DisusunOleh:
NAMA: NENG LILIS
NIM : 3720200046
Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda dengan
pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian dan manajemen
penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan oleh dokter yang lebih dari satu.
Seorang leader tim harus langsung memberikan pengarahan secara keseluruhan mengenai
penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri, yang meliputi (Fulde, 2009) :
1. Primary survey
2. Resuscitation
3. History
4. Secondary survey
5. Definitive care
A. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera
terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey
adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam
kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
Airway maintenance dengan cervical spine protection
Breathing dan oxygenation
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa setiap
langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika
langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti
airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam
keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus dilakukan
berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik
adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai
serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., &
Pletz, 2009) :
a) General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan
mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang
leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi
pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk
mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan
pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-
tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah
terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension
pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan
eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan
dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara
langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
B. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian
penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah
kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing
Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimalharus diperolehlangsung
daripasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,usia, dan cacatatau kondisipasienyang
terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali
melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran
mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh:
a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera wajah, maksilo-
fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal atau vertebra
lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga
(Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen
ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan dengan kondisi
pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol, dapat digunakan beberapa
pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing Association, 2007):
C. have you ever felt should Cut down your drinking?
A. have people Annoyed you by criticizing your drinking?
G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?
E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your nerver or get rid of
a hangover (Eye-opener)
Jawaban Ya pada beberapa kategori sangat berhubungan dengan masalah konsumsi
alkohol.
Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam proses
pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : “dalam setahun terakhir ini
seberapa sering pasanganmu” (Emergency Nursing Association, 2007):
Hurt you physically?
Insulted or talked down to you?
Threathened you with physical harm?
Screamed or cursed you?
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih
baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri?
apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam,
ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan
dengan kata-katanya sendiri.
Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi di
satu titik atau bergerak?
Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri
dan 10 adalah nyeri hebat
Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri
itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini
sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda vital.
Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat
badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut Emergency
Nurses Association,(2007).
Komponen Nilai normal Keterangan
Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral,
aksila, dan rectal. Untuk
mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri
pulmonal, kateter urin,
esophageal probe, atau
monitor tekanan intracranial
dengan pengukur suhu. Suhu
dipengaruhi oleh aktivitas,
pengaruh lingkungan, kondisi
penyakit, infeksi dan injury.
Nadi 60-100x/menit Dalam pemeriksaan nadi
perlu dievaluais irama
jantung, frekuensi, kualitas
dan kesamaan.
Respirasi 12-20x/menit Evaluasi dari repirasi
meliputi frekuensi, auskultasi
suara nafas, dan inspeksi dari
usaha bernafas. Tada dari
peningkatan usah abernafas
adalah adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi
interkostal, tidak mampu
mengucapkan 1 kalimat
penuh.
Saturasi oksigen >95% Saturasi oksigen di monitor
melalui oksimetri nadi, dan
hal ini penting bagi pasien
dengan gangguan respirasi,
penurunan kesadaran,
penyakit serius dan tanda
vital yang abnormal.
Pengukurna dapat dilakukan
di jari tangan atau kaki.
Tekanan darah 120/80mmHg Tekanan darah mewakili dari
gambaran kontraktilitas
jantung, frekuensi jantung,
volume sirkulasi, dan tahanan
vaskuler perifer. Tekanan
sistolik menunjukkan cardiac
output, seberapa besar dan
seberapa kuat darah itu
dipompakan. Tekanan
diastolic menunjukkan fungsi
tahanan vaskuler perifer.
Berat badan Berat badan penting diketahui
di UGD karena berhubungan
dengan keakuratan dosis atau
ukuran. Misalnya dalam
pemberian antikoagulan,
vasopressor, dan medikasi
lain yang tergantung dengan
berat badan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang dengan
cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala
penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya
pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri
tekan serta adanya sakit kepala (Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri. Apabila
terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena pembengkakan di
mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat
kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil
mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata
(macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau
adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos,
subconjunctival perdarahan, serta diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan
palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah
pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan
nyeri, inspeksi amati adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri
d. Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss,
bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi
dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut
jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema
subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi
jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan
Trauma kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan
(penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak
ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul
dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam,
massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising
usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk
mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans
muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan
intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun
USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala
mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi berulang
kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim
YAGD 118, 2010).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis menjadi
stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang
harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan
dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau
kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum
memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum,
prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter
ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina
atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah
harus dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus
dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah
ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur
pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut
jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10
sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien
dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air
kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk
analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa
untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan
dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam
ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput terdiagnosis
pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010).
Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus
diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa
adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill
(pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat pada
ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan
sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan
sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf perifer
atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal pada pemeriksaan fisik dan
riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako
lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan
muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita.
Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi syok yang
dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam keadaan
tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita mulai
sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan penderita
dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan
punggung (Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma,
ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa
adanya deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh
kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau
long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada
fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas
kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher
sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada
trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran
penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan
kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi
(ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi
ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegi
atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam mengkoordinasi
otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon sensori
C. Focused Assessment
Focused assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian pada area
keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey, secondary survey,
anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan subyektif) dan pemeriksaan obyektif (Head to toe). Di
beberapa negara bagian Australia mengembangkan focused assessment ini dalam pelayanan di
Emergency Department, tetapi di beberapa Negara seperti USA dan beberapa Negara Eropa
tidak menggunakan istilah Focused Assessment tetapi dengan istilah Definitive Assessment
(O’keefe et.al, 1998).
Focused assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa dilakukan sesuai
masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury ditemukan. Yang paling banyak
dilakukan dalam tahap ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang diagnostik atau bahkan
dilakukan pemeriksaan ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitif.
D. Reassessment
Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali (reassessment)
yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di gawat darurat adalah :
Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro
Pharyngeal Airway, Laryngeal Mask Airway ,
maupun Endotracheal Tube (salah satu dari
peralatan airway) tetap efektif untuk
menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan risiko
yang minimal.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika penderita dalam
keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam melakukan secondary survey,
mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti :
1) Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan perdarahan dalam.
Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa mngethaui perdarahan yang terjadi organ
dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan hemetemesis,
melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab
perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan yaitu:
a. Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
b. Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angio
displasia, Dilafeuy, varises
gastropati kongestif
4) USG
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan gelombang suara
dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20 kilohertz) untuk menghasilkan gambaran
struktur organ di dalam tubuh.Manusia dapat mendengar gelombang suara 20-20.000
hertz .Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14 kilohertz digunakan untuk diagnostik.
Gelombang suara dikirim melalui suatu alat yang disebut transducer atau probe. Obyek
didalam tubuh akan memantulkan kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap
oleh suatu sensor, gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan ditayangkan di
layar. Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan alatnya. Ultrasonografi yang terbaru
dapat menayangkan suatu obyek dengan gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan
berwarna. USG bisa dilakukan pada abdomen, thorak (Lyandra, Antariksa, Syaharudin, 2011)
5) Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan di ruang gawat
darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang dipancarkan akibat
pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos
dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut melintasi pasien dan menampilkan film
radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian besar radiasi menyebabkan pajanan pada film
paling sedikit, sehingga film yang dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit
menyerap radiasi, meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga film nampak berwarna
hitam. Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda
menghasilkan citra dalam skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk dada, abdoment, sistem
tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative, metabolic dan metastatik
(tumor). Pemeriksaan radiologi penggunaannya dalam membantu diagnosis meningkat.
Sebagian kegiatan seharian di departemen radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih
cepat, lebih murah dan mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan
akurat (Ishak, 2012).
6) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Secaraumumlebih sensitive dibandingkan CT Scan. MRI jugadapatdigunakanpadakompresi
spinal.Kelemahanalatiniadalahtidakdapatmendeteksiadanya emboli paru, udarabebasdalam
peritoneum danfaktor.Kelemahanlainnyaadalahprosedurpemeriksaan yang lebihrumitdanlebih
lama, hanyasedikitsekalirumahsakit yang memiliki, hargapemeriksaan yang
sangatmahalsertatidakdapatdiapakipadapasien yang memakaialat pacemaker jantungdanalat
bantu pendengaran (Widjaya,2002).
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KEPALA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Trauma kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Trauma kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas
pada usia muda. Penderita Trauma kepala seringkali mengalami edema serebri
yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau
perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial.
(Morton,2012)
Trauma kepala adalah trauma kepala dengan GCS 15 (sadar penuh) tidak
ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing, nyeri kepala hematoma abrasi dan
laserasi (Mansjoer,2009). Menurut Brain Injury Assosiation of America,
Trauma kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, Trauma kepala dibagi menjadi tiga,
yaitu Trauma kepala ringan, sedang, berat. Trauma kepala ringan dapat
menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak. Penderita dapat merasa
mual, pusing, linglung, atau kesulitan mengingat untuk beberapa saat
Penderita Trauma kepala sedang juga dapat mengalami kondisi yang sama,
panjang hingga kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan tepat.
Selain itu, Trauma kepala juga dapat dibedakan menjadi Trauma kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu Skin atau
anak.
b. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang
disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak
serebelum.
Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang
lapisan luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam
piameter.
d. Otak
a) Sereblum
suatu lekuk atau celah dalam yang disebut fisura longitudinalis mayor.
etika.
b) Otak tengah
c) Otak belakang
kepala meluas sampai batang otak karna edema otak atau pendarahan
diolah lebih lanjut. Dengan mata tertutup dan pada saat yang sama
saraf pembau.
penglihatan.
mulut.
8) Nervus Auditorius (Nervus Kranialis VIII)
pendengar.
Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dpat
Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar
± 15mmHg.
Ruang kranial yang kalua berisi jaringan otak (1400gr), Darah (75
tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup
berakibat kematian.
3. Etiologi
1) Trauma primer
(akselerasi dn deselerasi)
2) Trauma sekunder
Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
5) Terjatuh
8) Kecelakaan industri.
4. Manifestasi Klinis
c. Pusing
d. Muntah
e. GCS : 13-15
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi
otak itu sendiri. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis
keadaan, yaitu :
lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada Trauma kepala
dan coup. Contre coup dan coup pada Trauma kepala dapat terjadi
bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi
pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan
pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila
Kontusio
Mk. Bersihan
Jalan Nafas
Sumber : Muttaqin.A(2011)
6. Pemeriksaan Penunjang
Trauma kepala :
a. CT Scan
b. MRI
c. Cerebral Angiography
d. Serial EEG
e. Sinar X
f. BAER
g. PET
h. CSS
subarachnoid
i. Kadar elektrolit
tekanan intrakranial
j. Screen toxilogy
kesadaran
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan
pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa
7. Penatalaksanaan
Keperawatan
a. Observasi 24 jam
cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
a. Terapi obat-obatan
8. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a) Edema serebral dan herniasi
mata, dan deficit neurologic seperti afasia, efek memori, dan kejang
B. KonsepAskep KGD
1. Pengkajian
a. Primary Survey (A B C D)
1) Airway
Bebas
Tidak bebas:
- Pangkal lidah jatuh, sputum, darah, spasme, bendaasing
Suara/ bunyinafas
- Normal, stridor, tidak ada suara nafas, dll.
2) Breathing
Polanafas
- Apnea, sesak, bradipnea, takipnea, frekuensinafas : …. x/ mnt
Bunyinafas
- Vesikuler, wheezing, stridor, ronkhi
Iramanafas
- Teratur, tidakteratur
Tanda distress pernafasan
- Penggunaanotot bantu, retraksi dada/ interkosta, cupinghidung
Jenispernafasan
- Pernafasan dada, pernafasan perut, dll
3) Circulation
Akral, pucat, pengisian kapiler
Nadi (frekuensi, irama, kekuatan)
Tekanan darah
Kelembaban dan turgor kulit
4) Dissability
Tingkat kesadaran
Nilai GCS : E4 M6 V5
Pupil
- Isokor, anisokor, respon cahaya : +/+, diameter
Ekstremitas
- Sensorik, motorik
Kekuatan otot
5) Exposure
Adanya trauma, adanya jejas/ luka, ukuran luka, kedalaman luka, dll
6) Foley Chateter
Perhatikan indikasi dan kontraindikasi pemasangan kateter urine
7) Gastric Tube
Perhatikan indikasi dan kontraindikasi pemasangan NGT
8) Heart Monitor
Perhatiakan indikasi penderita dilakukannya monitor terhadap fungsi
jantung.
b. Secondary Survey
1) Pemeriksaanfisik (head to toe)
2) Pemeriksaantanda–tanda vital
3) Anamnesa
Keluhan, obat terakhir, makanan dan minuman, penyakit yang pernah
diderita, alergi, kejadian
4) Finger in every orifice
5) Hasil lab dan rujukan
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d jalan nafas buatan d.d gelisah
c. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d Parkinson
3. Intervensi keperawatan
1. Resiko perfusi jaringan serebral b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
Trauma kepala selama 1x24 jam maka resiko perfusi
Identifikasi penyebab
jaringan serebral membaik dengan
peningkatan TIK
kriteria hasil :
Monitor tanda/gejala
1. Tingkat kesadaran meningkat
peningkatan TIK
2. Sakit kepala
Monitor status
menurun Gelisah menurun
pernapasan
Monitor intake dan
output cairan
Teraupetik :
Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
Berikan posisi semi
fowler
Pertahankan
suhu tubuh
normal
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian sedasi dan
anti konvulsan jika
perlu
Kolaborasi
pemberian diuretic
osmosis jika perlu
2 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
adanya jalan nafas buatan d.d gelisah. selama 1x24 jam maka bersihan jalan nafas
Identifikasi
membaik dengan kriteria hasil :
kemampuan batuk
1. Batuk efektif meningkat
Monitor adanya
2. Sulit bicara menurun retensi sputum
3. Gelisah menurun Monitor input dan
output cairan
Teraupetik :
Edukasi :
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian mukolitik
atau ekspetoran, jika
perlu
3 Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
Teraupetik :
Edukasi :
Anjukan posisi duduk
Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
catatann keperawatan secara lengkap yaitu: jam, tanggal, jenis tindakan, respon
pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Rohmah&Walid,2012)
apakah tujuan ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu rencana tindakan
subjektif oleh klien dan objektif didapatkan langsung dari hasil pengamatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta: EGC
Gloria M. Bulechek, et al. (2013). Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi
Keenam. Missouri: Mosby Elsevier.
Helmi, Zairin N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba medika.
Kristiyanasari, W. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi Dengan Pendekatan Nanda,
NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.
Mansjoer, Arif. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Morhedd, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima. Missouri:
Mosby Elsevier.
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Ningsih, Lukman N. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta : EGC
KASUS
Seorang laki-laki usia 45 tahun dibawa ke IGD akibat kecelakaan lalu lintas. Keluarga
pasien mengatakan , pasien sempat muntah dengan mengeluarkan cairan darah konsistensi
cair pekat lalu tidak sadarkan diri ± 1 jam sejak sebelum dibawa ke IGD rumah sakit. GCS
3 (E1V1M1). TD= 100/70 mmHg , RR= 30x/menit, T= 37,60C, N= 68x/menit dan SaO2 :
85%. Tampak jejas di daerah mata dan pipi sebelah kanan, luka 3 cm di kepala belakang
sebelah kanan, terdapat ekymosis, akral dingin, CCT > 2 detik, dan Terdengar suara
gurgling saat bernafas.
Initial Assesment
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer : (meliputi : pengkajian Airway, Breathing, Circulation, dan
Disability)
A. Airway
Jalan nafas : tidak paten
Obstruksi : Terdapat perdarahan dari mulut
Suara nafas : terdengar suara gurgling
Masalah keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif
B. Breathing
Frekuensi Nafas : 30 x/menit
Saturasi Oksigen : 85%
Masalah keperawatan : Pola nafas tidak efektif
C. Circulation
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 68x/menit
Suhu : 37,6ºC
Akral : Dingin
CRT : > 2 detik
Terdapat luka : 3 cm di kepala belakang sebelah kanan,
terdapat ekymosis
Masalah keperawatan :Risiko syok hipovolemik
D. Disability
Respon klien : unrespon
Kesadaran : Koma
GCS : E1V1M1
E. Exposure :
Tampak jejas di daerah mata dan pipi sebelah kanan
b. Pengkajian sekunder (meliputi : pengkajian riwayat keperawatan dan head toe to)
1. Pengkajian riwayat keperawatan
Riwayat penyakit sekarang
Seorang laki-laki usia 45 tahun dibawa ke IGD akibat kecelakaan lalu lintas.
Keluarga pasien mengatakan , pasien sempat muntah dengan mengeluarkan
cairan darah konsistensi cair pekat lalu tidak sadarkan diri ± 1 jam sejak
sebelum dibawa ke IGD rumah sakit. GCS 3 (E1V1M1). TD= 100/70
mmHg , RR= 30x/menit, T= 37,60C, N= 68x/menit dan SaO2 : 85%.
Tampak jejas di daerah mata dan pipi sebelah kanan, luka 3 cm di kepala
belakang sebelah kanan, terdapat ekymosis, akral dingin, CCT > 2 detik,
dan Terdengar suara gurgling saat bernafas.
Tanda – tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 68 x/menit
RR : 30 x/menit
Suhu : 37,6ºC
Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada
Riwayat pengobatan
Tidak ada obat yang dikonsumsi secara rutin
Riwayat keluarga
Tidak ada
Riwayat Alergi
Tidak ada
2. Head to toe
1) Kepala : terdapat luka 3 cm di kepala belakang sebelah kanan,
a. Rambut : warna hitam, lurus, tipis, dan bersih
b. Dahi : tidak ada luka dan tidak ada lesi
c. Palpebrae : simetris, tidak ada benjolan
d. Mata : Tampak jejas di daerah mata
e. Rahang Atas : Terdapat jejas di pipi sebelah kanan
f. Pupil :tidak ada reflex cahaya -/-
g. Hidung : simetris, tidak ada lesi, tidak ada sekret di hidung
h. Telinga : simetris, tidak ada lesi, tidak ada sekret telinga
i. Mulut : simetris, tampak perdarahan dari mulut
j. Leher : tidak tampak pembesaran vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, posisi trakea simetris
2) Badan
a. Bahu : simetris, tidak ada lesi dan tidak ada luka
b. Thorak :
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada luka , tidak ada lesi
Perkusi : vesikuler
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Auskultasi (jantung) : BJI=BJII= reguler
c. Abdomen :
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada luka
Auskultasi : bising usus 20x/mnt
Perkusi : terdengar suara timpani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Pemeriksaan penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekresi yang
tertahan ditandai dengan terdapat cairan di dalam mulut dan terdengar suara
nafas gurgling
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (Trauma
kepala) dibuktikan dengan RR : 30x/mnt dan satO2 85%
c. Risiko Syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Rencana Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
ditandai dengan terdapat cairan di dalam mulut dan terdengar suara nafas gurgling
a. Observasi:
Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Monitor bunyi nafas tambahan
b. Terapeutik
Pertahankan posisi klien untuk meminimalisir gerakan
Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan jaw thrust
Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
Berikan oksigen jika perlu
Pasang oropharingeal airway jika perlu
Pasang cervical collar
c. Edukasi
Kolaborasi pemberian pemberian dosis oksigen
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (Trauma
kepala) dibuktikan dengan dibuktikan dengan RR : 30x/mnt dan satO2 85%
a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunti nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thoraks
b. Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan pemantauan
b. Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan nafas
Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada perdarahan eksternal
Tutup luka dengan kassa tebal
Lakukan pembidaian pada kaki yang terdapat fraktur
Berikan posisi syok (modified trendelenberg)
Pasang jalur IV berukuraan besasr (mis.nomor 14 atau 16)
Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
c. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian infus kristaloid 1-2 L pada dewasa
Kolaborasi pemberian transfusi darah jika perlu
ANALISA DATA
Seorang laki-laki usia 45 tahun dibawa ke IGD akibat kecelakaan lalu lintas. Keluarga
pasien mengatakan , pasien sempat muntah dengan mengeluarkan cairan darah konsistensi
cair pekat lalu tidak sadarkan diri ± 1 jam sejak sebelum dibawa ke IGD rumah sakit. GCS
3 (E1V1M1). TD= 100/70 mmHg , RR= 30x/menit, T= 37,60C, N= 68x/menit dan SaO2 :
85%. Tampak jejas di daerah mata dan pipi sebelah kanan, luka 3 cm di kepala belakang
sebelah kanan, terdapat ekymosis, akral dingin, CCT > 2 detik, dan Terdengar suara
gurgling saat bernafas.
DO :
- GCS : E1V1M1
- Kesadaran klien koma
- TTV :
TD : 100/70 mmHg
N : 68 x/mnt
S : 37,6 °C
SatO2 : 85%
- Terdengar suara nafas Gurgling
DS : Gangguan Pola Nafas tidak
- Neurologis (Cedera efektif (D.0005)
DO : kepala)
- TTV :
TD : 100/70 mmHg
N : 68 x/mnt
S : 37,6 °C
SatO2 : 85%
Dx. 1 Resiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan cedera kepala (D.0017)
- monitor ukuran apuapila, bentul kesimetrisan dan reaktifitasnya
- monitor level kesadaran
- monitor Glasgow Coma Scale
- monitor tanda vital : suhu, TD, nadi, rr
- monitor status respirasi : level AGD, oksimetri nadi, kedalaman, pola, laju, usaha pola
napas
- monitor Intra Cranial Pressure (ICP) dan Cerebral Perfusion Pressure (CPP)
- monitor refles kornea
- batasi perawatan unutk meminimalisi peningkatan ICP
Dx. 2 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan tampak
meringis (D.0077)
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidanyamanan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Kaji tipe dan sumber nyeri
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Tingkatkan istirahat
Dx. 3 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
dibuktikan dengan bunyi napas gargling (D.0001)