan penusukan dengan
sudut 20-30°, tusuk perlahan dengan pasti
18. Jika tampak aliran darah balik, mengindikasikan
jarum telah masuk vena.
19. Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan tarik
jarum sedikit lalu teruskan plastik IV kateter ke
dalam vena
20. Lepaskan torniket dengan tangan yang lain
21. Tekan dengan jari ujung plastik IV karteter, lalu
tarik jarum infus keluar, Sambungkan plastic IV
kateter dengan ujung selang infus dengan gerakan
cepat, jangan menyentuh titik masuk selang infus
22. Buka klem untuk memulai aliran infus sampai
cairan mengalir lancar
23. Fiksasi sambungan kateter infus (apabila sekitar
area insersi kotor, bersihkan terlebih dulu)
24. Atur tetesan infus sesuai ketentuan

25. Beri label pada temapt pungsi vena dengan


tanggal, dan inisial perawat
26. Buka sarung tangan
27. Cuci tangan

I Evaluasi:
Fase
Terminasi 1. Berikan reinforcement positif

2. Buat kontrak pertemuan selanjutnya

3. Akhiri kegiatan dengan baik


4. Mendokumentasikan hasil kegiatan
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:

1. Pada klien yang sangat muda dan manula


mempunyai vena yang mudah “kabur”. Jadi
perawat harus berhati-hati terhadap kedua
kelompok tersebut. Pada klien dengan obesitas
umumnya juga sulit ditemukan vena supervisial.
Gunakan spalk untuk membantu fiksasi infuse.
2. Jika memungkinkan, Tanya klien lokasi panusukan
yang diinginkan.
3. Pilih lokasi penusukan yang paling memungkinkan
4. Ukuran abocath untuk anak-anak adalah 22-24
sedangkan pada klien dewasa adalah 24-26 agar
mengurangi trauma penusukan dan aliran infuse
cukup sesuai kebutuhan.

5. Gunakan sudut 5-15 derajat pada saat penusukan


untuk klien manula karena letak vena lebih
supervisial.
6. Lakukam pengawasan terhadap pemberian terapi
cairan infuse setelah pemasangan infuse.
7. Perawat harus mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan aliran infus, seperti
posisi lengan, posisi dan kepatenan abocath,
ketinggian botol infuse, dan ukuran abocath.
8. Instruksikan klien untuk memberitahu perawat jika
terdapat tanda dan gejala inflamasi dan flebitis,
seperti kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi
penusukan infus. Minta klien juga untuk
memberitahukan jika terdapat darah di selang infus
atau aliran infus menjadi terlalu lambat atau
terlalu cepat dari biasanya.
9. Ajarkan klien untuk untuk meninggikan botol infus
jika klien berpindah tempat, misalnya ke toilet.
Minta klien agar tidak membuat lokasi penusukan
infus menjadi basah terkena air.
10. Minta klien juga untuk memakai pakaian yang
mudah untuk dipakai dan dilepaskan, seperti
kemeja.
11. Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti
atau lengan bawah) sangat dianjurkan untu larutan
infus dengan osmoralitas > 500 mOsm/L.
Hindarkan vena pada punggung tangan jika
mungkin, pertama pada pasien usia lanjut.
12. Jangan gunakan vena bagian punggung tangan bila
anda memberikan : Asam Amino + glukosa;
Glukosa + elektrolit; D5 atau NS yang telah
dicampur dengan obat suntik atau Meylon dan
lain-lain.
13. Perhatikan gejala kemungkinan komplikasi
(Anggraini et al., 2019)
Standart Operational Prosedur (SOP)

F.Kep PERHITUNGAN TETESAN INFUS

Universitas Jember

Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:

Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:

A. Pengertian Menghitung kecepatan tetesan infus untuk


mencegah ketidaktepatan pemberian cairan

B. Tujuan a. Mencegah terjadinya kolaps kardiovaskular dan


sirkulasi pada klien dehidrasi dan syok
b. Mencegah kelebihan cairan pada klien

C. Indikasi Pasien dengan kekurangan cairan

D. Kontraindikasi
-

E. Persiapan Alat - Kertas dan pensil

- Jam dengan jarum detik

F. Persiapan -

Pasien

No. Tahap Kerja


1. Langkah-Langkah:

1. Membaca program dokter dan ikuti enam benar untuk memastikan


larutan yang akan diberikan dengan benar
2. Mencari tahu kalibrasi dalam tetesan per mililiter dari set infuse
(sesuai petunjuk pada bungkus)
- Tes mikro (mikrodrip): 1 cc = 60 tetes

- Tes makro (makrodrip): 1 cc = 15/20 tetes

3. Memilih salah satu rumus berikut


cc/jam =
- Mililiter per jam
- Tetes permenit

4. Mencuci tangan

5. Identifikasi pasien dengan benar

6. Jelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

7. Atur kecepatan aliran dengan menghitung tetesan pada bilik drip


selama satu menit dengan jam, kemudian atur klem pengatur untuk
menaikkan atau menurunkan kecepatan infus

8. Memeriksa kecepatan ini setiap jam


2. Fase Terminasi
Evaluasi:

1. Berikan reinforcement positif

2. Tanyakan mengenai respon pasien terhadap prosedur

3. Buat kontrak pertemuan selanjutnya

4. Akhiri kegiatan dengan baik

5. Mendokumentasikan pada catatan perawat mengenai larutan dan


waktu
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:

1. Kebutuhan cairan pasien

2. Perhitungan dalam menentukan tetesan infus


Standart Operational Prosedur (SOP)

PERAWATAN AKSES VENA PERIFER DAN


F.Kep CENTRAL
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Kanula vena sentral (CVC) adalah memasang kateter intra
vena yang ujung kateternya berada didalam vena cava
superior 1/3 bawah (sirkulasi sentral). Perawatan Central
Venous Catheters (CVC) adalah tindakan yang dilakukan
antara lain mempertahankan area steril pada insersi CVC,
mengkaji tentang manfaat CVC terhadap pasien,
mengobservasi area insersi terhadap tanda – tanda infeksi
lainnya, mengganti balutan CVC. Kateter sentral yang
diinsersikan di pembuluh darah perifer dapat digunakan
sebagai pengganti kateter vena perifer.

B. Tujuan 1. Mendapatkan akses vena yang besar dan alirannya


deras.
2. Mencegah penyebaran oleh cairan dan kuman
yang berasal dari luka ke daerah sekitar.
3. Mengobati luka dengan obat yang telah ditentukan

C. Indikasi 1. Memonitoring tekanan vena sentral atau central


venous pressure (CVP) untuk menghitung balance
cairan
2. Dilakukan pada saat pemasangan akses intravena
perifer sulit dilakukan
3. Penggunaan antibiotik intravena dalam jangka
panjang
4. Pemberian nutrisi parental, obat anti nyeri, dan obat-
obatan yang menyebabkan phlebitis apabila diberikan
secara intravena dalam jangka waktu Panjang
5. Kemoterapi
6. plasmaparesis
D. Kontraindikasi -
E. Persiapan Alat Baki beralas berisi:

1. Nacl 500 ml
2. Betadine 60 cc
3. Handscoen
4. Kassa steril
5. Kom
6. Pinset chirurgic dan pinset anatomi
7. Hypafix 10 cm
8. Plester dan gunting plester
9. Spuit 2,5 cc
10. Underpad/ perlak
11. Bengkok
12. Alkohol 70 %
13. Kocher

F. Persiapan 1. Berikan salam, perkenalkan diri, dan identifikasi klien


Pasien dengan memeriksa identitas klien secara cermat
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan, berikan kesempatan klien bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien
3. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
4. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan
nyaman

No. Tahap Kerja


1. Langkah-Langkah:
1. Beritahu klien bahwa tindakan akan segera dimulai
2. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
3. Cuci tangan dan pakai handscoen
4. Buka balutan dengan hati-hati, kemudian berishkan bekas plester
5. Lakukan desinfeksi di sekitar drain menggunakan alkohol 70 %
6. Oleskan larutan antiseptik pada luka operasi
7. Tutup area sekitar drain menggunakan kassa yang telah digunting
tengahnya, kemudian diplester
8. Pasang selang penyambung yang sudah disediakan pada pipa botol
WSD baru, kemudian ujung selang ditutup menggunakan kassa steril
9. Drain yang dipasang diklem dengan kocher
10. Lepaskan sambungan selang botol dari drain
11. Bersihkan ujung drain dan sambungkan pada botol WSD yang baru
12. Lepaskan kocher dari drain
13. Latih klien bernafas dalam dan batuk efektif
14. Rapikan kembali peralatan
15. Kembalikan klien dalam posisi yang nyaman
16. Lepas sarung tangan dan buang ke tempat yang tepat
17. Cuci tangan
18. Berikan reinforcement positif pada klien
19. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
20. Akhiri kegiatan dengan baik dan ucapkan salam
21. Dokumentasi

Fase Terminasi
2. Evaluasi:
1. Lakukan monitor ketat pada pasien, diobservasi tanda-tanda vital,
seperti pada sistem pernapasan, sirkulasi, keseimbangan cairan,
analisis gas darah, pemeriksaan penunjang.
2. Pengecekan dan pengujian.
3. Pengawasan terhadap tanda-tanda infeksi pada kateter
4. Mempertahankan aliran pada kateter.
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Kepatenan selang WSD
2. Respon pasien
3. Teknik aseptic
4. Jaga pasien agar tidak tertarik atau tercabut dan selang atau
penyambung tak terlepas, sehingga udara tidak masuk ke dalam
rongga thoraks
5. Mengobservasi: undulasi, pengembangan paru-paru, penyumbatan
pada slang, sambungan slang, keluhan pasien, tekanan WSD, tanda-
tanda vital, krepitasi kulit di sekitar area drain
Standart Operational Prosedur (SOP)

PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH


Fakultas
Keperawatan
Universitas Jember
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Prosedur Tetap
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Pemberian transfusi darah merupakan prosedur
memasukkan darah atau komponennya ke dalam sistem
pembuluh darah seseorang. Komponen darah yang biasa
ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), trombosit, dan
plasma darah.
B. Tujuan a. Mengembalikan dan mempertahankan suatu volume
peredaran darah yang normal, misalnya pada anemia
karena perdarahan, trauma bedah, atau luka bakar luas
b. Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia
darah, misalnya pada anemia, trombositopenia,
hipoprotrombinemia, hipofibrinogenemia, dan lain-
lain
C. Indikasi 1) Anemia karena perdarahan Biasanya digunakan batas
Hb 7 – 8 g/dL. Bila Hb telah turun hingga 4,5 g/dL,
maka penderita tersebut telah sampai kepada fase
yang membahayakan dan transfusi harus dilakukan
secara hati- hati
2) Anemia hemolitik Biasanya kadar Hb dipertahankan
hingga penderita dapat mengatasinya sendiri.
Umumnya digunakan patokan 5 g/dL. Hal ini
dipertimbangkan untuk menghindari terlalu seringnya
transfusi darah dilakukan
3) Anemia aplastik
4) Leukemia dan anemia refrakter
5) Anemia karena sepsis
6) Anemia pada orang yang akan menjalani operasi
D. Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap produk komponen darah yang
diberikan dan kontraindikasi spesifik untuk masing-
masingkomponen, yaitu:
1. Whole blood: terapi monokomponen (misal fresh
frozen plasma pada koagulopati)
2. Packed red cell: tidak boleh untuk transfusi hanya
untuk meningkatkan volume darah dan/atau tekanan
onkotik
3. Konsentrat trombosit: ITP, HUS, HIT, DIC yang
tidak tertangani serta sepsis yang disertai
trombositopenia, pencegahan perdarahan pada
pasien operasi kecuali adadata defisiensi trombosit
E. Prosedur Kerja
No Tindakan
1 PERSIAPAN
1. Persiapan perawat:
a. Lakukan pengkajian: baca catatan keperawatan dan medis
b. Rumuskan diagnosa terkait
c. Buat perencanaan tindakan (intervensi)
d. Kaji kebutuhan tenaga perawat, minta perawat lain membantu jika
perlu
e. Cuci tangan dan siapkan alat

2. Persiapan alat:
Alat steril
1. Jarum infuse/abochat atau sejenisnya sesuai dengan ukuran
2. Kapas alkohol
3. Sarung tangan
4. instrumens steril (Gunting, pinset, com
5. Kassa steril
6. Transfusi set
Alat non-steril
1. Standar infus
2. Pengalas/Perlak
3. Tourniquet/pembendung
4. Betadin
5. Bengkok
Bahan
1. NaCl 0,9%
2. Darah sesuai dengan kebutuhan pasien

3. Persiapan pasien:
a. Pastikan identitas pasien
b. Kaji kondisi pasien
c. Jelaskan maksud dan tujuan
d. Jaga privacy pasien
e. Pasien dipersilahkan duduk
2 TAHAP KERJA
a. Berikan salam, perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
b. Panggil klien dengan nama kesukaan klien
c. Jelaskan prosedur, tujuan dan lamanya tindakan pada klien
d. Berikan kesempatan klien untuk bertanya. Berikan petunjuk alternatif
komunikasi jika klien merasa tidak nyaman dengan prosedur yang
dilakukan
e. Jaga privasi klien
f. Cuci tangan dan keringkan tangan dengan handuk

LANGKAH-LANGKAH
a. Jelaskan prosedur kepada klien. Tentukan apakah klien pernah
mendapatkan transfusi sebelumnya dan catatan reaksi, jika ada
b. Minta klien untuk melaporkan gejala berikut: Menggigil, sakit kepala,
gataldan kemerahan dengan segera
c. Pastikan bahwa klien telah menandatangani format
persetujuan/informedconcern
d. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
e. Buat jalur IV dengan kateter besar
f. Gunakan selang infus yang mempunyai filter. Selang juga harus
menggunakan tipe-Y
g. Gantungkan wadah larutan 0,9% Normal Salin untuk diberikan setelah
menginfuskan/ pemberian transfusi darah
h. Ikuti protokol institusi dalam mendapatkan produk darah dari bank
darah. Minta darah bila anda telah siap menggunakannya
i. Dengan perawat yang lain, identifikasi kebenaran produk darah dan
klien
j. Periksa kompatibilitas yang tertera pada kantong darah dan informasi
padakantong itu sendiri
k. Untuk darah lengkap, periksa golongan ABO dan tipe RH pada catatan
klien
l. Periksa ulang produk darah dengan pesanan dokter
m. Periksa tanggal kadaluarsa pada kantong darah
n. Periksa darah terhadap adanya bekuan/gumpalan darah
o. Tanyakan nama klien dan periksa/cocokkan dengan gelang
tangannya/gelang nama
p. Dapatkan data dasar tanda-tanda vital klien
q. Mulai untuk mentransfusikan darah
1) Isi jalur IV dengan 0,9 % normal saline (lihat prosedur pemasangan
infus)terlebih dahulu sebelum pemberian tranfusi darah
2) Mulai transfusi dengan lambat melalui tetesan pertama pada filter
3) Sebelum dilakukan tranfusi darah terlebih dahulu memeriksa
identifikasi kebenaran produk darah: periksa kompatibilitas dalam
kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa
kadaluwarsa, dan periksa adanya bekuan
4) Buka set pemberian darah
a) Untuk selang Y, atur ketiga klem
b) Untuk selang tunggal, klem pengatur pada posisi off
5) Cara tranfusi darah dengan selang Y:
a) Tusuk kantong NaCl 0,9 %
b) Isi selang dengan NaCl 0,9 %
c) Buka klem pengatur pada selang Y dan hubungkan ke kantong
NaCl 0,9 %
d) Tutup/klem pada slang yang tidak digunakan
e) Tekan/klem sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan
ruang filter terisi sebagian)
f) Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan selang terisi NaCl
0,9%
g) Kantong darah perlahan-lahan dibalik-balik 1 – 2 kali agar sel-
selnya tercampur. Kemudian tusuk kantong darah dan buka klem
pada selangdan filter terisi darah
6) Cara transfusi darah dengan selang tunggal
a) Tusuk kantong darah
b) Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang
filterterisi sebagian)
c) Buka klem pengatur biarkan selang terisi darah
7) Hubungkan selang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem
pengatur ke bawah
r. Atur kecepatan tetesan 2 ml/menit pada 15 menit pertama transfusi dan
tetap bersama klien. Jika ditemukan adanya reaksi, hentikan transfusi,
siram / suntik jalur IV dengan normal saline secara lambat dan beritahu
dokter dan bank darah
s. Rapikan klien, atur posisi yang nyaman dan aman, evaluasi respon klien
t. Bereskan alat dan kembalikan di tempat yang semula
u. Mencuci tangan
3 TAHAP EVALUASI
1. Evaluasi respon klien Monitor tanda-tanda vital:
a. Dapatkan tanda vital klien setiap 5 menit selama 15 menit pertama
transfusi dan setiap jam untuk yang berikutnya mengikuti kebijakan
institusi/rumah sakit.
b. Observasi klien terhadap adanya kemerahan, ruam kulit, gatal,
dispnea, bintik- bintik merah di kulit.
2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
4. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik
4 DOKUMENTASI
1. Catat:
a) Tipe, jumlah dan komponen darah yang diberikan.
b) Tindakan yang sudah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
pada catatankeperawatan.
2. Catat respon klien dan hasil pemeriksaan
3. Dokumentasikan evaluasi tindakan: SOAP
REFERENSI:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2015.
_Standar Pelayanan Transfusi Darah_. Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 36. Jakarta.
Standart Operational Prosedur (SOP)

PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH


F.Kep
Universitas Jember
Prosedur No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Pemeriksaan tekanan darah merupakan metode yang
digunakan untuk mengetahui kekuatan memompa darah
oleh jantung ke seluruh tubuh.
B. Tujuan 1. Mengetahui nilai tekanan darah
2. Menilai kemampuan fungsi dari kardiovaskuler
C. Indikasi 1. Pemeriksaan umum
2. Pemeriksaan rutin
3. Pasien dengan hipertensi
4. Pasien dengan kondisi klinis: syok, perdarahan, sakit
kepala, dll.
5. Transfusi darah
D. Kontraindikasi -
E. Persiapan Alat 1. Sphygmomanometer
2. Stetoskop
3. Handscoon
4. Buku catatan
5. Pena
F. Persiapan 1. Menyapa dan mengidentifikasi identitas pasien
Pasien 2. Validasi kondisi pasien
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan
4. Melakukan kontrak waktu, tempat, dan kesediaan
pasien
5. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya
6. Menjaga privacy pasien
7. Memposisikan pasien senyaman mungkin
No. Tahap Kerja
1. Cara Auskultasi:
a. Cuci tangan
b. Pakai handscoon
c. Atur posisi pasien: supinasi, duduk, berdiri (sesuai indikasi)
d. Letakkan lengan yang akan diukur dalam posisi supinasi
e. Buka lengan baju
f. Pasang manset sekitar 3 cm di atas fossa cubiti (jangan terlalu ketat
atau longgar)
g. palpasi nadi brachialis
h. Letakkan diafragma stetoskop di atas nadi brachialis dan dengarkan
adanya detakan nadi
i. Pastikan balon manset terkunci (putar skrup ke kanan)
j. Pompa balon udara manset sampai detak nadi tidak terdengar
k. Tambah pompa balon hingga 20 mmHg dari titik yang tidak
terdengar
l. Kempeskan perlahan manset dengan memutar skrup ke kiri
m. Identifikasi jarum manometer saat pertama kali terdengar detakan:
menunjukkan nilai tekanan sistolik
n. Tetap kempeskan perlahan manset secara perlahan sampai bunyi
nadi terakhir terdengar: menunjukkan nilai tekanan diastolik
o. Catat hasil pemeriksaan
p. Lepaskan handscoon
q. Cuci tangan
Cara Palpasi:
a. Cuci tangan
b. Pakai handscoon
c. Atur posisi pasien: supinasi, duduk, berdiri (sesuai indikasi)
d. Letakkan lengan yang hendak di ukur dalam posisi supinasi
e. Buka lengan baju
f. Pasang manset 3 cm di atas fossa cubiti (jangan terlalu ketat atau
longgar)
g. Palpasi nadi radialis dan pertahankan
h. Pompa balon manset sampai denyut nadi tidak teraba
i. Tambah pompa balon hingga 20 mmHg dari titik yang tidak
terdengar
j. Kempeskan manset secara perlahan dengan memutar skrup pada
pompa kea rah kiri
k. Identifikasi saat pertama kali denyut nadi teraba: menunjukkan nilai
tekanan sistolik
l. Catat hasil pemeriksaan
m. Lepaskan handscoon
n. Cuci tangan
Fase Terminasi
2. Evaluasi:
5. Evaluasi hasil yang dicapai (Subjektif dan Objektif)
6. Beri reinforcement positif pada klien
7. Kontrak pertemuan selanjutnya
8. Akhiri pertemuan dengan baik
9. Cuci tangan
10. Mendokumentasikan hasil kegiatan (SOAP)
Referensi:
Hidayat, AA., Uliyah, M., 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC
Standart Operational Prosedur (SOP)

PENGKAJIAN TINGKAT KESADARAN


F.Kep (GLASGOW COMA SCALE)
Universitas Jember

Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:

Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:

A. Pengertian Pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale) merupakan


suatu prosedur pemeriksaan untuk mengetahui tingkat
kesadaran klien baik secara kualitatif maupun kuantitatif
dengan mengetahui nilai pemeriksaan respon pada Mata,
Verbal, dan Motorik.

B. Tujuan Untuk mengetahui tingkat kesadaran pada klien

C. Indikasi Pasien dengan gangguan tingkat kesadaran

D. Kontraindikasi
-

E. Persiapan Alat 1. Buku Catatan


2. Alat Tulis

F. Fase Orientasi 1. Memberi salam dan memperkenalkan diri perawat


kepada klien
2. Menanyakan identitas klien
3. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
pada klien
4. Memposisikan klien dengan posisi
terapeutik/senyaman mungkin
5. Menjaga privacy klien
6. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya
No. Tahap Kerja

1. Langkah-Langkah:
Pemeriksaan Kuantitatif
1. Mencuci tangan 6 langkah
2. Mengkaji respon klien meliputi
a) EYE (Respon Membuka Mata)
(4) Membuka mata spontan
(3) Membuka mata dengan rangsangan suara
(2) Membuka mata dengan rangsangan nyeri seperti menekan
kuku jari pada klien
(1) Tidak ada respon
b) VERBAL (Respon Verbal)
(5) Orientasi baik
(4) Disorientasi tempat dan waktu, kebingungan, dan berbicara
secara berulang-ulang
(3) Berbicara tidak jelas namun masih jelas dengan tidak dalam
satu kalimat perkata atau terbata-bata
(2) Hanya mengerang
(1) Tidak ada respon
c) MOTOR (Respon Motorik)
(6) Mengikuti perintah perawat
(5) Menjangkau dan menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri
(4) Menghindar atau menarik bagian tubuh saat diberikan
rangsangan nyeri
(3) Tangan satu atau keduanya dalam posisi kaku diatas dada
dan kaki ekstensi saat diberi rangsangan nyeri
(2) Tangan satu dan keduanya ekstensi di sisi tubuh dengan jari
mengepal dan kaki ekstensi saat diberi rangsangan nyeri
(1) Tidak ada respon
Keterangan Pemeriksaan Kuantitatif:
1. Composmentis ( Score 14 – 15 )
2. Apatis ( Score 12 – 13 )
3. Somnolen ( Score 10 – 11 )
4. Delirium ( Score 7 – 9 )
5. Stupor ( Score 4 – 6 )
6. Koma ( Score 3 )
Pemeriksaan Kualitatif
a) Konfusi
1) Kehilangan kemapuan berpikir cepat dan jernih
2) Ketidakmampuan membuat keputusan dan penilaian
b) Disorientasi
1) Mulai kehilangan kesadaran
2) Disorientasi waktu yang berkembang menjadi disorientasi
tempat 3) Penurunan memori atau daya ingat
4) Tidak mengenali diri sendiri
c) Lateragi
1) Keterbatasan dalam gerakan dan bicara spontan
2) Mudah dibangunkan dengan perintah atau sentuhan
3) Kemungkinan terjadi disorientasi waktu, tempat, dan
orang d) Somnolen
1) Penurunan kesadaran ringan sampai sedang
2) Terbatasnya respon terhadap lingkungan
3) Mudah tertidur tanpa stimulus verbal atau taktil
4) Respon minimal terhadap pertanyaan
e) Stupor
1) Penurunan kesadaran yang dalam atau tidak ada respon 2) Susah
dibangunkan (kecuali terhadap stimulus yang kuat atau berulang)
3) Respon terhadap stimulus berupa gerakan menarik atau
mencengkram
f) Koma
1) Tidak ada respon motorik atau verbal terhadap stimulus eksternal
2) Tidak ada respon terhadap stimulus yang membahayakan seperti
nyeri yang kuat
3) Tidak dapat dibangunkan dengan stimulus apapun

Fase Terminasi

2. Fase Terminasi :
1. Melakukan evaluasi subjektif
2. Melakukan evaluasi objektif
3. Memberikan resinforcement positif
4. Memberikan kesempatan bertanya kepada klien
5. Rencana tindak lanjut
6. Melakukan kontrak yang akan datang
7. Memberikan salam kepada klien sebelum meninggalkan ruang
perawatan

3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:


1. Respon klien selama tindakan keprawatan dilakukan

4. REFERENSI
- Candra, Karisma Y., dan Titian Rakhma, 2020. Publikasi Ilmiah.
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ISSN: 2721-2882.
- KEPMENKES No. 856/MENKES/SK/IX/2009 tentang instalasi
gawat darurat (IGD) Rumah Sakit
- Wuysang, D & Bahar, A. 2015. Pemerikasaan Derajat Kesadaran
(Glasgow Coma Scale) Dan Fungsi Kortikal Luhur (Mini-
Mental State Examination (MMSE)). E-prints Fakultas
Kedokteran Univeristas Hasanuddin Makasar.
Standar Operationeal Prosedur (SOP)
PENGKAJIAN KEKUATAN OTOT
PERSIAPAN ALAT
1. Sarung tangan
2. Penggaris
3. Bolpoint
4. Lembar Dokumentasi
FASE ORIENTASI
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
3. Menanyakan persetujuan
4. Cuci tangan
5. Gunakan sarung tangan
6. Memberikan posisi yang nyaman
7. Ciptakan lingkungan yang nyaman

FASE KERJA
1. Minta klien untuk berdiri, amati struktur rangka dan perhatikan adanya
kelainan dan deformitas
2. Amati adanya kontraktur dengan meminta klien untuk menggerakkan
persendian ekstremitas
3. Minta klien merentangkan kedua lengan kedepan, amati adanya tremor,
ukuran otot (atropi, hiperatropi) serta ukur lingkar ekstremitas (perbedaan > 1
cm dianggap bermakna)

Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot


4. Sternokleidomastoideus : klien menengok ke salah satu sisi dengan melawan
tahanan tangan pemeriksa
5. Trapezius : letakkan kedua tangan pada bahu klien, minta klien menaikkan
bahu melawan tahanan tangan pemeriksa
6. Delteoideus : minta klien mengangkat kedua tangan dan melawan dorongan
tangan pemeriksa ke arah bawah
7. Otot panggul : posisikan klien terlentang dengan kedua tungkai ekstensi,
minta klien mengangkat salah satu tungkai, dorong tungkai ke bawah
8. Adduksi panggul : posisikan klien terlentang dengan kedua tungkai ekstensi,
letakkan kedua tangan pada permukaan lateral masing-masing lutut klien,
minta klien menggerakkan kedua tungkai melawan tahanan pemeriksa
9. Abduksi panggul : posisilan klien terlentang dengan kedua tungkai ekstensi,
letakkan tangan diantara kedua lutut klien, minta klien merapatkan kedua
tungkai melawan tahanan pemeriksa

Palpasi otot untuk memerilsa apakah ada kelainan otot, kekuatan otot
10. Bisep : minta klien merentangkan kedua lengan dengan mencoba
menekuknya, pemeriksa menahan lengan agar tetap ekstensi
11. Trisep : minta klien menekuk kedua lengan dan mencoba merentangkannya
melawan usaha pemeriksa untuk membuat klien tetap fleksi mengumpulkan
kelima jari
12. Kekuatan genggaman : minta klien menggenggan jari telunjuk dan jari tengan
pemeriksa, tarik kedua jari genggaman klien
13. Hamstring : posisikan klien terlentang, kedua lutut ditekuk, minta klien
meluruskan tungkai melawan tahanan pemeriksa
14. Kuadrisep : posisikan klien terlentang, lutut setengah ekstensi, klien menahan
usaha pemeriksa untuk memfleksikan lutut
15. Otot mata kaki dan kaki : minta klien melawan usaha pemeriksa untuk
mendorsofleksikan kakinya dan kembali melawan usaha pemeriksa untuk
memfleksikan kakinya
16. Palpasi tulang ekstremitas dan setiap persendian untuk menemukan area yang
mengalami edema atau nyeri tekan, bengkak, kreapitasi dan modul

FASE TERMINASI
1. Rapikan alat dan klien
2. Buka sarung tangan
3. Cuci tangan
4. Berikan reinforcement positif
5. Akhiri kegiatan dengan baik
6. Mendokumentasikan hasil kegiatan

Nilai kekuatan otot


Skala Ciri-ciri
0 Paralisis total
1 Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot
2 Adanya gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
(hanya bergeser)
3 Bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan/melawan tahanan
pemeriksa
4 Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya kurang
5 Dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
Standar Operational Prosedur (SOP)

PEMERIKSAAN TANDA – TANDA DEHIDRASI


Fakultas
Keperawatan
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Pemeriksaan tanda – tanda dehidrasi adalah pemeriksaan
adanya kehilangan cairan dari keseluruhan kompartemen
dalam tubuh yang disebabkan kebutuhan cairan lebih
banyak dibandingkan dengan asupan cairan sehingga
mengakibatkan volume cairan dalam tubuh berkurang.

B. Tujuan Berdasarkan

1. Mengetahui intake dan output cairan dalam tubuh


pasien

2. Mengetahui status hidrasi pasien

3. Mengetahui derajat dehidrasi pasien

4. Mengetahui keadaan umum pasien

C. Indikasi Pasien yang mengalami tanda dan gejala :


1. Kulit kering
2. Urine berwarna pekat
3. Pusing
4. Jantung berdebar debar
5. Kejang
6. Lebih mudah mengantuk dan mudah Lelah
7. Mudah merasa haus
8. Tubuh demam

D. Kontraindikasi -
E. Persiapan Alat 1. Handscoon

2. Timer digital atau jam tangan (untuk menghitung


detak jantung)

3. Pot urin botol bening (untuk menampung urin sendiri


saat pemeriksaan warna urine)

4. Tabel PURI (Periksa Urine Sendiri) grafik warna


urine

F. Persiapan 1. Memberikan salam dan perkenalkan diri


Pasien 2. Mengidentifikasi identitas pasien dengan benar
(minimal 2 identitas)
3. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
4. Memberikan kesempatan untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan
5. Meminta pengunjung untuk meninggalkan ruangan
dan memberi privasi
6. Atur posisi pasien sehingga merasakan aman dan
nyaman

No. Tahap Kerja


1. Langkah-Langkah:
1. Mengecek kondisi umum pada pasien mengenai rasa haus, tingkat
kesadarannya, dan rasa gelisah pada pasien. Pada pasien yang
mengalami dehidrasi ringan akan merasakan haus, kesadaran mulai
berkurang dan gelisah. Untuk dehidrasi sedang pasien merasakan haus,
kesadaran berkurang dan pusing. Selanjutnya untuk dehidrasi berat
akan merasakan kesadaran yang menurun, gelisah, ekstremitas dingin,
kulit jati tangan keriput, dan kejang otot.
2. Selanjutnya melakukan pengecekan pada nadi radialis dengan langkah
tempatkan dua jari diantara tulang dan tendon pada arteri radial. Lalu
hitung detak jantung selama 1 menit. Pada pasien yang mengalami
dehidrasi ringan denyut nadi normal (60-100/menit). Kemudian pada
saat dehidrasi sedang, denyut nadi mulai cepat dan lemah. Pada
dehidrasi berat, denyut nadinya lebih cepat kemudian lebih halus,
bahkan terkadang sampai tidak teraba lagi.
3. Melakukan pengecekan pada pernafasan. Jika masih dehidrasi ringan,
pernapasan masih normal. Pada dehidrasi sedang pernafasan yang
dirasakan mulai dalam pernapasannya. Lalu Ketika dehidrasi sudah
berat pernapasannya akan semakin dalam dan cepat.
4. Selanjutnya melakukan pengcekan elatisitas kulit dengan cara CRT.
Ketika dehidrasi ringan maka masih kembali dengan baik, dan Ketika
dehidrasi sedang maka akan kembal secara lambat dan jika dehidrasi
berat akan lambat untuk kembali seperti semula.
5. Melihat kondisi mata, Ketika dehidrasi normal keadaan mata normal
dan masih terdapat air mata, apabila dehidrasi sedang kondisi mata
terlihat cekung dan jika dehidrasi berat terlihat sangat cekung dan
kering.
6. Dan yang terakhir melakukan pengecekan urin. Ketika sedang dalam
dehidrasi sedang jumlah urin dan warna urin masih normal, sedangkan
dehidrasi sedang jumlah urin sudah berkurang dan warnanya kuning
tua, dan jika dehidrasi berat urin tidak keluar lagi atau sangat sedikit.

Fase Terminasi
2. Evaluasi:

1. Mengevaluasi respon pasien selama tindakan (respon subjektif dan


objektif

2. Mengucapkan apresiasi atas kerja sama selama tindakan dan


mengucapkan salam kepada pasien

3. Merapikan kembali alat

4. Mencuci tangan

5. Dokumentasi tindakan : tanggal/jam dilakukan tindakan, nama


tindakan, respon klien selama tindakan (respon subjektif dan
objektif), nama dan paraf perawat

3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan: -


Referensi
Bahrudin, M. dan A. B. Nafara. 2019. Hubungan Dehidrasi Terhadap
Memori Segera/Atensi. Jurnal Saintika Medika. 15(1):12–24.

Kusuma, Annisa Dwianggreni. 2020. Penilaian Status Hidrasi. Jurnal


Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 9(1):13-17.

Muhammad, Ilham dkk. 2020. Studi Kasus : Upaya Pemenuhan Volume


Cairan Pada Pasien Dewasa Penderita Gastroentritis di RSU
Muhammadiyah Ponorogo Ruang Mas Mansyur. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo Health Sciences Journal. 4(1):15-31.

Sutarna, N.-. (2021). Sistem Pendeteksi Keasaman dan Warna Urine


sebagai Indikasi Dini Dehidrasi. Electrices, 2(2), 57–61.
https://doi.org/10.32722/ees.v2i2.3570

Santoso, Sungadi. 2019. Apa Sajakah Tanda Tubuh Anda Mengalami


Dehidrasi ?. Youtube. https://youtu.be/pw9-h-ByzzE
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
Fakultas Keperawatan MENCUCI TANGAN
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
A. PENGERTIAN Mencuci tangan adalah membasahi tangan dan
memberi sabun guna menghilangkan kuman yang bisa
menimbulkan penyakit
B. TUJUAN 1. Tangan menjadi bersih
2. Tangan menjadi bebas kuman
C. INDIKASI 1. Sebelum dan sesudah makan
2. Setelah menggunakan fasilitas umum (misalnya
toilet, warnet, wartel, dan lain-lain )
3. Sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
4. Sesudah memegang binatang, membuang sampah,
membersihkan rumah, dan lain-lain.
D. KONTRAINDIKASI -
E. PERSIAPAN Perawat menguasai keterampilan yang akan diberikan
PERAWAT
F. PERSIAPAN ALAT 1. Air mengalir
2. Sabun batang/cair
3. Handuk/tisu
G. PERSIAPAN Pasien siap diberikan keterampilan oleh perawat
PASIEN
No. CARA KERJA
1. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program keterampilan untuk pasien.
2. Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan therapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien/keluarga.
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
3. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien
2. Mengajarkan gerakan cuci tangan
3. Menggunakan air yang mengalir untuk mencuci tangan, jika bisa dengan
air hangat karena lebih baik untuk membunuh kuman.
4. Menggunakan sabun dan kemudian ratakan pada telapak tangan dengan
sabun sampai berbusa sampai sekitar 10 atau 15 detik.
5. Menggosok punggung tangan
6. Menggosok sela jari tangan
7. Menggosok jari jari dalam kedua tangan dengan posisi mengunci
8. Menggosok ibu jari dan memutar kearah dalam
9. Menggosok ujung kuku tangan kanan pada telapak tangan kiri dengan
memutarnya dan lakukan sebaliknya
10. Membilas tangan dengan air bersih
11. Mengeringkan tangan dengan baik menggunakan handuk/tisu
4. Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi hasil tindakan.


2. Berpamitan dengan pasien.
3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
4. Mencuci tangan.
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.
5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. sebelum tindakan aseptik
3. setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan di sekitar pasien
6. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan
7. Kuku adalah bagian terpenting yang harus diberihkan karena banyak
kuman yang bersarang dan bersembunyi di kuku

H. HASIL Dokumentasi:
1. Catat tindakan yang telah dilakukan.
2. Waktu dan Tanggal Tindakan.
3. Nama Pasien, Usia Nama Perawat dan Tanda Tangan
Perawat
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


MENGGUNAKAN APD (ALAT PELINDUNG DIRI)

No Tindakan

Fase Persiapan

1. Mempersiapkan alat dan bahan


1. Sarung tangan
2. Masker
3. Gaun/gown
4. Pelindung mata
5. Penutup kepala
6. Sepatu

Fase Tindakan

2. Mendekatkan peralatan yang dibutuhkan

3. Mencuci tangan

4. Memakai gaun/gown dengan benar

5. Memakai masker dengan benar

6. Memakai pelindung mata

7. Memakai penutup kepala

8. Menggunakan sepatu

9. Apabila semua tindakan telah selesai, melepas sarung tangan

10. Cuci tangan


11. Melepas sepatu

12. Melepas gown

13. Melepas masker

14. Melepas pelindung mata

15. Merapikan Kembali alat

16. Cuci tangan

Fase Terminasi dan Dokumentasi

17. Mendokumentasikan:
1. Tanggal dan jam tindakan
2. Nama Tindakan
3. Respon pasien
4. Paraf dan nama perawat
Standart Operational Prosedur (SOP)

WOUND CARE
F.Kep (PERAWATAN LUKA)
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Perawatan pada luka yang meliputi pembersihan luka dan
penggantian balutan yang bertujuan untuk mencegah
komplikasi luka dan meningkatkan proses penyembuhan
luka.
B. Tujuan 1. Meningkatkan hemostasis luka
2. Mencegah infeksi
3. Mencegah cedera jaringan yang lebih lanjut
4. Mempertahankan integritas kulit
5. Mencegah terjadinya komplikasi pada luka
6. Meningkatkan proses penyembuhan luka
7. Mendapatkan kembali fungsi normal
8. Memperoleh rasa nyaman

C. Indikasi Pasien dengan luka seperti luka operasi, luka laserasi, luka
dekubitus, ulkus diabetik, dan sebagainya
D. Kontraindikasi -
E. Persiapan Alat 1. Set balutan steril :
2. Gunting jaringan: 1
3. Pinset anatomis: 3
4. Pinset cirurgis: 1
5. Kom steril kecil: 2
6. Kasa steril
7. Korentang dengan duk steril: 1
8. Sarung tangan steril: 1
9. Sarung tangan bersih: 1
10. Salin normal/NaCl 0,9%
11. Larutan antiseptik jika diindikasikan
12. Salep antibiotik jika diindikasikan
13. Selimut mandi: 1
14. Perlak dan pengalasnya: 1
15. Masker wajah, pelindung mata, apron jika diperlukan: 1
16. Bengkok: 1
17. Kantong sampah kedap air: 1
18. Kapas alkohol
19. Balutan modern sesuai kondisi luka (Apabila perlu):
Hidrogel, hidrokoloid, Ca alginate, dll
20. Plester, kasa gulung sesuai kebutuhan
21. Gunting plester
F. Persiapan 1. Pastikan identitas klien yang akan dilakukan tindakan.
Pasien 2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
tindakan yang akan dilakukan.

No Tahap Kerja

1. Langkah-Langkah:
A. FASE ORIENTASI:
(Telah membaca status klien dan data klien untuk memastikan tindakan)
1. Beri salam dan perkenalkan nama perawat
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
3. Posisikan klien dalam posisi senyaman mungkin

B. FASE KERJA:
4. Dekatkan peralatan ke samping tempat tidur klien.
5. Pertahankan privacy (Tutup tirai) klien selama tindakan dilakukan
6. Atur posisi klien dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka dengan
selimut mandi. Beritahu klien untuk tidak menyentuh area luka atau
peralatan steril.
7. Pasang perlak dan pengalasnya di bawah area luka. Letakan bengkok
di atas perlak. Letakkan kantong sampah pada area yang mudah
dijangkau.
8. Buka korentang dari pembungkusnya. Buka set balutan steril. Kasa,
gunting dan pinset harus tetap pada area steril. Jika tidak ada kasa,
tambahkan kasa ke bak instrumen steril.
9. Tuangkan cairan NaCl 0,9% pada kom steril. Tuangkan larutan
antiseptik jika diindikasikan.
10. Kenakan masker muka, pelindung mata, apron jika diperlukan.
Sesuaikan kondisi luka.
11. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai
12. Lepaskan plester/balutan luar luka dengan perlahan. Gunakan normal
salin atau kapas alkohol jika sulit dilepas, sesuaikan dengan kondisi
luka. Observasi kulit klien untuk reaksi terhadap plester.
13. Lepaskan sarung tangan bersih, buang pada tempat yang tepat
14. Gunakan sarung tangan steril
15. Dengan menggunakan pinset steril angkat balutan kasa pada luka
secara hati-hati. Peringatkan klien tentang rasa tidak nyaman yang
mungkin timbul. Gunakan salin normal jika kasa menempel pada
luka dan sulit diangkat.
16. Observasi karakter, jumlah drainase pada balutan kasa. Buang
balutan yang kotor ke dalam bengkok atau kantong sampah
17. Kaji kondisi luka: proses penyembuhan luka, karakter drainase,
tanda-tanda infeksi.
Untuk luka yang memerlukan balutan kering seperti luka post
operasi:
18. Bersihkan luka dengan salin normal. Gunakan bagian kasa yang
berlainan untuk tiap usapan. Bersihkan dari area yang kurang
terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi.
19. Gunakan kasa kering untuk mengeringkan luka atau garis insisi.
20. Pasang kasa yang lembab pada luka atau salep antibiotik Berikan kasa
steril kering di atas kasa basah atau salep antibiotik.
21. Tutup dengan memasang plester, sesuaikan luas luka.
22. Rapikan kembali peralatan
23. Lepas sarung tangan dan buang ke tempat yang tepat
24. Kembalikan klien dalam posisi yang nyaman, buka tirai
25. Cuci tangan
C. FASE TERMINASI:
26. Berikan reinforcement positif
27. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
28. Akhiri kegiatan dengan baik
29. Mendokumentasikan hasil kegiatan
2 Hasil

Dokumentasi :
1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
2. Catat respon klien terhadap tindakan
3. Catat kondisi luka (Luas luka, Jenis luka, Warna, Odor), jenis balutan
yang digunakan dan toleransi klien terhadap tindakan
4. Catat frekuensi penggantian balutan
5. Nama dan paraf perawat
3 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:

1. Pertahankan teknik steril selama perawatan luka


2. Pantau tanda dan gejala infeksi lokal atau sistemik.
3. Perhatikan kenyamanan klien selama perawatan luka, perhatikan
adanya nyeri
4. Jika drainase luka meningkat, tingkatkan frekuensi pergantian balutan.
Beritahu dokter yang dapat mempertimbangkan pengobatan yang
berbeda.
5. Jika drain lepas, jangan memasang ulang drain. Beritahu dokter yang
bertanggung jawab segera
6. Pengangkatan balutan lama dan pemasangan ulang balutan baru basah
ke kering dapat menyebabkan nyeri pada klien. Pasien diberi
analgesik jika diindikasikan dan waktu penggantian balutan
meyesuaikan efek puncak obat.
Standart Operational Prosedur (SOP)

Injeksi Intravena (IV)


F.Kep
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan
cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke
dalam tubuh melalui intravena
B. Tujuan 1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh
yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein,
lemak dankalori yang tidak dapat dipertahankan
melalui oral.
2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan
elektrolit
3. Memperbaiki keseimbangan asam basa
4. Memberikan tranfusi darah
5. Menyediakan medium untuk pemberian obat
intravena
6. Membantu pemberian parenteral nutrisi
C. Indikasi 1. Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP),
yang memungkinkan pemberian obat langsung ke
dalam IV
2. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat
terhadap pemberian obat
3. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar
secara terus-menerus melalui IV
4. Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa
diberikan melalui oral atau intramuskuler
5. Klien yang sakit akut atau kronis yang
membutuhkan terapi cairan
6. Klien yang mendapatkan tranfusi darah

D. Kontraindikasi 1. Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi,


infiltrasi atau trombosis
2. Daerah yang berwarna merah. kenyal, bengkak
dan hangat saat disentuh
3. Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di
bawah area flebitis Vena yang sklerotik atau
bertrombus
4. Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
5. Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan
darah, kerusakan kulit
6. Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi
(aliran balik vena terganggu)
E. Persiapan Alat Baki beralas berisi:
1. Spuit dan jarum steril sesuai ukuran
2. Swab antiseptik (alkohol) dalam tempatnya
3. Sarung tangan sekali pakai
4. Obat ampul atau vial sesuai instruksi dan
cairan pelarutnya (jika diperlukan)
5. Bak injeksi (bak spuit)
6. Bengkok
7. Perlak dan alasnya
8. Karet pembendung (torniket)
9. Kartu obat atau catatan pemberian obat
F. Persiapan 1. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan
Pasien indentifikasi klien dengan memeriksa indentitas
klien secara cermat, cek program pengobatan
mencakup “ 6 benar ”.

2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan


dilakukan, kaji riwayat medis dan riwayat alergi
terhadap obat yang sama sebelumnya,berikan
kesempatan kepada klien untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan klien.
3. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan,
beri privasi kepada klien.
4. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan
nyaman
No. Tahap Kerja

1. Langkah-Langkah:
1. Beritahu klien bahwa tindakan segera dimulai
2. Siapkan peralatan dan catatan / kartu obat di dalam ruang
pengobatan atau di kereta obat. Hitung dosis obat yang benar.
Lakukan dengan teliti dan periksa kembali perhitungan.
3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
4. Siapkan dosis obat yang tepat dari vial atau ampul sesuai
kebutuhan (instruksi dokter). Lakukan dengan langkah yang
benar. Ingat 3 cek pembacaan obat. Bila dalam tabung spuit
masih ada udara, maka udara harus dikeluarkan. Obat yang telah
disiapkan diletakkan dalam bak injeksi.
5. Tentukan vena yang akan dilakukan injeksi. Inspeksi area yang
akan diinjeksi terhadap adanya edema, massa atau nyeri tekan.
Hindari area yang mengalami jaringan parut, memar, abrasi atau
infeksi.
6. Pasang pengalas dibawah vena yang akan dilakukan injeksi
7. Pasang torniket pada bagian proksimal (bagian atas) dari area
yang akan dilakukan penusukan, hingga vena benar-benar dapat
dilihat
8. Lepas tutup spuit dari jarum dengan menariknya arah lurus
9. Pegang spuit pada tangan dominan. Lakukan penusukan dengan
lubang jarum (bevel) menghadap keatas, posisi jarum sejajar
dengan vena. Untuk mencegah agar vena tidak bergeser, maka
tangan nondominan menahan vena sampai jarum masuk vena
10. Lakukan aspirasi. Bila terhisap darah (tampak pada spuit),
lepaskan torniket dan dorong obat secara perlahan kedalam vena
11. Setelah obat masuk semua, tarik spuit dan jarum, lakukan
penekanan pada area injeksi dengan swab alkohol
12. Buang spuit pada tempat khusus antitusuk tanpa harus menutup
jarum dengan kapnya atau sebelum dibuang tutup jarum dengan
satu tangan dan letakkan pada bengkok sebelum dibuang di
tempat sampah khusus
13. Ambil pengalas
14. Bantu klien kembali pada posisi semula
Fase Terminasi
2. Evaluasi:
1. Evaluasi respon klien setelah dilakukan tindakan (respon
subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif.
3. Buat kontrak pertemuan selanjutnya dan akhiri kegiatan dengan baik
4. Rapikan dan kembalikan semua peralatan ke tempatnya dan cuci
tangan
5. Dokumentasikan hasil kegiatan: Catat setiap pemberian obat, tulis
6. inisial dan tanda tangan perawat
7. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi
8. Kondisi atau penyakit klien.
9. Obat yang baik dan benar
10. Pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.
11. Dosis yang diberikan harus tepat.
12. harus benar Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi
13. Obat tidak boleh diberikan secara intravena jika tempat insersi
tampak bengkak atau cairan IV tidak tepat mengalir pada kecepatan
yang sesuai
14. Observasi lokasi intravena selama pemberian obat. Adanya bengkak
yang tiba-tiba mengindikasikan terjasinya infiltrasi. Penting untuk
menghentikan injeksi jika terjadi infiltrasi. Penting juga untuk
mengetahui efek samping setiap obt dan memperhatikan adanya
reaksi pada apsien.
15. Perawat perlu mengealuasi respon pasien terhadap pengobatan
16. dalam 10 sampai 30 menit.
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Setiap injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai
70 detik lamanya.
2. Tempat injeksi harus tepat kena pada daerah vena.
3. Jenis spit dan jarum yang digunakan.
Standart Operational Prosedur (SOP)

INJEKSI INTRAMUSCULAR (IM)


F.Kep
Universitas Jember

Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:

Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:

A. Pengertian Pemberian obat dengan menginjeksikan atau


memasukkan obat ke dalam jaringan otot
menggunakan spuit injeksi (Heshmatifar dkk.,
2022). Jaringan otot dapat melalui deltoid,
dorsogluteal, ventrogluteal, dan vastus lateralis
(Arslan dan Özden, 2018).

B. Tujuan 1. Memasukan obat dengan suntikan ke dalam otot.


2. Pemberian obat dengan intramuscular bertujuan
agar absorpsi obat lebih cepat dibandingkan dengan
pemberian secara subcutan karena lebih banyaknya
suplai darah di otot tubuh.
3. Untuk memasukkan dalam jumlah yang lebih
besar dibanding obat yang diberikan melalui
subcutan. 4. Pemberian dengan cara ini dapat pula
mencegah atau mengurani iritasi obat.

C. Indikasi Injeksi obat seperti:


1. Antibiotik: penicillin G, streptomycin, dan
ceftriaxone
2. Hormon: kontrasepsi hormonal 1 bulan atau
3 bulan, testosteron
3. Obat antipsikotik: olanzapine ziprasidone,
haloperidol
4. Vaksin: vaksin influenza, vaksin hepatitis A,
vaksin hepatitis B, vaksin human papillomavirus
(HPV), vaksin pneumokokus, vaksin tetanus,
vaksin COVID
5. Keperluan kosmetik: toksin botulinum tipe
A (Botox)
6. Lainnya: vitamin B12, epinefrin
(Shaw, 2015; Tanioka dkk., 2018; Centers for Disease
Control and Prevention, 2021)

D. Kontraindikasi 1. Kontraindikasi injeksi intramuskuler adalah


penyuntikan pada area yang tidak memungkinkan,
misalnya karena ada infeksi.
2. Kontraindikasi lainnya mengikuti kontraindikasi
dari obat yang akan disuntikkan, misalnya adanya
riwayat hipersensitivitas terhadap obat
bersangkutan atau komponen lain dalam sediaan.
3. Tidak disarankan dilakukan pada area dengan
trauma, cedera otot, dan atrofi otot.

E. Persiapan Alat 1. Spuit (ukuran bervariasisesuai volume obat


yang diberikan, umumnya 2-5 ml)
2. Jarum sesuai ukuran (dewasa: 21-23 G, panjang
1- 1½ inci; anak: 25- 27 G, panjang ½-1 inci)
3. Swab antiseptik (alkohol) dalam
tempatnya 4. Sarung tangan bersih sekali
pakai
5. Obat ampul atau vial sesuai instruksi dan
cairan pelarutnya (jika diperlukan)
6. Bak injeksi (bak spuit)
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
9. Kartu obat atau catatan pemberian obat
F. Tahap Kerja

1. Langkah-Langkah:
FASE ORIENTASI:
(Telah membaca status dan data klien untuk memastikan program
terapi IM).
1. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan indentifikasi klien dengan
memeriksa indentitas klien secara cermat, cek program pengobatan
mencakup “ 6 benar ”.(*)
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan, kajiriwayat
medis dan riwayat alergi terhadap obat yang sama
sebelumnya,berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
3. Jaga privasi klien.
4. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman.

FASE KERJA:
5. Beritahu klien bahwa tindakan segera dimulai.
6. Siapkan peralatan dan catatan / kartu obat di dalam ruangpengobatan
atau di kereta obat. Hitung dosis obat yang benar. Lakukan dengan
teliti dan periksa kembali perhitungan.
7. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
8. Siapkan dosis obat yang tepat dari vial atau ampul sesuai kebutuhan
(instruksi dokter). Lakukan dengan langkah yang benar. Ingat 3 cek
pembacaan obat. Obat yang telah disiapkan diletakkan dalam bak
injeksi.
9. Tentukan area yang akan dilakukan injeksi. Inspeksi area yang akan
diinjeksi terhadap adanya edema, massa atau nyeri tekan. Hindari
jaringan parut, memar, abrasi atau infeksi.
10. Palpasi otot untuk menentukan kekerasan dan ukurannya. Apabila
injeksi diberikan dengan sering, lakukan rotasi tempat injeksi.
11. Bantu klien mengambil posisi yang nyaman dan merelaksasi area
sesuai tempat injeksi yang dipilih
a. Lengan atas (deltoid): klien duduk atau berbaring dengan lengan
bawah fleksi tetapi rileks menyilangi abdomen atau pangkuan.
b. Dorsogluteal : klien diatur berbaring menghadap ke bawah dalam
posisi pronasi dengan kedua tangan diatas sisi tempat tidur
dankedua kaki diputar kedalam, klien juga dapat diatur dalam
posisi miring ke samping dan kaki yang atas ditekuk pada pangkal
paha dan lutut serta diletakkan di depan kaki bawah yang diatur
lurus.
c. Ventrogluteal: klien berbaring miring, terlentang, atau terlentang
dengan lutut dan panggul fleksi
d. Vastus lateralis (paha): klien dapat diatur miring atau duduk, atau
berbaring terlentang dengan lutut agak fleksi.
12. Pertahankan selimut atau baju yang menutupi bagian tubuh yang
tidak dilakukan injeksi.
13. Pasang perlak atau pengalas dibawah area yang akan dilakukan
injeksi.
14. Bersihkan tempat injeksi dengan swab antiseptik (alkohol). Usap
bagian tengah tempat injeksi dengan arah gerakan berputar ke luar
sepanjang sekitar 5 cm.
15. Lepas tutup spuit dari jarum dengan menariknya arah lurus.
16. Pegang spuit diantara ibu jari dan jari telunjuk atau jari tengah
dengan tangan dominan (seperti memegang anak panah), pegang
dengan telapak ke bawah pada sudut 90 derajat terhadap tempat
injeksi.
17. Tempatkan tangan non dominan pada tempat injeksi dan regangkan
kulit untuk membuatnya tegang.
18. Injeksikan jarum secara lembut dan cepat kedalam otot pada sudut
90 derajat. Jika massa otot kecil, cubit bagian otot menggunakan
ibu jari danjari lain. Jika obat bersifat mengiritasi, gunakan metode
Z-track.
19. Pegang bagian ujung bawah badan spuit sampai ujung pengisap
dengan tangan tidak dominan. Lakukan aspirasi. Hindari
menggerakkan spuit ketika menarik pangisap secara perlahan untuk
mengaspirasi. Bila tidak ada darah, injeksikan obat perlahan-lahan
(kecepatan 10 detik/ml). Apabila darah terlihat di spuit, lepas
jarum, buang obat dan spuit, dan ulangi prosedur.
20. Setelah injeksi, tarik jarum spuit dengan lembut tapi cepat dengan
sudut yang sama saat insersi, dengan tangan non dominan
memegang kassa kering/swab alkohol.Usapkan swab alkohol
dengan perlahan di tempat injeksi, lakukan penekanan perlahan.
Jangan memasase kulit. Bila tempat penusukan mengeluarkan
darah, maka tekan area tusukan dengan kassa steril kering sampai
perdarahan berhenti. Untuk tempat injeksi ventrogluteal dan vastus
lateralis, anjurkan klien menggerakgerakan kaki.
21. Buang spuit pada tempat khusus antitusuk tanpa harus menutup
jarum dengan kapnya atau sebelum dibuang tutup jarum dengan
satutangan dan letakkan pada bengkok sebelum dibuang di tempat
sampah khusus 22. Ambil pengalas
23. Bantu klien kembali pada posisi semula

FASE TERMINASI:
24. Evaluasi respon klien setelah dilakukan tindakan (respon subyektif
dan obyektif)
25. Beri reinforcement positif.
26. Buat kontrak pertemuan selanjutnya dan akhiri kegiatan dengan
baik

2. Evaluasi:
1. Evaluasi respon pasien (respon subjektif dan obyektif).
2. Perhatikan adanya hal-hal yang perlu diperhatikan yang bisa terjadi
pada pasien seperti adanya komplikasi.

3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:


1. Komplikasi injeksi intramuskuler yang umumnya bersifat lokal dan
ringan. Komplikasi berat jarang terjadi. Komplikasi juga dapat
timbul berkaitan dengan obat yang diberikan, misalnya timbul reaksi
hipersensitivitas.
2. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada area penyuntikan merupakan
komplikasi yang tersering. Pada kasus yang jarang, nyeri ini dapat
menetap. Namun pada kebanyakan kasus, nyeri akan menghilang
seiring berjalannya waktu.
3. Komplikasi lain yang lebih jarang terjadi adalah cedera pembuluh
darah dan saraf. Pasien juga dapat mengalami selulitis, abses,
myositis, periostitis, nekrosis jaringan, gangren, ataupun fibrosis dan
kontraktur otot.
Standart Operasional Prosedur (SOP)

PEMBERIAN OBAT DENGAN AMAN DAN


F. Kep BENAR : SUPPOSITORIA
Universitas Jember
A. Pengertian Suppositoria adalah obat solid (padat)
berbentuk peluru yang dirancang untuk dimasukkan
ke dalam anus/rektum (suppositoria rektal), vagina
(suppositoria vagina) atau uretra (suppositoria
uretra). Suppositoria terbuat dari minyak sayuran
solid yang mengandung obat. Suppositoria rektal
bertindak secara sistemik, atau sebagai alternatif dari
obat-obat oral (misalnya ketika seseorang tidak
mampu mengonsumsi obat melalui mulut).
Suppositoria rektal akan hancur atau larut dalam
suhu tubuh, dan akan menyebar secara bertahap ke
lapisan usus rendah (rektum), dimana disana ia akan
diserap oleh aliran darah

B. Tujuan 1. Mendapatkan efek obat secara lokal atau sistemik


2. Melunakan feses sehingga dapat keluar dengan
mudah

C. Indikasi 1. Pasien tidak mampu menelan obat dengan alasan


apa pun.
2. Selalu muntah dan tidak mampu menahan pil
atau cairan dalam perutnya.
3. Mengalami kejang sehingga tidak dapat
mengonsumsi obat secara oral (melalui mulut).
4. Memiliki penyumbatan yang menghambat atau
menghentikan pergerakan obat dalam saluran
pencernaan.
5. Suppositoria diresepkan bila pasien tidak tahan
dengan rasa obat, obat terlalu cepat terurai dalam
usus, atau obat bisa hancur dalam saluran
pencernaan. Pada kasus seperti ini, dibutuhkan
jalur pemberian obat yang lebih efektif.
D. Kontraindikasi 1. Hipersensitivitas terhadap komponen obat
2. Setelah operasi rektal atau usus, dengan
perdarahan rektum atau prolaps, dan dengan
jumlah trombosit yang rendah
3. Supositoria via vagina menstruasi, perdarahan,
kpd, preterm, plasenta previa
E. Persiapan Alat Baki beralas berisi :
1. Kartu atau format catatan obat
2. Obat suppositoria rectum
3. Jeli pelumas
4. Sarung tangan sekali pakai
5. Tissue
6. Duk

F. Persiapan Pasien 1. Memberikan salam dan perkenalkan diri


2. Mengidentifikasi pasien dengan benar (minimal
2 identitas)
3. Mengidentifikasi program pengobatan minimal
dengan 6 benar
4. Menjelaskan prosedur tindakan yang akan
dilakukan
5. Mengkaji riwayat alergi, riwayat medikasi, dan
riwayat diet pasien
6. Memberikan kesempatan untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan
7. Meminta pengunjung untuk meninggalkan
ruangan dan memberi privasi
8. Atur posisi pasien sehingga merasakan aman dan
nyaman
No. Tahap Kerja

1. Fase Tindakan
1. Beri tahu klien bahwa tindakan akan segera dimulai
2. Siapkan peralatan dan catatan/kartu obat di dalam ruang pengobatan
atau di kereta obat
3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
4. Bantu klien dalam posisi miring/sims dengan kaki atas fleksi ke depan
5. Pertahankan klien tetutup duk dengan hanya area anal yang terpapar
6. Periksa kondisi diluar anus dan palpasi dinding rectum. Apabila
sarung tangan kotor, buang dengan membaliknya dan tempatkan pada
wadah yang tepat
7. Kenakan sarung tangan baru (sekali pakai), jika sebelumnya telah
dibuang
8. Keluarkan suppositorian dari bungkusnya, lumasi ujungnya dengan
jeli pelumas. Lumasi jari telunjuk tangan dominan dengan jeli pelumas
9. Minta pasien menarik nafas dalam perlahan melalui mulut dan
relaksasi spingter anus
10. Regangkan bokong dengan menggunakan tangan non dominan.
Dengan menggunakan jari telunjuk yang dominan, masukkan
suppositoria dengan perlahan melalui anus, spingter interna dank e
arah dinding rectum, 10 cm pada klien dewasa, 5 cm pada klien anak
11. Tarik jari dan bersihkan area anus dengan tissue
12. Instruksikan klien untuk tetap dalam posisi sims atau berbaring
terlentang selama 5 menit
13. Lepaskan sarung tangan dengan merarik bagian dalam keluar dan
buang kedalam wadah yang tepat
14. Beritahu bahwa tindakan telah dilakukan 15.Bereskan alat-alat yang
telah digunakan 16.Buka kembali tirai atau pintu dan jendela
2. Fase Terminasi dan Dokumentasi
1. Mengevaluasi respon pasien
2. Memberikan penghargaan positif kepada pasien
3. Membuat kontrak pertemuan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dan ucapkan salam
5. Mencuci tangan
6. Mendokumentasikan :
a) Tanggal dan jam tindakan
b) Nama tindakan
c) Respon pasien (skala nyeri)
d) Paraf dan nama perawat

4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan


1. Jika pemasangan obat tidak benar, obat akan keluar kembali
2. Tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan
rektal
Standart Operational Prosedur (SOP)

Memberikan Obat dengan Aman dan


Fakultas Benar : Topical
Keperawatan
Universitas Jember

Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:

Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:

A. Pengertian Memberikan obat – obatan secara topikal melalui kulit.

B. Tujuan 1. Sebagai pengobatan


2. Untuk mendapatkan reaksi lokal dari
obat tersebut

C. Indikasi Berdasarkan kegunaan dan jenis obat

D. Kontraindikasi Berdasarkan kegunaan dan jenis obat

E. Persiapan Alat 1. Obat topikal yang sesuai dengan kondisi


pasien (krim, lotion, aerosol, spray, bubuk)
2. Buku obat
3. Kassa steril kecil (sesuai dengan
kebutuhan) 4. Sarung tangan
5. Lidi kapas / tongue spatel
6. Kassa balut
7. Cairan normal salin (NaCl)
8. Unit dispesing dose (UDD)
9. Perlak
F. Persiapan Memposisikan pasien dengan nyaman dan tepat,
Pasien memastikan hanya membuka area yang akan
diberikan obat

No Tahap Kerja
.

1. Langkah-Langkah :

A. Pre - Interaksi
1. Cek kembali instruksi dokter, terkait nama obat, cara kerja, dan
tempat pemberian
2. Cuci tangan
3. Siapkan obat dengan prinsip 7 benar
4. Siapkan alat dan dekatkan alat disamping tempat tidur pasien
B. Tahap Orientasi
5. Berikan salam, panggil nama pasien, periksa gelang identitas
pasien
6. Jelaskan prosedur, tujuan, serta lama tindakan pada pasien dan
keluarga pasien
C. Tahap Kerja
7. Berikan pasien kesempatan bertanya sebelum dilakukan tindakan
pemberian obat
8. Jaga privasi pasien
9. Tanyakan terkait riwayat alergi
10. Posisikan pasien dengan nyaman dan tepat, pastikan hanya
membuka area yang akan diberikan obat
11. Gunakan sarung tangan
12. Inspeksi kondisi kulit, bersihkan / kompres area sakit edngan
cairan normal salin
13. Keringkan atau biarkan area sakit kering karena udara
14. Oleskan obat topikal
a) Obat topikal krim, salep, lotion
∙ Letakkan 1 – 2 sendok teh obat di telapak tangan kemudian
lunakkan dengan menggosok secara lembut
diantara kedua tangan
∙ Usapkan dengan rata di atas permukaan kulit, lakukan gerakan
memanjang dan searah pertumbuhan bulu
∙ Jelaskan pada pasien bahwa akan terasa berminyak
pada kulit setelah pemberian obat
b) Obat topikal liton mengandung suspensi
∙ Kocok wadah dengan kuat
∙ Oleskan dengan sejumlah kecil lotion pada kassa balutan
∙ Jelaskan pada pasien bahwa akan terasa dingin dan kering
c) Obat topikal bubuk
∙ Pastikan permukaan kulit kering secara menyeluruh
∙ Renggangkan dengan baik bagian lipatan – lipatan pada kulit antar
ibu jari atau bagian bawah lengan
∙ Bubuhkan dengan tipis pada area terkait
d) Obat topikal spray aerosol
∙ Kocok wadah dengan keras
∙ Baca label untuk memperhatikan jarak yang dianjurkan untuk
memegang spray menjauhi area
(biasanya pada jarak 15 -30 cm)
∙ Apabila harus menyemprot area leher atau bagian atas dada, minta
pasien untuk dapat memalingkah wajah
dari arah spray
∙ Semprotkan secara merata pada area sakit
15. Merapikan kembali alat – alat
16. Merapikan pasien, kembali pada posisi semula dan nyaman

D. Tahap Terminasi & Dokumentasi


17. Evaluasi hasil tindakan dan observasi akan reaksi alergi
18. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
19. Akhiri kegiatan
20. Cuci tangan
21. Dokumentasi
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Perhatikan kemampuan dan pemahaman pasien dan keluarga
dalam penggunaan obat secara mandiri
2. Perhatikan penggunaan obat yang terlalu banyak, karena lapisan
kulit dapat mempengaruhi penyerapan obat
3. Pastikan pasien atau pemberi perawatan mengetahui adanya
tanda reaksi lokal agen topikal
4. Tekankan perlunya mencuci tangan menyeluruh sebelum dan
setelah pemberian obat topikal
5. Obat topikal serbuk, tekankan pentingnya menghindari
menghirup atau menghisap serbuk
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN OBAT MELALUI ORAL
Fakultas Keperawatan
Universitas Jember
1 PENGERTIAN Pemberian obat per oral adalah memasukkan
sejumlah obat yang tersedia dalam berbagai jenis
yaitu pil, tablet, bubuk, syrup dan kapsul melalui
mulut dengan perawat menerapkan prinsip tujuh
benar sebelum obat diberikan kepada pasien untuk
menghindari kesalahan pemberian obat dan
keberhasilan pengobatan
2 TUJUAN Memberikan pengobatan kepada pasien dengan efek
sistemis, lokal atau keduanya
3 INDIKASI a. Pasien yang memerlukan pemberian obat
melalui oral
b. Pasien dapat menelan dan mempertahankan obat
dalam perut
4 KONTRAINDIKASI a. Penuruna kesadaran
b. Mual, muntah, dan gangguan menelan
c. Sebelum dilakukan pengisapan cairan dari
lambung (bilas lambung)
d. Pasien dipuasakan sebelum tindakan tertentu
5 PERSIAPAN a. Kaji apakah pasien alergi terhadap obat
KLIEN b. Kaji terhadap setiap kontraindikasi untuk
pemberian obat oral
c. Apakah pasien mengalami kesulitan dalam
menelan, mual dan muntah, imflamasi usus atau
penurunan peristaltic, operasi gastrointestinal
terakhir, penurunan atau tidak terdengar bising
usus, dan suksion lambung
d. Kaji pengetahua tentang pengobatan
e. Kaji tanda-tanda vital pasien
6 PERSIAPAN ALAT a. Siapkan kartu obat, kardex, atau formula
pencatat
b. Siapkan baki/tray obat
c. Siapkan cangkir obat sekali pakai/ gelas
pengukur/ sendok
d. Siapkan segelas air atau sari buah
e. Siapkan sedotan untuk minum
7 CARA BEKERJA a. Siapkan peralatan dan cuci tangan
b. Kaji kemampuan pasien untuk dapat minum
obat per oral
c. Cek kembali instruksi dokter
d. Lakukan enam benar sebelum memberikan obat
kepada pasien
e. Tanyakan kembali kepada pasien jika apakah
mempunyai riwayat alergi terhadap obat tertentu
f. Siapkan dan ambil obat sesuai keperluan.
Tentukan pengobatan oral: dikunyah, sublingual,
bukal atau langsung ditelan. Perhatikan juga
apakah obat diminum sebelum, saat atau
sesudah makan
g. Atur posisi pasien duduk bila memungkinkan
h. Berikan air yang cukup untuk memudahkan
menelan
i. Jika obat mempunyai rasa pahit siapkan dapat
dinetralisir dengan lumatan pisang atau apel
j. Tetap dampingi pasien sampai obat ditelan
k. Dokumentasikan tindakan
l. Atur kembali posisi pasien senyaman mungkin
m. Rapikan alat dan cuci tangan
8 HASIL a. Evaluasi repon pasien terhadap pengobatan,
apakah terjadi efek samping obat atau tidak
b. Beri penjelasan apa dan kapan obat selajutnya
akan diminum
c. Beri salam
9 HAL-HAL YANG a. Waspada terhadap nama obat yang sama
PERLU b. Perhatikan prinsip enam benar (benar pasien,
DIPERHATIKAN
benar obat, benar dosis, benar cara/rute, benar
waktu dan benar dokumentasi)
c. Waspada efek samping obat
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN OBAT INTRACUTAN

NO
PROSEDUR NO DOKUMEN: HALAMAN:
REVISI:
KERJA
TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:
1. Pengertian Pengobatan injeksi secra intracutan adalah memasukkan
obat ke dalam jaringan kulit yang peka (lapisan kulit
atau dermis). Pada lapisan dermis suplai darah menurun
dan absorbsi obat menjadi lambat. Perawat
menggunakan injeksi secara IC biasanya untuk skin test
seperti screening tubercullin dan tes alergi.

2 Tujuan 1. Untuk mendapat reaksi setempat: skin tes untuk


reaksi obat-obat tertentu ( PPC, Ampicillin, dll)
2. observasi penyakit tertentu (misalnya tubercullin
test)
3. untuk mendapatkan obat melalui injeksi IC adalah di
1/3 atas lengan bawah dan di 2/3 bawah lengan atas
bagian dalam.
3. Indikasi Pasien yang membutuhkan pengobatan untuk
pengecekan tertentu, bisa dilakukan pada pasien yang
tidak sadar, tidak mau bekerja sama karena
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak
alergi.
4. Kontraindikasi Luka, berbulu, alergi, dan infeksi kulit
5. Persiapan 1. Memberikan salam, perkenalkan diri anda, dan
pasien identifikasi pasien dengan memeriksa identitas
pasien secara cermat.
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan, kaji riwayat alergi, riwayat medikasi, dan
riwayat diet pasien, berikan kesempatan pada pasien
untuk bertanya dan jawab seluruh pertanyaan pasien.
3. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan,
beri privacy pada pasien.
4. Atur posisi posisi pasien sehingga merasa aman dan
nyaman.
TAHAP KERJA
6. Persiapan Alat 1. Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
2. Kapas alkohol
3. Sarung tangan sekali pakai (sarung tangan bersih)
4. Obat yang sesuai
5. Spuit 1 ml dengan ukuran 25, 26, atau 27. Jarum
nomer 18, 20, atau jarum khusus dengan panjang
jarum 1/4 sampai 5/8 inci
6. Pulpen atau spidol
7. Bak spuit
8. Bak obat
9. Bengkok
7 Prosedur 1. Cuci tangan
2. Siapkan obat sesuai dengan prinsip “5 benar”
3. Beritahu pasien dan jelaskan prosedur yang akan
diberikan
4. Pilih area penusukan yang bebas dari tanda
kekakuan, peradangan, atau rasa gatal. Menghindari
gangguan absorbsi obat atau cedera dan nyeri yang
berlebihan.
5. Pakai sarung tangan
6. Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol,
dengan gerakan sirkulasi dari arah dalam keluar
dengan diameter sekitar 5 cm
7. Tunggu sampai kering lalu pegang kapas alkohol
dengan jari-jari tengah pada tangan yang non-
dominan
8. Buka tutup jarum
9. Tempatkan ibu jari tangan non dominan sekitar 2,5
cm dibawah area penusukan kemudian tarik kulit
10. Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan
menggunakan tangan dominan, masukkan jarum
tepat dibawah kulit dengan sudut 30º
11. Masukkan obat perlahan-lahan, perhatikan adanya
jendalan (jendalan harus terbentuk)
12. Cabut jarum dengan sudut yang sama ketika jarum
dimasukkan
13. Usap pelan-pelan area penyuntikan dengan kapas
alkohol (jangan melakukan masase pada area
penusukan)
14. Buat lingkaran dengan diameter 2,5 cm disekitar
jendalan dengan menggunakan pulpen/spidol.
Instruksikan pasien untuk tidak menggosok area
tersebut
15. Observasi kulit untuk mengetahui adanya kemerahan
atau bengkak
16. Untuk tes, observasi adanya reaksi sistemik
(misalnya sulit benapas, berkeringat dingin, pingsan,
mual dan muntah)
17. Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
18. buka sarung tangan
19. cuci tangan
20. Dokumentasi tindakan yang dilakukan
21. Amati dan catat reaksi yang muncul tempat injeksi
selama 5 menit, 15 menit, dan selanjutnya secara
periodik

FASE TERMINASI
22. Evaluasi respon pasien setalah dilakukan tindakan
(respon subjektif dan ojektif)
23. Beri reinforcement positif
24. Buat kontrak pertemuan selanjutnya dan akhiri
kegiatan dengan baik
Kembalikan semua peralatan ke nurse station
8 Hal- hal yang 1. Tempat injeksi
perlu 2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
diperhatikan
3. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi
4. Kondisi atau penyakit pasien
5. Pasien, obat, waktu, dan dosis yang benar
6. Cara atau rute pemberian obat yang benar
Azizah, L. N. 2022. Pemberian Pengobatan Injeksi
Secara Intracutan. Lumajang: AKPER
Referensi
Lumajang.
Mubarak, W. I., L. Indrawati., J. Susanto. 2015. Buku
Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta
Selatan: Salemba Medika.
Tim Center of Fundamental Nursing Research
(CFNUS). 2018. Buku Panduan Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Universitas
Jember: Fakultas Keperawatan.
Standart Operational Prosedur (SOP)

F.Kep Mengajarkan Meneran Pada Ibu Hamil


Universitas Jember Saat Persalinan

Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:

Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:

A. Pengertian Meneran adalah tahapan saat pembukaan atau


dilatasi mulut rahim mencapai puncaknya yaitu 10
cm

B. Tujuan Memberikan asuhan yang memadai selama


persalinan dalam upaya mencapai pertolongan
persalinan yang bersih dan aman, dengan
memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi

C. Indikasi 1. Pembukaan lengkap


2. Persalinan normal

D. Kontraindikasi Terdapat penyulit pada ibu hamil

E. Persiapan Alat 1.
1.Kasa
Depress
steril
2. Penghisap lendir delle
3. Doek / alas bokong
4. Obat : oxytocin dan spout
F. Persiapan 1. Kenali gejala dan tanda kala dua
Pasien  Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran

 Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat


pada rectum dan vagina
 Perineum tampak menonjol vulva dan sfingter
ani membuka
2. Siapkan pertolongan persalinan dengan memastikan
kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial untuk mendorong persalinan dan
menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
3. Pastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
4. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janin baik
5. Bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan
sesuai keinginannya
 Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran,
lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan
ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan
fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan
yang ada
 Jelaskan pada anggota keluarga tentang
bagaimana peran mereka untuk mendukung dan
memberi semangat pada ibu untuk meneran
secara benar
6. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi
mengeran, bila ada rasa ingin meneran dan terjadi
kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah
duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan
ibu merasa nyaman)
7. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janin baik
8. Bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan
sesuai keinginannya

9. Tunggu Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran,


lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu
dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif)
dan dokumentasikan semua temuan yang ada

10. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana


peran mereka untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu untuk meneran secara benar

11. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi


meneran, bila ada rasa ingin meneran dan terjadi
kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah
duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan
ibu merasa nyaman)

No. Tahap Kerja

1. Langkah-Langkah:
1. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada
dorongan kuat untuk mengeran :
∙ Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
yaitu dengan meneran sesuai dorongan alamiyah selama
kontraksi
∙ Anjurkan agar ibu tidak menahan nafsa pada saat meneran ∙
Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki
cara meneran apabila caranya tidak sesuai
∙ Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama) ∙
Anjurkan ibu untuk istirahat diantara kontraksi
∙ Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk
ibu
∙ Berikan asupan cairan per-oral (minum)
∙ Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
∙ Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir
selama 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60
menit (1 jam) meneran (multigravida)
2. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untumengeran
dalam 60 menit
3. Lakukan persiapkan pertolongan kelahiran bayi

Fase Terminasi

2. Evaluasi:
1. Ajarkan ibu/ keluarga bagaimana cara melakukan masase uterus
dan nilai kontraksi
2. Evalusi estimasi jumlah kehilangan darah
3. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pasca persalinan

3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:


1. Jangan melakukan dorongan pada fundus untuk membantu
kelahiran bayi
2. Meneran hanya diperbolehkan sewaktu his dan pembukaan lengkap
3. Jangan melakukan dorongan pada fundus untuk mebantu kelahiran
bayi
4. Tidak boleh menggigit bibir atau apapun sehingga mulut dalam
keadaan terbuka,
5. Mata dalam keadaan terbuka
6. Leher harus diangkat menghadap ke perut
Standart Operational Prosedur (SOP)

Penanganan Pendarahan Post Partum


F.Kep
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang
terjadi setelah partus kala II lebih dari 500cc pada
persalinan pervaginam. Faktor risiko penyebab
perdarahan pasca persalinan: Atonia uteri (Tonus),
Robekan jalan lahir (Trauma), Retensio/sisa
plasenta (Tissue), Gangguan pembekuan darah
(Thrombin).
Pendarahan post partum terdiri atas:
a) Primer apabila terjadi dalam 24 jam pertama
setelah persalinan
b) Sekunder apabila terjadi setelah 24 jam pertama.
B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk:
Penanganan pasien perdarahan pasca
persalinan
Mengurangi morbiditas dan mortalitas Ibu
Mencegah terjadinya komplikasi.
C. Persiapan Alat Alat
a. Stetoskop
b. Thermometer
c. Tensimeter
d. Satuan set PPP
Bahan
a. APD
b. Kassa Steril
c. Set Infus
d. Misoprostol
e. Metyl Ergometrin
f. Oxytocin
g. Hand gloves Panjang
h. Kondom Catheter
No. Tahap Kerja
1. Langkah-Langkah:
12. Anamnesa Pasien
- Memperkenalkan diri
- Menanyakan identitas pasien
- Menanyakan keluhan utama pasien yang dapat berupa keluhan
berdebar, keringat dingin, lemah, sesak nafas, dan keluhan
penyerta pada pasien
- Menanyakan riwayat kesehatan terdahulu seperti, hipertensi,
diabetes militus, jantung, asma, obat-obatan yang dikonsumsi
riwayat kesehatan keluarga serta riwayat social yang berkaitan
dengan penyakit dan komplikasi yang saat ini diderita pasien
13. Pemeriksaan Fisik
- Petugas melakukan informed consent tentang tindakan yang
akan dilakukan
- Petugas cuci tangan dan menggunakan APD
- Petugas melakukan pemeriksaan tanda tanda vital
- Petugas melakukan pemeriksaan fisik obstetric serta evaluasi
kegawatan dan faktor risiko dan pantau selama 2 jam pasca
persalinan dan pastikan telah diberi uterotonika 10 IU
sebelumnya serta metyl ergometrin 0,125 mcg
- Periksa tinggi fundus uteri serta kontraksi, exlporasi sisa
plasenta serta robekan jalan lahir dengan pemeriksaan
digitalisasi maupun pemeriksaan bimanual
- Pasang infus berikan cairan isotonic 1000 ml dalam 30 menit
serta kosongkan kandungan kemih dengan pemasangan dower
catheter
- Perdarahan >500 cc pada partus pervagina atau perdarahan aktif
- Keadaan umum cukup atau buruk
- Kesadaran GCS ≤ 15
- Tekanan darah sistolik ≤ 100 mmhg dan diastolic ≤ 60 mmhg
- Nadi ≥ 100x/ menit dan lemah
- Respirasi > 20x/menit, cepat dan dangkal
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Skala nyeri
- Pada atonia uteri teraba tinggi fundus setinggi pusat atau lebih
dan kontraksi uterus yang lembek
- Pada robekan jalan lahir teraba tinggi fundus 2 jari bawah pusar
dan kontraksi baik, namun pada inspeksi vulva dan inspekulo
vagina tampak robek dengan perdarahan aktif. Pada
pemeriksaan bimanual teraba robekan uterus
- Pada retensio plasenta yang mengakibatkan PPP primer
sebelumnya terjadi plasenta yang tidak lahir dalam 30 menit
pada kala III dan dan plasenta lahir inkomplit hal ini
menyababkan palpasi tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusar dan
kontraksi baik namun pada digitalisasi ditemukan sisa jaringan
- Pada retensio plasenta yang mengakibatkan PPP sekunder akan
ditandai dengan palpasi fundus uteri tidak sesuai dengan
involusi, pada inspeksi dan inspekulo perdarahan merembes
dari OUE dan dapat disertai tandan-tanda infeksi puerperalis
- Pada gangguan pembekuan darah palpasi fundus uteri sesuai
dengan involusi, pada inspeksi dan inspekulo perdarahan
- Merembes dari OUE atau timbul hematoma dari bekas jahitan
atau tempat suntikan
Standart Operational Prosedur (SOP)

PENGENDALIAN TALI PUSAT (KALA III)


Profesi Ners PADA PERSALINAN
Fakultas Keperawatan
Universitas Jember
Prosedur Tetap No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
Tanggal Terbit: Ditetapkan Oleh:
A. Pengertian Persalinan kala III dimulai setelah bayi lahir dan
berakhir dengan lahirnya plasenta serta selaput ketuban
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Biasanya
plasenta lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan dari fundus uteri
(Sulfianti, 2020).
B. Tujuan Pengendalian tali pusat pada kala III bertujuan
(Kurniarum, 2016) :
- Kontraksi uterus efektif
- Mencegah perdarahan
- Memperpendek kala III
C. Indikasi - Atonia uteri
- Retensio plasenta
- Trauma perineum
- Ruptur uteri
D. Kontraindikasi -
E. Persiapan Klien 1. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan
identifikasi klien dengan memeriksas identitas
klien secara cermat.
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
3. Atur posisi klien senyaman mungkin.
F. Persiapan Alat 1. Troli persalinan / meja kerja
2. Partus set :
- 2 klem arteri
- gunting tali pusat
- sarung tangan DTT
- kassa steril
3. Sputi
4. Obat uterotonika (oksitosin 10 iu)
5. Celemek
6. Kapas steril dalam kom
7. Baskom berisi larutan klorin 0,5%
8. Tempat sampah kering
9. Gendok (tempat plasenta)
10. Bengkok
11. Kapas alkohol pada tempatnya
No. Tahap Kerja
1. Langkah-Langkah:
14. Beri tahu klien bahwa Tindakan akan segera dimulai.
15. Cek alat-alat yang akan digunakan.
16. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien.
17. Posisikan klien dengan posisi yang nyaman dan aman.
18. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan steril.
19. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 - 10 cm dari vulva.
20. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, ditepi atas sympisis
untuk mendeteksi tangan lain menegangkan tali pusat.
21. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan lain mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso
kranial) secara hati-hati. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 - 40 detik
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi
berikutnya dan ulangi prosedur di atas
*Jika uterus tidak segera kontraksi, minta suami/keluarga untuk
melakukan stimulasi puting susu.
9. Melakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta
lepas minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan
arah sejajar lantai , kemudian ke arah atas mengikuti poros jalan
lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial)
*Jika tali pusat bertambah panjang pindahkan klem berjarak 5 - 10
meter dari vulva dan lahirkan plasenta
*Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat
maka:
a. Beri dosis ulangan oksitoxin 10 unit IM
b. Lakukan kateterisasi (asptik, jika kandung kemih penuh)
c. Minta keluarga menyiapkan rujukan
d. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
e. Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir, atau
bila terjadi perdarahan segera lakukan plasenta manual.
10. Saat plasenta muncul diintroitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan, pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin, kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada tempat
yang disediakan.
*Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT untuk
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari - jari tangan /klem
DTT untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
11. Menilai perdarahan :
- Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
*Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif segera
lakukan penjahitan.
- Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi. Pastikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam
kantung plastik atau tempat khusus.
Fase Terminasi
2. Evaluasi:
11. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
12. Beri reinforcement positif pada klien.
13. Kontrak tindakan selanjutnya.
14. Akhiri pertemuak dengan baik.
15. Cuci tangan.
16. Dokumentasi hasil kegiatan.
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Perdarahan.
2. TTV klien.
G. Referensi
Kurniarum, A., SiT, S., Kurniarum, A., & SiT, S. 2016. Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan SDM Kesehatan.
Sulfianti, S., Indryani, I., Purba, D. H., Sitorus, S., Yuliani, M., Haslan, H., ...
& Aini, F. N. 2020. Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Medan:
Yayasan Kita Menulis.

Anda mungkin juga menyukai