Anda di halaman 1dari 20

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS)

DEPARTEMEN SMF ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT / INSTANSI PENDIDIKAN JEJARING
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG

PRIMARY AND SECONDARY SURVEY

OLEH :
Galih Suharno, S.Ked

PEMBIMBING :
dr. Imam Ghozali, Sp.An

FK UNMAL-RUMAH SAKIT PERTAMINA


BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG 2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Penilaian Awal dan Pengelolaannya

Pengelolaan pasien yang terluka parah memerlukan penilaian yang

cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Pada pasien

trauma waktu sangat penting karena itu diperlukan adanya suatu cara mudah

diingat dan dikenal. Proses ini dikenal sebagai penilaian awal (Initial

Assesment) dan meliputi:

1. Persiapan

2. Triase

3. Primary Survei

4. Resusitasi

5. Tambahan terhadap primary survey

6. Secondary survey

7. Tambahan terhadap secondary survey

8. Pemantauan dan re-evaluasi

Baik primary survey maupun secondary survey dilakukan berulang

kali agar dapat mengenali penurunan keadaan pasien, dan memberikan terapi

bila diperlukan. Urutan kejadian di atas diterapkan seolah-olah berurutan

namun dalam praktek sehari-hari dapat berlangsung bersam-sama.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persiapan

Persiapan pasien harus berlangsung dalam 2 fase yang berbeda. Fase

pertama adalah fase pra rumah sakit dan fase yang kedua adalah fase rumah

sakit, dimana dilakukan fase dalam mmenerima pasien sehingga dapat

dilakukkan resusitasi dalam waktu cepat.

1. Fase Rumah Sakit ( Prehospital )

Fase ini mengharuskan koordinasi yang baik antara dokter di rumah

sakit dengan petugas dilapangan sehingga dapat menguntungkan pasien. Pada

fase prehospital titik berat diberikan pada penjagaan airway, kontrol

perdarahan dan syok, imobilisasi pasien dan segera ke rumah sakit terdekat

yang cocok. Waktu di tempat kejadian yang lama harus dihindari, yang

penting adalah mengumpulkan keterangan yang nanti dibutuhkan di rumah

sakit.

2. Fase Rumah Sakit

Harus dilakukan perencanaan sebelum pasien tiba. Perlengkapan

airway (laringoskop, endotracheal tube dsb) sudah di persiapkan. Cairan

kristaloid yang hangat harus sudah dipersiapkan, perlengkapan monitoring

yang lengkap juga harus sudah dipersiapkan.

2.2. Triase

Triase adalah cara pemilihan pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan

sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas Airway,


breathing, dan circulation. Triase juga berlaku untuk pemilahan pasien di

lapangan dan rumah sakit yang akan dirujuk.

Musibah masal dengan jumlah pasien dan beratnya cedera tidak

melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini pasien dengan

masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani terlebih

dahulu.

Musibah masal dengan jumlah pasien dan beratnya luka melampaui

kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih

dahulu adalah pasien dengan kemungkinan survival yang terbesar serta yang

membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paling sedikit.

2.3. Primary Survei

Peneliaan keadaan pasien dan prioritas terapi , didasarkan jernis

perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada pasien yang terluka

parah, sekuen prioritas terapi harus ditetapkan berdasarkan peneliaan secara

menyeluruh. Fungsi vital harus dinilai secara cepat dan efisien. Pengolaan dari

primary survey yang cepat, resusitasi dan fungsi vital, teliti melakukan

secondary survey , dan terakhir dilakukan terapi yang definitif. Primary survei

merupakan proses ABCDE-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali

keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada

urutan berikut :

1. Airway, menjaga jalan napas dengan kontrol servical (cervical spine

control)

2. Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi


3. Circulation, dengan kontrol perdarahan

4. Disability, menilai status neurologis

5. Exposure / environmental control : buka pakaian pasien tetapi cegah

hipotermi

2.3.1. Airway dengan Kontrol Servikal

Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas. Ini

meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh

benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibular atau maxilla , fraktur

laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi

servikal. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift atau jaw thrust. Selama

memeriksa dan memperbaiki airway harus diperhatikan bahwa tidak boleh

dilakukkan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.

1. Penyebab Gangguan Pernafasan

Lidah jatuh kebalakang

Benda asing

Leher tertekuk atau posisi kepala yg fleksi

Edem jalan nafas

Trakea tertekan dari luar

Spasme jalan nafas

Kerusakan jalan nafas

2. Menjaga Airway Dengan Proteksi Servikal

Step 1 : Penilaian

-mengenal patensi airway


-peneliaian cepat akan adanya obstruksi

Step 2 : pengelolaan (mengusahakan airway)

-melakukan chin lift atau jaw thrust

-membersihkan airway dari benda asing

-Bila ada cairan:

korban terlentang/miring , kepala lebih rendah ( cedera

leher )

sapuan jari tangan dengan bahan yang meresap : kain

,kassa, kapas, tissu.

miring stabil

-Bila benda asing padat (tersedak) :

Korban merasa seperti tercekik

Sulit bicara, muka biru

Lakukan :

BACK BLOW /BACK SLAPS

ABDOMINAL THRUST

CHEST THRUST
A. BACK BLOW /BACK SLAPS

B. ABDOMINAL THRUST

C. CHEST THRUST
-memasang pipa naso-faringeal atau orofaringeal

Step 3 : menjaga leher dalam posisi netral, bila perlu secara manual, bila

melakukan tindakan untuk membebaskan airway

Step 4 : fiksasi leher dengan berbagai cara setelah memasang airway

2.3.2 Breathing Ventilasi dan Oksigenasi

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi

yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.

Dada pasien harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan, auskultasi

dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perlukaan

yang mengakibatkan gangguan ventilasi berat adalah tension

pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, dan open pneumothoraks,

ini harus dikenali pada primary survey.

Step 1 : peneliaian

-buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala

-tentukan laju dan dalamnya pernafasan

-inspeksi dan palpasi leher dan toraks untuk adanya deviasi trakea,

ekspansi toraks untuk adanya deviasi trakea, ekspansi toraks simetris atau

tidak, pemakaian otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

-perkusi toraks untuk menetukan redup atau hipersonor.

-auskultasi toraks

Step 2 : pengelolaan

-jika bernafas pertahankan


-jika tidak, pastikan jalan nafas aman berikan bantuan nafas dengan cara mouth to

mouth atau dengan mouth to nose

-Ventilasi dengan alat bag valve mask (jika ada ditempat)

2.3.3 Circulation dengan Kontrol Pendarahan

Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca trauma yang

mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit.
Suatu keadaan hipotensi pada pasien trauma harus dianggap disebabkan oleh

hipovolemia, sampai terbukti dan sebaliknya. Ada 3 penemuan klinis yang

dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan

hemodinamik ini, yakni tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi.

Step 1 : penelaian

-cek perdarahan (eksternal maupun internal)

-cek nadi

-warna kulit

-tekanan darah (bila ada waktu)

Step 2 : pengolaan

-tekanan langsung pada tempat perdarahan eksternal

-mengenal adanya perdarahan internal,konsultasi bedah

-memasang 2 kateter IV

-ambil darah untuk pemeriksaan lab

-diberikan cairan RL yang dihangatkan dan pemberiaan darah

-cegah hipertermi dan syok

2.3.4. Disability : Pemeriksaan Neurologis Singkat

Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap

keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat kesadarn,

ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan dan tingkat cedera

spinal. Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS), dengan parameter

yang diukur yaitu E (eye), V (verbal), M(motoric). Atau dengan

menggunakan tingkat kesadaran seperti berikut:


Alert (Sadar dan orientasi baik) Merespon rangsangan

Verbal (sadar tapi bingung atau tidak sadar tapi merespon rangsangan

verbal dengan cara tertentu)

Merespon rangsangan nyeri/Pain (tidak sadar tapi merespon rangsangan

nyeri dengan cara tertentu)

Tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)

Step 1 : tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS

Step 2 : nilai pupil untuk besarnya dan reaksinya

2.3.5. Exposure /Environment

Buka pakaian penderita tetapi cegah hipotermi dan suhu tubuh dipantau

2.3.6. Tambahan

Step 1 : tentukan analisis gas darah dan laju pernafasan

Step 2 : monitor udara ekspirasi dengan monitoring CO2.

Step 3 : pemasangan EKG

Step 4 : pasang kateter uretra dan NGT kecuali bila ada kontra indikasi

dan monitor urin setiap jam

Step 5 : pemeriksaan X-ray

Step 6 : pertimbangkan kebutuhan USG abdomen


2.4. Resusitasi

1. Airway

Airway harus dijaga dengan baik pada semua pasien. Jaw thrust

atau chin lift dapat dipakai. Bila pasien tidak sadar atau tidak ada raflek

berdahak (gag refleks) dapat dipakai oropharingeal airway. Bila ada

keraguan lakukan airway definitive.

2. Breathing

Kontrol jalan napas pada pasien dengan airway terganggu karena

faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran

dicapai dengan intubasi endotrakeal. Prosedur ini harus tetap menjaga

vertebrae servikal.
3. Circulation

Lakukan kontrol perdarahan dengan perbaikan volume

intravascular bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 IV

line.

2.5. Secondary Survey

Secondary survey adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki

(head-to-toe) pada pasien trauma. Yaitu anemnesis dan pemeriksaan fisik

termasuk menilai fungsi vital. Pada pemeriksaan sencondary survey ini

dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap, termasuk mencatat skor GCS

bila belum dilakukan dalam promary survey. Oleh karena cukup waktu,

pada secondary survey ini juga dikerjakan foto rontgen dan pemeriksaan

laboratorium, terutama pemeriksaan yang spesifik. Evaluasi lengkap dari

pasien memerlukan pemeriksaan fisik berulang-ulang.

2.5.1. Riwayat AMPLE dan Anamnesa

Riwayat AMPLE meliputi :

A : Alergi

M : Medikasi

P : Past illness

L : Last Meal

E : Event / environment

Step 1 :dapatkan riwayat ample dari penderita, keluarga atau petugas pra rs
Step 2 : anemnesis sebab cedera dan mekanisme cedera

2.5.2. Pemeriksaan Head To Toe

1. Kepala dan Maksilofasial

Step 1 : peneliaian

-inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya laserasi,

kontusi, fraktur dan luka termal

-re-evaluasi pupil

-re-evaluasi tingkat kesadaran dengan gcs

-peneliaan mata untuk pendarahan, luka tembus, ketajaman penglihatan,

dislokasi lensa, dan adanya lensa kontak.

-evaluasi saraf cranial

-pemeriksa telinga dan hidung akan adanya kebocoran cairan serebro

spinal.

-periksa mulut untuk adanya pendarahan dan kebocoran cairan serebro

spinal, perlukaan jaringan lunak dan gigi goyang.

Step 2 : pengelolaan

-jaga airway, pernafasan dan oksigenasi

-kontrol pendarahan

-cegah kerusakan otak sekunder

-lepaskan kontak lensa

2. Vertebra Servikalis dan Leher

Step 1 : penilaian
-periksa acedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemkaian otot

pernafasan tambahan.

-palpasi untuk adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfesema

subkutan, deviasi trakea, simetri pulsasi

-auskultasi a.karotis akan adanya murmur

-mintakan foto servical lateral

Step 2 : jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal

3. Thoraks

Step 1 : penilaian

-inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya

trauma tumpul ataupun tajam, pemakaian otot pernafasan tambahan dan

ekspansi toraks bilateral

-auskultasi pada bagian depan dan basal untuk bising nafas (bilateral) dan

bising jantung

-palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,

emfisema subkutan, nyeri tekan, dan krepitasi

-perkusi untuk adanya hipersonor atau keredupan

Step 2 : pengololaan

-dekompresi rongga pleura dengan jarum atau tube thoracostomy sesuai

indikasi

-sambungkan chest tube ke alat WSD

-tutup secara benar suatu luka terbuka toraks

-transfer bpenderita keruang operasi ila diperlukan


4. ABDOMEN

Step 1 : penilaian

-inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya trauma tajam

atau tumpul dan adanya pendarahan interna

-auskultasi bising usus

-perkusi abdomen untuk menemukan nyeri lepas (ringan)

-palpasi abdomen untuk nyeri tekan, defans muskuler, nyeri lepas yang jelas,

atau uterus yang hamil

-dapatkan foto pelvis

-bila diperlukan lakukan USG abdomen

-bila hemodinamik normal lakukan CT-SCAN abdomen

Step 2 : pengelolaan

-transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan

5. Perineum/Rektum/Vagina

Step 1 : penilaian perineum

-hematoma

-laserasi

-perdarahan uretra

Step 2 : penilaian rektum

-perdarahan rektum

-tonus sfinkter ani

-utuhnya dinding rektum


-posisi prostat

Step 3 : penilaian vagina

-adanya darah daerah vagina

-aserasi vagina

5. Muskuloskeletal

Step 1 : penilaian

-inspeksi lengan dan tungkai akan adanya trauma tumpul atau tajanm,

termasuk dilihat laserasi

-palpasi lengan dan tungkai akan adanya nyeri tekan, krepitasi, pergerakan

abnormal, dan sensorik.

-nilai pelvis untuk adanya fraktur dan pendarahan

-inspeksi dan palpasi vertebra torakalis dan lumbalis untuk adanya trauma

tajam/tumpul, laserasi, nyeri tekan, deformatis dan sensorik

-evaluasi foto pelvis akan adanya fraktur

-mintalah foto ekstremitas sesuai indikasi

Step 2 : pengelolaan

-pasang atau perbaiki bidai sesuai indikasi

-pertahankan imobilisasi vertebrae torakalis dan lumbalis

-pasang bidai untuk imobilisasi cedera ekstremitas

-berikan obat-obatan sesuai indikasi atau petunjuk spesialis

6. Neurologis

Step 1 : penilaian

-reevaluasi pupil dan tingkat kesadaran


-tentukan GCS

-tentukan adanya laserasi

Step 2 : pengelolaan

-sesuaikan oksigenasi dan ventilasi

-pertahankan imobilisasi penderita

7. Tambahan secondary survey

pertimbangan perlunya diadakan pemeriksaan tambahan

1.Foto vertebra tambahan

2.CT-SCAN kepala, vertebrae, troraks, abdomen

3.Urografi dengan kontras

4.Foto ekstremitas

5.USG

6.Bronchoscop

7.Esophagoscopy
BAB III

KESIMPULAN

Pada pasien trauma waktu sangat penting karena itu diperlukan penaganan

yang cepat. Primary survey Peneliaan keadaan pasien dan prioritas terapi

didasarkan jernis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma, meliputi

airway, breathing, circulation, disability, dan exposure sedangkan secondary

survey meliputi anamnesa dan pemeriksaan head to toe untuk menentukan terapi

yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

RICHARD, ATLS, American Collede Of Surgeons Committe on Trauma,

Edition 9:2012.

Anda mungkin juga menyukai