Anda di halaman 1dari 11

INITIAL ASSESMENT MENINGITIS

KEPERAWATAN KRITIS

DOSEN MK : ARISKA S.KEP,. M.KES

DISUSUN OLEH:

RIDA SONDANG

NIM : 1614201504

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

FAKULTAS KEPERAWATAN

MANADO

2019
MENINGITIS

A. Definisi

Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari suatu meninges, lapisan yang


tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh
bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis (Harsono,
2003).

Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis
berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah
melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim,
2007).

B. Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien


dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi,
operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu
disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
meningitis purulenta dan meningitis serosa.

C. Manifestasi Klinis

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)

Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak resposif, dan koma.

Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut :

1. Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena
adanya spasme otot-otot leher.
2. Tanda kernik positif : ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
3. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya .
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulent dan edema cerebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda
vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernapasan tidak teratur, sakit
kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikima : demam tinggi tiba-tiba muncul,
lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Biasanya berupa identitas pasien dan penanggung jawab pasien.

2. Keluhan Utama

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien ketika masuk ke RumahSakit.

Biasanya pasien mengeluh demam tinggi.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


Riwayat saat pasien masuk Rumah Sakit.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat penyakit yang sama / penyakit lain yang diderita oleh pasien.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit yang sama / penyakit lain yang diderita oleh anggota
keluarga baik bersifat genetic atau tidak.

4. Pengkajian Primer

a. Airway
Mengkaji ada tidaknya obstruksi jalan nafas atau penumpukan secret pada
pasien.
b. Breathing
1) Look : ekspansi dada, IT
2) Listen : auskultasi suara nafas
3) Feel : ada tidaknya hembusan nafas
c. Circulation
Mengkaji tentang nadi (lemah atau kuat), irama jantung, tekanan darah, suhu,
rr, nyeri, crt, akral, membrane mukosa.
d. Disability
Mengkaji tentang penilaian kesadaran melalui GCS. Biasanya pasien
meningitis rata-rata mengalami penurunan kesadaran.

5. Pengkajian Sekunder

a. Sistem Pernapasan
Inspeksi : apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas dan peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada
pasien meningitis yang disertai dengan adanya gangguan system pernapasan.
Palpasi thorax hanya dilakukan jika terdapat deformitas pada tulang dada
pasien dengan efusi pleura massif (jarang terjadi).
Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien.
b. Sistem Kardiovaskuler
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien
meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan
(syok). Infeksi fulminasi terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis
meningococcus, dengan tanda-tanda septicemia : demam tinggi yang tiba-
tibamuncul, lesipurpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok
dan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (CID). Kematian mungkin
terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
c. Sistem Persyarafan
Pengkajian Tingkat Kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan
parameter yang paling mendasardan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat kewaspadaan klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system
persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat tingkat perubahan
dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keaadaan lanjut tingkat kesadaran klien menginitis biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dans emicomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

Pengkajian Fungsi Serebral


Status mental : observasi penampilan, tingkalaku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motoric klien. Pada klien meningitis tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII.
1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papil edema mungkin didapatkan terutama pada meningitis sufuratif
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
3) Saraf III, IV, VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang retail mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan
didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis
mengelith mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya.
4) Saraf V. Pada klien meningitis umumya tidak didapatkan paralisis
pada otot wajah dan reflex kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tulipersepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(rigiditas nukal).
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

Pengkajian Sistem Motorik

Kekuatan otot menurun, control keseimbangan, dan koordinasi pada


meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

Pengkajian Refleks

Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau


periosteum derajat reflex pada respon normal. Reflex patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
reflex Babinski (+) merupakan tanda lesi UMN.

Gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan dystonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak
dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan
peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

Pengkajian Sistem Sensorik

Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri,


suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, sensasi
propriosefsi, dan diskriminarif normal.

Pemeriksaan fisik lainnya yang terutama berhubungan dengan peningkatan


tekanan intrakarnial (TIK).

1) Kaku Kuduk
Kaku kuduk merupakan tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
2) Tanda Kernig Positif
Ketika klien di baringkan dengan paha dalam keaadaan fleksi ke arah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
3) Tanda Brudsizinski
Tanda ini didapatkan jika leher klien di fleksikan, terjadi fleksi lutut dan
pinggul ; jika dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satusisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

d. Sistem Perkemihan

Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume


pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung keginjal.

e. Sistem Pencernaan

Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan


nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

f. Sistem Muskoloskeletal

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lunit dan pergelangan
kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh roam pada penyakit yang berat
dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien sering
mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga
mengganggu ADL.

Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah /


peningkatan TIK.
2. Bersihan jalan nafas tidakefektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran dan
hipoventilasi.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri ( kelainan muskoloskeletal, system syaraf
vaskuler).
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Intervensi Keperawatan

1. Perubahan ferfusi jaringan otak berhubungan dengan sirkulasi darah atau peningkatan
TIK.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien menunjukan peningkatan
kesadaran dengan criteria hasil :
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang normal.
b. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial.
c. Klien mampuh berkomunikasi sesuai kemampuan dan menunjukan sensori
dan motoric

Intervensi dan rasional

1) Monitor tanda vital


Rasional : mengetahui keadaan umum pasien.
2) Batasi gerakan pada leher, kepala dan punggung.
Rasional : mencegah adanya peningkatan kembali TIK.
3) Monitor darah tertentu panas/dingin/tumpul.
Rasional : mengetahui tingkat perubahan sensori.
4) Monitor adanya paretese.
Rasional : mengetahui adanya gerakan infolunter dari pasie.
5) Monitor adanya tromboplebitis.
Rasional : mengethui apakah ada pengumpulan darah, biasanya merah dan
membengkak pada kaki.
6) Diskusikan megenai penyebab perubahan sensori.
Rasional : mengetahui perubahan sensori motori pada pasien.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler.


Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien menunjukan bernafas dengan
mudah dan suara nafas bersih, dengan criteria hasil :
a. Klien menunjukan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, tidak ada
suara nafas tambahan, frekuensi pernapasan normal).
b. Klien mampuh mengeluarkan sputum.
c. Tidak ada sianosis.

Intervensi dan rasional

1) Auskultasi suara nafas sesudah dan sebelum suctioning.


Rasional : mengetahui masih ada atau tidaknya penumpukan secret.
2) Informasikan pada keluarga dan pasien tentang suctioning.
Rasional : member pengetahuan pentingnya dilakukan suctioning.
3) Gunakan alat yang steril dalam setiap melakukan tindakan.
Rasional : menghindari adanya infeksi silang.
4) Monitor status oksigen pasien.
Rasional : mengetahui tingkat kecukupan kebutuhan pasien.
5) Lakukan fisioterafi dada bila perlu.
Rasional : meluruhkan secret yang menempel pada dinding dada pasien.
6) Buka jalan nafas dengan menggunakan chin lift atau jaw trust.
7) Rasional : membuka jalan nafas pasien agar oksigen masuk dengan mudah.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran dan


hipopentilasi.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan klien menunjukan pola nafas
efektif dengan criteria hasil :
a. Tidak ada sianosis
b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
c. Klien menunjukan kepatenan jalan nafas

Intervensi dan rational

1) Buka jalan nafas pasien.


Rasional : membuka jalan nafas/masuknya oksigen.
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Rasional : memaksimalkan oksigen yang masuk dalam paru-paru.
3) Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
Rasional : mempermudah pasien untuk bernafas.
4) Secret dengan cuction.
Rasional : mengurangi penumpukan secret pada pasien penurunan kesadaran.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (kelainan muskoloskeletal, system saraf
veskuler).
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien menunjukan nyeri berkurang
dengan criteria hasil :
a. Skala nyeri berkurang atau menurun.
b. Kebutuhan tidur pasien cukup.

Intervensi dan rasional

1) Lakukan pengkajian nyeri (frekuensi, lokasi, skala).


Rasional : mengetahui tingkat nyeri pada pasien.
2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan pasien.
Rasional : mengetahui nyeri meningkat pada pasien.
3) Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri.
Rasional : membantu meningkatnya kenyamanan pasien.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetic.
Rasional : membantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
5) Monitor skala nyeri.
Rasional : mengetahui adanya peningkatan atau penurunan nyeri.
5. Hipetermi berhubungan dengan infeksi
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien menunjukan tidak adanya
tanda-tanda infeksi dengan criteria hasil :
a. Suhu tubuh dengan rentang normal
b. Nadi dan rr dalam rentang normal
c. Tidak ada peningkatan leukosit
d. Pasien tidak menunjukan ketidaknyamanan

Intervensi dan rasional

1) Monitor suhu sesering mungkin.


Rasional : memantau adanya infeksi.
2) Monitor nadi dan respiratory.
Rasional : memantau adanya peningkatan nadi dan respiratory.
3) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui keadaan pasien.
4) Lakukan tepid sponge bila perlu.
Rasional : membantu menurunkan panas.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.
Rasional : menurunkan panas

Anda mungkin juga menyukai