Oleh:
WAHYUNI MIKE WANDIRA
(NIM: 01.20.0104)
Oleh:
WAHYUNI MIKE WANDIRA
(NIM: 01.20.0104)
Mengetahui,
Direktur
iii
KATA PENGANTAR
iv
10. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan Akademi Keperawatan
Kesdam II/ Sriwijaya Palembang.
v
DAFTAR ISI
vi
1. Tempat....................................................................................34
2. Waktu......................................................................................34
C. Subjek Studi Kasus .....................................................................34
D. Definisi Operasional ....................................................................35
E. Metode Pengumpulan Data dan Istrumen Penelitian ...................35
1. Metode pengumpulan data......................................................35
2. Instrumen penelitian ................................................................36
F. Penyajian Data ............................................................................37
G. Etika Studi Kasus ........................................................................37
1. Informed consent (Persetujuan menjadi pasien) .....................37
2. Anominity (Tanpa nama) .........................................................37
3. Confidentially (Rahasia) ..........................................................37
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................38
LAMPIRAN..............................................................................................41
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1. Skala Nyeri Visual Analog Scale .........................................20
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1. Intervensi Keperawatan ..........................................................13
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis merupakan suatu bentuk radang pada apendiks
vermiformis yang sering menjadi penyebab radang abdomen (Kurniari
et al., 2021). Di beberapa tahun terakhir, apendisitis menjadi salah
satu radang abdomen yang diderita oleh masyarakat global yang
dialami penduduk di negara maju dan negara berkembang.
Menurut World Health Organization (WHO), 7% dari penduduk
dunia mengalami peristiwa apendisitis pada tahun 2018. Di tahun
2017, negara Amerika serikat mengalami 734.138 kasus apendisitis
dan mengalami peningkatan di tahun 2018 sebanyak 739.177 kasus
(Santiko & saelan, 2022). Sebanyak 4,8% penduduk dari total
populasi Asia mengalami peristiwa apendisitis (Amalina et al., 2018).
Apendisitis akut menjadi salah satu kedaruratan abdomen akut
khususnya di Indonesia. Menurut Waisani & Khoiriyah (2020) bahwa
terdapat 179.000 penduduk Indonesia atau sekitar 7% dari total
penduduk yang mengalami kejadian apendisitis. Penduduk berjenis
kelamin perempuan lebih sedikit menderita radang usus buntu
daripada laki-laki. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kematian akibat
radang usus buntu sekitar 12.000 untuk pria dan 10.000 untuk wanita
(Ningrum & Fitriyani, 2022).
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan menyatakan bahwa
terdapat 5.980 kasus apendisitis dan 177 kasus diantaranya
menimbulkan kematian. Sementara itu, dari 2.363 kasus apendisitis di
kota Palembang menyebabkan 19 orang meninggal dunia. Secara
lengkap, 31,3% kasus termasuk apendisitis perforasi, sementara itu
69,7% kasus termasuk apendisitis sederhana (Soewito & Sulaiman,
2020). Komplikasi yang biasanya terjadi yaitu adanya apendisitis
perforasi yang dapat menyebabkan abses sehingga memerlukan
tindakan apendiktomi.
1
Berdasarkan data himpunan dari Tahun 2020 hingga 2022 di
salah satu rumah sakit di Kota Palembang yaitu Rumah Sakit AK
Gani bahwa pasien apendiktomi mengalami kenaikan signifikan di
Tahun 2022. Data pasien apendiktomi di Tahun 2020 sebanyak 43
pasien, 2021 sebanyak 17 pasien, dan 2022 sebanyak 67 pasien.
Apendiktomi merupakan prosedur pembedahan untuk
mengangkat apendiks yang terinflamasi. Insisi pembedahan akan
menimbulkan nyeri karena kerusakan pada ujung-ujung saraf bebas.
Rasa nyeri dalam rentang waktu tertentu mempengaruhi tingkat
kenyamanan pasien (Haryono, 2012). Rasa nyeri yang dialami pasien
post operasi apendiktomi disebabkan oleh rangsangan mekanik luka
yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator-mediator kimia
nyeri, sehingga dapat memunculkan nyeri pada setiap post operasi
Intensitas nyeri pada setiap pasien post operasi berbeda-beda
mulai dari nyeri ringan sampai berat, namun akan menurun sejalan
dengan proses penyembuhan. Penurunan nilai skala nyeri yang
berbeda-beda antara satu individu dengan yang lain dan perubahan
nilai yang relatif kecil dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor.
Salah satunya tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang
sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan
respon atau perasaan yang identik pada individu karena nyeri
bersifat subjektif (Septiyani & Wirotomo, 2021). Nyeri dibagi menjadi 2
kategori yaitu nyeri akut dan nyeri kronis (Karyati et al., 2018). Rasa
nyeri dapat menimbulkan rasa stressor sehingga pasien akan
berespon secara psikologis dan biologis (Metasari & Sianipar, 2018).
Sebagai upaya meredakan rasa nyeri pasien maka diberikan
terapi mobilisasi dini. Namun dalam pelaksanaannya, terapi ini sangat
membutuhkan bantuan perawat. Secara umum, perawat memberi
edukasi mobilisasi dini pada pasien seperti mengajarkan, memandu
serta mengawasi pasien. Selain itu, perawat juga memiliki peran
mengatur posisi miring kiri dan kanan setiap dua jam yang akan
membuat pasien merasa nyaman, mempertahankan tonus otot dan
2
mencegah kontraktur otot, mencegah nyeri, mengurangi tekanan
sehingga penderita merasa lebih kuat dan sehat.
Mobilisasi dini dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri
pada pasien post operasi apendiktomi. Mobilisasi dini terdiri dari
gerakan-gerakan yang memiliki tujuan khusus untuk mengurangi nyeri
dengan cara mengalihkan pusat perhatian pasien pada gerakan yang
dilakukan. Gerakan tersebut memicu pelepasan serotonin dan
norepinefrin. Senyawa tersebut mampu memodulasi dan
menstimulasi sistem kontrol desenden. Mobilisasi dini memberikan
pengaruh dengan menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontraksi
miokardial, memperbaiki aliran balik vena dan mengurangi rasa nyeri
(Perry & Potter, 2009).
Penurunan skala nyeri dipengaruhi oleh mobilisasi dini yang
berperan melalui mekanisme penghilangan konsentrasi pasien di
lokasi nyeri. Ketika mobilisasi dini dilakukan maka pemusatan
perhatian terhadap nyeri dialihkan pada kegiatan mobilisasi dini.
Kegiatan tersebut memicu pelepasan serotonin dan noreepinefrin.
Serotonin adalah senyawa kimia alami yang berperan dalam
mengatur aliran darah sedangkan noreepinefrin adalah senyawa
kimia organik yang berperan sebagai neurotransmiter. Pelepasan
senyawa tersebut menstimulasi atau memodulasi sistem
kontrol desenden (Septiyani & Wirotomo, 2021).
Sistem kontrol desenden mengalami pelepasan substansi P oleh
neuron delta- C dan delta- A. Selanjutnya, neuron beta-A dan
mekanoreseptor melepaskan neurotransmitter untuk menghambat
opiat endogen seperti dinorfin dan endorfin. Kedua proses pelepasan
ini menghambat substansi P sehingga terjadi penutupan mekanisme
pertahanan. Hambatan substansi P berpengaruh pada penurunan
intensitas nyeri pada pasien yang diberikan intervensi mobilisasi dini
karena penurunan transmisi saraf menuju saraf pusat (Budiarti et al.,
2021). Intervensi mobilisasi dini berorientasi pada gerakan dinamis
dalam penurunan nyeri pasien apendiktomi.
3
Penelitian Muzzakir & Natalia (2019) menyatakan mobilisasi dini
yang dilakukan 24 jam setelah post operasi apendiktomi memiliki
pengaruh terhadap penurunan skala nyeri pasien. Mobilisasi dini
tersebut dilakukan selama 3 hari berturut-turut dengan tujuan
penurunan skala nyeri pasien post operasi apendiktomi dengan hasil
15 pasien yang memiliki tingkat nyeri berat setelah diberikan
intervensi mobilisasi dini menjadi 13 pasien merasakan nyeri ringan
dan 2 pasien nyeri sedang.
Sejalan dengan Berkanis (2020) mengemukakan bahwa
penerapan mobilisasi dini 8 jam setelah post operasi apendiktomi
sangat efektif untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien post
operasi apendiktomi. Hasil yang didapatkan setelah melakukan
mobilisasi dini terhadap 23 pasien yaitu 17 pasien nyeri berat menjadi
nyeri sedang, 4 pasien nyeri berat menjadi nyeri ringan, dan 1 pasien
nyeri berat tidak terkontrol menjadi nyeri berat terkontrol dan 1 pasien
nyeri berat terkontrol.
Hasil penelitian Aprianti (2020) menyatakan mobilisasi dini yang
dilakukan 6-8 jam setelah post operasi apendiktomi selama 10 menit
pada kelompok intervensi didapatkan hasil bahwa 7 pasien (78,5 %)
pasien mengalami penurunan nilai skala nyeri dan hasil penurunan
tingkat nyeri pasien setelah dilakukan mobilisasi dini adalah kategori
tingkat nyeri sedang dan 1 pasien (12,5%) tidak mengalami
penurunan nilai skala nyeri.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis memiliki ketertarikan
untuk melakukan studi kasus “Penerapan Mobilisasi Dini Pada Pasien
Post Operasi Apendiktomi Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan studi kasus dengan masalah “Bagaimana gambaran
penerapan mobilisasi dini pada pasien post apendiktomi dengan
masalah keperawatan nyeri akut?”
4
C. Tujuan Studi Kasus
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam studi
kasus ini yaitu Untuk memberikan gambaran penerapan mobilisasi dini
pada pasien apendiktomi dengan masalah keperawatan nyeri akut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Gejala apendisitis akut merupakan nyeri visceral pada
epigastrium disekitar umbilikus yang dibagi menjadi nyeri
samar dan tumpul. Keluhan ini disertai nafsu makan menurun
dan rasa mual muntah, selanjutnya nyeri akan terasa di titik
McBurney dalam beberapa jam. Nyeri yang dirasakan pada
titik ini lebih jelas dan lebih tajam sehingga menjadi nyeri
somatik setempat.
b. Apendisitis Kronis
Apendisitis dengan kronis baru bisa ditegakkan apabila
ditemukan tiga hal yaitu pertama, dalam jangka waktu tiga
minggu pasien tanpa alternatif diagnosa lain mempunyai
riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen. Kedua,
gejala yang dialami pasien akan hilang setelah dilakukan
apendiktomi. Ketiga, gejala dibuktikan secara histopatologik
sebagai akibat dari fibrosis pada apendiks atau inflamasi
kronis yang aktif (Mardalena, 2018).
3. Etiologi
Apendisitis disebabkan oleh infeksi bakteri dan dipengaruhi
oleh beberapa pemicu salah satunya yaitu penyumbatan pada
lumen apendiks. Sumbatan tersebut menjadi faktor pemicu selain
hiperplasia jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks, benda asing
dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan/ timbunan (Mardalena, 2018).
4. Patofisiologi
Tanda patogenik primer disebabkan adanya ulserasi mukosa
dan obstruksi lumen yang menjadi awal terjadinya apendisitis.
Hambatan yang terjadi pada bagian proksimal membuat obstruksi
lumen menjadi tertutup. Multiplikasi bakteri yang cepat
7
meningkatkan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi
secara terus menurus. Selain itu, obstruksi mampu menimbulkan
mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Mukus tersebut
semakin lama akan semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks yang terbatas menyebabkan tekanan intralumen
meningkat.
Tekanan intralumen yang meningkat akan menyebabkan
apendiks sehingga terjadi beberapa akibat diantaranya ulserasi
mukosa, hipoksia, invasi bakteri, dan hambatan aliran limfa.
Infeksi mampu menimbulkan iskemik akibat pembengkakan
(edema) apendiks dan trombosis yang berat pada pembuluh
darah intramural (dinding apendiks). Tahapan tersebut akan
mengalami apendiks akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Jika sekresi mukus terus berlanjut maka tekanan dan
jumlah bakteri meningkat sehingga mampu menembus dinding.
Jika arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren (Mardalena, 2018).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Menurut Nuari (2015):
a. Nyeri hebat di perut kanan bagian bawah, umumnya disertai
dengan demam ringan, mual, muntah, dan anoreksia.
b. Nyeri mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar
area pusar, lalu timbul muntah dan mual.
c. Rasa mual akan hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan
bagian bawah setelah beberapa jam.
d. Jika dokter menekan pada daerah perut kanan bagian
bawah, penderita akan merasakan nyeri tumpul dan
penekanan dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.
e. Demam bisa mencapai 37,8 – 38,8 °C.
8
6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi umumnya yaitu adanya apendisitis
perforasi yang menyebabkan abses sehingga memerlukan
tindakan pembedahan apendiktomi (Kurniari et al., 2021).
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nuari (2015), pemeriksaan penunjang sebagai
berikut:
a. Muntah oleh karena nyeri vesceral
b. Panas ( karena kuman yang menetap di dinding usus)
c. Test Rektal, pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba
benjolan dan penerita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
d. Pemeriksaan Laboratorium, pemeriksaan leukosit, Hb, laju
endap darah (LED), dan urin rutin.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dilakukan konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Penatalaksanaan
pembedahaan hanya dilakukan bila terjadi abses dalam
perawatan dengan atau tanpa peritonitis umum. Pelaksanaan
apendisitis menurut Mardalena (2018) sebagai berikut:
a. Perlakuan sebelum operasi
1) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2) Kontrol produksi urin dengan memasang kateter
3) Rehidrasi
4) Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan
diberikan secara intravena
5) Obat-obat penurun panas diberikan setelah rehidrasi
tercapai
6) Jika demam sebelum diberi anestesi maka harus
diturunkan demamnya
9
b. Operasi
1) Apendiktomi
2) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perporasi
bebas, maka abdomen dicuci dengan antibiotika dan
garam fisiologis
3) Abses apendiks dengan diobati dengan antibiotika IV,
masanya mungkin mengecil atau abses mungkin
memerlukan drainnase dalam jangka waktu beberapa hari
4) Apendiktomi dilakukan jika abses dilakukan operasi efektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan
c. Pasca Operasi
1) Observasi tanda-tanda vital (TTV)
2) Apabila pasien telah sadar angkat sonde lambung
sehingga pencegahan aspirasi cairan lambung dapat
dilakukan
3) Pasien dibaringkan dalam posisi semi fowler
4) Selama pasien dipuasakan, pasien dapat dinyatakan baik
bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
5) Puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal jika
ada tindakan operasi lebih besar misalnya pada perforasi
6) Berikan minum mulai 15 mL per jam selama 4-5 jam lalu
dinaikkan menjadi 30 mL per jam. Keesokan harinya
makanan saring diberikan dan hari berikutnya makanan
lunak diberikan
7) Pasien dianjurkan duduk tegak di tempat tidur selama 2 x
30 menit pada satu hari pasca operasi
8) Pasien dapat duduk dan berdiri di luar kamar pada hari
kedua
9) Pada hari ke 7 jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolekan pulang
10
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian konsep asuhan keperawatan menurut
(Mardalena, 2018), sebagai berikut:
1) Identitas pasien, meliputi nama, agama, alamat,
pendidikan, pekerjaan, umur, tanggal medis, jenis
kelamin, catatan waktu kedatangan, dan disertai
identitas keluarga atau penanggungjawab.
2) Keluhan utama pasien, apakah pasien mengeluh nyeri
disekitar apigastrium menjalar ke perut kanan bagian
bawah. Nyeri perut kanan bagian bawah mungkin timbul
beberapa jam dan kemudian nyeri di pusat atau di
epigastrium akan dirasakan setelahnya. Sifat keluhan
nyeri dirasakan terus-menerus atau timbul dalam waktu
cukup lama.
3) Riwayat kesehatan, terdiri dari riwayat kesehatan masa
lalu, sekarang dan keluarga
4) Diet dan kebiasaan makan makanan rendah serat
5) Kebiasaan eliminasi
6) pemeriksaan fisik
7) pemeriksaan penunjang
b. Diagnosis Keperawatan
1) Nyeri Akut
a) Pengertian
Pengalaman sensorik atau emosional yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang lebih 3 bulan (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2018).
11
b) Penyebab
(1) Agen pencedera fisik (peradangan, iskemia,
neoplasma)
(2) Agen pencedera kimiawi (terbakar, bahan
kimia iritan)
(3) Agen pencedera fisik (misalnya abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, pembedahan, trauma, latihan fisik
berlebihan) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2018).
c) Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala menurut Tim
Pokja SDKI DPP PPNI (2018), sebagai berikut:
Gejala dan Tanda Mayor:
(1) Subjektif
(a) Mengeluh nyeri
(2) Objektif
(a) Tampak Meringis
(b) Bersikap Protektif (misalnya waspada,
posisi menghindari nyeri)
(c) Gelisah
(d) Frekuensi nadi meningkat
(e) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
(1) Subjektif
(Tidak Tersedia)
(2) Objektif
(a) Tekanan darah meningkat
(b) Pola napas berubah
(c) Nafsu makan berubah
(d) Proses berfikir terganggu
(e) Menarik diri
12
(f) Berfokus pada diri sendiri
(g) Diaforesis
c. Intervensi Keperawatan
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Intervensi
keperawatan sebagai berikut :
Tabel 2.1. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Definisi: tindakan Observasi
Pengalaman sensorik/ keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi
emosional yang ...... x ...... jam nyeri, karakteristik,
berkaitan dengan diharapkan tingkat durasi, frekuensi,
kerusakan jaringan nyeri menurun kualitas, intensitas
aktual/ fungsional dengan kriteria hasil: nyeri
dengan onset 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi nilai skala
mendadak/ lambat dan menurun nyeri
berintensitas ringan 2. Meringis Menurun 3. Identifikasi respons
hingga berat yang 3. Sikap protektif nyeri non verbal
berlangsung 3 bulan. menurun 4. Identifikasi faktor
4. Gelisah menurun yang memperberat
Penyebab: 5. Kesulitan tidur dan memperingan
1. Agen pencedera menurun nyeri
fisiologis (misalnya 6. Frekuensi nadi 5. Identifikasi
inflamasi, iskemia, membaik pengetahuan dan
neoplasena). keyakinan tentang
2. Agen pencedera nyeri
kimiawi (misalnya 6. Identifikasi pengaruh
terbakar, bahan budaya terhadap
kimia iritan). respon nyeri
3. Agen pencedera 7. Identifikasi pengaruh
13
fisik (misalnya nyeri pada kualitas
abses, amputasi, hidup
terbakar, terpotong, 8. Monitor keberhasilan
mengangkat berat, terapi komplementer
prosedur operasi). yang sudah
diberikan.
Gejala dan Tanda 9. Monitor efek
Mayor: samping
Subjektif penggunaan
1. Mengeluh nyeri analgesik
Objektif
2. Tampak meringis Terapeutik
3. Bersikap protektif 7. Berikan teknik non
(misalnya waspada, farmakologis untuk
posisi menghindari mengurangi nyeri.
nyeri) 8. Kontrol lingkungan
4. Gelisah yang memperberat
5. Sulit tidur rasa nyeri.
6. Frekuensi nadi 9. Mefasilitasi istirahat
meningkat dan tidur.
10. Pertimbangkan
Gejala dan Tanda jenis dan sumber
Minor nyeri dalam
Subjektif pemilihan strategi
(Tidak tersedia) meredakan nyeri.
Objektif
1. Tekanan darah Edukasi
meningkat 1. Jelaskan penyebab,
2. Pola napas berubah periode, dan pemicu
3. Nafsu makan nyeri
berubah 2. Jelaskan strategi
4. Proses berpikir meredakan nyeri
14
terganggu 3. Anjurkan memonitor
5. Menarik diri nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian analgetik
jika diperlukan.
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah keadaan perawat
dalam melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah
dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi SIKI,
implementasi terdiri atas kegiatan melakukan dan
mendokumentasikan yang menjadi tindakan khusus dalam
melakukan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan adalah keadaan terakhir proses
keperawatan untuk menentukan ketercapaian tujuan rencana
keperawatan. Pada pasien apendisitis meliputi evaluasi
perkembangan yang dialami pada pasien setelah diberikan
implementasi keperawatan (Nuari, 2015).
15
C. Konsep Penerapan Mobilisasi Dini Dengan Masalah Keperawatan
Nyeri Akut
1. Konsep Nyeri
a. Pengertian
Nyeri adalah pengalaman emosional atau sensorik yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan fungsional atau
aktual, dengan onset mendadak atau lambat dan berintesitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang lebih 3 bulan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2018).
b. Klasifikasi
Berdasarkan waktu nyeri terbagi menjadi nyeri akut, sub-
akut, dan kronik. Nyeri akut adalah respon biologis normal
pada cedera jaringan dan menjadi indikator kerusakan
jaringan misalnya, nyeri pasca trauma musculoskeletal dan
nyeri pasca operasi. Nyeri tipe ini sebenarnya menjadi
mekanisme proteksi tubuh yang akan berlanjut pada proses
penyembuhan (Suwondo et al., 2017).
1) Nyeri akut merupakan gejala yang harus diatasi atau
penyebabnya harus dieliminasi. Nyeri sub akut (1 – 6
bulan) merupakan fase transisi dan nyeri yang
ditimbulkan karena kerusakan jaringan diperberat oleh
konsekuensi problem psikologis dan sosial.
2) Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung lebih dari 6
bulan. Nyeri tipe ini sering kali tidak menunjukkan
abnormalitas baik secara fisik maupun indikator-indikator
klinis lain seperti laboratorium dan pencitraan.
Keseimbangan kontribusi faktor fisik dan psikososial
dapat berbeda-beda pada tiap individu dan
menyebabkan respon emosional yang berbeda pula satu
16
dengan lainnya. Dalam praktek klinis sehari-hari nyeri ini
dibagi menjadi nyeri kronik tipe maligna (nyeri kanker)
dan nyeri kronik
a) Tipe non maligna (artritis kronik, nyeri neuropatik,
nyeri kepala, dan nyeri punggung kronik).
b) Nyeri secara esensial dapat dibagi menjadi dua,
yaitu nyeri adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri
adaptif berperan dalam proses survival dengan
melindungi organ dari cedera atau sebagai
penanda adanya proses penyembuhan dari cedera.
Nyeri maladaptif terjadi jika terdapat proses
patologis pada sistem saraf atau akibat dari
abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi ini
merupakan suatu penyakit (pain as a disease).
Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4
jenis nyeri:
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak
menimbulkan kerusakan jaringan. Pada umumnya,
tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus
karena berlangsung singkat. Nyeri ini dapat timbul
jika ada stimulus yang cukup kuat sehingga akan
menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus
berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis vital.
Contoh: nyeri pada operasi, dan nyeri akibat
tusukan jarum.
2) Nyeri Inflamatorik
Nyeri inflamatorik adalah nyeri dengan
stimulasi kuat atau berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri
tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien
dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke
17
fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid
artritis.
3) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya
lesi sistem saraf perifer (seperti pada neuropati
diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati
lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca
cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan
nyeri pada sklerosis multipel).
4) Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan
tidak ditemukannya abnormalitas perifer dan defisit
neurologis. Nyeri fungsional disebabkan oleh
respon abnormal sistem saraf terutama
hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa
kondisi umum yang memiliki gambaran nyeri tipe ini
antara lain fibromialgia, irritable bowel syndrome,
beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri
kepala tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada
nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan
sensitivitas abnormal atau hiperresponsif (Suwondo
et al., 2017).
c. Jenis-Jenis Nyeri
Secara umum nyeri terbagi menjadi nyeri ringan, nyeri
sedang, nyeri berat. Spesifik, nyeri di golongkan berdasarkan
jenis, penyebab, komplikasi, dan derajat nyeri.
1) Jenis nyeri : nyeri nesiseptik, neurogenik, psikogenetik
2) Penyebab nyeri : nyeri onkogenik, dan non onkogenik
3) Komplikasi nyeri : nyeri akut dan nyeri kronis
4) Derajat nyeri : nyeri ringan dan nyeri sedang
18
Secara umum, skala nyeri digambarkan dalam bentuk
angka yakni 1-10. Skala nyeri berdasarkan niai angka sebagai
berikut :
1) Skala 0 (tidak nyeri)
2) Skala 1 (nyeri sangat ringan)
3) Skala 2 (nyeri ringan dengan ada sensasi seperti dicubit
tapi tidak begitu sakit)
4) Skala 3 (nyeri mulai terasa namun bisa ditoleransi)
5) Skala 4 (nyeri cukup menganggu misal : nyeri sakit gigi)
6) Skala 5 (nyeri benar-benar menggangu dan tidak bisa
didiamkan dalam waktu lama)
7) Skala 6 (nyeri sudah mengganggu indera, terutama pada
penglihatan)
8) Skala 7 (nyeri sudah mengganggu aktivitas atau tidak bisa
beraktivitas)
9) Skala 8 (nyeri mengakibatkan tidak bisa berpikir jernih,
bahkan terjadi perubahan pada prilaku
10) Skala 9 (nyeri mengakibatkan menjerit-jerit dan
menginginkan cara apapun untuk menyembuhkan nyeri)
11) Skala 10 (nyeri paling parah bisa menyebabkan anda
tidak sadarkan diri) (Verizarie, 2020).
19
VAS memiliki prosedur perhitungan yang mudah
untuk digunakan. Namun, metode VAS tidak disarankan
untuk menganalisis efek nyeri pada pasien yang baru
mengalami pembedahan karena metode ini membutuhkan
koordinasi motorik, visual, dan konsentrasi. Visualisasi
VAS disajikan pada Gambar 2.1.
20
skala nyeri dibandingkan VAS dan VRS. Skala nyeri NRS
disajikan pada Gambar 2.3.
Keterangan :
Skala 0 : Tanpa nyeri
Skala 1-3 : Nyeri ringan
Skala 4-6 : Nyeri sedang
Skala 7-9 : Nyeri berat
Skala 10 : Nyeri sangat berat
21
Raut wajah 4 : nyeri lumayan parah
Raut wajah 5 : nyeri parah
Raut wajah 6 : nyeri sangat parah
22
pasien post operasi bertujuan untuk memperlancar aliran
darah sehingga mampu mengurangi resiko terjadinya
komplikasi seperti abses atau peritonitis dan pneumonia
hipostatis (Arief, 2020).
b. Tujuan
Mobilisasi dini berperan dalam mengurangi rasa nyeri
dengan mengalihkan konsentrasi pada rasa nyeri yang dialami
pasien ke gerakan yang dilakukan. Gerakan mobilisasi dini
juga dapat mengurangi aktivasi mediator kimiawi pada proses
peradangan (Pristahayuningtyas et al., 2016).
23
a) Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampun
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya
sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadi
hemiplegia karena stroke, parapelgia karena cedera
tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya
sistem saraf motorik dan sensorik.
24
menuju saraf pusat (Budiarti et al., 2021).
e. Prosedur
Standar operasional prosedur penerapan mobilisasi dini
untuk pasien post apendiktomi dengan masalah
keperawatan nyeri akut disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Standar operasional prosedur penerapan mobilisasi dini
25
e) Siapkan alat dan bahan yang di
perlukan
(1) Sarung tangan bersih, jika perlu
(2) Bantal
2) Tahap Kerja
a) Mencuci tangan 6 langkah
b) Memakai sarung tangan jika
diperlukan
c) Mengidentifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik
d) Mengidentifikasi toleransi fisik
e) Memonitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
f) Berikan posisi miring kanan selama
maksimal 2 jam dan berikan
sokongan bantal pada punggung
g) Berikan posisi miring kiri selama
maksimal 2 jam dan berikan
sokongan bantal pada punggung
h) Berikan posisi terlentang selama
maksimal 2 jam
i) Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
3) Tahap Akhir
a) Lepaskan sarung tangan
b) Mencuci tangan 6 langkah
4) Dokumentasi
a) Dokumentasikan proseddur yang telah
dilakukan dan respon pasien
REFERENSI PPNI. (2021). Pedoman Standar Prosedur
Operasional keperawatan Edisi 1. DPP PPNI.
26
f. Analisa PICO (Problem, Intervention, Comparison, Outcome)
Analisa PICO (Problem, Intervention, Comparison, Outcome) disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Tabel Analisa PICO
No Judul dan Author Problem Intervention Comparison Outcome
1 Pengaruh mobilisasi dini Rasa nyeri Metode: Rancangan penelitian ini - Hasil: terdapat pengaruh
terhadap perubahan pada luka adalah quasy eksperimental design mobilisasi dini terhadap
tingkat nyeri klien post akibat dengan metode pengambilan sampel penurunan skala nyeri pasien
operasi apendiktomi di operasi dalam penelitian ini adalah purposive post op apendiktomi yaitu 15
ruang bedah di RSUD apendiktomi sampling. pasien yang memiliki tingkat
Raja Ahmad Tabib nyeri berat setelah diberikan
Tahun 2019. Sampel: 15 pasien post operasi intervensi mobilisasi dini
apendiktomi. menjadi 13 pasien merasakan
Muzzakir, Rizki Sari nyeri ringan dan 2
Utami, Siska Natalia Prosedur: Mobilisasi dini dilakukan 24 pasien nyeri sedang.
jam setelah post operasi apendiktomi
doi.org/10.52999/sabb.v1 selama 3 hari berturut-turut. Kesimpulan:
i3.126 Penelitian ini menghasilkan
perbedaan yang signifikan
antara skor rata-rata dari
sebelum dan setelah
27
dilakukannya intervensi.
Berdasarkan observasi di
lapangan bahwa mobilisasi
dini mampu menurunkan
tingkat nyeri pasien
dikarenakan sudah dapat
menggerakkan ekstremitas
dan lainnya.
2 Pengaruh mobilisasi dini Rangsanga Metode: Metode penelitian yang Kelompok Mobilisasi dini pada kelompok
terhadap perubahan n mekanik digunakan adalah penelitian kuantitatif kontrol 8 intervensi didapatkan hasil
tingkat nyeri pasien post luka yang dengan desain penelitian quasy pasien dan bahwa 7 pasien (78,5 %)
operasi apendiktomi di menyebabk eksperimen. Metode pendekatan kelompok pasien mengalami penurunan
ruang bedah RSUD dr. an tubuh menggunakan studi penelitian desain intervensi 8 nilai skala nyeri dan hasil
Abdul Aziz Tahun 2019. menghasilk kelompok kontrol pra dan pasca. pasien. penurunan tingkat nyeri
an pasien setelah dilakukan
Tri Nova Aprianti, Usman rmediator Sampel: 16 pasien post operasi mobilisasi dini adalah kategori
Seri Sarliana, Zaini kimia nyeri, apendiktomi yang terdiri dari kelompok tingkat nyeri sedang dan 1
sehingga intervensi 8 pasien dengan umur 18-45. pasien (12,5%) tidak
doi.org/10.31983/jahmt.v muncul mengalami penurunan nilai
2i2.5704 nyeri pada Prosedur: Mobilisasi dini diberikan saat skala nyeri sedangkan
28
setiap 6-8 jam post operasi selama 10 menit Responden kelompok
klien post dan sebelum pasien mendapatkan kontrol (post test)
operasi. analgetik terapi dari perawat ruangan merasakan tingkat nyeri
sedang berjumlah 7 orang
(87,5%) dan tingkat nyeri
berat terkontrol berjumlah 1
orang (12,5%).
29
operasi di BLUD RSUD kurang yaitu 34
H. Padjonga Daeng, Sampel: Total sampel sebanyak 34 pasien (97,1%), sedangkan
Ngalle, Kabupaten pasien yang terdiri dari 3 kelompok pengetahuan mobilisasi dini
Takalar umur (< 20 tahun, 20-35 tahun, >35 setelah penyuluhan
tahun). yang termasuk kategori
Dewiyanti, Wirda, Suardi, pengatahuan baik sebanyak
Oktaviana, Dina, Alwi Prosedur: 32 pasien (94,1%).
Pasien mobilisasi dini
doi.org/10.47859/jmu.v8i diatur dalam posisi miring kanan dan Kesimpulan: Ada pengaruh
01.200 kiri setiap dua jam, dan mengubah penyuluhan mobilisasi dini
posisi menjadi semifowler pada 6-10 terhadap pengetahuan
jam pasca operasi. pelaksanaan mobilisasi dini
pada pasien post operasi di
BLUD RSUD H. Padjonga
Daeng Ngalle Kabupaten
Takalar.
4 Penerapan mobilisasi Rasa nyeri Metode : Penelitian ini menggunakan - Hasil :
dini terhadap nyeri luka insisi metode pengambilan data pada lembar Skala nyeri pada kedua
pasien post operasi timbul kuesioner yang berisikan pengkajian pasien mengalami penurunan
apendiktomi di ruang akibat subjek, standar operasional prosedur setelah dilakukan mobilasi
30
bedah RSUD JEND. ujung-ujung (SOP) penerapan mobilisasi dini dan dini. Pasien I dari 5 menjadi 1
Ahmad Yani Metro City saraf bebas lembar observasi nyeri menggunakan dan pada pasien II dari 7 - 9
mengalami skala numerik (Numerical Rating Scale) menjadi 4 - 6.
Inayah Budiarti, Sapti kerusakan sebelum dan setelah penerapan.
ayubbana, Anik Inayati yang Sampel : 2 pasien terdiri nyeri sedang Kesimpulan :
menyebabk berjenis kelamin laki-laki berumur 60 Penerapan mobilisasi dini
an tahun dan nyeri berat terkontrol berjenis dapat menurunkan skala nyeri
ketidaknya kelamin perempuan umur 32 tahun pada pasien post operasi.
manan Prosedur :
pasien. Penerapan ini dilakukan 1 kali sehari
dalam waktu ±45 menit selama 3 hari.
5 The effect of early Pasien Metode: Jenis penelitian ini adalah pra _ Hasil: Nilai pra operasi
mobilization of pain yang eksperimen dengan pendekatan one apendiktomi sebesar 1,295
intensity in patients post mengalami group pretest posttest design dengan semestara nilai post operasi
apendictomy in the in nyeri post cara mengamati (mengukur) sebelum apendiktomi sebesar 1,955
patient room TK. III dr. operasi dan sesudah diberikan perlakuan pada sehingga menghasilkan
Reksodiwiryo hospital, apendiktomi satu kelompok. rataan selisih menjadi 1,62.
Padang. sangat Berdasarkan data tersebut
tinggi Sampel: 16 pasien didapatkan nilai t-test p =
Veolina Irman, Ika Yulia dengan 0,000 (p<0,05).
31
Darma jumlah 371 Prosedur: Melakukan gerakan-gerakan
pasien pada yang menggunakan otot perut dan Kesimpulan: Ada pengaruh
Tahun 2017 panggul sehingga berperan penting mobilisasi dini terhadap
dalam mengurangi nyeri. intensitas nyeri pada pasien
post apendektomi di ruang
rawat inap bedah RSUD Dr.
Reksodiwiryo tahun 2019.
32
3. Kerangka Konsep
Pada kerangka konsep ini disusun dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran agar studi kasus ini dapat berjalan.
Diagram kerangka konsep disajikan pada Gambar 2.5.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Waktu
Studi kasus akan dilaksanakan Bulan Februari - Maret 2023
dari penyusunan proposal, pengambilan data penelitian dan
penulisan laporan akhir.
34
f. Pasien apendiktomi yang bersedia melakukan terapi
mobilisasi dini.
2. Kriteria eksklusi sebagai berikut:
a. Pasien yang memiliki apendiktomi perforasi.
b. Pasien dengan penyakit pendengaran.
c. Pasien yang kondisinya tidak memungkinkan untuk
melakukan mobilisasi dini.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan suatu pernyataan yang jelas,
tepat, dan tidak ambigu berdasarkan variabel dan karakteristik yang
menyediakan pemahaman yang sama terhadap keseluruhan data
sebelum dikembangkan. Defenisi operasional disajikan pada Tabel
3.1.
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
Penerapan Suatu tindakan Melakukan Standar Pasien bisa
Mobilisasi perawat observasi Operasional melaksanakan
Dini mengajar pasien pada pasien Prosedur atau tidak bisa
dengan melalui dan lembar melaksanakan
pergerakan, pemberian observasi gerakan
posisi atau ceklist ceklist
adanya kegiatan
yang dilakukan
setelah post
operasi
apendiktomi
Nyeri Akut Kondisi nyeri Penilaian Numeric 0-1 : Tidak
Pada yang disebabkan skala nyeri Rating ada nyeri
Pasien Post oleh kerusakan 0-10 Scale 2-3 : Nyeri
Operasi jaringan aktual (NRS) ringan
Apendiktomi atupun fungsional 4-6 : Nyeri
pada bagian sedang
tubuh manusia 7-10 : Nyeri
berat
35
pasien dan sesi tanya jawab, dan data sekunder adalah
pengumpulan data dengan mengumpulkan biodata pasien, rekam
medis rumah sakit. Dimana hal pertama yang akan dilakukan
adalah mengidentifikasi pasien sesuai kriteria inklusi yang telah
ditentukan sebelumnya setelah membina hubungan saling
percaya antara pasien dengan perawat dan melakukan pengkajian
lalu menetapkan diagnosis keperawatan kemudian merencanakan
intervensi keperawatan setelah Itu mengimplementasikannya
pada pasien dan terakhir mengevaluasi hasil dari implementasi
yang telah diberikan kepada pasien.
2. Instrumen penelitian
a. Data Demografi
Terdiri dari usia, ras, jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan
pendidikan.
b. Instrumen penilaian skala nyeri NRS
36
F. Penyajian Data
Bentuk penyajian data dalam studi kasus ini adalah dalam
bentuk penerapan mobilisasi dini dengan standar operasional
prosedur. Data yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi
secara manual, setelah itu data disajikan berbentuk naratif, disertai
dengan kutipan ucapan lisan oleh subjek studi kasus yang
menguatkan data.
3. Confidentially (Rahasia)
Kerahasiaan yang diberikan kepada pasien dijamin oleh
peneliti.
37
DAFTAR PUSTAKA
Aprianti, T. N., Seri, U., & Zaini, S. (2020). Journal of Applied Health
Management and Technology. Journal of Applied Health
Management and Technology Vol, 2(2), 42–49.
Budiarti, I., Ayubbana, S., & Inayati, A. (2021). Penerapan Mobilisasi Dini
Terhadap Skala Nyeri Pasien Post Operasi Appendiktomi Di Ruang
Bedah Rsud Jend. Ahmad Yani Kota Metro. Jurnal Cendikia Muda,
2(3), 320–324.
Karyati, S., Hanafi, M., & Astuti, D. (2018). Efektivitas Mobilisasi Dini
terhadap Penurunan Skala Nyeri Post Operasi Sectio Cesarea di
RSUD Kudus. Proceeding of the URECOL, 866–872.
38
Post Op Apendiktomi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Dan
Nyaman. Universitas Kusuma Husada Surakarta.
Suwondo, bambang suryono, Meliala, L., & Sudadi. (2017). Buku Ajar
Nyeri. Perkumpulan Nyeri Indonesia.
39
Benson. Ners Muda, 1(1), 68–77.
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 2. Informasi dan Pernyataan Persetujuan
42
LEMBARAN PERSETUJUAN RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
43
Lampiran 3. Bukti Proses Bimbingan
44
Lampiran 4. Instrumen Studi Kasus
KUISIONER PENELITIAN
A. Skala nyeri sebelum intervensi dilakukan
Inisial Nama :
Umur :
No RM :
Status :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Jenis Kelamin :
Agama :
Petunjuk
Pada skala nyeri diisi oleh peneliti setelah pasien menunjukkan angka
berapa skala nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala nyeri
Numeric Rating Scale (NRS) 0-10 yaitu:
0-1 : Tidak ada nyeri
2-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri berat
45
B. Skala nyeri sesudah intervensi dilakukan
Petunjuk
Pada skala nyeri diisi oleh peneliti setelah pasien menunjukkan angka
berapa skala nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala nyeri
Numeric Rating Scale (NRS) 0-10 yaitu:
0-1 : Tidak ada nyeri
2-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri berat
46
KUISIONER PENELITIAN
C. Skala nyeri sebelum intervensi dilakukan
Inisial Nama :
Umur :
No RM :
Status :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Jenis Kelamin :
Agama :
Petunjuk
Pada skala nyeri diisi oleh peneliti setelah pasien menunjukkan angka
berapa skala nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala nyeri
Numeric Rating Scale (NRS) 0-10 yaitu:
0-1 : Tidak ada nyeri
2-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri berat
47
D. Skala nyeri sesudah intervensi dilakukan
Petunjuk
Pada skala nyeri diisi oleh peneliti setelah pasien menunjukkan angka
berapa skala nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala nyeri
Numeric Rating Scale (NRS) 0-10 yaitu:
0-1 : Tidak ada nyeri
2-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri berat
48
Lampian 5. Lembar Instrumen Penilaian Nyeri
49
Lembar Observasi
Hasil Pengukuran Skala Nyeri
Hari /
Tn / Ny Tn / Ny
Tanggal
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Hari 1
Hari 2
Hari 3
50
INSTRUMEN PENELITIAN NYERI
VISUAL AID SCALE (VAS)
51
Lembar Observasi
Hasil Pengukuran Skala Nyeri
Hari /
Tn / Ny Tn / Ny
Tanggal
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Hari 1
Hari 2
Hari 3
52