Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“INITIAL ASSESSMENT PASIEN GAWAT DARURAT”

Di Susun Oleh :

1.Argatama angening D.P (010117A

2.Devina yossy k (010117A017)

3.Nadiya syafa (010117A0

FAKULTAS S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TAHUN PELAJARAN 2017/2018


BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Initial Assessment atau pengkajian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel
merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati sehingga
diperlukan sistem pelayanan tanggap darurat untuk mencegah kematian dini (early) karena
trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera.
Kematian dini yang sering terjadi pada korban cedera gawat darurat diakibatkan oleh
oksigenasi yang tidak adekuat pada organ vital terutama otak dan jantung. Tujuan
pengkajian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan
pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan
efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai.
Setiap kejadian kegawat daruratan selalu menampilkan bahaya dan kesulitannya
masing-masing. Paper ini akan membahas mengenai petunjuk umum dalam mengelola
korban gawat darurat khususnya pada tahap initial assessmnet.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Initial Assessment pada kondisi kegawat daruratan?
2.      Bagaimana cara melakukan Initial Assessment pada kondisi kegawat daruratan?
3.      Bagaimana standar Initial Assessment pada kondisi kegawat daruratan dengan cedera tertentu?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui definisi Initial Assessment pada kondisi kegawat daruratan
2.      Mengetahui bagaimana cara melakukan Initial Assessment pada kondisi kegawat daruratan
3.      Mengatahui bagaimana standar Initial Assessment pada kondisi kegawat daruratan dengan
cedera tertentu

BAB II
Initial Assessment Kegawat Daruratan
A.    Definisi
Menurut Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118, Initial Assesment adalah proses penilaian
yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian pada pasien yang dilakukan
saat menemukan korban atau pasien dengan kondisi gawat darurat dan merupakan salah satu
penentu keberhasilan penanganan korban/pasien. Tujuannya mencegah semakin parahnya
penyakit dan menghindari kematian korban dengan penilaian yang cepat dan tindakan yang
tepat.
Initial assesment adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita gawat darurat yang
langsung diikuti dengan tindakkan resusitasi (Suryono dkk, 2008 ). Informasi digunakan untuk
membuat keputusan tentang intervensi kritis dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan
pengkajian, pasien harus aman dan dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji tingkat
kesadaran (Level Of  Consciousness) dan pengkajian ABC (Airway, Breathing, Circulation),
pengkajian ini dilakukan pada pasien memerlukan tindakan  penanganan segera dan pada pasien
yang terancam nyawanya.  
B.     Proses Initial Assessment
Initial assessment meliputi:
1.      Persiapan Triase Primary survey (ABCDE)
2.      Resusitasi
3.      Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
4.      Secondary survey
5.      Tambahan terhadap secondary survey
6.      Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
7.      Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari
dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus. 
1.       PERSIAPAN
a.       Fase Pra-Rumah Sakit
 Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
 Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari
tempat kejadian.
 Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab
kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.
b.     Fase Rumah Sakit
 Perencanaan sebelum penderita tiba
 Perlengkapan airway  sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau
 Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah
dijangkau
 Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
 Pemakaian alat-alat proteksi diri 
2.       TRIASE
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
tersedia. Dua jenis triase :
a.       Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita
dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas
penanganan lebih dahulu.
b.       Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan
kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang
paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :
1.      Label hijau
Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
2.      Label kuning
Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.
3.      Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan
ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi
4.      Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD
disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.
5.      Label hitam
Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.
3.       PRIMARY SURVEY
a.       Airway
 Pengkajian
   Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
   Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
 Pengelolaan
   Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
   Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid
   Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
   Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )
   Fiksasi leher
Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma,
terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
 Evaluasi
b.       Breathing
Yang harus dilakukan dalam memeriksa breathing adalah nilai look, listen, feel untuk
mengetahui breathingnya baik atau tidak.
  Penilaian

 Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol


servikal in-line immobilisasi
 Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
 Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian
otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
 Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
 Auskultasi thoraks bilateral
 Pengelolaan

 Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12


liter/menit)
 Ventilasi dengan Bag Valve Mask
 Menghilangkan tension pneumothorax
 Menutup open pneumothorax
 Memasang pulse oxymeter
 Evaluasi

c.        Circulation dengan kontrol perdarahan


  Penilaian

 Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal


 Mengetahui sumber perdarahan internal
 Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
 Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
 Periksa tekanan darah
  Pengelolaan
  Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
  Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah.
  Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta
Analisis Gas Darah (BGA).
  Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
  Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang
mengancam nyawa.
  Cegah hipotermia
  Evaluasi
d.        Disability
  Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
  Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
  Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
e.         Exposure/Environment
  Buka pakaian penderita
  Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
4.       Resusitasi
a.       Re-evaluasi ABCDE
b.       Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada
anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )
c.        Evaluasi resusitasi cairan
  Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3, tabel 3 dan tabel 4 )
  Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda syok
d.     Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
  Respon cepat
  Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
  Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah
  Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
  Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan
  Respon Sementara
  Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
  Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
  Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).
  Tanpa respon
  Konsultasikan pada ahli bedah
  Perlu tindakan operatif sangat segera
  Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard
5.       Tambahan Pada Primary Survey Dan Resusitasi
a.     Pasang EKG
 Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya hipoksia dan
hipoperfusi
 Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
b.     Pasang kateter uretra
  Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter urine
  Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan dilakukan
manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah
  Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
  Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan hemodinamik
penderita
  Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak
dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
c.        Pasang kateter lambung
  Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang
merupakan kontraindikasipemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
  Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila
pasien muntah.
d.     Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis Gas
Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah.
e.      Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
  Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray portabel dan
atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.
  Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses resusitasi. Bila
belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey.
  Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.
6.       SECONDARY SURVEY
a.     Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
7.       TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY
a.     Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan pastikan
hemodinamik stabil
b.     Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan
biasanya dilakukan di ruangan lain
c.     Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
 CT scan kepala, abdomen
 USG abdomen, transoesofagus
 Foto ekstremitas
 Foto vertebra tambahan
 Urografi dengan kontras
8.       Re-Evaluasi Penderita
a.       Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada
kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
b.       Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
c.        Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan
9.       Transfer Ke Pusat Rujukan Yang Lebih Baik
Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM
maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk. Tentukan
indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta
komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

C.    Initial Assessment pada cedera tertentu


1.    Trauma Vertebra
a.     Primary Survey Dan Resusitasi - Penilaian Cedera Tulang Belakang
Penderita harus dipertahankan dalam keadaan berbaring, posisi netral dengan menggunakan
tehnik imobilisasi yang baik.
  Airway
Nilai airway sewaktu mempertahankan posisi tulang leher. Membuat airway definitif apabila
diperlukan.
  Breathing
Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan ventilasi bila diperlukan.
  Circulation
  Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara syok hipovolemik (penurunan tekanan darah,
peningkatan denyut jantung, ekstremitas yang dingin) dari syok neurogenik (penurunan tekanan
darah, penurunan denyut jantung, ekstremitas hangat).
  Penggantian cairan untuk menanggulangi hipovolemia
  Bila terdapat cedera medula spinalis, pemberian cairan harus dipandu dengan monitor CVP.
( Catatan : Beberapa penderita membutuhkan pemberian inotropik )
  Bila melakukan pemeriksaan colok dubur sebelum memasang kateter, harus dinilai sensasi serta
kekuatan sfinkter.
  Disability- Pemeriksaan neurologis singkat
  Tentukan tingkat kesadaran dan menilai pupil.
  Tentukan AVPU atau lebih baik dengan Glasgow Coma Scale
  Kenali paralisis / paresis.
b.     Survey Sekunder - Penilaian Neurologis
  Memperoleh anamnesis AMPLE
  Anamnesis dan mekanisme trauma
  Riwayat medis
  Identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu datang dan selama
pemeriksaan dan penatalaksanaan.
  Penilaian ulang Tingkat Kesadaran dan Pupil
  Penilaian ulang Skor GCS
  Penilaian Tulang Belakang
o   Palpasi
  Rabalah seluruh bagian posterior tulang belakang dengan melakukan log roll  penderita secara
hati-hati . Yang dinilai
  Deformitas dan / atau bengkak
  Krepitus
  Peningkatan rasa nyeri sewaktu dipalpasi
  Kontusi dan laserasi/luka tusuk.
o   Nyeri, paralisis, paresthesia
  ada/ tidak
  Lokasi
  Level neurologis
o   Sensasi
Tes pinprick untuk mengetahui sensasi, dilakukan pada seluruh dermatom dan dicatat bagian
paling kaudal dermatom yang memberikan sensasi rasa.
o   Fungsi Motoris
o   Refleks tendo dalam (kurang memberikan informasi pada keadaan emergensi)
o   Pencatatan dan pemeriksaan ulang
Catat pemeriksaan neurologis dan ulangi pemeriksaan sensoris dan motoris secara reguler
sampai datang spesialis terkait.
  Evaluasi ulang akan adanya cedera penyerta/ cedera yang tersembunyi
2.      Trauma Musculoskeletal
a.    Melihat, Gambaran Umum
Perdarahan luar dapat diketahui dengan jelas dari perdarahan pada ekstremitas, kumpulan darah
pada lantai atau brankar, balutan yang penuh darah, dan perdarahan yang terjadi selama
ditranspor ke rumah sakit. Pemeriksa perlu menanyakan karakteristik terjadinya trauma dan
pelayanan pra rumah sakit.
  Luka terbuka mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa terdapat trauma saraf atau fraktur terbuka.
  Deformitas pada ekstremitas menunjukkan adanya fraktur atau trauma sendi. Jenis trauma ini harus
dibidai sebelum penderita dirujuk atau segera setelah aman.
  Warna ekstremitas perlu diperiksa. Adanya memar menunjukkan adanya trauma otot atau jaringan
lunak diatas tulang atau sendi. Perubahan ini mungkin disertai bengkak atau hematoma.
Gangguan vaskular mula-mula ditandai dengan pucat pada ekstremitas distal.
  Posisi ekstremitas dapat membantu membedakan sejumlah pola trauma. Bila ada trauma saraf akan
menampilkan posisi ekstremitas yang khas, misalnya trauma saraf radialis menimbulkan wrist
drop, dan trauma saraf peroneus menimbulkan drop foot.
  Pengawasan aktifitas spontan penderita dapat membedakan beratnya trauma. Dalam pengawasan,
adanya gerakan spontan dapat menunjukkan adanya trauma yang tampak atau terselubung.
Misalnya pada trauma kepala penderita tidak mengikuti perintah dan tidak ada gerakan spontan
ekstremitas, penderita ini mungkin ada trauma torakal atau lumbal.
  Jenis kelamin dan usia penting untuk menentukan potensi trauma Anak-anak dapat terjadi trauma
lempeng epifisis atau patah tulang tersembunyi (misalnya buckle fraktur). Pada wanita dengan
trauma pelvis, lebih besar kemungkinan cedera vagina dibandingkan cedera uretra.
  Urin yang keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah atau jika pemasangan kateter sulit,
penderita mungkin menderita fraktur pelvis dan trauma traktus urinarius.
b.   Raba
Ancaman jiwa dan ancaman ekstremitas disingkirkan terlebih dahulu.
  Pelvis dipalpasi anterior dan posterior akan adanya deformitas, pergerakan, dan jarak
yang menunjukkan potensi pelvis tidak stabil. Tes kompresi-distraksi seperti menarik-
mendorong pelvis dikerjakan sekali saja. Tes ini berbahaya karena terlepasnya bekuan darah
dapat menimbulkan perdarahan baru.
  Pulsasi ekstremitas dipalpasi dan penemuannya dicatat. Adanya perbedaan atau abnormalitas harus
dicatat. Pengisian kapiler yang normal (kurang dari 2 detik) di bawah kuku atau telapak tangan
menandakan aliran darah di ekstremitas distal baik. Hilangriya pulsasi dengan pengisian kapiler
normal menandakan ekstremitas viable, walaupun demikian konsultasi bedah perlu dilakukan.
Jika pulsasi dan pengisian kapiler tidak ada diperlukan pembedahan gawat darurat.
  Kompartemen otot seluruh ekstremitas dipalpasi untuk menentukan adanya fraktur atau sindroma
kompartemen. Dilakukan dengan palpasi yang lembut. Jika terdapat fraktur, penderita sadar akan
mengeluh nyeri. Jika penderita tidak sadar, hanya teraba gerak abnormal. Sindroma
kompartemen dicurigai jika teraba keras-tegang dan nyeri. Sindroma kompartemen dapat disertai
fraktur.
  Stabilitas sendi diperiksa dengan meminta penderita menggerakkan sendi secara aktif. Hal ini tidak
perlu dikerjakan jika terdapat fraktur yang nyata atau deformitas, atau penderita tidak kooperatif.
Setiap sendi dipalpasi untuk nyeri, bengkak, dan adanya cairan intar-artikular. Stabilitas sendi
diperiksa dengan melakukan regangan lateral, medial, dan anterior -posterior. Segala deformitas
atau dislokasi sendi harus dibidai dan dilakukan pemeriksaan ronsen sebelum melakukan
pemeriksaan akan stabilitas.
  Pemeriksaan neurolgi secara cepat dan menyeluruh dilakukan dan dicatat pada ekstremitas.
Pemeriksaan diulang dan dicatat sesuai indikasi dan keadaan klinis penderita. Sensasi diperiksa
dengan rabaan/sentuhan dan tusukan pada setiap ekstremitas. Adanya trauma
neurologis yang  progresif menunjukkan ada masalah besar.
a.        C5 - Sisi lateral dari lengan atas (juga N.axilaris)
b.        C6 - Sisi palmar ibu jari dan telunjuk (N.medianus)
c.         C7 - Sisi palmar jari tengah.
d.        C8 - Sisi palmar jari kelingking (N.ulnaris).
e.         T1 - Sisi dalam lengan bawah.
f.         L3 - Sisi dalam paha.
g.        L4 - Sisi dalam tungkai bawah,terutama diatas maleolus medialis.
h.        L5 - Dorsal kaki diantara ibu jari dan jari kedua (peroneus communis)
i.          Si - Sisi lateral kaki.
  Pemeriksaan motorik ekstremitas yang harus dikerjakan;
a.        Abduksi bahu - N. axilaris, C5.
b.        Fleksi siku - N. muskulokutaneus, C5 dan C6
c.         Ekstensi siku - N.radialis, C6, C7, dan C8.
d.        Tangan dan pergelangan - Kekuatan genggaman dorsofleksi pergelangan (N. radialis, C6) dan
fleksi jari jari (N medianus dan ulnaris, C7 dan C8).
e.         Aduksi dan abduksi jari - N ulnaris, C 8 dan Ti.
f.         Ekstremitas bawah- dorsofleksi ibu jari dan pergelangan kaki memeriksa N.peroneus profundus,
L5, dan plantar fleksi memeriksa N.tibialis posterior, S1.
g.        Pemeriksaan tingkat kekuatan otot menurut standar. Pemeriksaan ini spesifik sesuai dengan
gerakannya.
  Pemeriksaan refleks tendo.
  Jangan lupa memeriksa punggung.
3.      Trauma Kepala 
a.      Survei Primer
  ABCDE
  Imobilisasi dan Stabilisasi Servikal
  Melakukan Pemeriksaan Neurologis Singkat
o   Respon Pupil
o   Menentukan Nilai GCS
b.      Survey Sekunder Dan Penatalaksanaan
1.      Inspeksi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah
1.      Laserasi
2.      Adanya LCS dari lubang hidung dan telinga
2.      Palpasi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah
1.      Fraktur
2.      Laserasi dengan fraktur di bawahnya
3.      Inspeksi Semua Laserasi Kulit Kepala
1.      Jaringan otak
2.      Fraktur depresi tulang tengkorak
3.      Debris
4.      Kebocoran LCS
4.      Menentukan Nilai GCS dan Respon Pupil
1.      Respon buka mata
2.      Respon motorik terbaik anggota gerak
3.      Respon verbal
4.      Respon pupil
5.      Pemeriksaan Vertebra Servikal
1.      Palpasi untuk mencari adanya rara nyeri dan pakaikan kolar servikal semirigid bila perlu.
2.      Pemeriksaan foto ronsen vertebra servikalis proyeksi cross-table lateral bila perlu.
6.      Penilaian Beratnya Cedera
7.      Pemeriksaan Ulang Secara Kontinyu-Observasi Tanda-tanda Perburukan
1.      Frekuensi
2.      Parameter yang dinilai
3.      Ingat, pemeriksaan ulang ABCDE

BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan
Initial asessment atau pengkajian awal pada kasus kegawat daruratan sangat penting
dilakukan sebelum melakukan tidakan resusitasi atau pertolongan pada korban/pasien kegawat
daruratan. Tujuan dari pengkajian awal adalah untuk mengetahui atau menilai kondisi korban
dengan cepat dan tepat sehingga dapat melakukan resusitasi sesegera mungkin dengan prosedur
yang tepat sehingga dapat mengurangi resiko kematian dini pada korban gawat darurat. Secara
umum tindakan yang dilakukan dalam pengkajian awal ini ialah primery suvey, secondary
survey primary survey, secondary survey dan penanganan definitive (menetap) yang
meliputi airway, breathing, circulation, disability dan exposure.
B.     Saran
Sebagai calon perawat atau tegana medis, hal yang penting ditingkatkan mengenai kondisi
kegawat daruratan ialah skill dalam melakukan resusitasi kepada pasien salah satunya dengan
menguasai ilmu dan skill dalam initial asessment ini sehingga pertolongan kepada pasien dengan
kondisi gawat darurat dapat kita lakukan dengan cepat dan tepat.

Daftar Pustaka

Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac Life
Support. Edisi Keempat. Jakarta: YAGD.
Anonim. 2010. Basic Trauma Life Support dan Basic Cardiac Life Support ed. III. Jakarta:
Yayasan ambulans Gawat Darurat 118
Darwis, Allan dkk. 2005. Pedoman Pertolongan Pertama. Ed 2. Jakarta : Kantor Pusat
Palang Merah Indonesia.
Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta
: EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Vol.3. Jakarta :EGC
Suryono, Bambang dkk. 2008. Materi Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
( PPGD) dan Basic life Support Plus ( BLS ). Yogyakarta: Tim PUSBANKES 118 BAKER-
PGDM PERSI DIJ

Anda mungkin juga menyukai