Anda di halaman 1dari 14

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Initial Assessment atau pengkajian awal korban cedera kritis akibat cedera
multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau
mati sehingga diperlukan sistem pelayanan tanggap darurat untuk mencegah
kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga
beberapa jam sejak cedera. Kematian dini yang sering terjadi pada korban cedera
gawat darurat diakibatkan oleh oksigenasi yang tidak adekuat pada organ vital
terutama otak dan jantung. Tujuan pengkajian awal adalah untuk menstabilkan
pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai
tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif
atau transfer kefasilitas sesuai.

Setiap kejadian kegawat daruratan selalu menampilkan bahaya dan


kesulitannya masing-masing. Paper ini akan membahas mengenai petunjuk umum
dalam mengelola korban gawat darurat khususnya pada tahap initial assessmnet.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Initial Assessment pada kondisi kegawat daruratan?

2. Bagaimana cara melakukanInitial Assessment pada kondisi kegawat daruratan?

3. Bagaimana standar Initial Assessment pada kondisi kegawat daruratan dengan cedera
tertentu?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi Initial Assessment pada kondisi kegawat daruratan

2. Mengetahui bagaimana cara melakukan Initial Assessmentpada kondisi kegawat


daruratan

3. Mengatahui bagaimana standarInitial Assessment pada kondisi kegawat daruratan


dengan cedera tertentu

BAB II

Initial Assessment Kegawat Daruratan

A. Definisi

Menurut Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118, Initial Assesment adalah proses penilaian yang
cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian pada pasien yang dilakukan saat
menemukan korban atau pasien dengan kondisi gawat darurat dan merupakan salah satu penentu
keberhasilan penanganan korban/pasien. Tujuannya mencegah semakin parahnya penyakit dan
menghindari kematian korban dengan penilaian yang cepat dan tindakan yang tepat.

Initial assesment adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita gawat darurat yang
langsung diikuti dengan tindakkan resusitasi (Suryono dkk, 2008 ). Informasi digunakan untuk
membuat keputusan tentang intervensi kritis dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan pengkajian,
pasien harus aman dan dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji tingkat kesadaran (Level
Of Consciousness) dan pengkajian ABC (Airway, Breathing, Circulation), pengkajian ini dilakukan pada
pasien memerlukan tindakan penanganan segera dan pada pasien yang terancam nyawanya.

B. Proses Initial Assessment

Initial assessment meliputi:

1. Persiapan Triase Primary survey(ABCDE)

2. Resusitasi

3. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi

4. Secondary survey

5. Tambahan terhadap secondary survey

6. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan

7. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik

Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-
hari dapat dilakukan secara bersamaandan terus menerus.

1. PERSIAPAN

a. Fase Pra-Rumah Sakit

 Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan

 Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai


diangkut dari tempat kejadian.

 Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu


kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.

b. Fase Rumah Sakit

 Perencanaan sebelum penderita tiba

 Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang


mudah dijangkau
 Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat
yang mudah dijangkau

 Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu


dibutuhkan.

 Pemakaian alat-alat proteksi diri

2. TRIASE

Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia. Dua jenis triase :

a. Multiple Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan
mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

b. Mass Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit.


Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu,
perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan
lebih dahulu.

Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :

1. Label hijau

Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.

2. Label kuning

Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.

3. Label merah

Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan


disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan
dilakukan operasi

4. Label biru

Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang


resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar
operasi.

5. Label hitam

Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.


3. PRIMARY SURVEY

a. Airway

 Pengkajian

 Mengenal patensi airway( inspeksi, auskultasi, palpasi)

 Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

 Pengelolaan

 Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

 Bersihkan airway dari benda asing bila perlusuctioning dengan alat yang rigid

 Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal

 Pasang airway definitifsesuai indikasi ( lihat tabel 1 )

 Fiksasi leher

Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap


penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan
diatas klavikula.

 Evaluasi

b. Breathing

Yang harus dilakukan dalam memeriksa breathing adalah nilai look, listen, feel untuk
mengetahui breathingnya baik atau tidak.

 Penilaian

 Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol


servikal in-line immobilisasi
 Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
 Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian
otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
 Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
 Auskultasi thoraks bilateral
 Pengelolaan

 Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12 liter/menit)


 Ventilasi dengan Bag Valve Mask
 Menghilangkan tension pneumothorax
 Menutup open pneumothorax
 Memasang pulse oxymeter
 Evaluasi

c. Circulation dengan kontrol perdarahan

 Penilaian

 Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal


 Mengetahui sumber perdarahan internal
 Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
 Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
 Periksa tekanan darah
 Pengelolaan

 Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

 Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi


pada ahli bedah.

 Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur),
golongan darah dan cross-matchserta Analisis Gas Darah (BGA).

 Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.

 Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien


fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

 Cegah hipotermia

 Evaluasi

d. Disability

 Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS

 Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi

 Evaluasi dan Re-evaluasiaiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

e. Exposure/Environment

 Buka pakaian penderita


 Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.

4. Resusitasi

a. Re-evaluasi ABCDE

b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20
mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )

c. Evaluasi resusitasi cairan

 Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3, tabel
3 dan tabel 4 )

 Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) sertaawasi
tanda-tanda syok

d. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.

 Respon cepat

 Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance

 Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah

 Pemeriksaan darah dancross-match tetap dikerjakan

 Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih


diperlukan

 Respon Sementara

 Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah

 Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif

 Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).

 Tanpa respon

 Konsultasikan pada ahli bedah

 Perlu tindakan operatif sangat segera

 Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau


kontusio miokard

5. Tambahan Pada Primary SurveyDan Resusitasi

a. Pasang EKG
 Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai
adanya hipoksia dan hipoperfusi

 Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia

b. Pasang kateter uretra

 Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter


urine

 Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretraatau BPH, jangan
dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian
bedah

 Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine

 Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan
hemodinamik penderita

 Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam
pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi

c. Pasang kateter lambung

 Bila terdapat kecurigaanfraktur basis kranii atautrauma maksilofacial yang


merupakan kontraindikasipemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric
tube.

 Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya
aspirasi bila pasien muntah.

d. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium

Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah,
Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium
darah.

e. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST

 Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray
portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.

 Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saatsecondary
survey.

 Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.

6. SECONDARY SURVEY
a. Anamnesis

Anamnesis yang harus diingat :

A : Alergi

M : Mekanisme dan sebab trauma

M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)

P : Past illness

L : Last meal (makan minum terakhir)

E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

7. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY

a. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti


dan pastikan hemodinamik stabil

b. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan


tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain

c. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :

 CT scan kepala, abdomen

 USG abdomen, transoesofagus

 Foto ekstremitas

 Foto vertebra tambahan

 Urografi dengan kontras

8. Re-Evaluasi Penderita

a. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap


perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.

b. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin

c. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

9. Transfer Ke Pusat Rujukan Yang Lebih Baik

Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan
untuk dirujuk.Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita
selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

C. Initial Assessment pada cedera tertentu


1. Trauma Vertebra

a. Primary Survey Dan Resusitasi - Penilaian Cedera Tulang Belakang

Penderita harus dipertahankan dalam keadaan berbaring, posisi netral dengan


menggunakan tehnik imobilisasi yang baik.

 Airway

Nilai airway sewaktu mempertahankan posisi tulang leher.


Membuatairway definitif apabila diperlukan.

 Breathing

Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan ventilasi bila
diperlukan.

 Circulation

 Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara syok hipovolemik (penurunan


tekanan darah, peningkatan denyut jantung, ekstremitas yang dingin) dari syok
neurogenik (penurunan tekanan darah, penurunan denyut jantung, ekstremitas
hangat).

 Penggantian cairan untuk menanggulangi hipovolemia

 Bila terdapat cedera medula spinalis, pemberian cairan harus dipandu dengan
monitor CVP.( Catatan : Beberapa penderita membutuhkan pemberian inotropik
)

 Bila melakukan pemeriksaan colok dubur sebelum memasang kateter, harus dinilai
sensasi serta kekuatan sfinkter.

 Disability- Pemeriksaan neurologis singkat

 Tentukan tingkat kesadaran dan menilai pupil.

 Tentukan AVPU atau lebih baik dengan Glasgow Coma Scale

 Kenali paralisis / paresis.

b. Survey Sekunder - Penilaian Neurologis

 Memperoleh anamnesis AMPLE

 Anamnesis dan mekanisme trauma

 Riwayat medis

 Identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu datang
dan selama pemeriksaan dan penatalaksanaan.
 Penilaian ulang Tingkat Kesadaran dan Pupil

 Penilaian ulang Skor GCS

 Penilaian Tulang Belakang

o Palpasi

 Rabalah seluruh bagian posterior tulang belakang dengan melakukan log


rollpenderita secara hati-hati . Yang dinilai

 Deformitas dan / atau bengkak

 Krepitus

 Peningkatan rasa nyeri sewaktu dipalpasi

 Kontusi dan laserasi/luka tusuk.

o Nyeri, paralisis, paresthesia

 ada/ tidak

 Lokasi

 Level neurologis

o Sensasi

Tes pinprick untuk mengetahui sensasi, dilakukan pada seluruh dermatom dan
dicatat bagian paling kaudal dermatom yang memberikan sensasi rasa.

o Fungsi Motoris

o Refleks tendo dalam (kurang memberikan informasi pada keadaan emergensi)

o Pencatatan dan pemeriksaan ulang

Catat pemeriksaan neurologis dan ulangi pemeriksaan sensoris dan motoris


secara reguler sampai datang spesialis terkait.

 Evaluasi ulang akan adanya cedera penyerta/ cedera yang tersembunyi

2. Trauma Musculoskeletal

a. Melihat, Gambaran Umum

Perdarahan luar dapat diketahui dengan jelas dari perdarahan pada ekstremitas,
kumpulan darah pada lantai atau brankar, balutan yang penuh darah, dan perdarahan
yang terjadi selama ditranspor ke rumah sakit. Pemeriksa perlu menanyakan
karakteristik terjadinya trauma dan pelayanan pra rumah sakit.
 Luka terbuka mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa terdapat trauma saraf atau
fraktur terbuka.

 Deformitas pada ekstremitas menunjukkan adanya fraktur atau trauma sendi. Jenis
trauma ini harus dibidai sebelum penderita dirujuk atau segera setelah aman.

 Warna ekstremitas perlu diperiksa. Adanya memar menunjukkan adanya trauma otot
atau jaringan lunak diatas tulang atau sendi. Perubahan ini mungkin disertai
bengkak atau hematoma. Gangguan vaskular mula-mula ditandai dengan pucat
pada ekstremitas distal.

 Posisi ekstremitas dapat membantu membedakan sejumlah pola trauma. Bila ada
trauma saraf akan menampilkan posisi ekstremitas yang khas, misalnya trauma
saraf radialis menimbulkan wrist drop, dan trauma saraf peroneus
menimbulkandrop foot.

 Pengawasan aktifitas spontan penderita dapat membedakan beratnya trauma.


Dalam pengawasan, adanya gerakan spontan dapat menunjukkan adanya trauma
yang tampak atau terselubung. Misalnya pada trauma kepala penderita tidak
mengikuti perintah dan tidak ada gerakan spontan ekstremitas, penderita ini
mungkin ada trauma torakal atau lumbal.

 Jenis kelamin dan usia penting untuk menentukan potensi trauma Anak-anak dapat
terjadi trauma lempeng epifisis atau patah tulang tersembunyi
(misalnya buckle fraktur). Pada wanita dengan trauma pelvis, lebih besar
kemungkinan cedera vagina dibandingkan cedera uretra.

 Urin yang keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah atau jika pemasangan
kateter sulit, penderita mungkin menderita fraktur pelvis dan trauma traktus
urinarius.

b. Raba

Ancaman jiwa dan ancaman ekstremitas disingkirkan terlebih dahulu.

 Pelvis dipalpasi anterior dan posterior akan adanya deformitas, pergerakan, dan jarak
yangmenunjukkan potensi pelvis tidak stabil. Tes kompresi-distraksi seperti
menarik-mendorong pelvis dikerjakan sekali saja. Tes ini berbahaya karena
terlepasnya bekuan darah dapat menimbulkan perdarahan baru.

 Pulsasi ekstremitas dipalpasi dan penemuannya dicatat. Adanya perbedaan atau


abnormalitas harus dicatat. Pengisian kapiler yang normal (kurang dari 2 detik) di
bawah kuku atau telapak tangan menandakan aliran darah di ekstremitas distal
baik. Hilangriya pulsasi dengan pengisian kapiler normal menandakan
ekstremitasviable, walaupun demikian konsultasi bedah perlu dilakukan. Jika
pulsasi dan pengisian kapiler tidak ada diperlukan pembedahan gawat darurat.
 Kompartemen otot seluruh ekstremitas dipalpasi untuk menentukan adanya fraktur
atau sindroma kompartemen. Dilakukan dengan palpasi yang lembut. Jika terdapat
fraktur, penderita sadar akan mengeluh nyeri. Jika penderita tidak sadar, hanya
teraba gerak abnormal. Sindroma kompartemen dicurigai jika teraba keras-tegang
dan nyeri. Sindroma kompartemen dapat disertai fraktur.

 Stabilitas sendi diperiksa dengan meminta penderita menggerakkan sendi secara


aktif. Hal ini tidak perlu dikerjakan jika terdapat fraktur yang nyata atau deformitas,
atau penderita tidak kooperatif. Setiap sendi dipalpasi untuk nyeri, bengkak, dan
adanya cairan intar-artikular. Stabilitas sendi diperiksa dengan melakukan
regangan lateral, medial, dan anterior -posterior. Segala deformitas atau dislokasi
sendi harus dibidai dan dilakukan pemeriksaan ronsen sebelum melakukan
pemeriksaan akan stabilitas.

 Pemeriksaan neurolgi secara cepat dan menyeluruh dilakukan dan dicatat pada
ekstremitas. Pemeriksaan diulang dan dicatat sesuai indikasi dan keadaan klinis
penderita. Sensasi diperiksa dengan rabaan/sentuhan dan tusukan pada setiap
ekstremitas. Adanya trauma neurologis yangprogresif menunjukkan ada masalah
besar.

a. C5 - Sisi lateral dari lengan atas (juga N.axilaris)

b. C6 - Sisi palmar ibu jari dan telunjuk (N.medianus)

c. C7 - Sisi palmar jari tengah.

d. C8 - Sisi palmar jari kelingking (N.ulnaris).

e. T1 - Sisi dalam lengan bawah.

f. L3 - Sisi dalam paha.

g. L4 - Sisi dalam tungkai bawah,terutama diatas maleolus medialis.

h. L5 - Dorsal kaki diantara ibu jari dan jari kedua (peroneus communis)

i. Si - Sisi lateral kaki.

 Pemeriksaan motorik ekstremitas yang harus dikerjakan;

a. Abduksi bahu - N. axilaris, C5.

b. Fleksi siku - N. muskulokutaneus, C5 dan C6

c. Ekstensi siku - N.radialis, C6, C7, dan C8.

d. Tangan dan pergelangan - Kekuatan genggaman dorsofleksi pergelangan (N.


radialis, C6) dan fleksi jari jari (N medianus dan ulnaris, C7 dan C8).

e. Aduksi dan abduksi jari - N ulnaris, C 8 dan Ti.


f. Ekstremitas bawah- dorsofleksi ibu jari dan pergelangan kaki memeriksa
N.peroneus profundus, L5, dan plantar fleksi memeriksa N.tibialis posterior,
S1.

g. Pemeriksaan tingkat kekuatan otot menurut standar. Pemeriksaan ini spesifik


sesuai dengan gerakannya.

 Pemeriksaan refleks tendo.

 Jangan lupa memeriksa punggung.

3. Trauma Kepala

a. Survei Primer

 ABCDE

 Imobilisasi dan Stabilisasi Servikal

 Melakukan Pemeriksaan Neurologis Singkat

o Respon Pupil

o Menentukan Nilai GCS

b. Survey Sekunder Dan Penatalaksanaan

1. Inspeksi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah

1. Laserasi

2. Adanya LCS dari lubang hidung dan telinga

2. Palpasi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah

1. Fraktur

2. Laserasi dengan fraktur di bawahnya

3. Inspeksi Semua Laserasi Kulit Kepala

1. Jaringan otak

2. Fraktur depresi tulang tengkorak

3. Debris

4. Kebocoran LCS

4. Menentukan Nilai GCS dan Respon Pupil

1. Respon buka mata

2. Respon motorik terbaik anggota gerak


3. Respon verbal

4. Respon pupil

5. Pemeriksaan Vertebra Servikal

1. Palpasi untuk mencari adanya rara nyeri dan pakaikan kolar servikal semirigid
bila perlu.

2. Pemeriksaan foto ronsen vertebra servikalis proyeksi cross-tablelateral bila


perlu.

6. Penilaian Beratnya Cedera

7. Pemeriksaan Ulang Secara Kontinyu-Observasi Tanda-tanda Perburukan

1. Frekuensi

2. Parameter yang dinilai

3. Ingat, pemeriksaan ulang ABCDE

Anda mungkin juga menyukai