Anda di halaman 1dari 26

MANAJEMEN BENCANA

DISUSUN OLEH :

MELLINIA FEBRIANTI
F0H018002
TINGKAT 3B

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
A. INITIAL ASESSMENT

1. Link Youtube : https://youtu.be/29iGwm-Kth0


2. Hasil pemahaman isi youtube :
Initial Asessment adalah pengkajian primer survey, sekunder survey, dan
penatalaksanaan pada pasien gawat darurat.
Yang pertama : menggunakan APD selanjutnya
- Airway dengan kontrol servikal Membuka jalan nafas pasien
dengan teknik Head Till Chin Left atau dengan teknik Jaw Thurst
(jika pasien di indikasi mengalami trauma spinal), dan jika di
curigai adanya sumbatan di jalan nafas pasien.
- Breathing (Pernafasan) dengan ventilasi
Dengan teknik Look Listen Feel yaitu :
1. Look (melihat), melihat kesimetrisan naik turunnya dada
pasien, pergerakan dada yang adekuat.
2. Listen (mendengar), mendengarkan adanya pergerakan udara
pada kedua sisi dada, jika ada gangguan maka suara nafas
terdengar redup
3. Feel (merasakan), rasa nafas pasien apakah terasa adekuat atau
lemah
- Circulation dengan kontrol perdarahan
Ada 3 penemuan klinisnya, yaitu :
1. Tingkat Kesadaran
2. Warna Kulit
3. Nadi
Serta pendarahan eksternal harus kita kenali dan di kelola pada
primary survey
- Disability (Pemeriksaan Neurologis)
Dengan melakukan pemeriksaan GCS untuk mengetahui gangguan
dan tingkat kesadaran pasien itu sendiri.
- Exposure
Pakaian pasien harus dibuka secara menyeluruh dengan
menggunting pakaian pasien agar kita dapat melihat apakah ada
jejas di bagian anggota tubuh pasien serta memasangkan selimut
untuk menghindari hipotermia setelah pakaian pasien di buka.
Resusitasi
Resusitasi bersifat agresif dan pengolahan secara cepat pada kondisi pasien
yang berisiko masalah yang mengancam nyawa merupakan hal yang
sangat mutlak untuk mempertahankan hidup pasien.

3.SOP

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

INITIAL ASSESMENT

Prodi D3 Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Vokasi Manajemen Bencana Ka. Prodi
Keperawatan Nomor Revisi
FMIPA UNIB
Tanggal : Februari
Prosedur tetap 2021 Ns. Yusran Hasymi, M.Kep,
Sp.KMB
Pengertian Proses penilaian awal pada penderita trauma dengan mengenali
dan melakukan penanganan terhadap semua keadaan yang
mengancam nyawa korban dengan melakukan primary survey
(penilaian terhadap airway, breathing, circulation, disability,
expose,) atau konsep DR-ABC-DE penanganan atau
pemindahan.
Tujuan 1. Mampu melakukan penilaian awal dan pengelolaan awal
pada pasien gawat darurat
1. Phantom 1 set, sarung tangan bersih, masker medis, gawn.
Alat/Bahan 2. Airway: Oro Pharingeal Airway (OPA), Naso Pharingeal
Airway (NPA), collar cervical rigid, selang untuk suction
3. Breathing: tabung oksigen lengkap, nasal kanul, masker
sederhana, masker non-rebreathing, oksimetri, stetoskop
4. Circulation: kassa steril, bantalan kassa, verban, elastis
verban, plester, infus set, cairan infus RL/NaCl/tranfusi
darah, tiang infus 2 buah. IV Catheter no 16, 2 bh
5. Disability: senter
6. Exposure: selimut, gunting besar
7. Tambahan : kateter urin, urine bag, jelly, spuit 5 cc,
aquadest steril, NGT, Heart monitor.
Persiapan 1. Alat disiapkan dan didekatkan dalam posisi yang memudahkan
untuk bekerja
2. Cuci tangan dengan air sabun, pakai alat pelindung diri dengan
benar
Prosedur 1. Danger: pastikan 3A, Aman penolong (pakai APD), aman pasien
dan lingkungan (kaji kondisi yang berbahaya, cari posisi yang
aman, jika ada bahaya, segera pindahkan korban) Kaji
mekanisme injury.
2. Respon: cek status kesadaran dengan Alert, Verbal, Pain,
unresponsive (AVPU). A: Alert/Sadar (klien/korban dapat
dikatakan sadar apablila dapat berorientasi terhadap tempat,
waktu dan orang). V: Verbal/respon terhadap suara
(korban/klien dalam keadaan disorientasi namun masih diajak
bicara). P: Pain/resepon terhadap nyeri (korban/klien hanya
berespon terhadap nyeri).U: Unresponsive/tidak sadar (tentukan
kesadaran korban apakah berada dalam
keadaan Alert, Verbal, Pain, Unresponsive).
3. Airway-control cervical:
a. Penilaian : Kaji kasus pasien mengalami fraktur cervikal.
Airway diperiksa secara cepat untuk memastikan bebas jalan
nafas atau tidak ada obstruksi/hambatan jalan napas : Ajak
penderita bicara, jika bicara lancar, untuk sementara waktu
jalan nafas lancar. Lihat adanya adanya cairan, benda asing
yang menutupi jalan nafas, adanya gerakan dada, perut
waktu bernafas. Dengarkan nafas korban, apakah ada
gurgling, snoring, stridor atau malah hilangnya suara nafas.
Rasakan adanya hembusan nafas korban, saat penolong
mendekatkan pipi ke hidung/mulut korban
b. Pengelolaan : Jika ada cairan menghambat jalan nafas,
lakukan suction. Jika snoring/ ngorok : lakukan chin lift, atau
jaw thurst, pasang oral airway untuk pasien penurunan
kesadaran /nasal airway untuk pasien sadar. Waspadai
fraktur servikal, kenali data untuk kemungkinan fraktur
cervikal. Jika data mendukung, pastikan leher tetap dalam
posisi netral, pasang collar cervical/neck collar atau
penyangga leher terlebih dahulu sebelum usaha pengelolaan
jalan nafas/airway.
4. Breathing:
a. Penilaian : Buka dada dan leher, sambil menjaga imobilisasi
kepala, tentukan laju dan dalamnya pernafasan, Inspeksi dan
palpasi leher dan thoraks terhadap adanya deviasi trakea,
ekspansi thoraks simetris atau tidak simetris, pemakaian otot
tambahan, jejas, luka terbuka dan tanda cedera lainnya. dan
Auskultasi thoraks bilateral untuk memastikan masuknya
udara ke kedua paru, sekaligus suara jantung. Perkusi
thoraks untuk menentukan hipersonor atau redup yang
menandakan adanya udara atau darah dalam rongga pleura.
Palpasi untuk menilai adanya krepitasi yang menandakan
adanya fraktur, dislokasi dan keadaan yang mengancam
lainnya. Pasang pulse oksimetri untuk mengetahuai jumlah
saturasi oksigen.
b. Pengelolaan : Jika pasien bernafas dangkal/sesak, berikan
oksigen dengan konsentrasi tinggi dengan masker RM/NRM.
Jika nafas tidak adekuat/lemah, lakukan bantuan ventilasi
dengan BVM. Atasi gangguan ventilasi seperti tension
pneumo thoraks, open pneumo thoraks, flail chest,
temponade jantung dengan benar.
5. Circulation:
a. Penilaian : Nilai status kecukupan output jantung dan
kardiovaskular dengan memeriksa denyut nadi, masa
pengisian kapiler, warna kulit dan suhu kulit. Denyut Nadi:
Jika denyut nadi arteri radialis tidak teraba, penderita dalam
fase syok tak terkompensasi. Kulit: masa pengisian kapiler:
pemeriksaan singkat masa pengisian kapiler >2 detik
menandakan bantalan kapiler tidak menerima perfusi yang
adekuat. Warna: perfusi yang adekuat menghasilkan warna
kulit merah muda. Sianosis menandakan oksigenasi tidak
sempurna, sedangkan pucat menanakan perfusi yang
buruk. Suhu: suhu dingin menandakan penurunan perfusi
jaringan. Kelembaban: kulit lembab dihubungkan dengan
keadaan syok dan penurunan perfusi. Cari sumber
perdarahan, kenali perdarahan internal, terutama jika
pasien syok namun tidak ada perdarahan luar.
b. Pengelolaan : Tekan langsung pada perdarahan eksternal,
untuk kontrol cepat kehilangan darah. Memasang IV
catheter ukuran besar 2 jalur, beri cairan kristaloid
sebanyak 1-2 liter untuk mengatasi syok haemoragik. Jika
terdapat luka, dislokasi atau fraktur diatasi dengan tepat.
Jika ada fraktur pelvis, pasang gurita/pelvic sling.
6. Disability: Periksa tingkat kesadaran dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian tanda lateralisasi: pupil
(ukuran, simetris dan reaksi terhadap cahaya, kekuatan tonus
otot (motorik). Pupil normal dapat digambarkan dengan
PEARL (Pupils, Equal, Round Reactive to Light) atau pupil
harus simetris, bundar dan bereaksi normal terhadap cahaya.
Tonus otot.
7. Exposure: buka pakaian penderita untuk memeriksa cedera,
korban harus ditutup untuk mencegah hilangnya panas
tubuh.
8. Jika dari primary survei di curigai adanya perdarahan
dibelakang tubuh, maka lakukan logroll.
9. Tambahan : Folley catheter: pasang foley cateter untuk
evaluasi intake-output cairan yang masuk. Gastric tube:
pasang NGT untuk mengurangi distensi lambung dan
mencegah aspirasi jika terjadi muntah sekaligus
mempermudah dalam pemberian obat atau makanan.
Kontraindikasi pemasangan NGT adalah untuk penderita
yang mengalami fraktur basis crania atau diduga parah, jadi
pemasangan kateter lambung melalui mulut atau OGT.
Hearth monitor: pasang EKG monitor.
REFERENSI  Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta,
EGC.
 Potter,P. 2008. Pengkajian Kesehatan, Jakarta, EGC.
 Society Of Tauma Nurses. 2013. Advance Trauma Care For
Nurses. Phoenix. ATCN.
 Willms,L.J. et al. 2005. Diagnosis Fisik, Evaluasi diagnosis dan
fungsi di bangsal. Jakarta, EGC.

B. TRIAGE BENCANA
1. Link Youtube : https://youtu.be/JN5W05WdvPI
2. Hasil pemahaman isi youtube :
Triase adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien
berdasarkan berat ringannya kondisi klien atau kegawatannya yang
memerlukan tindakan segera.
Klasifikasi triase :
1. Multiple Casualty Triage Simple Triage and Rapid Treatment
(START)
- Ideal untuk incident korban massal tetapi tidak terjadi functional
collapse rumah sakit
- Memungkinkan memilah pasien mana yang perlu dievakuasi lebih
dulu ke rumah sakit
- Prnsip dari START adalah untuk mengatasi ancaman nyawa, jalan
nafas tersumbat dan perdarahan masif.
Satu pasien tidak boleh lebih dari 60 detik.
Klasifikasi Triage START :
- Prioritas pertama (MERAH) : gangguan ABC
- Prioritas Sedang (KUNING) : tanpa gangguan AB tabi bisa
memburuk perlahan (patah tulang paha)
- Prioritas rendah (HIJAU) : luka ringan/histeris
- Tidak prioritas (HITAM) : meninggal.
Metode Triage START (Simple, Triage, And, Rapid,
Treatment)
0 -> awal
1 -> airway
2 -> breathing
3 -> sirkulasi
- 0. Awal
 Panggil semua korban yang dapat berjalan, dan
perintahkan pergi kesuatu tempat
 Semua korban ditempat ini dapat kartu hijau
- 1. Airway
 Penderita terdekat -> masih bernafas ?
 Tidak bernafas buka airway
 Tetap tidak bernafas : hitam
 Bila kembali bernafas : merah
 Bernafas spontan : tahap berikutnya
- 2. Breathing
 Napas spontan
 > 30x / menit : merah
 < 30x / menit : tahap berikut
- 3. Sirkulasi
 Capillary refill :
 > 2 detik : merah
 < 2 detik : tahap berikut
Kesadaran
Tidak mengikuti perintah : merah
Dapat mengikuti perintah : kuning
3.SOP

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


TRIAGE BENCANA

Prodi D3 Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Vokasi Keperawatan Medikal Ka. Prodi
Keperawatan Bedah Nomor Revisi
FMIPA
UNIB Tanggal : Februari
2021 Ns. Yusran Hasymi, M.Kep,
Prosedur Sp.KMB
tetap
Pengertian Triase adalah pengelompokan korban/pasien berdasarkan
berat ringannya penyakit / trauma serta kecepatan
penanganan atau pemindahan

Tujuan 2. Dapat menangani pasien dengan cepat, tepat sesuai


sumberdaya yang ada.
3. , tepat
Prinsip Triase 1. Segera dan tepat waktu
2. Pengkajian yang akurat dan adekuat
3. Keputusan berdasarkan pengkajian
4. Intervensi dibuat berdasarkan prioriitas kegawatan
5. Memilik idokumentasi yang lengkap

Alat/Bahan 1. Kartu Triase/ Pita Warna merah, kuning, hijau dan hitam
2. Jam tangan
3. Alat tulis

Persiapan 8. Persiapan alat


9. Pakai APD

Prosedur 1. Pasien yang bisa berjalan dipisahkan dari pasien lainnya


dan kemudian diberi label hijau.
2. Seluruh area lokasi bencana disisir dari arah sisi luar,
memutar ke arah tengah/dalam Respon pasien diperiksa
dengan rangsang suara dan nyeri.
3. Fungsi pernapasan pasien diperiksa dengan teknik Look,
Listen and Feel
4. Pasien yang tidak bernapas dibuka jalan napasnya
kemudian diberi label warna MERAH atau HITAM
5. Pasien yang bernapas dihitung frekuensi napasnya dan
diberi label MERAH jika bernapas > 30 kali permenit
6. Pasien bernapas < 30 kali permenit diperiksa fungsi
perfusinya dengan meraba Nadi Arteri Radialis atau CRT
7. Pasien dengan nadi Radialis lemah atau Takhikardia atau
CRT
> 2 detik dihentikan perdarahannya dan diberi label
MERAH
8. Pasien dengan nadi Radialis teraba atau CRT < 2 detik
diperiksa Status Mentalnya
9. Status mental diperiksa dengan memberikan intruksi
sederhana lalu diberi Label MERAH atau KUNING
10. Seluruh Pasien diberikan label warna dengan benar

C. BHD
1. Link Youtube : https://youtu.be/TIBCLc4JZyc
2. Hasil pemahaman isi youtube :
Bantuan hidup dasar adalah pertama yang diberikan kepada orang
yang mengalami trauma atau penyakit yang mengancam nyawa sampai
perawatan medis dapat diberikan di fasilitas kesehatan. Henti jantung
dan henti nafas adalah pembunuh nomor satu di dunia.
Bantuan hidup dasar yang pertama :
a. Lakukan 3A (aman diri, aman korban, aman lingkungan)
b. Menggunakan APD, periksa korban dengan AVU. A (alert) :
inpeksi atau cek korban apakah korban sadar atau tidak. Jika
tidak V (Voice) : lihat apakah korban bereaksi terhadap
rangsangan suara. Jika tidak U (unresponsive) tidak respon
sama sekali.
c. Telpon sistem pelayanan gawat darurat.
d. Periksa CAB:
- C : circulation. Cek nadi karotis korban, lakukan maksimal
10 detik. Jika nadi tidak teraba, maka lakukan RJP. Jika
nadi teraba lakukan cek A : airway. Jika tidak ada tanda
cedera servikal seperti memar di leher, maka lakukan head
tilt, chin lift, open mouth. Jika terdapat cedera servikal
lakukan jaw thrust. Selanjutnya B : breathing. Cek
pernapasan korban, lakukan look, feel, listen. Lihat apakah
dinding dada korban mengembang, rasakan apakah korban
menghembuskan udara, dengarkan apakah korban bernapas
atau tidak.
e. Lakukan RJP
- Lakukan kompresi dada dengan kedua tangan dikunci satu
sama lain
- Posisi badan harus tegak
- Tangan lurus 90 derajat dan tangan tidak menekuk
- Prinsip kompresi dada ada 4 :
 Push fast (100-120 x/menit)
 Push hard (kedalaman 5-6 cm)
 Complete recoil ( membiarkan dada mengembang
sepenuhnya sebelum melakukan kompresi
selanjutnya)
 Minimal interruption : lakukan kompresi dada
secara kontinuon tanpa dirfusi
- Setelah melakukan kompresi berikan rescue breathing
sebanyak 2 kali dengan melakukan head tilt, chin lift.
Menutup hidung korbban, menghembuskan udara ke mulut
korban sembari melihat dada korban mengembang atau
tidak.
- Kompresi dada dilakukan 5 kali siklus. 1 siklus : 30
kompresi, 2 rescue breathing.
- Jika korban tidak sadar atau nadi tidak teraba lakukan
kembali 5 siklus. Jika nadi teraba kemali atau korban sadar
posisikan korban recovery position.
3. SOP

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Bantuan Hidup Dasar

Prodi D3 Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Vokasi Manajemen Bencana Ka. Prodi
Keperawatan Nomor Revisi
FMIPA UNIB
Tanggal : Februari
Prosedur tetap 2021 Ns. Yusran Hasymi, M.Kep,
Sp.KMB
Pengertian Bantuan hidup dasar adalah usaha yang pertama kali dilakukan
untuk mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat
mengalami kegawatdaruratan.

Tujuan 1) Mengetahui adanya hak seseorang untuk memperoleh


bantuan hidup dasar
2) Mampu memberikan pertolongan bantuan hidup dasar
3) Mengenali tanda-tanda seseorang membutuhkan bantuan
hidup dasar.
1. Semua petugas di rumah sakit harus mampu memberikan
Kebijakan bantuan hidup dasar kepada pasien yang membutuhkan /
sesuai kondisi medis pasien
2. Demi kepentingan pasien informed consent resusitasi
tidak di perlukan untuk penderita gawat darurat yang
tidak sadar, yang tidak di damingi keluarga.
Persiapan Tensi meter, stetoscope, arloji, ambu bag, papan pengalas,
cairan infus, set infuse, jarum abbocath,plester, tegederm, kain
kassa.
Prosedur 1) Circuation
Observasi TTV, raba denyut nadi, pegang akral, lakukan
pemeriksaan CRT, bila hasil tidak normal tindakan yang
dilakukan pasang infus
2) Buka Jalan Napas (airway)
Dengan cara manuver head tilt, chin lift bila tidak ada
trauma kepala atau leher. Jika dicurigai ada trauma servikal,
gunakan manuver jaw trust tanpa ekstensi kepala.
3) Breathing dan pemberian oksigen
Observasi jalan nafas : lakukan pemeriksaan apakah
penderita masih ernafas atau tidak, bila tidak tempelkan
punggung tangan didepan lubang hidung pasien, bila tidak
ada hembbusan berikan napas buatan dengan cara mouth to
mouth atau menggunakan amu bag.
4) Panggil teman untuk melakukan kompresi dada dan
memberikan bantuan dengan cara meletakkan penderita
pada posisi telentang pada alas yang keras. Penolong
berlutut disebelah kanan penderita sejajar dengan dada
penderita, letakkan tumit tengan diatas sternum pada
bagian tengah dan letakkan tangan kedua diatasnya tekan
sternum lebih kurang 1,5 sampai 2 inchi (lebih kurang 4-5
cm) dan kemudian biarkan dada kembali pada posisi normal
dengan hitungan 30 : 4 (dalam 30 x tekanan dada 4x
memberikan nafas buatan).
5) RJP dihentikan bila ;
1. Petugas kelelahan
2. Penderita teah dinyatakan meninggal oleh pihak yang
berwenang (dokter).
Unit Terkait Komite Medik, Bidang Keperawatan.

D. Evakuasi : Scoope
Link youtube : https://youtu.be/A8meTNete1c
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TINDAKAN EVAKUASI DENGAN
MENGGUNAKAN STRETCHER SCOOP

Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Keperawatan Manajemen Bencana Ka. Prodi
FMIPA UNIB
Prosedur tetap Tanggal : 04 Mei Ns. Yusran Hasymi, M.Kep,
2021 Sp.KMB
Pengertian Stretcher scoop adalah alat yang digunakan untuk
mambawa dan memindahkan pasien/korban yang tidak
dapat berjalan atau kesulitan berjalan yang akan
dipindahkan ke Ambulance atau dari Ambulance ke
rumah sakit.
Tujuan Untuk memindakan koraban/pasien dari tempat terjadi
bencana ke Ambulance atau dari Ambulance ke Rumah
Sakit
Prinsip
Alat/Bahan 1. Stretcher scoop

Persiapan 1. Persiapan alat


2. Pakai APD

Prosedur 1. Ambil strecther, lalu buka pengunci dikedua sisi,


dan ukur panjangn strecther sesuai panjang tubuh
korban dan keunci kembali kedua sisinya.
2. Ikatkan serenity head immobilizer SR-H1 ke
bagian atas serenity scoop strecther SR-C1
3. Kemudian letakkan scoop strecther dekat dengan
korban
4. Selanjutnya tekan kedua tuas pengunci agar
strectrher dapat terbagi menjadi dua.
5. Lalu pasang salah satu tuas pengunci
6. Kemudian miringkan salah-satu bagian tubuh
korban dan sisipkan scoop strecther pada tubuh
korban baian belakang, begitu juga dengan sisi
satunya.
7. Pasangkan tali pengaman pada korban, dan angkat
korban.

Evakuasi : LSB
Link youtube : https://youtu.be/sGF4xEX8A5w

SOP PEMASANGAN LONG SPINE BOARD

1. Defenisi
Long spine board merupakan papan tandu darurat yang didesain
sedemikian rupa untuk membawa korban dalam keadaan darurat dan
menyelamatkan korban kecelakaan khususnya pada korban yang
mengalami cedar spinal
2. Tujuan
a. Mengevakuasi pasien dalam area yang sulit ditempuh seperti sungai
b. Mengimobilisasikan pasien dengan kemungkinan mengalami cedera
spinal
3. Indikasi
a. Trauma spinal
b. Cedera multiple
c. Pasien sadar, neurologis normal, koperatif, namun ada nyeri leher atau nyeri
tekan di bagian tengah leher

NO ASPEK YANG DINILAI


A FASE

ORIENTASI
1. Persiapan alat
a. Long spine board

2. Persiapan perawat
a. Mampu melaksanakan prosedur tindakan dengan benar
b. Dibutuhkan 4 orang perawat dalam melaksanakan tindakan
evakuasi pasien dengan menggunakan long spine board
3. Persiapan pasien
a. Informed consent
b. Posisi pasien terlentang dengan posisi leher segaris / anatomi

B FASE KERJA
1. Penolong A melakukan traksi manual dan membuka jalan napas
menggunakan teknik modified jaw-trust. Penolong B memasang
servical collar melingkari leher korban sementara penolong A
mempertahankan traksi manual
2. Tandu ditempatkan di samping korban, jika mungkin lapisi tandu
tersebut pada daerah leher, pinggang, lutut, dan pergelangan kaki
untuk membantu mengis rongga antara tubuh korban dan tandu
3. Penolong D menyatukan kaki korban dengan mengikatnya.
4. Tiga orang penolong (B,C,D) berlutut pada sisi korban berlawanan
dengan sisi yang ada tandunya.buat jarak antara korban untuk
memiringkan korban kearah mereka. Tempatkan satu orang
penolong di daerah bahu, satu orang di pinggang dan satu orang lagi
pada lutut korban. Penolong A tetap mempertahankan posisi kepala.
5. Penolong A mengontrol pergerakan. Penolong yang berada sejajar
bahu korban meluruskan lengan korban disisi kepalanya untuk
persiapaan memiringkan korban.
6. Penolong A memberi aba-aba tiga penolong yang lain untuk
menempatkan tangan mereka pada posisinya:
 Penolong yang sejajar bahu menempatkan satu tangan
dibawah bahu korban dan tangan yang lain dibawah lengan
korban
 Penolong yang sejajar pinggang menempatkan satu tangan
dibawah pinggang korban dan tangan yang lain berada
dibawah bokong korban
 Penolong yang sejajar lutut korban menempatkan satu tangan
dibawah paha korban bagian bawah dan tangan yang lain
dibawah pertengahan betis korban.
7. penolong A mempertahankan traksi manual pada kepala dan leher
mengikuti gerakan tiga penolong yang lain ketika korban
dimiringkan. Lakukan dengan hati-hati dan gerakkan korban
sebagai satu kesatuan.
8. Penolong yang sejajar dengan pinggang melepaskan tangannya dari
tubuh korban dan menggapai tandu yang berada dihadapannya,
kemudian menarik tandu mendekati korban.
9. Penolong A memberi aba-aba mengembalikan korban ke tandu
spinal.
10. Fiksasi tubuh korban pada tandu tersebut, satukan pergelangan
tangan korban dan ikat. Penolong A tetap mempertahankan kepala
dan leher korban.

11. Pasang selimut tebal dibawah kepala korban, kemudian gulung


kedua sisi selimut kearah kepala korban.
12. Kemudian fiksasi selimut tersebut menggunakan mitella.
13. Kirim korban kerumah sakit beserta tandu spinalnya

C FASE TERMINASI
1. Rasa nyaman klien setelah dilakukan prosedur
D PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1. Ketenangan selama tindakan
2. Menjaga keamaan pasien
3. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
E. Evakuasi : dengan 1 atau 2 penolong
Link youtube : https://youtu.be/j1hn7HcWnYY

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


TINDAKAN EVAKUASI DENGAN 1 ATAU 2
PENOLONG

Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Keperawatan Manajemen Ka. Prodi
FMIPA UNIB Bencana
Prosedur tetap Ns. Yusran Hasymi, M.Kep,
Tanggal : 04 Mei Sp.KMB
2021
Pengertian Suatu tindakan yang dilakukan untk menolong/atau
memindahkan koraban bencana tanpa menggunakan
alat bantu ketempat yang lebih aman
Tujuan Untuk memindahkan korban bencana ketempat yang
lebih aman
Persiapan Persiapan APD (jika diperlukan )
Prosedur A. Satu Penolong
1. Single human crutch
a) Fiksasi kepala dengan kedua tangan memegang
bahu korban
b) Angkat korban hingga posisi duduk
c) Silangkan kedua tangan korban kedepan dada
korban
d) Angkat korban hingga posisi berdiri
e) Lingkari kepala penolong dengan salah satu
lengan korban
f) Biarkan kaki korban yang teluka menginjak kaki
kita sebagai penolong.

2. Fire Fighter carry


a) Pertama tekuk kaki korban
b) Injak kaki korban agar tidak bepindah
c) Pegang dan tarik dengan cepat tangan korban
hingga terangkat
d) Selanjutnya selipkan tangan penolong diantaraa
paha korban lalu pegang paha korban untuk
mengangkatnya denga memanfaatkan
momentum tarikan, tangan yang satunya bisa
digunakan untuk membukan jalan

3. Honeymoon carry
a) Fiksasi kepala dengan kedua tangan memegang
bahu
b) Angkat korban hingga posisi duduk
c) Silangkan kedua tangan korban kedepan dada
korban
d) Angkat korban hingga posisi berdiri
e) Lingkari kepala penolong dengan salah-satu
lengan korban
f) Tangan kanan memegang paha kiri korban
begitupula sebaliknya, kemudian angkat korban

4. Piggy back carry


a) Fiksasi kepala dengan kedua tangan memegang
bahu
b) Angkat korban hingga posisi duduk
c) Masukkan tangan melalui sela-sela ketiak
memegang tangan korban, kemudian angkat
korban hingga berdiri.
d) Kalungkan dua tangan korban ke leher anda
(penolong) dan berdiri didepan korban
e) Angkat korban dengan kedua tangan
memegang paha
B. Dua penolong
1. Double human crutch
a) Penolong pertama memfiksasi kepala dan
mengangkat korban , penolong kedua
merapikan bagian ekstrimitas korban
b) Selanjutnya penolong pertama mengangat
korban hingga posisi duduk, penolong kedua
merapikan bagian ekstrimitas korban
c) Penolong petama menyilangkan tangan korban
di depan dada korban dan mengangkat
korbanhingga berdiri
d) Kedua penolong mengalungkan tangan masing-
masing korban
e) Lalu korban menginjak masing-masing kaki
penolong sebagai penopang untuk berjalan

2. Exrimity lift
a) Penolong pertama memfiksasi kepala dang
mengangkat korban, penolong kedua
merapikan ekstrimitas
b) Penolong pertama melalui sela-sela ketiak
menyilangkan tangan korban ke depan dada
korban, penolong kedua bersiap memegang
kaki dengan melingkari lipatan bawah lutut
c) Kedua penolong secara bersamaan mengangkat
korban

Evakuasi : Tandu/brankar
Link youtube : https://youtu.be/jbs1zDSI-QY

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


TINDAKAN EVAKUASI MENGGUNAKAN
TANDU/BRANKAR
Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan
Keperawatan Manajemen Bencana Ka. Prodi
FMIPA UNIB
Prosedur tetap Tanggal : 04 Mei 2021 Ns. Yusran Hasymi,
M.Kep, Sp.KMB
Pengertian Tandu adalah sebuah alat yang digunaka dan dibuat
untuk mengevakuasi korban dari tempat kejadian
bencana ketempat yang lebih aman atau rujukan
Tujuan Untuk memindahkan korban dari tempat bencana ke
tempat yang lebih aman atau rujukan
Alat/Bahan Tandu
Persiapan Persiapan Alat
Prosedur 1. Atur posisi penolong dengan salah satu kaki diletakkan
dibawah dan satu diangkat
2. Angkat korban keatas paha penolong dengan 3
penolong, penolong kesatu memegang bagian kepala
sampai pinggang, penolong kedua dari punggung sampai
bokong, dan penolong ketiga dari bokong sampai kaki.
3. Kemudian dekatkan tandu kedekat korban dan letakkan
korban diatas tandu secara barengan.
4. Selanjutnya selimuti pasien jika ada dana ikat tubuh
korban
5. Terakhir angkat korban dengan memegang setiap sisi
tandu yaitu 4 penolong dan satu lagi memberi aba-aba
ketika mengangkat korban untuk menghindari terjadi
cedera yang lebih berat.
F. Pembidaian dan pembebatan
Link youtube : https://youtu.be/ozPgF9oQQYo

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PEMBIDAIAN
Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan
Keperawatan Manajemen Bencana Ka. Prodi
FMIPA UNIB
Prosedur tetap Ns. Yusran Hasymi, M.Kep,
Sp.KMB
Pengertian Pembebatan dan pembidaian dilakukan sebagai
pertolongan pertama pada kasus trauma pada
muskuluskletal atau kecelakaan dengan prinsip
mengimobilisasikan bagian tubuh yang mengalami
gangguan atau patah tulang
Tujuan Mempertahankan tulang semaksimal mungkin
anatomis, mengurangi rasa nyeri pada pasien,
mengurangi resiko dan memudahkan trasfortasi
kerujukan rumah sakit
Alat/Bahan 1. 1) Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang
kuat tetapi ringan.
2. 2) Pembalut segitiga.
3. 3) Kasa steril.
Persiapan 1) Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan
teliti dan periksa status vaskuler dan neurologis serta
jangkauan gerakan.
2) Pilihlah bidai yang tepat.

Prosedur 1) Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.


2) Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum
memasang bidai.
3) Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur
panjang bidai pada sisi kontralateral pasien yang tidak
mengalami kelainan.
4) Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
5) Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan
6) Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah
proksimal dan distal dari tulang yang patah
7) Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat
bagian tubuh yang dibidai

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PEMBEBATAN

Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Keperawatan Manajemen Bencana Ka. Prodi
FMIPA UNIB
Prosedur tetap Ns. Yusran Hasymi, M.Kep,
Sp.KMB
Pengertian Pembebatan dan pembidaian dilakukan sebagai
pertolongan pertama pada kasus trauma pada
muskuluskletal atau kecelakaan dengan prinsip
mengimobilisasikan bagian tubuh yang mengalami
gangguan atau patah tulang
Tujuan 1) Menopang suatu luka, misalnya tulang yang patah.
2) Mengimobilisasi suatu luka, misalnya bahu yang
keseleo.
3) Memberikan tekanan, misalnya dengan bebat elastik
pada ekstremitas inferior untuk meningkatkan laju
darah vena.
4) Menutup luka, misalnya pada luka setelah operasi
abdomen yang luas.
5) Menopang bidai (dibungkuskan pada bidai).
6) Memberikan kehangatan, misalnya bandage flanel
pada sendi yang rematik.
Alat/Bahan 4. 1) Pembalut segitiga.
5. 2) Kasa steril.
6. 3) flane
Persiapan 1) Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan
teliti dan periksa status vaskuler dan neurologis serta
jangkauan gerakan.
2) Pilihlah bidai yang tepat.

Prosedur 1) Perhatikan hal-hal berikut :


- Lokasi/ tempat cidera
- Luka terbuka atau tertutup
- Perkiraan lebar atau diameter luka
- Gangguan terhadap pergerakan sendi akibat luka
2) Pilihlah pembebat yang benar, dan dapat memakai
kombinasi lebih dari satu jenis pembebat.
3) Jika terdapat luka dibersihkan dahulu dengan
disinfektan, jika terdapat dislokasi sendi diposisikan
seanatomis mungkin.
4) Tentukan posisi pembebat dengan benar berdasarkan
:
a) Pembatasan semua gerakan sendi yang perlu
imobilisasi
b) Tidak boleh mengganggu pergerakan sendi yang
normal
c) Buatlah pasien senyaman mungkin pada saat
pembebatan
d) Jangan sampai mengganggu peredaran darah
e) Pastikan pembebat tidak mudah lepas.
G. Askep Pasca Trauma Healing
Link youtube : https://youtu.be/VaCQF4lejOE

KONSEP ASKEP TRAUMA HEALING


A. Pengertian Pemulihan Trauma (Trauma Healing)

Menurut Arthur S. Reber dan Emily Reber (2011) dalamThe


Penguin Dictionary of Psychology Third Edition,healadalah to become
healty again and to make whole to free from impairment. That heal
should be reserved for relatively less severe cases of injury or trauma.
Some use heal in the context of providing assistancein the restorative
process. Secara bahasa healing artinya menyembuhkan, dalam konteks
trauma healing disini dapat diartikan sebagai usaha menyembuhkan
seseorang dari trauma. Trauma healing berhubungan erat dalam upaya
mendamiakan, hal ini tentang membangun atau memperbaiki hubungan
manusia yang berkaitan dengan mengurangi perasaan kesepian,
memperbaiki kondisi kejiwaan, mengerti tentang arti kedamaian,
mengurangi perasaan terisolasi, kebencian, dan bahaya yang terjadi
dalam hubungan antar pribadi (Paula dan Gordon: 2003, dalam
http://nastsumechan.blogspot.co.id). Trauma healing merupakan kegiatan
yang dapat dilakukan secara perorangan atau tim dengan metoda tertentu
bertujuan untuk menyembuhkan atau meringankan beban yang
menggoncangkan jiwa seseorang atau kelompok tertentu akibat bencana
alam seperti bajir, tanah longsor, ataupun kecelakaan Berdasarkan
beberapa pendapat diatas trauma healing dapat diartikan sebagai upaya
untuk menyembuhkan dan mendamaikan seseorang yang mengalami
kegoncangan jiwa yang diakibatkan oleh sebab-sebab tertentu seperti
bencana alam, kecelakaan, dan masalah kehidupan lainnya yang
dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu.
B. Konsep Pemulihan Trauma
Yang disebut sebagai pemulihan trauma yaitu sebuah upaya untuk
mengatasi trauma. Pemulihan traumasendiri merupakan suatu proses yang
bersifat unik pada setiap individu. Konsep dari pemulihan trauma bisa bersifat
dinamis, melalui tahapan-tahan dan dapat terjadi sebuah kemajuan maupun
kemunduran pada pemulihan trauma tersebut. Kemajuan maupun kemunduran
yang terjadi disebabkan oleh faktor yang mendukung maupun menghambat
pemulihan trauma. Dijelaskan dalam Laluyan, dkk., (2007: 46-49) mengenai dua
konsep tentang proses pemulihan trauma, sebagai berikut :
C. Faktor Pemulihan Trauma
Kemampuan seseorang untuk pulih dari trauma berbeda antara orang
yang satu dengan yang lainnya. Pemulihan trauma seseorang dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang saling berhubungan. Dijelaskan pula oleh Peek (2008)
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemulihan anak terhadap bencana,
meliputi :

1) Ancaman kehidupan
2) Pemisahan keluarga
3) Kematian orang yang dicintai
4) Kerusakan rumah/ sekolah
5) Paparan langsung atau media paparan bencana
6) Karakteristik anak (ras, umur, jenis kelamin)
7) Distres orang tua
8) Kurangnya dukungan sosial
9) Stress kehidupan
10) Ketrampilan coping

Anda mungkin juga menyukai