BAB I
A. LATAR BELAKANG
Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh. Produk
sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer
mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada
jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh system vena dan
diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium/keringat. Ginjal
merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh,
elektrolit, ion-ion hydrogen, dan asam.
Eliminasi urin secara normal bergantung pada pemasukan cairan dan sirkulasi volume
darah ; jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga
berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan
kandungan produk sampah didalam urin. Usus mengeluarkan produk sampah yang padat dan
beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran sampah yang padat melalui evakuasi usus besar
biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan.
B. TUJUAN :
Untuk mengetahui konsep eliminasi sampah dan metabolisme tubuh
Untuk mengetahui fisiologi proses eliminasi dalam tubuh
Untuk mengetahui gangguan eliminasi urine dalam tubuh
Untuk mengetahui masalah dalam eliminasi fecal
Untuk mangetahui proses keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pada
proses eliminasi.
1
BAB II
A. KONSEP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga
dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak. Refleks Berkemih Kita
dapat mengetahui selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih
mulai tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus-putus. Keadaan
ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding
kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin
pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung
kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan kemudian
secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf
yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara
spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan
turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi
bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat. Sekali refleks berkemih
mulai timbul, refleks ini akan “ menghilang sendiri. “ Artinya, kontraksi awal kandung kemih
selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya
pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan
refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini berulang dan berulang lagi sampai
2
kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih
dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari
refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung kemih,
elemen saraf dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit
sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih
menjadi semakin terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat. Sekali
refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang berjalan
melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat
dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi.
Jika tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks berkemih
menjadi makin kuat.
Kebutuhan eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme berupa feses.
Susunan feses terdiri dari :
a. Bakteri yang umumnya sudah mati.
b. Lepasan epitelium dari usus.
c. Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus).
d. Garam terutama kalsium fosfat.
e. Sedikit zat besi dari selulosa.
f. Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)
3
d. Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
e. Faktor psikologik
f. Kebiasaan
g. Posisi
h. Nyeri
i. Kehamilan : menekan rectum
j. Operasi & anestesi
k. Obat-obatan
l. Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
m. Kondisi patologis
n. Iritan
a. Ginjal Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat
agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra posterior terhadap
peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra
torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi
1,5-2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12
cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak dikutub
superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan proses eliminasi urine.
Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak.
b. Ureter Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama
pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang memiliki panjang 25-30 cm dan
berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitonium
untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureter
ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung kemih umumnya steril.
c. Kandung kemih Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua
bagian besar : Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin
berkumpul dan, leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong,
4
berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan
dengan uretra.
Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena
hubungannya dengan uretra. Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya
meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih
menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah
terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai
satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot
lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel
otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum
adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior,
dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat
dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk
rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique
melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1-2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih
sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih. Leher kandung kemih (uretra posterior)
panjangnya 2-3 cm, dan dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah
besar jaringan elastik.
Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal
mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh
karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung
kemih meningkat di atas ambang kritis. Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati
diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung
kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih,
yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf
volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter
berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
5
d. Uretra Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus
uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas
dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir
kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa
untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra.
e. Persarafan Kandung Kemih Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang
berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan
dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3.
Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik.
Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan
dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan
refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih. Saraf motorik yang menjalar dalam
nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak
pada dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung
kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju
sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan
mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari
rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2
medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit
mempengaruhi kontraksi kandung kemih.
Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting
dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa nyeri. Transpor urin
dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung kemih. Urin yang keluar dari kandung
kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus
koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir
melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih. Urin mengalir dari duktus koligentes
masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang
kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian
turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung
6
kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis
seperi juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh
panjang ureter. Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada
ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih kurang dari
normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu menimbulkan
penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong
kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat
menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis
dan struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
f. Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal. Ureter dipersarafi secara sempurna
oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks
konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga
menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol
ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks
ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan kedalam
pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam
mulut, dikunyah (jika padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks
otomatis, dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus
kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.
7
Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :
a) Mulut Gigi
Mulut Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada permukaan saluran
pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam faring, dimana
makanan bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
b) Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari otot
yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang
mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.
c) Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari saluran
pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya
peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong
substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah
spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat. Kini gumpalan
lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme. Chyme ini dipompa melalui
spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan
kembali lambung setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
8
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan/absorpsi
makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan
sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan didalam kolon (16 -20 jam) isinya
menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat-lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya untuk
mengadakan absorpsi/penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam empedu.
Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan melindungi dinding
usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang dihasilkan feses.
Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.
f) Anus/ana /orifisium eksternal Panjangnya ± 2,5-5 cm atau 1-2 inch, mempunyai dua
spinkter yaitu internal (involunter) dan eksternal (volunter) Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang
peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum
dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
1. Refleks defekasi instrinsik Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding
rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus,
spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
2. Refleks defekasi parasimpatis Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal
diteruskan ke spinal cord (sakral 2-4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon
sigmoid dan rektum. Sinyal-sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik,
melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter
anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan
sendirinya.
9
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul
yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi
paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan
kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara
sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses
Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara umum. Salah satu
yang tersering ialah gangguan urine. Gangguan eliminasi urine kemungkinan disebabkan :
(Supratman. 2003) Inkopenten outlet kandung kemih; Penurunan kapasitas kandung kemih;
Penurunan tonus otot kandung kemih; Kelemahan otot dasar panggul. Beberapa masalah
eliminasi urine yang sering muncul, antara lain : Retensi Retensi Urine ialah penumpukan urine
acuan kandung kemih dan ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
Kemungkinan penyebabnya :
10
Kemungkinan peyebabnya :
Jenis inkotinensis :
1. Inkontinensia Fungsional/urge
2. Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine segera
pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.
Faktor Penyebab :
11
3. Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus
menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab :
4 Inkontenensia Dorongan
Penyebab :
5. Inkontenensia reflex
Inkontenensia reflex adalah keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak
dirasakan, terjadi pada interval yang dpat di[perkirakan bila volume kandung kemih mencapai
jumlah tertentu.
12
Penyebab : Kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis) Tanda-tandanya :
Penyebab enuresis :
13
produksi urine sangat kurang. Keadaan dimana ginjal tidak dapat memproduksi urine secara tiba-
tiba. Anuria = Urin < 100 ml/24 jam Oliguria = Urin 100 – 1500 ml/24 jam.
Penyebabnya :
Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain.
Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan
lemak dan cairan kurang.
Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
Obat-obatan ;kokein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif
menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan
konstipasi.
Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan
tumor.
Impaction Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan
feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses
sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak
sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.
Diare Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses
menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan buang air besar (BAB).
14
Inkontinensia fecal Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal,
penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi
tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik.
Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat. Flatulens Yaitu menumpuknya gas
pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan
peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan
kembang kol.
Hemoroid yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati
menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika
terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB
dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami
konstipasi.
Tanggal Masuk :
Jam :
No. CM :
Tanggal Pengkajian :
15
BIODATA
a. Identitas klien
Nama :
Tempat Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjan : Suku/Bangsa :
Status :
No. CM :
Alamat :
16
RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya muncul adalah BAB lebih dari 3 x, konstipasi, impaksi,
diare dan sebagainya. Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi
BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejang. BAB yang keras dapat
menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama,
sehingga banyak air diserap. Penyebabnya : Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain,
pindah tempat, dan lain-lain.
Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak
dan cairan kurang Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif
menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang. Usia, peristaltik
menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi. Penyakit-
penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang
keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon
sigmoid. Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang
dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi. Tandanya : tidak BAB, anoreksia,
kembung/kram dan nyeri rektum.
17
b. Riwayat penyakit dahulu. Perlu dikaji apakah pasien pernah mengalami diare sebelumnya,
pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari
saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
c. Riwayat kesehatan keluarga. Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami sakit
seperti pasien sebelumnya, apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti
saat ini.
d. Riwayat kesehatan lingkungan klien Perlu dikaji penyimpanan makanan, apakah pada suhu
kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
e. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan Ø Kenaikan BB karena umur 1-3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata
2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun. Ø Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun
pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya. Ø Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi
susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah Ø Erupsi gigi
: geraham perama menusul gigi taring.
Perkembangan Ø Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud. Fase
anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan
adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain). Ø Tahap perkembangan psikososial
menurut Erik Erikson.
18
f. Genogram Adalah gambar bagan riwayat keturunan atau struktur anggota keluarga dari atas
hingga ke bawah yang didasarkan atas tiga generasi sebelum pasien. Berikan keterangan
manakah simbol pria, wanita, keterangan tinggal serumah, yang sudah meninggal dunia serta
pasien yang sakit
1. Makan √
2. Mandi √
3. Berpakaian √
4. Eliminasi √
5. Mobilisasi ditempat tidur √
6. Berpindah √
7. Ambulansi √
8. Naik tangga √
19
3. Kualitas dan kuantitas jam tidur
e. Pola Eliminasi
1. Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
2. Nyeri
3. Kuantitas
20
2. Tindakan berdasarkan keyakinan
PEMERIKSAAN FISIK
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar.
b. Keadaan umum : Klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun. Tekanan darah
mmHg, suhu tubuh …◦C, pernapasan ..x/menit, nadi ..x/menit (regular), GCS :E=.. M=…
Vapasia. BB ( sakit ) : tidak diketahui, BB ( Sebelum Sakit ) ; tidak diketahui, hasil
pengukuran LL 25 cm.(BB=2xLL; 50 kg).
c. Kepala : Ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun
lebih.
d. Mata : Cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : Mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap
dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
f. Sistem Pernafasan : Dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : Nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang.
h. Sistem integumen : Warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c,
akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit. Perlu dikaji : Pola berkemih : Pada orang-orang
untuk berkemih sangat individual. Frekuensi : Frekuensi untuk berkemih tergantung
kebiasaan dan kesempatan.
Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun
tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya
berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
21
Volume : Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi. Usia Jumlah/hari : Hari pertama &
kedua dari kehidupan 15-60 ml Hari ketiga–kesepuluh dari kehidupan 100-300 ml Hari
kesepuluh-2 bulan kehidupan 250–400 ml Dua bulan–1 tahun kehidupan 400-500 ml 1-3 tahun
500-600 ml 3-5 tahun 600-700 ml 5-8 tahun 700-1000 ml 8-14 tahun 800-1400 ml 14 tahun-
dewasa 1500 ml Dewasa tua 1500 ml/kurang Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml
dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka perlu lapor.
j. Dampak hospitalisasi : Semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang
ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium : · feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida · Serum elektrolit : Hipo
natremi, Hipernatremi, hipokalemi · AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2
meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun ) · Faal ginjal : UC meningkat (GGA).
b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
TERAPI
a. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg klorpromazine 0,5 –
1 mg / kg BB/hari.
b. obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide.
c. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan
dengan proses infeksi skunder terhadap diare resiko gangguan integritas kulit berhubungan
dengan peningkatan frekwensi diare. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan
dengan BB menurun terus menerus. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
22
C. PERENCANAAN (INTERVENSI)
Fluid Management : Ø Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Ø Monitor
status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika
diperlukan Ø Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin,
albumin, total protein ) Ø Monitor vital sign setiap 15menit-1 jam Ø Kolaborasi pemberian
cairan IV Ø Monitor status nutrisi Ø Berikan cairan oral Ø Berikan penggantian nasogatrik
sesuai output (50 – 100cc/jam) Ø Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Ø Kolaborasi
dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk Ø Atur kemungkinan tranfusi Ø Persiapan
untuk tranfusi Ø Pasang kateter jika perlu Ø Monitor intake dan urin output setiap 8 jam Ø
Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit Ø Pantau intake dan output Ø Timbang
berat badan setiap hari Ø Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
Ø Kolaborasi : · Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN) · Cairan parenteral
( IV line ) sesuai dengan umur · Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
23
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x24 jam diharapkan pasien dengan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat melakukan aktivitasnya dengan criteria
hasil : - Nafsu makan meningkat - BB meningkat atau normal sesuai umur
Keterangan :
1 : Tdk prnh menyebutkan.
2 : Jarang menyebutkan.
3 : Kadang menyebutkan.
4 : Sering menyebutkan.
5 : Selalu menyebutkan.
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x24 jam diharapkan pasien dengan resiko
peningkatan suhu tubuh dapat melakukan aktivitasnya dengan criteria hasil : Ø Suhu tubuh
dalam batas normal ( 36-37,5 C) Ø Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor,
fungtio leasa)
Keterangan :
1 : Tidak memerlukan bantuan.
2 : Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
3 : Membutuhkan bantuan oarang lain.
4 : Membutuhkan bantuan alat.
5 : Mandiri penuh.
24
Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh Ø Monitor suhu tubuh setiap 2 jam Ø Berikan kompres hangat Ø Kolaborasi pemberian
antipirektik.
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x24 jam diharapkan pasien dengan resiko
gangguan integritas kulit perianal dapat melakukan aktivitasnya dengan criteria hasil : Ø
Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga Ø Keluarga mampu
mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar.
Keterangan :
1 : Selalu menunjukkan.
2 : Sering menunjukkan.
3 : Kadang menunjukkan.
4 : Jarang menunjukkan.
5 : Tidak pernah menunjukkan.
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu Ø Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur Ø Demontrasikan serta
libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta
alasnya) Ø Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam.
Keterangan :
1 : Selalu menunjukkan.
2 : Sering menunjukkan.
3 : Kadang menunjukkan.
4 : Jarang menunjukkan.
5 : Tidak pernah menunjukkan.
25
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi Ø
Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan Ø Hindari persepsi yang salah pada
perawat dan RS Ø Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
Ø Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll) Ø Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.
26
BAB III
A. Kesimpulan
Proses pembentukkan urin terjadi melalui beberapa tahap diantara nya filtrasi atau
penyaringan yang dilakukan oleh glomerulus,absorbsi atau penyerapan yang terjadi pada
tubulus proksimal , reabsorbsi yang berfungsi untuk menyerap kembali filtrate glomerulus
dan augmentasi atu proses penambahan zat sisa yang mulai terjadi di tubulus kontortus
distal.
B. Saran
1. Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urine dan alvi dalam kehidupan
kita sehari-hari.
2. Menjaga kebersihan daerah tempat keluarnya urine dan alvi.
DAFTAR PUSTAKA
27