Tujuan
1. 3. Komponen
Persiapan penderita
Triase
Survey primer (ABCDE)
Resusitasi
Pemeriksaan penunjang untuk survey primer
Survey sekunder (Head to Toe & anamnesis)
Pemeriksaan penunjang untuk survey sekunder
Pengawasan dan evaluasi ulang
Terapi definitif
Pelayanan korban dengan trauma pra rumah sakit biasanya dilakukan oleh keluarga
ataupun orang sekitar yang berbaik hati menolong ( good samaritan ).Prinsip
utama adalah tidak boleh membuat keadaan lebih parah ( Do no Further Harm ).
Keadaan yang ideal adalah dimana unit gawat darurat yang datang ke penderita
sehingga ambulans harus memiliki peralatan yang lengkap. Petugas yang datang
adalah petugas khusus yang telah mendapatkan pelatihan kegawatdaruratan. Selain
itu, diperlukan koordinasi dengan rumah sakit tujuan terhadap kondiri/ jenis
perlukaan sebelum penderita dipindahkan dari tempat kejadian. Hal ini sangat
penting mengingat koordinasi yang baik antara petugas lapangan dengan petugas
di rumah sakit akan menguntungkan penderita.
v Evakuasi Penderita
Penderita yang dibawa ke rumah sakit tanpa penanganan pra rumah sakit sebaiknya
evakuasi penderita dari kendaraan ke brankar dilakukan oleh petugas rumah sakit
dengan hati- hati dan selalu diperhatikan kontrol servikal ( prinsip : do no further
harm ).
v Triase
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan tipe dan tingakat kegawatan
kondisinya ( Zimmermann dan Herr dalam Kartikawati, 2011) . Triase juga
diartikan sebagai suatu tindakan pengelompokan penderita berdasarkan beratnya
cedera yang diprioritaskan ada tidaknya gangguan pada airway ( A ), breathing ( B
), dan circulation ( B) dengan mempertimabangkan sarana, sumber daya manusia
dan probalitas hidup pasien.
Dalam triase terdapat dua keaadan yaitu jumlah penderita dan beratnya perlukaan
tidak melampaui kemampuan petugas dan yang melampaui kemampuan petugas.
Apabila jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui kemampuan petugas,
maka dalam keadaan ini penderita dengan masalah gawat darurat dan multi trauma
akan dilayani terlebih dahulu sesuai dengan prinsip ABC. Sedangkan apabila
jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui kemampuan petugas, maka
dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita dengan
kemungkinan survial yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan, dan
tenaga paling sedikit.
Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum
memegang penderita petugas harus selalu menggunakan alat proteksi diri terlebih
dahulu untuk menghindari tertular penyakit seperti hepatitis dan AIDS. Alat
proteksi diri sebaiknya:
– Sepatu
Lakukan primary survey atau mencari keadaan yang mengancam nyawa sebagai
berikut:
– E atau Exposure atau Environment adalah pemeriksaan pada seluruh tubuh
penderita untuk melihat jelas jejas atau tanda-tanda kegawatan yang mungkin tidak
terlihat dengan menjaga supaya tidak terjadi hipotermi.
Hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran dari jalan nafas, tetapi harus
selalu diwaspadai bahwa kebanyakan usaha dalam memperbaiki jalan nafas dapat
menyebabkan gerakan pada leher. Oleh sebab itu,untuk mencegah fraktur servikal
akibat gerakan pada leher harus dilakukan tindakan pengontrolan servikal.
Kemungkinan dari fraktur servikal dapat diprediksi apabila terdapat:
– Setiap multi trauma ( trauma pada dua regio atau lebih )
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi penderita dalam keadaan baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas adalah mutlak untuk pertukaran
Oksigen dan Karbondioksida dari tubuh. Tiga hal yang dilakukan dalan breathing
yaitu:
Penderita yang dapat berbicara kalimat panjang tanpa kesan sesak, maka breathing
penderita baik. Pernafasan yang baik apabila frekuensi normal ( dewasa rata- rata
20 , anak 30, dan bayi 40 kali per menit), tidak ada gejala sesak dan pemeriksaan
fisiknya baik.
– Lihat dada penderita dengan membuka pakaian atas untuk melihat
pernafasan yang baik. Lihat apakah terdapat jejas, luka terbuka dan ekspansi kedua
paru.
– Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara ( hipersonor) atau darah
( dull) dalam rongga pleura.
Cedera thorax yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat dan
ditemukan pada saat melakukan survei primer antara lain tension pneumothorax,
flail ches dengan kontusio paru, pneumothoraks terbuka dan hematotoraks masif.
1) Pengenalan Syok
– Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis harus diperiksa bilateral
untuk menilai kekuatan nadi,kecepatan dan irama. Pada keadaan syok, nadi akan
melemah/ kecil dan cepat.
Pada fase awal jangan terlalu percaya dengan tekanan darah dalam menentukan
apakah penderita mengalami syok ataupun tidak karena tekanan darah penderita
sebelumnya belum diketahui dan diperlukan kehilangan darah lebih dari 30 %
untuk dapat terjadinya penurunan tekanan darah yang signifikan.
2) Kontrol Perdarahan
3) Perbaiki Volume
Saat dikenali syok ( penderita trauma) sambil dipasang infus, lakukan penekanan
pada pendarahan luar ( bila ada ). Apabila tidak ada perdarahan luar dilakukan
pencarian akan adanya perdarahan internal di 5 tempat yaitu thorax, abdomen,
pelvis, tulang panjang dan retroperitoneal. Sambil mencari perdarahan internal
lakukan evaluasi respon penderita terhadap pemberian cairan. Respon yang
diberikan penderita ada 3 yaitu:
– Respon tidak ada: apabila sama sekali tidak terdapat respon terhadap
pemberian cairan, maka harus difikirkan perdarahan yang heba atau syok non-
hemoragik ( paling sering syok kardiogenik).
d) Disability
GCS adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal outcame dari
penderita. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penurunan oksigenasi atau/
dan perfusi ke otak atau disebabkan oleh perlukaan pada otak sendiri. Perubahan
kesadaranakan dapat mengganggu airway serta breathing yang seharusnya sudah
diatasi terlebih dahulu. Jangan lupa bahwa alkohol dan obat-obatan dapat
mengganggu tingkat kesadaran penderita. Penurunan tingkat GCS yang lebih dari
satu ( 2 atau lebih ) harus sangat diwaspadai.
– Pupil
Nilai adakah perubahan pada pupil. Pupil yang tidak sama besar ( anisokor)
kemungkinan menandakan lesi masa intrakranial ( perdarahan).
– Resusitasi
Terhadap kelainan primer di otak tidak banyak yang bisa dilakukan, tetapi yang
harus diingat dalam penerimaan penderita di UGD harus dihindari adanya cedera
otak sekunder ( secondary brain injury ). Yang harus dilakukan adalah terapi yang
cepat/ agresif apabila terjadi hipovolemia, hipoksia dan hiperkarbia untuk
menghindari cedera otak sekunder.
Di rumah sakit seluruh pakaian penderita harus dibuka untuk evaluasi kelainan
atau injury secara cepat pada tubuh penderita. Setelah pakaian dibuka perhatikan
injury/ jejas pada tubuh penderita dan harus dipasang selimut agar penderita tidak
kedinginan. Harus dipakaikan selimut yang hangat, ruangan cukup hangat dan
diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan. Apabila pada primary survey
dicurigai adanya perdarahan dari belakang tubuh lakukan long roll untuk
mengethui sumber perdarahan.
– Brathing: pemantauan laju nafas ( sekaligus pemantauan airway ) dan bila
ada pulse oximetry.
– Circulation: nadi, tekanan nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan jumlah urine
setiap jam. Apabila ada sebaiknya terpasang monitor EKG.
– Disability: nilai tingkat kesadaran penderita dan adakah perubahan pupil.
i) Foto Rontogen
Pemakaian foto rontogen harus selektif dan jangan mengganggu proses resusitasi.
Pada penderita dengan trauma tumpul harus dilakukan 3 foto rutin yaitu foto
servikal, thoraks ( AP ) dan Pelvis ( AP ). Foto servikal AP harus terlihat ke-7 ruas
tulang servikal.
Survey sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung rambut
sampai ujung kaki, dari depan sampai belakang dan setiap lubang dimasukkan jari
( tube finger in every orifice ). Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita
telah stabil. Keadaan stabil yang dimaksud adalah keadaan penderita sudah tidak
menurun, mungkin masih dalam keadaan syok tetapi tidak bertambah berat. Suvey
sekunder harus melalui pemeriksaan yang teliti pada setiap lubang alami ( tubes
and finger in every orifice )
a) Anamnesis
– Jatuh dari pohon setinggi 6 meter: perdarahan intrakranial, fraktur servikal
atau vertebra lain, fraktur ekstrimitas.
A : alergi
M : medikasi/ obat-obatan
P : penyakit sebelumnya yang diderita ( misalnya hipertensi, DM )
L : last meal ( terakhir makan jam berapa )
E : events, yaitu hal-hal yang bersangkitan dengan sebab dari cedera.
b) Pemeriksaan Fisik
1) Kulit Kepala
2) Wajah
Apabila cedera terjadi disekitar mata jangan lalai dalam memeriksa mata karena
apabila terlambat akan terjadi pembengkakan pada mata sehingga pemeriksaaan
sulit dilanjutkan. Lakukan Re-Evaluasi kesadaran dengan skor GCS.
– Mata: periksa kornea mata ada cedera atau tidak, pupil : reflek terhadap
cahaya, pembesaran pupil, visus
– Telinga: periksa dengan senter mengenai keutuhan membran timpani atau
adanya hemotimpanum.
Pada saat memeriksa leher, kolar terpaksa dilepas. Jangan lupa untuk melakukan
fiksasi pada leher dengan bantuan petugas lain. Periksa adanya cedera tumpul atau
tajam. Deviasi trakea dan simetri pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan
proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan dan oksigenasi. Kontrol perdarahan,
cegah kerusakan otak sekunder.
4) Thoraks
Inspeksi : dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma
tumpul/ tajam, pemakaian otot pernafasan tambahan dan ekspansi torak bilateral.
Auskultasi: lakukan auskultasi pada bagian depan untuk bising nafas ( bilateral )
dan bising jantung.
Palpasi: lakukan palpasi pada seluruh dinding dada untuk adanya traumatajam/
tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
5) Abdomen
Inspeksi: inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk melihat adanya
trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal.
Palpasi: palpasi abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan, defans muskuler,
nyeri lepas yang jelas.
Cedera pelvis yang berat akan tampak pada pemeriksaan fisik ( pelvis menjadi
tidak stabil). Pada cedera berat ini, kemungkinan penderita akan masuk dalam
keadaan syok yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi lakukan pemasangan
PASG/ gurita untuk kontrol perdarahan dari fraktur pelvis.
7) Ektrimitas
8) Bagian Punggung
Periksa punggung dengan long roll ( memiringkan penderita dengan tetap menjaga
kesegarisan tubuh).
v Re-Evaluasi Penderita
Terapi definitif pada umumnya merupakan porsi dari dokter spesialis bedah. Tugas
dokter yang melakukan penanganan pertama adalah untuk melakukan resusitasi
dan stabilisasi serta menyiapkan penderita untuk dilakukannya tindakan definitive
atau untuk dirujuk. Proses rujukan harus sudah dimulai saat alas an untuk merujuk
ditemukan, karena menunda rujukan akan meninggikan morbiditas dan mortalitas
penderita. Keputusan untuk merujuk penderita didasarkan atas data fisioligis
penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan, penyakit penyerta serta factor-
faktor yang dapat mengubah prognosis. Idealnya dipilih rumah sakit terdekat
yang cocok dengan kondisi penderita. Tentukan indikasi rujukan, prosedur
rujukan, kebutuhan penderita selama perjalanan dan cara komunikasi dengan
dokter yang akan dirujuk.
Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Basic Trauma Life Support dan Basic Cardiac Life Support ed.
III. Jakarta: Yayasan ambulans Gawat Darurat 118