Anda di halaman 1dari 6

PRIMARY SURVEY

Proses ini bertujuan untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu
kemudian resusitasi dilakukan saat itu juga, dengan berpatokan pada urutan berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal


Breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi
Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control)
Disability status neurologis
Exposure/evironmental control : buka baju pasien, tetapi cegah hipotermia

Tindakan primary survey di atas adalah dalam bentuk berurutan (sekuensial), dalam
penjelasan selanjutnya dilakukan sesuai prioritas dan agar lebih jelas, namun dalam praktek
hal-hal di atas dilakukan bersamaan.
1. Airway, dengan Kontrol Servikal (Cervical Spine Control)
Yang harus dinilai pertama adalah kelancaran jalan napas. Ini meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan napas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk
membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini bisa
dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada pasien yang dapat berbicara
dapat dianggap jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap
airway harus tetap dilakukan.
Pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS sama atau kurang dari 8 biasanya
memerlukan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan motorik yang tak
bertujuan, mengindikasi perlunya airway definitif. Airway pada anak mempunyai
kekhususan dari segi posisi laring serta ukurannya sehingga penanganannya
memerlukan pengetahuan serta alat tersendiri.
Selama memeriksa dan memperbaiki airway, harus diperhatikan bahwa tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi leher. Kecurigaan adanya kelainan vertebra
servikalis didasarkan pada riwayat perlukaan, pemeriksaan neurologis tidak
sepenuhnya menyingkirkannya. Ke-7 vertebra servikalis dan vertebra torakalis
pertama dapat dilihat dengan foto lateral, walaupun tidak semua jenis fraktur akan
terlihat dengan foto lateral ini.
Dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat imobilisasi. Bila alat
imobilisasi ini harus dibuka untuk sementara, maka terhadap kepala harus dilakukan
imobilisasi manual. Alat imobilisasi harus dipakai sampai kemungkinan fraktur
servikal dapat disingkirkan.
Proteksi vertebra servikalis (serta spinal cord) sangat penting. Foto servikal dapat
dilakukan setelah keadaan yang mengancam nyawa telah dilakukan resusitasi.

Harus dilakukan segala usaha untuk menjaga jalan napas dan memasang airway
definitif bila diperlukan. Tidak kalah pentingnya adalah mengenali kemungkinan
gangguan airway yang dapat terjadi kemudian, dan ini hanya dapat dikenali dengan
re-evaluasi berulang terhadap airway
2. Breathing dan Ventilasi
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi saat
bernapas, mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon-dioksida dari
tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan
diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi secara cepat. Inspeksi dan palpasi
dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi.
Dada pasien harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan
untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dinding dada mungkin
sulit dilakukan di UGD yang berisik.
Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension
pneumothorax, fail chest dengan kontusio paru, dan open pneumothorax. Keadaankeadaan ini harus dapat dikenali pada saat dilakukan primary survey.
Hemato-thorax, simple pneumothorax, patahnya tulang iga, dan kontusio paru
mengganggu ventilasi dalam derajat yang lebih ringan dan harus dikenali pada saat
melakukan secondary survey.
3. Circulation dengan Kontrol Perdarahan
Yang dibicarakan adalah volume darah, cardiac output, serta perdarahan.
a. Volume darah dan cardiac output
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca trauma yang mungkin dapat
diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi
pada pasien trauma harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti
sebaliknya. Dengan demikian makan diperlukan penilaian yang cepat dari status
hemodinamik pasien.
Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik ini, yakni tingkat kesadaran, warna kulit, dan
nadi.
b. Perdarahan
Perdarahan eksternal harus dikenali dan dikelola pada primary survey dan
dihentikan dengan penekanan pada luka. Spalk udara (pneumatic splinting device)
juga dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan. Spalk jenis ini harus tembus
cahaya untuk dapat dilakukan pengawasan perdarahan. Tourniquet sebaiknya
jangan dipakai karena merusak jaringan dan menyebabkan iskemia distal,
sehingga tourniquet hanya dipakai jika ada amputasi traumatik. Pemakaian

hemostat dapat merusak jaringan seperti saraf dan pembuluh darah. Sumber
perdarahan internal (tidak terlihat) adalah perdarahan dalam rongga thorax,
abdomen, sekitar fraktur dari tulang panjang, retroperitoneal, atau fraktur pelvis.
4. Disability (Neurologic Evaluation)
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis
secara cepat. Yang dinilai di sini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat (level) cedera spinal.
GCS (Glasgow Coma Scale) adakah sistem skoring yang sederhana dan dapat
meramalkan outcome pasien terutama motorik terbaiknya. Bila pemeriksaan GCS
belum dilakukan pada primary survey, harus dilakukan pada secondary survey.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan/atau penurunan
perfusi ke otak, atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran
menuntut dilakukannya re-evaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.
Alkohol dan obat-obatan mengganggu tingkat kesadaran pasien. Walaupun demikian,
bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia atau hipovolemia sebagai sebab
penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dianggap sebagai penyebab penurunan
kesadaran dan bukan alkoholisme, sampai terbukti sebaliknya.
5. Exposure/Kontrol Lingkungan
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara menggunting, guna
memeriksa dan evaluasi pasien. Setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien
diselimuti agar pasien tidak hipotermia. Harus dipakaikan selimut hangat, ruangan
cukup hangat, dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan. Yang penting
adalah suhu tubuh pasien, bukan rasa nyaman petugas kesehatan.

SECONDARY SURVEY
Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi dilakukan dan
ABC pasien dipastikan membaik. Secondary survey yang dilakukan adalah anamnesis,
pemeriksaan kepala-sampai-kaki (head to toe examination), termasuk re-evaluasi
pemeriksaan tanda vital.
1. Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat
perlukaan. Seringkali data seperti ini tidak bisa didapat dari pasien sendiri, dan harus
didapat dari petugas lapangan atau keluarga.
Riwayat AMPLE patut diingat :
A : Alergi
M : Medikasi (obat yang diminum saat ini)
P : Past ilness (penyakit penyerta/Pregnancy)
L : Last meal
E : Event/environtment (lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian perlukaan
2. Pemeriksaan Kepala-sampai-Kaki (Head to Toe Examination)
Pemeriksaan fisik pada secondary survey dilakukan berurutan mulai dari kepala,
maksilo-fasial, servikal dan leher, dada, abdomen, perineum/rektum/vagina,
muskuloskeletal sampai pemeriksaan neurologis.
a. Kepala
Secondary survey mulai dengan evaluasi kepala. Seluruh kulit kepala dan kepala
harus diperiksa akan adanya luka, kontusio atau fraktur. Karena kemungkinan
bengkaknya mata kemudian, yang akan mempersulit pemeriksaan yang teliti, mata
harus diperiksa ketajaman visus, ukuran pupil, perdarahan konjungtiva dan
fundus, luka tembus pada mata, lensa kontak (ambil sebelum jadi edema),
dislocatio lentis, jepitan otot bola mata.
b. Maksilo-fasial
Trauma maksilo-fasial dapat mengganggu airway atau perdarahan yang hebat,
yang harus ditangani saat primary survey. Trauma yang tidak mengganggu airway
atau perdarahan hebat, baru dikerjakan setelah pasien stabil sepenuhnya dan
pengelolaan definitif dapat dilakukan dengan aman. Pasien dengan fraktur tulang
wajah mungkin juga ada fraktur pada lamina cribosa. Dalam hal ini pemakaian
kateter lambung harus memakai jalan oral.
c. Vertebra servikalis dan leher
Pasien dengan trauma kapitis atau maksilo-fasial dianggap ada fraktur servikal
atau kerusakan ligamentum servikal, pada leher kemudian dilakukan imobilisasi
sampai vertebra servikal diperiksa dengan teliti. Tidak adanya kelainan neurologis
tidak menyingkirkan kemungkinan fraktur servikal, dan tidak adanya fraktur

servikal hanya ditegakkan setelah ada foto servikal, dan foto ini telah diperiksa
oleh dokter berpengalaman.
Pemeriksaan leher meliputi inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Nyeri daerah
vertebra servikalis, emfisema subkutan, deviasi trakea dan fraktur laring dapat
ditemukan pada pemeriksaan yang teliti.
d. Toraks
Inspeksi dari depan dan belakang akan menunjukkan adanya flail chest atau open
pneumothorax. Palpasi harus dilakukan pada setiap iga dan klavikula. Penekanan
pada sternum dapat nyeri apabila ada fraktur sternum atau ada costochondral
separation. Kontusio dan hematoma pada dinding dada mungkin disertai kelainan
dalam rongga toraks. Kelainan pada rongga toraks mungkin disertai nyeri dan/atau
dispnoe serta hipoksia.
e. Abdomen
Trauma abdomen harus ditangani dengan agresif. Diagnosis yang tepat tidak
terlalu dibutuhkan, yang penting adalah adanya indikasi untuk operasi. Pada saat
pasien baru datang, pemeriksaan abdomen yang normal tidak menyingkirkan
diagnosis perlukaan intra-abdomen, karena gejala mungkin timbul agak lambat.
Diperlukan pemeriksaan ulang dan observasi ketat, kalau bisa oleh petugas yang
sama.
f. Perineum/Rektum/Vagina
Perineum diperiksa akan adanya kontusio, hematoma, laserasi, dan perdarahan
uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus
diteliti kemungkinan adanya darah dari lumen rektum, prostat letak tinggi, adanya
fraktur pelvis, utuh tidaknya dinding rektum dan tonus m.sfinkter ani. Pada wanita
pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau
laserasi. Juga harus dilakukan tes kehamilan pada semua wanita usia subur.
g. Muskulo-skeletal
Ekstremitas diperiksa untuk adanya luka atau deformitas. Fraktur yang kurang
jelas dapat ditegakkan dengan memeriksa adanya nyeri, krepitasi atau gerakan
abnormal.
h. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diperiksa meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, peemriksaan motorik dan sensorik. Perubahan dalam
status neurologis dapat dikenal dengan pemeriksaan GCS. Bila ada trauma kepala
harus segera dilakukan konsultasi bedah saraf.
Harus dipantau tingkat kesadaran pasien karena merupakan gambaran
perkembangan cedera intra-kranial. Bila terjadi penurunan status neurologis harus
diteliti ulang perfusi, oksigenasi, dan ventilasi.

American College of Surgeons Committee on Trauma. 2008. Advanced Trauma


Life Support for Doctors; ATLS-Student Course Manual 8th Edition. ACS,
Chicago. Terjemahan Komisi Trauma Ikatan Ahli Bedah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai